PNEUMONIA
DISUSUN OLEH:
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya
angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang.
Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi,
berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak
mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan
terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).
Menurut data UPTD Puskesmas Tipo angka kejadian ISPA
termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Tipo tahun 2015
yaitu menempati urutan pertama, dengan jumlah kasus 1566 kasus.
Kemudian mengalmi penurunan pada tahun 2016 1324 kasus ISPA. Pada
tahun 2017 hingga bulan agustus ditemukan 626 kasus ISPA dan 47 kasus
diantaranya adalah kasus Pneumonia.
3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyaji memilih
Pneumonia sebagai refleksi kasus karena insiden Pneumonia masih cukup
tinggi serta mengetahui faktor-faktor lingkungan yang dapat menjadi
pemicu timbulnya Pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Tipo
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit dan beberapa faktor resiko
penyebarannya di wilayah kerja Puskesmas Tipo
4
BAB II
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Umur : 3 Tahun 6 Bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Lekatu
Tanggal pemeriksaan : 3 Oktober 2017
Tempat Pemeriksaan : Puskesmas Tipo
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
5
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah. Ayah
pasien bekerja sebagai petani di kebun dan ibu pasien bekerja sebagai ibu
rumah tangga.
Riwayat kebiasaan dan lingkungan :
Pasien makan 3 kali sehari secara teratur. Menu makanan pasien
yaitu nasi, lauk pauk, sayuran dan buah. Porsi sekali makan pasien yaitu
sepiring nasi berisi 1-2 sendok nasi, lauk yang dikonsumsi berupa ikan,
tahu atau tempe yang digoreng, jarang konsumsi daging. Sayuran yang
biasanya dikonsumsi oleh pasien yaitu bayam, kangkung, atau kacang
panjang. Buah yang sering dikonsumsi oleh pasien yaitu papaya dan
pisang.
Pasien tinggal bersama kedua orangtua, ketiga saudaranya. Ayah
pasien memiliki kebiasaan merokok di rumah, 1 bungkus setiap hari.
Tempat tinggal pasien adalah rumah beratap genteng, tidak
memiliki plavon, dengan lantai semen, yang terdiri dari 3 kamar tidur, satu
kamar tidur tidak terpakai. Satu ruang tamu, satu ruang keluarga yang
tergabung dengan ruang makan. Terdapat dapur dan kamar mandi. Pasien
biasanya tidur bersama bapak dan ibunya dalam satu kamar berukuran 3
meter x 2 meter, dengan sebuah kasur. Kamar tidur tidak memiliki jendela.
raung tamu memiliki jendela yang terpaku beberapa papan. Dapur
bergabung dengan kamar mandi yang berlantai tanah, terdapat satu pintu
masuk pada dapur. Dapur tersebut berukuran 2 meter x 1,5 meter. Ibu
pasien memasak menggunakan kayu bakar, sabut kelapa dan asapnya akan
memenuhi seluruh dapur dan dapat memenuhi seluruh ruangan rumah. Di
kamar mandi tidak terdapat sumber air biasanya ibu pasien mengambil air
untuk minum dan kebutuhan sehari-hari seperti mandi, memasak dan
mencuci dari sumur tetangga. Rumah pasien tidak memiliki WC. Anggota
keluarga biasanya buang air besar WC umum yang ada di dekat rumah
pasien.
Riwayat Kehamilan dan persalinan :
menangis. Berat badan lahir 2600 gram dan panjang lahir 53 cm.
6
Riwayat Imunisasi:
Pasien mendapat imunisasi dasar lengkap
Ikhtisar keluarga
1 2
3 4
5 6 7 8
Keterangan:
7
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Derajat sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 13,6 kg
Tinggi badan : 88 cm
Status Gizi : Gizi baik (2SD)
Tanda vital
Denyut nadi : 112 x/menit
Respirasi : 58 x/menit
Suhu badan : 37,9 0C
Kulit
Warna : Sawo matang
Efloresensi : Tidak ada kelainan
Sianosis : (-)
Kepala:
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal.
