Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS Oktober 2017

PNEUMONIA

DISUSUN OLEH:

NAMA : Afriskha B. Bulawan


STAMBUK : N 111 16 047
PEMBIMBING KLINIK : dr. Diah Mutiarasari, MPH
dr. Intje Norma

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru distal
dari jalan napas besar dan mengenai bronkiolus respiratorik dan alveolus.
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya
menyerang sekitar 1% dari penduduk. Pneumonia adalah pembunuh utama
balita di dunia, lebih banyak dibanding dengan gabungan penyakit AIDS,
malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta
Balita meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta total
kematian Balita. Diantara 5 kematian Balita, 1 di antaranya disebabkan
oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian pneumonia ini,
pneumonia disebut sebagai pandemi yang terlupakan atau the forgotten
pandemic. Sebagian besar kematian anak balita karena pneumonia terjadi
di negara berkembang, 70% diantaranya terdapat di Afrika dan Asia
Tenggara.
Pneumonia di Indonesia masih merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat terutama pada balita. Menurut hasil Riskesdas,
pneumonia merupakan pembunuh nomor dua pada balita (13,2%) setelah
diare (17,2%). Hasil Riskesdas menunjukkan jumlah kasus pneumonia
pada anak usia kurang dari 1 tahun adalah 222.360 (33,81%) kasus.
Jumlah kasus tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah
kasus 71.885 (32,3 %), sedangkan jumlah kasus terendah terdapat di
Provinsi Sulawesi Barat dengan jumlah kasus 99 (0.04 %). Persentase
penemuan penderita pneumonia pada balita di Provinsi Sulawesi Tengah
tertinggi terdapat di Kota Palu (36,13 %) dan yang terendah adalah
Kabupaten Banggai Laut (0,17%).

2
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya
angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang.
Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi,
berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak
mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan
terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).
Menurut data UPTD Puskesmas Tipo angka kejadian ISPA
termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Tipo tahun 2015
yaitu menempati urutan pertama, dengan jumlah kasus 1566 kasus.
Kemudian mengalmi penurunan pada tahun 2016 1324 kasus ISPA. Pada
tahun 2017 hingga bulan agustus ditemukan 626 kasus ISPA dan 47 kasus
diantaranya adalah kasus Pneumonia.

Tabel 1 Data 10 Penyakit Terbesar UPTD Urusan Puskesmas


Tipo Tahun 2015

No Nama Penyakit Jumlah


1 Infeksi akut lain pada Saluran pernafasan Bagian Atas 1566
2 Batuk bukan pneumonia 1392
3 Gastritis (Maag) 969
4 Penyakit kult alergi 674
5 Hipertensi 504
6 Penyakit Sistem Otot dan Jaringan Pengikat 415
7
Hypotensi 407
8
Scabies 251
9
Ginggivitasi dan Jaringan Periodental 245
10
Hypotensi 407

3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyaji memilih
Pneumonia sebagai refleksi kasus karena insiden Pneumonia masih cukup
tinggi serta mengetahui faktor-faktor lingkungan yang dapat menjadi
pemicu timbulnya Pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Tipo

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit dan beberapa faktor resiko
penyebarannya di wilayah kerja Puskesmas Tipo

4
BAB II

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Umur : 3 Tahun 6 Bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Lekatu
Tanggal pemeriksaan : 3 Oktober 2017
Tempat Pemeriksaan : Puskesmas Tipo

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien anak usia 3 tahun 6 bulan datang ke Puskesma Tipo diantar


oleh ibunya dengan keluhan batuk sejak empat hari sebelum dibawa ke
puskesmas dan semakin memberat sejak dua hari sebelum datang ke
Puskesmas. Keluhan juga disertai dengan demam, dan sesak. Demam
dirasakan sejak dua hari sebelum datang ke Puskesmas dan tidak terlalu
tinggi namun bersifat naik turun. Pasien tidak mengalami mual dan
muntah, tidak ada mimisan dan perdarahan gusi. Buang air besar biasa dan
buang air kecil lancar. Ibu pasien juga mengatakan bahwa anaknya tidak
nafsu makan.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien sudah sering datang berobat ke puskesmas dengan keluhan
yang sama
Riwayat penyakit keluarga :
Ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama,
yaitu ibu dan kakak pasien yang berumur 6 tahun.
Riwayat sosial-ekonomi :

