T1 - Teknik Arsitek
T1 - Teknik Arsitek
T1 - Teknik Arsitek
suatu istilah atau nama tersebut ada suatu rumusan rumusan dan proses panjang
yang menyertai nama atau istilah tersebut. Proses ini dapat dilihat secara Ontologi
atau fisik (apa) dan psikologi atau metafisik (ke apaan) dari suatu nama atau
istilah tertentu. Jika ditinjau secara ontologi atau fisik kita dapat tinjau dari
keberadaan atau existensi istilah tersebut yang dapat diserap dan dirasakan
melalui indra yang kita miliki. Hal ini menyebabkan bentuk yang dihasilkan lebih
bersifat objektif karena istilah tersebut nyata dan dapat dirasakan. Jika ditinjau
secara psikologi atau metafisik dapat hal ini dirasakan secara psikiologi yang
berdasarkan pengetahuan seseorang, oleh karena itu metafisik ini lebih bersifat
subyektif karena pengetahuan setiap individu berberda satu dan yang lainnya.
tersebut dibutuhkan suatu bahasa atau simbol sehingga memudahkan untuk orang
lain agar memahaminya. Hasil rumusan dari tinjauan fisik dan metafisik tersebut
kemudian diuji baik oleh diri sendiri maupun orang lain sehingga akan selalu
dapat dinilai benar atau salah, penilaian ini dapat ditentukan dengan melihat fakta
fakta yang detemukan secara langsung atau yang ditangkap oleh indra kita
Universitas Indonesia
maupun melihatnya secara tidak langsung dengan cara mengaitkannya dari sisi
sosial, budaya, politik, dan sebagainya kemudian mengambil kesimpulan dari hal
tersebut. Hasil dari rumusan ini yang nantinya menjadi cikal bakal suatu keilmuan
tertentu tapi sebelum menjadi suatu keilmuwan baru hal tersebut harus dilihat
Bila kita lihat dari sisi arsitektur terutama pada awal abad ke 20, ada
menggunakan metode ini. Gaya yang di hasilkan oleh para arsitek ini dapat
secara teori teori ke ilmuwan tertentu, seperti pengaplikasian teori Cartesian oleh
Laugier yang ingin diterapkan oleh Miles Van Der Rohe, Laugier mengatak
bahwa esensi dari arsitektur adalah kolom, balok, dan pedimented roof yang
merupakan aplikasi dari teori Certesian itu sendiri dan mengabaikan elemen
seperti pintu, jendela, dinding, dan sebagainya. Hal ini coba diaplikasikan oleh
Miles Van Der Rohe dalam karyanya yang berjudul Crown Hall di Illinois Institut
Of Technology (1955). Dalam karyanya ini Van Der Rohe mengikuti pengertian
arsitektur yang esensinya hanya terdapat pada balok, kolom, dan pedimented roof.
Kemudian Rohe memanfaatkan kaca sebagai elemen untuk mengisi ruang yang
dihasilkan oleh kolom dan balok. Elemen kaca ini kemudian menimbulkan sensasi
yang berbeda. Jika kita amati secara fisik dan metafisik dari karya Van Der Rohe
ini maka kita dapat menyimpulkan bahwa bentuk dari karya ini (Crown Hall)
sebagai bentuk fisik yang dapat dilihat dan dirasakan oleh indra kita, kemudian
secara metafisiknya adalah suasana keruangan yang dihasilkan oleh elemen kaca
yang nyata bentuknya tetapi karena sifat kaca yang tembus pandang sehingga
Universitas Indonesia
menyebabkan seperti pembatas yang ada bentuknya tetapi disamarkan sehingga
seperti tidak ada. Selain gaya rasionalis ada juga gaya yang bersifat empiris
dimana para arsitek ini seakan ingin membuktikan teori teori yang dikemukakan
oleh para filsuf arsitek pada zaman sebelumnya dengan mengeluarkan pemikiran
seperti Sullivan, Form Follow Function, Wright, Internal Space Is The Reality
saya akan mengkaji apa itu perancangan arsitektur dulu sebelumnya. Perancangan
adalah proses merancang yang terjadi dalam pikiran seseorang yang menghasilkan
konsep pemikiran yang didasari pada suatu kasus tertentu. Sedangkan arsitektur
yang berasal dari kata- kata Yunani, arche dan tectoon. Arche, berarti tukang;
sedangkan tectoon berarti kepala. Dalam hal ini, arsitektur terkait dengan
manusia ini berkaian dengan aktivitas manusia baik secara, sosial, ekonomi,
juga harus memperhatikan faktor ekologi dan lingkungan sekitar dimana proyek
tersebut dilakukan sehingga dapat bersinergi dengan alam sekitar. Proses berfikir
inilah yang Jadi bisa dikatakan ke-apaan atau psikologis dalam perancangan
arsitektur karena semua proses ini dilakukan di dalam pemikiran setiap orang
Universitas Indonesia
akhirnya tergantung pada pengetahuan si manusia itu masing masing. Kemudian
hasil yang dikeluarkan dari pemikiran tersebut mulai dari konsep disain, sampai
arsitektur, karena hasil ini dapat dilihat dan dirasakan oleh indra yang kita miliki.
Hasil yang ditangkap oleh indra inilah yang kemudian menjadi pengetahuan baru
si pengamat tersebut sehingga dia bisa menangkap atau tidak dari pengetahuan si
perancang bangunan tersebut. Jadi selain sebagai bentuk fisik (apa) bangunan atau
oleh para arsitek kepada para pengamat atau orang lain yang melihat atau
Sources
Bochenski, J.M., The Methods for Contemporary Thoughts, New York : Harper
Torchbooks, 1968.
Universitas Indonesia