Anda di halaman 1dari 14

A.

Latar Belakang
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak
dibudayakan. Bila dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya, ikan lele memiliki
beberapa keunggulan yaitu pertumbuhannya yang sangat cepat, mudah dipelihara,
tahan terhadap kondisi air yang buruk, memiliki nilai gizi dan nilai ekonomis yang
cukup tinggi.
Reproduksi merupakan aspek biologis yang terkait mulai dari diferensiasi
seksual hingga dihasilkan individu baru (Affandi dan Tang, 2002). Hal-hal yang perlu
diketahui dalam proses reproduksi ciri reproduksi dan anatomi reproduksi. Pengetahuan
tentang ciri reproduksi yaitu mengetahui tentang perubahan atau tahapan-tahapan
kematangan gonad untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan atau tidak
melakukan reproduksi.
Perkembangan embrio dipengaruhi faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam
adalah hormon dan volume kuning telur. Hormon yang dihasilkan oleh hipofisa dan
tyroid berperan dalam proses metamorfosa, dan volume kuning telur berhubungan
dengan perkembangan embrio sedangkan faktor luar yang mempengaruhi penetasan
adalah suhu, pH, salinitas (Kamler, 1992 dalam Sukendi, 2003), gas-gas terlarut
(oksigen, CO2 dan amoniak) (Lagler et al., 1972 dalam Sukendi 2003), dan intensitas
cahaya (Nikolsky, 1963 dalam Sukendi 2003). Selain itu dari faktor eksternal ada zat
tertogenesis yang dapat menyebabkan perkembangan embrio terhenti atau
menyebabkan embrio cacat. Salah satu zat tersebut adalah Monosodium Glutamat
(MSG). Untuk mengetahui pengaruh MSG terhadap perkembangan embrio inilah Gp
ini dilakukan.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh MSG terhadap perkembangan embrio ikan lele (Clarias sp.)

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh MSG terhadap perkembangan embrio ikan lele (Clarias
sp.)?

D. Dasar Teori
1. Ikan lele (Clarias sp.)
Taksonomi ikan lele (Clarias sp.)
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Speies : Clarias sp.
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell) adalah merupakan salah satu
jenis ikan air tawar yang sudah bisa dibudidayakan. Bila dibandingkan dengan jenis
ikan air tawar lainnya, ikan lele dumbo memiliki beberapa keunggulan yaitu
pertumbuhannya yang sangat cepat, mudah dipelihara, tahan terhadap kondisi air
yang buruk, memiliki nilai gizi dan nilai ekonomis yang cukup tinggi (Suyanto,
1999).

Menurut Suyanto (1999) Ikan lele jatan mempunyai organ yang bernama
testis, mempunyai urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke arah
belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan, jika sudah matang
gonad kelamin yang berbentuk papila membengkak dan berwarna merah tua, bila
diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih. sedangkan ikan lele betina
mempunyai organ yang bernama ovari kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar
beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.
Menurut Suyanto (1999) Ikan lele jantan kepalanya lebih kecil dari induk
ikan lele betina, warna kulit dada agak tua bila dibanding induk ikan lele betina,
gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng (depress), perutnya lebih
langsing dan kenyal bila dibanding induk ikan lele betina, kulit lebih halus
dibanding induk ikan lele betina. Sedangkan ikan lele betina kepalanya lebih besar
dibanding induk lele jantan, warna kulit dada agak terang, gerakannya lambat,
tulang kepala pendek dan agak cembung, perutnya lebih gembung dan lunak
(Hadiroseyani, 1984).