5
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah. Ayah
pasien bekerja sebagai petani di kebun dan ibu pasien bekerja sebagai ibu
rumah tangga.
Riwayat kebiasaan dan lingkungan :
Pasien makan 3 kali sehari secara teratur. Menu makanan pasien
yaitu nasi, lauk pauk, sayuran dan buah. Porsi sekali makan pasien yaitu
sepiring nasi berisi 1-2 sendok nasi, lauk yang dikonsumsi berupa ikan,
tahu atau tempe yang digoreng, jarang konsumsi daging. Sayuran yang
biasanya dikonsumsi oleh pasien yaitu bayam, kangkung, atau kacang
panjang. Buah yang sering dikonsumsi oleh pasien yaitu papaya dan
pisang.
Pasien tinggal bersama kedua orangtua, ketiga saudaranya. Ayah
pasien memiliki kebiasaan merokok di rumah, 1 bungkus setiap hari.
Tempat tinggal pasien adalah rumah beratap genteng, tidak
memiliki plavon, dengan lantai semen, yang terdiri dari 3 kamar tidur, satu
kamar tidur tidak terpakai. Satu ruang tamu, satu ruang keluarga yang
tergabung dengan ruang makan. Terdapat dapur dan kamar mandi. Pasien
biasanya tidur bersama bapak dan ibunya dalam satu kamar berukuran 3
meter x 2 meter, dengan sebuah kasur. Kamar tidur tidak memiliki jendela.
raung tamu memiliki jendela yang terpaku beberapa papan. Dapur
bergabung dengan kamar mandi yang berlantai tanah, terdapat satu pintu
masuk pada dapur. Dapur tersebut berukuran 2 meter x 1,5 meter. Ibu
pasien memasak menggunakan kayu bakar, sabut kelapa dan asapnya akan
memenuhi seluruh dapur dan dapat memenuhi seluruh ruangan rumah. Di
kamar mandi tidak terdapat sumber air biasanya ibu pasien mengambil air
untuk minum dan kebutuhan sehari-hari seperti mandi, memasak dan
mencuci dari sumur tetangga. Rumah pasien tidak memiliki WC. Anggota
keluarga biasanya buang air besar WC umum yang ada di dekat rumah
pasien.
Riwayat Kehamilan dan persalinan :
menangis. Berat badan lahir 2600 gram dan panjang lahir 53 cm.

6
Riwayat Imunisasi:
Pasien mendapat imunisasi dasar lengkap

Jenis Vaksin Keterangan


HB O ( 0-7 hari) Diberikan
BCG (0-1 bulan) Diberikan
Polio (0, 2, 4, 6 bulan) Diberikan
DPT/HB (2, 4, 6 bulan) Diberikan
Campak (9 bulan) Diberikan

Ikhtisar keluarga

1 2

3 4

5 6 7 8

Keterangan:

1: Kakek Pasien 5: Kakak Pasien

2: Nenek Pasien 6: Kakak Pasien

3: Ayah Pasien 7. Kakak Pasien

4: Ibu Pasien 8. Pasien

7
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Derajat sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 13,6 kg
Tinggi badan : 88 cm
Status Gizi : Gizi baik (2SD)
Tanda vital
Denyut nadi : 112 x/menit
Respirasi : 58 x/menit
Suhu badan : 37,9 0C
Kulit
Warna : Sawo matang
Efloresensi : Tidak ada kelainan
Sianosis : (-)
Kepala:
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal.
Mata : Konjungtiva : anemis (-/-),
sklera : ikterik (-/-)
refleks cahaya: (+/+),
refleks kornea: (+/+),
Pupil: Bulat, isokor.
Telinga : Otorrhea (-)
Hidung :Pernafasan cuping hidung(-), epistaksis: (-) Rhinorea (-)
Mulut : Bibir: Sianosis (-), Tonsil :T1-T1 tidak hiperemis.
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening : (-)
Pembesaran kelenjar thiroid : (-)

