Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI
228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000
kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup. Penduduk Indonesia pada tahun 2007
adalah 225.642.000 jiwa dengan CBR 19,1 maka terdapat 4.287.198 bayi lahir hidup. Dengan
AKI 228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 ibu meninggal tiap
jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, 1 persalinan dan nifas. Besaran kematian
Neonatal, Bayi dan Balita jauh lebih tinggi, dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH
dan AKABA 44/1.000 KH berarti ada 9 Neonatal, 17 bayi dan 22 Balita meninggal tiap jam.
Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000) pada tahun
2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya dalam kurun waktu
1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun sebesar dua-
pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen
untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi
dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada
tahun 2015. Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan
segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan
(28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara
lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%).
Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu
dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS
tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%),
infeksi (7%) dan lain-lain (33%). Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0
6 hari adalah gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%),
kelainan darah/ikterus (6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%). Penyebab
kematian neonatal 7 28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (19%), pneumonia
(17%), Respiratori Distress Syndrome/RDS (14%), prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera
lahir (3%), tetanus (3%), defisiensi nutrisi (3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS
(3%). Penyebab kematian bayi (29 hari 1 tahun) adalah diare (42%), pneumonia (24%),
meningitis/ensefalitis (9%), kelainan saluran cerna (7%), kelainan jantung kongenital dan
hidrosefalus (6%), sepsis (4%), tetanus (3%) dan lainlain (5%). Penyebab kematian balita (1
4 tahun) adalah diare (25,2%), pneumonia (15,5%), Necrotizing Enterocolitis E.Coli/NEC
(10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%), DBD (6,8%), campak (5,8%), tenggelam (4,9%) dan
lain-lain (9,7%).
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an melalui
program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian besar dan dukungan dari
berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-an secara
konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam
menurunkan AKI melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang
dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000. Sejak tahun 1985 pemerintah merancang
Child Survival (CS) untuk penurunan AKB. Kedua Strategi tersebut diatas telah sejalan
dengan Grand Strategi DEPKES tahun 2004.
Dalam modul ini anda akan mempelajari, memahami dan melakukan monitoring
dan evaluasi kegiatan pelayanan kebidanan komunitas dengan PWS -KIA. Serta dapat
melakukan perencanaan, pelaksanaan dalam kegiatan PWS -KIA.
URAIAN MATERI
Pengertian Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) merupakan program
nasional yang telah dilaksanakan sejak tahun 1990-an. Sampai saat ini seluruh
kabupaten/kota telah melaksanakan secara rutin dan melaporkan ke pusat melalui propinsi.
Seiring dengan perjalanan waktu dan hasil temuan di lapangan ternyata sebagian besar
kabupaten/kota belum melaksanakan PWS-KIA sesuai dengan tujuan
yang ada dalam PWS-KIA yaitu sebagai alat pemantauan pelaksanaan
program KIA.
Untuk itu diperlukan penguatan manajemen program KIA untuk memantau
cakupan pelayanan KIA yaitu dengan mereformasi Buku pedoman
PWS-KIA yang telah ada, dalam rangka meningkatkan dan memantapkan
jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K) [Menteri
Kesehatan RI]
PWS adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu
wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat.
Program KIA yang dimaksud meliputi 4: pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu
dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan
pihak/instansi terkait untuk tindak lanjut. Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan
definisi Surveilens. Menurut WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis
berkesinmbungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam
membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalah dengan
melaksanakan PWS KIA. Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat
ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan
terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau
komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang
memadai. Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan
komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan
dan penggerakan sasaran.
Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis dan non
teknis. Pelaksanaan PWS KIA akan lebih bermakna bila ditindak lanjuti dengan upaya
perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan
sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan KIA.
Dalam perencanaan Kegiatan tentunya ada langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
terwujud perlembagaan PWS-KIA diantaranya:
2. Pemanfaatan pertemuan lintas program Penyajian PWS KIA pada pertemuan teknis
bulanan ditingkat puskesmas (mini lokakarya) dan kabupaten/kota (pertemuan bulanan dinas
kesehatan kabupaten/kota), untuk menginformasikan hasil yang telah dicapai, identifikasi
masalah, merencanakan perbaikan serta menyusun rencana operasional periode berikutnya.
Pada pertemuan tersebut wilayah yang berhasil diminta untuk mempresentasikan upayanya.
3. Pemantauan PWS KIA untuk meyakinkan lintas sektoral PWS disajikan serta didiskusikan
pada pertemuan lintas sektoral ditingkat kecamatan dan kabupaten / kota, untuk mendapatkan
dukungan dalam pemecahan masalah dan agar masalah operasional yang dihadapi dapat
dipahami bersama, terutama yang berkaitan dengan motivasi dan penggerakan masyarakat
sasaran.
4. Pemanfaatan PWS KIA sebagai bahan Musrenbang desa dan kabupaten/kota Musrenbang
adalah suatu proses perencanaan di tingkat desa dan kabupaten/kota. Bidan di desa dapat
memberikan masukan berdasarkan hasil PWS KIA kepada tim musrenbang.