2. Perkembangan embrio ikan


Apabila telur telah keluar dari tubuh ikan dan bersentuhan dengan air, lapisan
selaput chorion akan terlepas dengan selaput viteline dan membnetuk ruang
previteline. Kemudian terjadi pengerasan selaput chorion. Spermatozoa melakukan
penetrasi kedalam telur mealui lubang mikrofil yang terdapat pada chorion dan
menembus sitoplasma. Segera setelah memasuki telur, inti spermatozoa mulai
membesar dan kromosomnya mengalami perubahan sehingga memungkinkan
untuk berhimpun dengan kromosom sel telur sebagai fase awal pembelahan. Pada
ikan biasanya terjadi pembuahan diluar tubuh atau eksternal (Effendie, 1997).
Menurut Woynarovich dan Horvath 1980 telur yang teklah dibuahi akan
berkembang ,ulai dari tahap pembelahan (cleavage), diikuti blastulasi, gastrulasi,
organogenesis hingga proses penetasan. Berikut tahapan perkembangan embrio
ikan menurut Hadiroseyani (1984):

Pembelahan Sel Zigot (Cleavage)


Pembelahan sel zigot pada ikan umumnya adalah tipe meroblastik (parsial)
walaupun ada juga holoblastik (total). Pada tipe meroblastik yang membelah hanya
inti sel dan sitoplasmanya saja, sedang pada holoblastik kuning telur pun turut
membelah diri. Kedua tipe pembelahan sel tersebut ditentukan oleh banyaknya
kuning telur dan penyebarannya.Banyaknya dan penyebaran kuning telur dalam
telur ikan tidak sama tergantung kepada jenis ikannya. Telur isolesital (alesital,
oligolesital) adalah telur yang mengandung kuning telurnya sedikit dan tersebar di
seluruh sel telur. Sedangkan pada telur telolesital jumlah kuning telurnya relatif
banyak dan berkumpul pada kutub vegetatif sedangkan pada kutub anima hanya
terdapat inti sitoplasma. Telur telolesital ini terdiri dari 2 macam, politelosital dan
sentrolesital.

Dari hasil pembelahan sel telolesital ini akan terbentuk 2 kelompok sel.
Yang pertama adalah kelompok sel-sel utama (blastoderm) yang akan membentuk
tubuh embrio disebut sel-sel formatik atau gumpalan sel-sel dalam (inner mass
cells). Yang kedua adalah kelompok sel-sel pelengkap (trophoblast, periblast,
auxiliary cells) yang berfungsi sebagai selaput pelindung dan jembatan penghubung
antara embrio dengan induk atau lingkungan luar.

Pada ikan, reptil dan burung kelompok sel-sel utama ini disebut juga cakram
kecambah (germinal disc) yang terdiri dari jaringan embrio (blastodisc) yang akan
menjadi tubuh embrio dan jaringan periblast yang berfungsi sebagai penyalur
makanan yang berasal dari kuning telur.

Morula
Morula merupakan pembelahan sel yang terjadi setelah sel mengalami
berjumlah 32 sel dan berakhir bila sel sudah menghasilkan sejumlah blastomer yang
berukuran sama akan tetapi ukurannya lebih kecil sel tersebut memadat untuk
menjadi blastodik kecil yang membentuk dua lapisan sel. Pada saat ini ukuran sel
mulai beragam. Sel mulai membentang secara melintang dan mulai membentuk
formasi lapisan kedua lapis sel. Pada akhir pembelahan terjadi 2 bentuk yaitu sel
utama (blastoderm) yang meliputi sel sel formatik dan pembelahan kedua yaitu
kelompok sel sel pelengkap yaitu trophoblast ,periblast auxiliary cells fungsinya
melindungi dan menghubungi embrio dengan induk atau lingkungan luar.

Blastulasi
Proses pembentukan blastula disebut blastulasi dimana kelompok sel-sel
anak hasil pembelahan berbentuk benda yang relatif bulat ditengahnya terdapat
rongga yang kosong disebut suloblastula (coeloblastula) sedangkan yang berongga
massif disebut steroblastula. Suloblastula terdapat pada Amphioxus dan kodok,
steroblastula terdapat pada ikan dan amphibi yang tidak berkaki
(gymmophonia).Pada blastula ini sudah terdapat daerah yang akan berdiferensiasi
membentuk organ-organ tertentu (presumtife organ forming) seperti sel-sel saluran
pencernaan, notochorda, saraf dan epidermis, ectoderm, mesoderm, dan
entoderm.Bentuk dan fungsi berbagai bagian blastula terjadi melalui diferensiasi
yakni sebuah atau sekelompok sel mengalami perubahan bentuk atau fungsi. Ada 3
macam diferensiasi yakni kimiawi, bentuk dan faali (fungsi). Diferensiasi kimiawi
merupakan langkah awal untuk diferensiasi-diferensiasi berikutnya dan sifatnya
menentukan atau membatasi kegiatan sel kearah fungsi tertentu.