8
Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral, Tampak
retraksi (+) minimal subkosta
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bronchovesikular (+/+), Rhonki (+/+),Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas Jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni regular. Murmur (-),

Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik usus (+) : Kesan normal
Perkusi : Bunyi : Timpani (+), asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (-), Distensi Abdomen (+)

Ekstremitas :
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)

Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)

Genitalia : Tidak ada kelainan kongenital

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS
Pneumonia

9
VI. DIAGNOSIS BANDING
Bronkiolitis
Asma

VII. TERAPI
- Paracetamol 3 x 1 cth
- Ambroxol 12 mg
Pulv 3x1
- CTM
- Salbutamol 0,5 mg
- Truvit 1 x 1 cth
Non medikamentosa :
- Istirahat yang cukup
- Hindari mengkonsumsi minuman yang dingin
- Banyak minum air putih terutama yang hangat dan mengkonsumsi
makanan yang sehat dan bergizi seperti buah-buahan segar terutama
yang banyak mengandung vitamin C.
- Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk membantu
meningkatkan daya tahan tubuh

VIII. KONSELING
Konseling yang diberikan pada ibu pasien:
1. Memberitahukan ibu bahaya polusi udara seperti yang berasal dari asap
seperti asap roko dan asap dari dapur sehingga ibu dapat menjauhkan
pasien dari polusi udara di lingkungan rumah
2. Memberi informasi mengenai pentingnya ventilasi di dalam rumah dan
menyarankan agar jendela yang ada dibuka setiap pagi.
3. Menjauhkan pasien atau menjaga jarak dari anggota keluarga atau
tetangga yang memiliki penyakit infeksi saluran pernafasan.
4. Memberikan informasi mengenai pentingnya akan kebersihan minuman
atau makanan yang diberikan kepada pasien dan keluarga yang lain.

10
5. Menyarankan untuk rutin mengikuti kegiatan posyandu untuk memantau
perkembagan anak.
6. Segera ke Pusat pelayanan kesehatan jika keluhan sesak napas yang
timbul dirasakan semakin berat.

IX. Analisis Kasus


Pasien adalah seorang anak usia 3 tahun 6 bulan yang mengalami
batuk sejak empat hari disertai dengan demam, dan sesak. Pasien sudah
sering datang berobat ke puskesmas dengan keluhan yang sama. Pasien
merupakan anak yang aktif, sering bermain di luar rumah. Pasien tinggal
bersama ayah yang merupakan perokok aktif. Ibu di rumah pasien sehari-
hari memasak di dapur menggunakan kayu bakar.

X. Identifikasi Masalah Pada Pasien


1. Bagaimana masalah ISPA (Pneumonia) di Wilayah kerja
Puskesmas Tipo?
2. Faktor resiko apa saja yang mempengaruhi masalah ISPA
(Pneumonia) di Wilayah kerja Puskesmas Tipo ?
3. Bagaimana pelaksanaan program puskesmas terkait ISPA
(Pneumonia) di Wilayah kerja Puskesmas Tipo .

11
BAB III

PEMBAHASAN

Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan


bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (Patchy
Distribution). Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah
yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas
pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.
Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat
yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka
waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi
dan parasit dapat menjadi penyebab.

Ada beberapa faktor resiko yang dapat mempermudah seorang anak terserang
ISPA antara lain :
1. Faktor Host
a. Usia, infeksi saluran pernapasan lebih banyak menyerang usia balita.
Oleh karena saluran pernapasan bagian atas pada balita masih relatif
kecil, pendek dan sempit begitu juga pada saluran pernapasan bagian
bawah, trakea dan bronkus mempunyai lumen yang sempit dan
pertumbuhan paru belum sempurna. Tidak hanya itu, sistem pergerakan
mukosiliar juga masih belum sempurna dan jumlah serum Ig A masih
sangat sedikit, yang menandakan bahwa sistem imun pada balita masih
belum sempurna.
b. Gizi, mallnutrisi dapat lebih memudahkan seseorang terkena infeksi, dan
infeksi juga berperan untuk terjadinya mallnutrisi. Kurangnya asupan
nutrisi menyebabkan berat badan menurun, menurunkan sistem imun,