Pelaksanaan PWS KIA Proses yang perlu dilakukan dalam penerapan PWS KIA dimulai
dengan langkah-langkah sosialisasi, fasilitasi dan evaluasi yang diikuti dengan tindak lanjut
sesuai kebutuhan.
1. Pelaksanaan PWS KIA di Tingkat Propinsi Langkah langkah atau urutan yang
dilaksanakan meliputi :
B. Pertemuan Sosialisasi : Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor di tingkat Propinsi,
dengan tujuan untuk sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas sektor dalam
PWS KIA dan menyusun mekanisme pemantauan kegiatan. Pihak yang terlibat meliputi :
Dinas Kesehatan
BAPPEDA
Badan PP dan KB
C. Fasilitasi : Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis berupa kunjungan ke
lapangan atau pertemuan di kabupaten/kota dan puskesmas. Petugas provinsi dibekali untuk
dapat memfasilitasi petugas kabupaten/kota dan puskesmas. Peserta terdiri dari unsurunsur
lain dari dinas kesehatan kabupaten/kota seperti : Gizi, Imunisasi, Yankes, Yanfar, P2PL, dll.
Setiap kali fasilitasi, sebaiknya peserta sekitar 30 orang. Materi fasilitasi : Pedoman PWS
KIA , Kebijaksanaan Program KIA , Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar, Perencanaan,
pelaksanaan dan pemantauan kegiatan .
D. Evaluasi /Tindak lanjut : Kegiatan ini bertujuan untuk menilai kemajuan cakupan program
KIA dan merencanakan kegiatan tindak lanjut.
2. Pelaksanaan PWS KIA Di Tingkat Kabupaten Langkah langkah atau urutan yang
dilaksanakan meliputi :
Kepala Puskesmas dan Bidan Koordinator Selain itu, pertemuan juga dapat melibatkan
RSU dan Unit Pelayanan Kesehatan Swasta. Hal ini penting karena PWS KIA mempunyai
pendekatan wilayah. Dengan demikian semua pelayanan KIA dari fasilitas pelayanan di luar
puskesmas pun perlu dilibatkan agar dapat diketahui cakupan pelayanan KIA oleh tenaga
kesehatan.
b. Pertemuan Sosialisasi : Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor tingkat
kabupaten/kota, dengan tujuan untuk sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas
sektor dalam PWS KIA dan menyusun mekanisme pemantauan kegiatan. Pihak yang terlibat
meliputi : Dinas Kesehatan BAPPEDA Biro Pembangunan Masyarakat Desa Biro PP
dan KB
c. Fasilitasi : Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis berupa kunjungan ke
lapangan atau pertemuan di puskesmas. Petugas kabupaten/kota dibekali untuk dapat
memfasilitasi petugas puskesmas. Materi fasilitasi : Pedoman PWS KIA , Kebijaksanaan
Program KIA , Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar , Perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan kegiatan
d. Evaluasi /Tindak lanjut : Kegiatan ini bertujuan untuk menilai kemajuan cakupan program
KIA dan merencanakan kegiatan tindak lanjut.
b. Pertemuan Sosialisasi Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor tingkat kecamatan
dan desa, dengan tujuan untuk sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas sektor
dalam PWS KIA dan menyusun mekanisme pemantauan kegiatan. Pihak yang terlibat
meliputi : Puskesmas Camat Kepala Desa Dewan Kelurahan LKMD PKK Koramil
Polsek
c. Memfasilitasi Bidan di Desa : Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis
berupa kunjungan ke lapangan atau pertemuan di Desa. Petugas Puskesmas memfasilitasi
Bidan di Desa dan lintas sector terkait.
Materi fasilitasi :
e. Tindak lanjut : Kegiatan ini bertujuan untuk menindaklanjuti hasil hasil pembahasan
implementasi PWS KIA di tingkat puskesmas .
4. Pelaksanaan PWS KIA di Tingkat Desa Langkah langkah urutan pelaksanaan meliputi:
a. Implementasi PWS KIA oleh Bidan di Desa Bidan Di Desa melaksanakan kegiatan PWS
KIA melalui pengumpulan, pengolahan, analisis, penelusuran dan pemanfaatan data PWS
KIA sesuai dengan yang diterangkan pada pembahasan sebelumnya. Termasuk dalam
implementasi PWS KIA di Tingkat Desa adalah pemanfaatan PWS KIA untuk dibahas dalam
Lokakarya Mini Puskesmas, Pertemuan Bulanan Desa dan Musrenbangdes.
b. Tindak lanjut : Kegiatan ini bertujuan untuk menindaklanjuti hasil hasil pembahasan
implementasi PWS KIA di tingkat puskesmas dan desa
Pemantauan dan Pelaporan Pemantauan kegiatan PWS KIA dapat dilakukan melalui
laporan kegiatan PWS KIA bulanan dengan melihat kelengkapan data PWS KIA berikut
dengan :
1. Hasil Analisis indikator PWS KIA, antara lain : grafik hasil cakupan, hasil penelusuran dll
2. Rencana tindak lanjut berupa jadwal rencana kegiatan Data PWS KIA yang dilaporkan
dimasing masing tingkatan adalah : Di tingkat Desa untuk dilaporkan ke Puskesmas setiap
bulan . Register KIA Rekapitulasi Kohort KB 2. Di tingkat puskesmas untuk dilaporkan ke
Dinas Kesehatan kabupaten/kota setiap bulan.
Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh
tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja dan kurun waktu tertentu
___________________________________________________ X 100%
Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun
ada maka dapat digunakan angka terakhir CBR propinsi. CBR propinsi
dapat diperoleh juga dari buku Data Penduduk Sasaran Program
Pembangunan Kesehatan 2007 2011 (Pusat Data Kesehatan Depkes
RI, tahun 2007).
___________________________________________________ X 100%
___________________________________________________ X 100%
Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai
standar oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu
___________________________________________________ X 100%
Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu bersalin
___________________________________________________ X 100%
Jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan kader atau dukun bayi
atau masyarakat di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
___________________________________________________ X 100%
20% x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
___________________________________________________ X 100%
___________________________________________________ X 100%
Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang
datang ke puskesmas (register rawat jalan di Puskesmas). Jumlah anak
balita sakit yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari format
pencatatan dan pelaporan MTBS.
PUS : Pasangan yang istrinya berusia 15-49 tahun atau lebih dari 49
tahun masih menstruasi.
PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang
dipakai, yang juga menggambarkan pencapaian tiap desa/kelurahan
dalam tiap bulan.
Dengan demikian tiap bulannya dibuat 13 grafik, yaitu :
1. Grafik cakupan kunjungan antenatal ke-1 (K1).
2. Grafik cakupan kunjungan antenatal ke-4 (K4).
3. Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn).
4. Grafik cakupan kunjungan nifas (KF).
5. Grafik deteksi faktor risiko/komplikasi oleh masyarakat.
6. Grafik penanganan komplikasi obsetrik (PK).
7. Grafik cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1).
8. Grafik cakupan kunjungan neonatal lengkap (KNL).
9. Grafik penanganan komplikasi neonatal (NK).
10. Grafik cakupan kunjungan bayi (KBy).
11. Grafik cakupan pelayanan anak balita (KBal).
12. Grafik cakupan pelayanan anak balita sakit (BS).
13. Grafik cakupan pelayanan KB (CPR).
1. Penyiapan Data
Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator
diperoleh dari catatan kartu ibu, buku KIA, register kohort ibu, kartu
bayi, kohort bayi serta kohort anak balita per desa/kelurahan, catatan
posyandu, laporan dari perawat/bidan/dokter praktik swasta, rumah
sakit bersalin dan sebagainya.
Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah data
cakupan per desa/kelurahan dalam kurun waktu yang sama
Misalnya : untuk membuat grafik cakupan K4 bulan Juni di wilayah
kerja Puskesmas X, maka diperlukan data cakupan K4
desa/kelurahan A, desa/kelurahan B, desa/kelurahan C, dst pada
bulan Juni.
Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah
data cakupan per bulan
Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang
mempunyai korelasi misalnya : K1, K4 dan Pn
2. Penggambaran Grafik.
________ X 100
12 bulan
d. Hasil perhitungan pencapaian pada bulan ini (Juni) dan bulan lalu
(Mei) untuk tiap desa/kelurahan dimasukkan ke dalam lajur masingmasing.
3. Pemantauan PWS KIA untuk meyakinkan lintas sektoral PWS disajikan serta didiskusikan
pada pertemuan lintas sektoral ditingkat kecamatan dan kabupaten / kota, untuk
mendapatkan dukungan dalam pemecahan masalah dan agar masalah operasional yang
dihadapi dapat dipahami bersama, terutama yang berkaitan dengan motivasi dan
penggerakan masyarakat sasaran, ini merupakan
b.Menyepakati peran lintas sektor dalam PWS KIA dan menyusun mekanisme
pemantauankegiatan
c. Menilai kemajuan cakupan program KIA dan merencanakan kegiatan tindak lanjut
5. Proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program,
merupakan pengertian dari ?
b. evaluasi d. Implementasi
KUNCI
JAWABAN
1.b
2.d
3.b
4.a
5.a
RANGKUMAN
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator penting
untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu Negara dan status kesehatan
masyarakat. Dalam salah satu upaya untuk kesehatan ibu dan anak maka setiap ibu hamil di
suatu daerah dicatat agar resiko resiko yang dapat terjadi dapat dideteksi lebih dini lagi
yang disebut register kohort. Register kohort adalah sumber data pelayanan ibu hamil, ibu
nifas, neonatal, bayi dan balita. Register kohort ibu merupakan sumber data pelayanan ibu
hamil dan bersalin, serta keadaan/resiko yang dipunyai ibu yang di organisir sedemikian rupa
yang pengkoleksiaannya melibatkan kader dan dukun bayi diwilayahnya setiap bulan.
Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau seluruh
sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko/komplikasi kebidanan dapat
ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang memadai.