Gastrulasi
Gastrulasi adalah proses pembentukan 3 daun kecambah yakni ectoderm,
mesoderm dan entoderm. Gastrulasi ini erat hubungannya dengan pembentukan
system syaraf (neurolasi) sehingga merupakan periode kritis. Pada proses ini terjadi
perpindahan daerah ectoderm, mesoderm, entoderm dan notokorda menuju tempat
definitif.Ektoderm adalah lapisan terluar dari gastrula, disebut juga ektoblast atau
epiblast, entoderm adalah lapisan sel-sel terdalam pada gastrula, sedangkan
mesoderm atau mesoblast adalah lapisan sel lembaga yang terletak ditengah antara
ectoderm dan entoderm.

Gastrulasi pada ikan teleost akan berakhir pada saat massa kuning telur telah
terbungkus seluruhnya. Selama proses ini beberapa jaringan mesoderm yang berada
sepanjang kedua sisi notokorda disusun menjadi segmen-segmen yang disebut
somit.Akibat adanya gastrulasi maka perkembangan embrio berlangsung terus
sampai terbentuk bentuk badan hewan bertulang punggung yang primitif.

Organogenesis
Organogenesis, yakni proses pembentukan alat-alat tubuh makhluk yang
sedang berkembang. System organ-organ tubuh berasal dari 3 buah daun kecambah,
yakni ectoderm, entoderm dan mesoderm. Dari ectoderm akan terbentuk organ-
organ susunan (system) syaraf dan epidermis kulit. Dari entoderm akan terbentuk
saluran pencernaan beserta kelenjar-kelenjar pencernaan dan alat pernapasan.
Sedangkan dari mesoderm akan muncul rangka, otot, alat-alat peredaran darah, alat
ekskresi, alat-alat reproduksi dan korium kulit.Dari mesoderm intermediate
dihasilkan ginjal, gonad dan saluran-salurannya. Mesoderm lateral menjadi lapisan-
lapisan dalam dan luar yang membungkus ruang coelom. Pelapis ruang
pericardium, peritoneum, jantung, saluran-saluran darah, tubuh dan lapisan-lapisan
usus semua berasal dari endoderm (entoderm), sedangkan alat ekskresi melalui
pembentukan nephrostom. Mesenchym di kepala membantu pembentukan lapisan-
lapisan luar mata, rangka kepala, otot kepala dan lapisan dentin pada gigi.
(Sumber : Hadiroseyani, 1984)