12
terjadinya kerusakan pada mukosa, memudahkan invasi mikroorganisme
patogen dan menyebabkan pertumbuhan yang terhambat pada anak.
c. Status imunisasi, anak dengan status imunisasi yang lengkap dapat
terlindungi dari berbagai infeksi saluran pernapasan seperti difteri,
pertusis dan komplikasi dari morbili (pneumonia). Sedangkan pada anak
yang tidak lengkap status imunisasinya merupakan faktor resiko untuk
terserang infeksi saluran pernapasan seperti difteri, pertusis dan
pneumonia.

2. Faktor environment:
a. Rumah: Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Pertama, menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam
rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya
menjadi meningkat. Ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan
kelembaban yang tinggi dan membahayakan kesehatan sehingga kejadian
ISPA akan semakin bertambah.
b. Asap rokok, asap rokok yang di inhalasi mengandung banyak zat zat
kimia termasuk formaldehida, sianida, karbon monoksida, amonia dan
nikotin serta zat zat karsinogenik lainnya. Zat zat asap rokok yang
dihirup terlalu sering menyebabkan kerusakan pada mukosiliar traktus
respiratorius dan menyebabkan sekresi mukus yang berlebihan sehingga
mengakibatkan kolonisasi pada membran mukosa oleh berbagai bakteri
patogen yang berpotensi untuk menginfeksi saluran pernapasan.
c. Status Sosioekonomi, orang dengan sosial ekonomi yang rendah
mempunyai insiden lebih besar untuk terjadinya peningkatan pajanan
agent infeksius. Pada keluarga dengan sosioekonomi yang rendah
umumnya mempunyai banyak anak dan menghuni tempat tinggal yang
padat, kedua kondisi lingkungan seperti itu mengakibatkan penularan
agent infeksius. Rendahnya sanitasi dan perilaku hidup bersih juga dapat

13
meningkatkan pajanan agent infeksius. Status sosioekonomi dapat
meningkatkan resiko infeksi dan penyakit menular karena menurunnya
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.

Klasifikasi gejala ISPA untuk golongan umur dibawah 2 bulan :


a) Pneumonia :
- Bila ada napas cepat (> 60 x permenit) atau sesak napas
b) Bukan pneumonia :
- Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Klasifikasi gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan - <5 tahun :
a) Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas
disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(chest indrawing), adanya sianosis sentral, dan anak tidak sanggup minum.
b) Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai
adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat (fast breathing) pada
anak umur 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan
untuk anak umur 1 - <5 tahun adalah 40 kali per menit, adanya retraksi,
tanpa sianosis dan masih sanggup minum.
c) Bukan pneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding
dada6.

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-
faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu
1. Faktor genetik (keturunan),
2. Perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat,
3. Faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
4. Faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya)

14
Berdasarkan hasil penelusuran kasus di atas, jika dilihat dari segi konsep
kesehatan masyarakat, maka ada beberapa faktor yang menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit pnemonia, yaitu:
1. Faktor Genetik
Berdasarkan teori ISPA atau Pneumonia bukanlah penyakit keturunan.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik
Dalam kasus ini, lingkungan tempat tinggal pasien yang mendukung
terjadinya penyakit pnemonia yang dialaminya adalah:
Pasien terpapar penyakit dari orang disekitarnya, yaitu ibu dan kakak
pasien yang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien.
Kebiasaan keluarga merokok
Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok dalam rumah, asap dari
rokok tersebut dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan
bertambah berat, apalagi bila sirkulasi udara di dalam rumah kurang
memadai.
Polusi udara dalam rumah
Kebiasaan ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar dapat
merupakan faktor risiko terjadinya pnemonia pada pasien. Walaupun
rumah pasien memiliki jendela dan sering dibuka, namun asap dapur
dapat memenuhi ruangan keluarga dan ruang tidur pasien sehingga
asap yang berasal dari dapur dapat bertahan didalam rumah
Lingkungan sosial-ekonomi
Pasien merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Keluarga
pasien berada pada status ekonomi menengah kebawah dengan
penghasilan yang kurang. Rendahnya status ekonomi akan menyulitkan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan
pengobatan.
3. Faktor prilaku
Pengetahuan