Mata : Konjungtiva : anemis (-/-),
sklera : ikterik (-/-)
refleks cahaya: (+/+),
refleks kornea: (+/+),
Pupil: Bulat, isokor.
Telinga : Otorrhea (-)
Hidung :Pernafasan cuping hidung(-), epistaksis: (-) Rhinorea (-)
Mulut : Bibir: Sianosis (-), Tonsil :T1-T1 tidak hiperemis.
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening : (-)
Pembesaran kelenjar thiroid : (-)
8
Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral, Tampak
retraksi (+) minimal subkosta
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bronchovesikular (+/+), Rhonki (+/+),Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas Jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni regular. Murmur (-),
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik usus (+) : Kesan normal
Perkusi : Bunyi : Timpani (+), asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (-), Distensi Abdomen (+)
Ekstremitas :
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)
V. DIAGNOSIS
Pneumonia
9
VI. DIAGNOSIS BANDING
Bronkiolitis
Asma
VII. TERAPI
- Paracetamol 3 x 1 cth
- Ambroxol 12 mg
Pulv 3x1
- CTM
- Salbutamol 0,5 mg
- Truvit 1 x 1 cth
Non medikamentosa :
- Istirahat yang cukup
- Hindari mengkonsumsi minuman yang dingin
- Banyak minum air putih terutama yang hangat dan mengkonsumsi
makanan yang sehat dan bergizi seperti buah-buahan segar terutama
yang banyak mengandung vitamin C.
- Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk membantu
meningkatkan daya tahan tubuh
VIII. KONSELING
Konseling yang diberikan pada ibu pasien:
1. Memberitahukan ibu bahaya polusi udara seperti yang berasal dari asap
seperti asap roko dan asap dari dapur sehingga ibu dapat menjauhkan
pasien dari polusi udara di lingkungan rumah
2. Memberi informasi mengenai pentingnya ventilasi di dalam rumah dan
menyarankan agar jendela yang ada dibuka setiap pagi.
3. Menjauhkan pasien atau menjaga jarak dari anggota keluarga atau
tetangga yang memiliki penyakit infeksi saluran pernafasan.
4. Memberikan informasi mengenai pentingnya akan kebersihan minuman
atau makanan yang diberikan kepada pasien dan keluarga yang lain.
10
5. Menyarankan untuk rutin mengikuti kegiatan posyandu untuk memantau
perkembagan anak.
6. Segera ke Pusat pelayanan kesehatan jika keluhan sesak napas yang
timbul dirasakan semakin berat.
11
BAB III
PEMBAHASAN
Ada beberapa faktor resiko yang dapat mempermudah seorang anak terserang
ISPA antara lain :
1. Faktor Host
a. Usia, infeksi saluran pernapasan lebih banyak menyerang usia balita.
Oleh karena saluran pernapasan bagian atas pada balita masih relatif
kecil, pendek dan sempit begitu juga pada saluran pernapasan bagian
bawah, trakea dan bronkus mempunyai lumen yang sempit dan
pertumbuhan paru belum sempurna. Tidak hanya itu, sistem pergerakan
mukosiliar juga masih belum sempurna dan jumlah serum Ig A masih
sangat sedikit, yang menandakan bahwa sistem imun pada balita masih
belum sempurna.
b. Gizi, mallnutrisi dapat lebih memudahkan seseorang terkena infeksi, dan
infeksi juga berperan untuk terjadinya mallnutrisi. Kurangnya asupan
nutrisi menyebabkan berat badan menurun, menurunkan sistem imun,
12
terjadinya kerusakan pada mukosa, memudahkan invasi mikroorganisme
patogen dan menyebabkan pertumbuhan yang terhambat pada anak.
c. Status imunisasi, anak dengan status imunisasi yang lengkap dapat
terlindungi dari berbagai infeksi saluran pernapasan seperti difteri,
pertusis dan komplikasi dari morbili (pneumonia). Sedangkan pada anak
yang tidak lengkap status imunisasinya merupakan faktor resiko untuk
terserang infeksi saluran pernapasan seperti difteri, pertusis dan
pneumonia.