3. Mono Sodium Glutamat (MSG)


MSG adalah produk bumbu masakan yang dibuat dengan memfermentasi
tepung dan tetes tebu, dengan kandungan berupa sodium, glutamate, dan air. MSG
adalah zat aditif yang dapat digunakan tanpa pembatasan. MSG merupakan salah
satu zat yang menyebabkan teratogenesis saat perkembangan embrio. Zat
teratogenesis ini menyebabkan adanya kelainan perkembangan, secara terbatas
disebabkan oleh beberapa penyimpangan proses metabolisme pada jaringan-
jaringan embrional. Zat-zat tersebut berpengaruh pada saat embrio mencapai tahap
diferensiasi dan organogenesis. Gangguan ini dapat menyebabkan kelainan embrio,
kecacatan, bahkan bisa menyebabkan kematian (Ciptono, 2016).
E. Prosedur
1. Waktu dan tempat penelitian
Waktu : April 2016 (pengambilan telur), Juni 2016 (pengamatan telur)
Tempat : Rumah Suryo Arif Setyawan (pengambilan telur), Lab. Zoologi
FMIPA UNY (pengamatan telur)
2. Variabel Penelitian
Variabel Bebas : air untuk merendam telur ikan
Variabel Terikat : perkembangan embrio telur
Variabel kontrol : telur ikan lele, air untuk kontrol dan untuk dicampur msg,
formalin, waktu pengambilan
3. Alat
Ember volume 3 L
Gunting 1
Sendok 2
Botol balsem plastik 10mL 50
Mikroskop stereo 2
Kamera 1
Cawan petri 5
Pipet ujung tumpul 2
Senter 2
4. Bahan
Telur ikan lele yang telah difertilisasi umur 1 jam
Formalin 4% 1L
Air
MSG 100 gr
5. Cara kerja
Disiapkan 2 ember ukuran 3 L yang telah diisi dengan air hingga penuh, 1
ember diberi 100 gr MSG lalu diakduk hingga rata
Formalin dituangkan pada botol balsem plastik hingga botol terisi
formalin
Telur ikan dimasukkan pada masing masing ember
Mengambil telur ikan dengan cara menggunting substrat lalu telur diambil
menggunakan sendok dan dimasukkan kedalam botol plastik yang telah
berisi formalin, mula mula diambil tiap 30 menit, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 6
jam, 24 jam
Telur diamati menggunakan mikroskop stereo dengan pencahayaan lampu
senter, telur diambil dari dalam botol menggunakan pipet tumpul lalu
diletakkan dicawan petri dan diamati menggunakan mikroskop stereo.
F. Hasil
Jam Kontrol Perlakuan
pengambilan Gambar Keterangan Gambar Keterangan
06.00 Stadium tahap Pada perlakuan hasil
perkembangan amatan sama dengan
embrio ikan lele hasil amatan kontrol,
yang diamati tidak tidak dapat diketahui
dapat ditentukan fasenya. Namun pada
fasenya karena hasil perlakuan telur ikan
06.30
pengamatan kurang lele tidak
jelas. Namun apabila menetas/mati,
melihat dari kemungkinan embrio
penelitian-penelitian gagal terbentuk.
yang dilakukan
07.00 sebelumnya, saat
embrio berumur 0
hingga 2 jam
merupakan fase
pembelahan awal
hingga menjadi
07.30 morula, umur 2
sampai 8 jam
merupakan fase
blastula, 8 sampai 12
jam merupakan fase
08.00 gastrula, 12 sampai
24 jam merupakan
fase neurulasi dan
fase organogeneis

08.30

09.00
10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

16.00

20.00
23.00 Menetas
Peristiwa penetasan
terjadi jika embrio
telah menjadi lebih
panjang lingkaran
kuning telur dan
telah terbentuk perut
dan telah terjadi
gerakan
04.00 Pada fase ini terjadi
morfogenesis

08.00

15.00

16.00 (25
jam)

20.00 (28
jam)

20.00 (24
Jam)
22.00 (50
jam)