15
Pendidikan yang rendah : Ayah dan ibu pasien berpendidikan rendah
sehingga memiliki pengetahuan yang rendah terutama mengenai perilaku
hidup yang bersih dan sehat. Akibatnya, keluarga pasien kurang memiliki
kesadaran untuk berperilaku yang bersih dan sehat dirumah sehingga
memudahkan untuk terjadinya penyakit infeksi. Dalam kasus ini, jika
pengetahuan orang tua untuk mengatasi pnemonia tidak tepat ketika bayi
atau balita menderita pnemonia, akan mempunyai risiko meninggal karena
pneumonia, dimana 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai pengetahuan yang tepat. Tingkat pendidikan orang tua juga
akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan kepada anak yang
menderita pnemonia sehingga berpengaruh juga terhadap prognosis
pasien.
Sikap
Dari hasil anamnesis faktor perilaku yang mempengaruhi pada kasus ini
yaitu kebiasaan main di luar rumah, kebiasaan ayah pasien merokok, dan
ibu memasak menggunakan kayu bakar.
4. Faktor Pelayanan Kesehatan
Kurangnya informasi mengenai penyakit infeksi saluran pernapasan.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah akan
berpengaruh terhadap tindakan yang diambil terhadap pasien yang
mengalami infeksi. Hal ini menyebabkan keluarga pasien memerlukan
informasi mengenai infeksi pada saluran pernapasan terutama pnemonia
sehingga keluarga dapat segera membawa pasien ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang terdekat untuk dapat mencegah terjadinya penyakit yang
semakin memberat bahkan kematian.
Pelayanan UKP
Pelayanan kesehatan masyarakat terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi ISPA mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan di
polik MTBS dengan melakukan pengukuran TB, BB, menilai status gizi
serta penyuluhan terkait diagnosa penyakit pasien. Kemudian di polik
umum dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan diagnosa,

16
penatalaksanaan hingga melakukan edukasi pengenai penyakit yang
dialami kepada pasien. Setelah itu pasien menggambil obat di apotik
sebagai penyedia obat yang sesuai dengan resep dari dokter. Pelayanan
UGD juga dilakukan apabila ditemukan kondisi buruk terkait komplikasi
ISPA atau penemuan Pneumonia derajat berat, seperti sesak napas berat
dan lain sebagainya.
Pelayanan UKM
Dari pelayanan UKM, berbasis pelayanan Kesling yang berhubungan
dengan ISPA melakukan kegiatan pokok pengawasan rumah yang
berfungsi meningkatan pengetahuan, keterampilan, kesadaran, kemampuan
masyarakat dalam mewujudkan perumahan dan lingkungan sehat. Menurut
penangungjawab program kesehatan lingkungan program pengawasan
rumah turun lapangan diadakan satu kali dalam setiap bulan dengan
mengunjungi kelurahan yang berbeda tiap bulan, untuk kunjungan ke
rumah pasien jarang dilakukan oleh petugas, hal ini dikarenakan
kurangnya SDM untuk dapat menjangkau pemukiman penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Tipo, dimana satu orang dapat memegang lebih
dari satu program, sehingga dalam pelaksanaannya kunjungan masih
kurang maksimal.

Dari beberapa faktor tersebut diatas, dapat diketahui bahwa banyak hal
yang dapat menyebabkan pasien dalam kasus ini menderita pnemonia.
Ketidakseimbangan antara faktor pejamu, agen dan lingkungan dapat
menyebabkan timbulnya suatu penyakit. Selain itu adanya faktor-faktor dalam
empat determinan kesehatan, seperti faktor lingkungan, perilaku dan faktor
pelayanan kesehatan masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya suatu
penyakit dalam masyarakat.