2. Faktor environment:
a. Rumah: Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Pertama, menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam
rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya
menjadi meningkat. Ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan
kelembaban yang tinggi dan membahayakan kesehatan sehingga kejadian
ISPA akan semakin bertambah.
b. Asap rokok, asap rokok yang di inhalasi mengandung banyak zat zat
kimia termasuk formaldehida, sianida, karbon monoksida, amonia dan
nikotin serta zat zat karsinogenik lainnya. Zat zat asap rokok yang
dihirup terlalu sering menyebabkan kerusakan pada mukosiliar traktus
respiratorius dan menyebabkan sekresi mukus yang berlebihan sehingga
mengakibatkan kolonisasi pada membran mukosa oleh berbagai bakteri
patogen yang berpotensi untuk menginfeksi saluran pernapasan.
c. Status Sosioekonomi, orang dengan sosial ekonomi yang rendah
mempunyai insiden lebih besar untuk terjadinya peningkatan pajanan
agent infeksius. Pada keluarga dengan sosioekonomi yang rendah
umumnya mempunyai banyak anak dan menghuni tempat tinggal yang
padat, kedua kondisi lingkungan seperti itu mengakibatkan penularan
agent infeksius. Rendahnya sanitasi dan perilaku hidup bersih juga dapat
13
meningkatkan pajanan agent infeksius. Status sosioekonomi dapat
meningkatkan resiko infeksi dan penyakit menular karena menurunnya
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.
14
Berdasarkan hasil penelusuran kasus di atas, jika dilihat dari segi konsep
kesehatan masyarakat, maka ada beberapa faktor yang menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit pnemonia, yaitu:
1. Faktor Genetik
Berdasarkan teori ISPA atau Pneumonia bukanlah penyakit keturunan.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik
Dalam kasus ini, lingkungan tempat tinggal pasien yang mendukung
terjadinya penyakit pnemonia yang dialaminya adalah:
Pasien terpapar penyakit dari orang disekitarnya, yaitu ibu dan kakak
pasien yang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien.
Kebiasaan keluarga merokok
Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok dalam rumah, asap dari
rokok tersebut dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan
bertambah berat, apalagi bila sirkulasi udara di dalam rumah kurang
memadai.
Polusi udara dalam rumah
Kebiasaan ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar dapat
merupakan faktor risiko terjadinya pnemonia pada pasien. Walaupun
rumah pasien memiliki jendela dan sering dibuka, namun asap dapur
dapat memenuhi ruangan keluarga dan ruang tidur pasien sehingga
asap yang berasal dari dapur dapat bertahan didalam rumah
Lingkungan sosial-ekonomi
Pasien merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Keluarga
pasien berada pada status ekonomi menengah kebawah dengan
penghasilan yang kurang. Rendahnya status ekonomi akan menyulitkan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan
pengobatan.
3. Faktor prilaku
Pengetahuan
15
Pendidikan yang rendah : Ayah dan ibu pasien berpendidikan rendah
sehingga memiliki pengetahuan yang rendah terutama mengenai perilaku
hidup yang bersih dan sehat. Akibatnya, keluarga pasien kurang memiliki
kesadaran untuk berperilaku yang bersih dan sehat dirumah sehingga
memudahkan untuk terjadinya penyakit infeksi. Dalam kasus ini, jika
pengetahuan orang tua untuk mengatasi pnemonia tidak tepat ketika bayi
atau balita menderita pnemonia, akan mempunyai risiko meninggal karena
pneumonia, dimana 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai pengetahuan yang tepat. Tingkat pendidikan orang tua juga
akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan kepada anak yang
menderita pnemonia sehingga berpengaruh juga terhadap prognosis
pasien.
Sikap
Dari hasil anamnesis faktor perilaku yang mempengaruhi pada kasus ini
yaitu kebiasaan main di luar rumah, kebiasaan ayah pasien merokok, dan
ibu memasak menggunakan kayu bakar.