G. Pembahasan
Praktikum pengaruh faktor lingkungan terhadap perkembangan embrio ikan lele
dilakukan pada bulan April 2016 dan diamati pada bulan Juni 2016. Pada praktikum ini
air sebagai tempat hidup telur ikan diberi perlakuan dengan penambahan MSG sebagai
contoh penmabahan zat kimia yang bersifat teraktogen. Pengamatan dilakuakn mulai
dari telur setelah difertilisasi hingga morfogenesis dan membentuk lele muda.
Berdasarkan praktikum ikan yang digunakan adalah ikan lele (Clarias sp). Awal
perkembangan dimulai saat pembuahan (fertilisasi) sebuah sel telur oleh sel sperma
yang membentuk zigot (zygot). Gametogenesis merupakan fase akhir perkembangan
individu dan persiapan untuk generasi berikutnya. Proses perkembangan yang
berlangsung dari gametogenesis sampai dengan membentuk zygot disebut progenesis.
Proses selanjutnya disebut embriogenesis (blastogene) yang mencakup pembelahan sel
zigot (cleavage), morula, blastulasi, dan gastrulasi. Proses selanjutnya adalah
organogenesis , yaitu pembentukan alatalat (organ) tubuh. Embriologi mencakup
proses perkembangan setelah fertilisasi sampai dengan organogenesis sebelum menetas
atau lahir. Telur lele kontrol menetas setelah 17 jam setelah dibuahi sedangkan telur
yang diberi perlakuan MSG tidak menetas. Fase perkembangan embrio pada
pengamatan yang kami lakukan sebelum telurr menetas tidak terlehit dengan jelas.
Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya dan dicocokan dengan
literatur saat embrio berumur 0 hingga 2 jam merupakan fase pembelahan awal hingga
menjadi morula, umur 2 sampai 8 jam merupakan fase blastula, 8 sampai 12 jam
merupakan fase gastrula, 12 sampai 24 jam merupakan fase neurulasi dan fase
organogeneis dan akhirnya menetas dan mengalami morfogenesis.
Tidak berkembangnya telur ikan lele yang ditempatkan pada air yang diberi
MSG 100 gr mungkin dikarenakan kondisi lingkungannya yang tidak mendukung ikan
tersebut untuk menetas. Karena menurut teori yang diungkapkan oleh Huet (1971),
pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal. Faktor internal
adalah keturunan, ketahanan tubuh terhadap penyakit dan kemampuan untuk
memanfaatkan makanan, sedangkan factor eksternal adalah kondisi lingkungan
dan ketersediaan pakan bagi ikan. Faktor eksternal / factor lingkungan sendiri salah
satunya dipengaruhi oleh tingkat salinitas larutan. Teori menyatakan untuk sebagian
besar spesies ikan air tawar pH yang cocok berkisar antara 6,5 7,5, kemungkinan
penambahan MSG ini juga menyebabkan perubahan pH air, namun pada praktikum ini
kami tidak mengukur pH air karena keterbatasan alat. Selain hal tersebut MSG
merupakan salah satu zat yang menyebabkan teratogenesis saat perkembangan embrio.
Zat teratogenesis ini menyebabkan adanya kelainan perkembangan, secara terbatas
disebabkan oleh beberapa penyimpangan proses metabolisme pada jaringan-jaringan
embrional. Zat-zat tersebut berpengaruh pada saat embrio mencapai tahap diferensiasi
dan organogenesis. Gangguan ini dapat menyebabkan kelainan embrio, kecacatan,
bahkan bisa menyebabkan kematian sebelum telur menetas(Ciptono, 2016).selain itu
ada kemungkinan menurunnya kualitas telur karena faktoe kualitas air sehingga telur
mengalami hambatan perkembangan yang menyebabkan telur mati, atau terjadi
kegagalan terbentunya embrio.

H. Kesimpulan
Dari Praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perkembangan
embrio ikan lele dpengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada telur yang diletakan pada air
yang tidak diberi MSG semua fase perkembangan embrionya terlaksana hingga
akhirnya menetas dan menjadi lele muda. Sedangkan pada telur yang direndam pada
air yang dicampur dengan MSG 100 gr tidak mengalami perkembangan atau mati pada
saat proses perkembangan karena telur ridak menetas. Hal ini menunjukkan bahwa
lingkungan mempengaruhi perkembangan embrio ikan lele. Penurunan kualitas atau
daya dukung lingkungan menyebabkan perkembangan embrio tertanggu bahkan
mengalami kematian.
Daftar pustaka

Afandi R. & Tang U.M. (2000). Biologi Reproduksi Ikan. Pekanbaru: Pusat Penelitian
Kawasan Pantai dan Perairan.
Ciptono. (2009). Reproduksi dan Embriologi Hewan. Yogyakarta: FMIPA UNY
Effendi, H. (2000). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Jurusan MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. Hal
234
Hadiro Seyani, Y. (1984). Perkembangan Embrio Ikan Lele (Clarias batrachus L.).
Bogor: IPB.
Woynarovich, E.; Hovarth, L. (1980). The Article Propagation of Warm-Water Finfishes,
A Manual for Extension. FAO Fish Tech, pap. Hal 183.
LAPORAN GROUP PROJECT
PRAKTIKUM BIOLOGI PERKEMBANGAN HEWAN
PENGARUH PEMBERIAN MSG TERHADAP PERKEMBANGAN
EMBRIO IKAN LELE (Clarias sp.)

Disusun oleh:
Suryo Arif Setyawan 14308141049 / BIOLOGI E

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

Anda mungkin juga menyukai