17
Alur Pelayanan ISPA di Puskesmas Tipo

Poli MTBS/Anak
Pendaftaran di
Pasien datang (ukur TB,
loket
BB,Tanda Vital,

Apotik Poli umum


Memberikan obat (anamnesis -
sesuai resep dokter penatalaksanaan)

18
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. ISPA masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dan menduduki
peringkat pertama di Puskesmas Tipo tahun 2016 dan pada tahun 2017
terdapat 47 kasus pneumonia hingga bulan agustus.
2. Penyakit pneumonia pada kasus ini berkaitan dengan empat determinan
kesehatan, yaitu faktor faktor biologis/genetik, lingkungan, perilaku,
dan faktor pelayanan kesehatan masyarakat. Namun faktor yang paling
berperan dalam kasus ini adalah faktor lingkungan, yaitu pasien
terpapar dari orang disekitarnya yang menderita batuk lama, polusi
udara dalam rumah, jarak rumah yang berdekatan, dan kebiasaan ayah
dan ibu merokok tanpa mengesampingkan pengaruh dari faktor lainnya.
3. Untuk faktor pelayan kesehatan juga berperan dalam terjadinya
kekambuhan penyakit yang dialami oleh pasien tersebut, dikarenakan
masih kurangnya penyuluhan yang dilakukan oleh pelayana kesehatan
di puskesmas Tipo.

B. Saran
Five Level Prevention:
1. Promosi kesehatan (health promotion)

Peningkatan promosi kesehatan mengenai penyakit ISPA

khususnya Pneumonia harus lebih di tingkatkan dengan cara

melakukan penyuluhan mengenai penyakit tersebut. Karena pada

kasus ini menjadi bukti kurangnya pengetahuan tentang penyakit

Pneumonia di lingkungan masyarakat, seperti pada kasus ini pasien

sering datang ke Puskesmas dengan keluhan yang sama.

19
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu

(general and specific protection)

Memberikan edukasi terkait pencegahan seperti pada kasus ini

di sarankan untuk menghindari kontak dengan orang di lingkungan

yang memiliki keluhan yang sama dan menghindari polusi udara yang

berasal dari asap rokok.

3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan

tepat(early diagnosis and prompt treatment)

Petugas pelayanan kesehatan diharapkan dapat mendiagnosis

secara dini dan tepat sehingga dapat diberikan pengobatan yang cepat

dan tepat mengenai penyakit pneumonia sehingga di harapkan

masyarakat dapat mengenali penyakit yang dideritanya.

4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)

Pada kasus ini pasien diharapkan dapat mencegah terjadinya

komplikasi seperti infeksi sekunder meliputi empiema torasis,

perikarditis purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner

seperti meningitis purulenta. Sehingga penegakan diagnosis secara

cepat dan tepat perlu dilakukan.

5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)

Melakukan konseling kepada pasien pada kasus ini mengenai

langkah-langkah khusus dalam hal pencegahan penyakit Pneumonia

seperti menghindari dari polusi asap rokok/polusi udara dan

memberikan makanan yang bergizi seimbang.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Meadow R & Newell S, 2005, Lecture Notes Pediatrika, EMS, Jakarta.


2. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak,
Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. 2010. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Pneumonia. Dalam: Behrman
R.E., et.al (editor). 2000.Ilmu Kesehatan Anak Nelsons vol. 2 edisi. 15.
Jakarta: EGC.
5. FKUI. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I.Jakarta
:Badan Penerbit IDAI.
7. Permana, Adhy, dkk. 2010. The Disease: Diagnosis & Terapi. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
8. Alsagaff, Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Penyakit
Paru dan Saluran Nafas FK UNAIR. Surabaya.
9. FK UNHAS.2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNHAS. Makassar.
10. Depkes RI. 2015. Manejemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta.

21
LAMPIRAN

Rumah pasien tampak depan

Ruang tamu

22
Ruang keluarga dan
ruang makan

Ruang Dapur

23

Anda mungkin juga menyukai