4. Faktor Pelayanan Kesehatan
Kurangnya informasi mengenai penyakit infeksi saluran pernapasan.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah akan
berpengaruh terhadap tindakan yang diambil terhadap pasien yang
mengalami infeksi. Hal ini menyebabkan keluarga pasien memerlukan
informasi mengenai infeksi pada saluran pernapasan terutama pnemonia
sehingga keluarga dapat segera membawa pasien ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang terdekat untuk dapat mencegah terjadinya penyakit yang
semakin memberat bahkan kematian.
Pelayanan UKP
Pelayanan kesehatan masyarakat terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi ISPA mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan di
polik MTBS dengan melakukan pengukuran TB, BB, menilai status gizi
serta penyuluhan terkait diagnosa penyakit pasien. Kemudian di polik
umum dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan diagnosa,
16
penatalaksanaan hingga melakukan edukasi pengenai penyakit yang
dialami kepada pasien. Setelah itu pasien menggambil obat di apotik
sebagai penyedia obat yang sesuai dengan resep dari dokter. Pelayanan
UGD juga dilakukan apabila ditemukan kondisi buruk terkait komplikasi
ISPA atau penemuan Pneumonia derajat berat, seperti sesak napas berat
dan lain sebagainya.
Pelayanan UKM
Dari pelayanan UKM, berbasis pelayanan Kesling yang berhubungan
dengan ISPA melakukan kegiatan pokok pengawasan rumah yang
berfungsi meningkatan pengetahuan, keterampilan, kesadaran, kemampuan
masyarakat dalam mewujudkan perumahan dan lingkungan sehat. Menurut
penangungjawab program kesehatan lingkungan program pengawasan
rumah turun lapangan diadakan satu kali dalam setiap bulan dengan
mengunjungi kelurahan yang berbeda tiap bulan, untuk kunjungan ke
rumah pasien jarang dilakukan oleh petugas, hal ini dikarenakan
kurangnya SDM untuk dapat menjangkau pemukiman penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Tipo, dimana satu orang dapat memegang lebih
dari satu program, sehingga dalam pelaksanaannya kunjungan masih
kurang maksimal.
Dari beberapa faktor tersebut diatas, dapat diketahui bahwa banyak hal
yang dapat menyebabkan pasien dalam kasus ini menderita pnemonia.
Ketidakseimbangan antara faktor pejamu, agen dan lingkungan dapat
menyebabkan timbulnya suatu penyakit. Selain itu adanya faktor-faktor dalam
empat determinan kesehatan, seperti faktor lingkungan, perilaku dan faktor
pelayanan kesehatan masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya suatu
penyakit dalam masyarakat.
17
Alur Pelayanan ISPA di Puskesmas Tipo
Poli MTBS/Anak
Pendaftaran di
Pasien datang (ukur TB,
loket
BB,Tanda Vital,
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. ISPA masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dan menduduki
peringkat pertama di Puskesmas Tipo tahun 2016 dan pada tahun 2017
terdapat 47 kasus pneumonia hingga bulan agustus.
2. Penyakit pneumonia pada kasus ini berkaitan dengan empat determinan
kesehatan, yaitu faktor faktor biologis/genetik, lingkungan, perilaku,
dan faktor pelayanan kesehatan masyarakat. Namun faktor yang paling
berperan dalam kasus ini adalah faktor lingkungan, yaitu pasien
terpapar dari orang disekitarnya yang menderita batuk lama, polusi
udara dalam rumah, jarak rumah yang berdekatan, dan kebiasaan ayah
dan ibu merokok tanpa mengesampingkan pengaruh dari faktor lainnya.
3. Untuk faktor pelayan kesehatan juga berperan dalam terjadinya
kekambuhan penyakit yang dialami oleh pasien tersebut, dikarenakan
masih kurangnya penyuluhan yang dilakukan oleh pelayana kesehatan
di puskesmas Tipo.
B. Saran
Five Level Prevention:
1. Promosi kesehatan (health promotion)
19
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
yang memiliki keluhan yang sama dan menghindari polusi udara yang
secara dini dan tepat sehingga dapat diberikan pengobatan yang cepat
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
Ruang tamu
22
Ruang keluarga dan
ruang makan
Ruang Dapur
23