Batubara
Batubara
Litbang ini dilakukan secara terpadu dengan kelompok-kelompok litbang lain yang ada di
tekMIRA dengan sasaran utama mendukung program pemerintah dalam mengurangi
subsidi BBM/kayu bakar melalui diversifikasi energi, peningkatan penggunaan batubara
dalam negeri, penghematan dan peningkatan devisa melalui ekspor serta peningkatan
PNBP seperti terlihat dalam Gambar 1.
Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara telah dirintis sejak awal tahun
1970-an, dan terus berkembang mengingat batu bara yang semula hanya dibakar untuk
diambil panasnya, kemudian diproses untuk mendapatkan batubara dengan kualitas yang
lebih baik atau bahan yang lebih bersih dan ramah terhadap lingkungan.
Sampai dengan akhir tahun 1980 sebagian besar kegiatan litbang teknologi pengolahan
dan pemanfaatan batubara masih dalam skala laboratorium. Namun sesudah itu kegiatan
litbang sudah mengarah kepada aplikasi dengan membangun berbagai pilot plant yang
diharapkan dapat mengetahui optimalisasi proses, pengujian produk pada pengguna dan
kelayakan ekonomi dari proses tersebut.
Kegiatan unggulan Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara terdiri dari
peningkatan kualitas batubara peringkat rendah melalui proses Upgraded Brown Coal
(UBC), pengembangan briket, gasifikasi, pencairan dan pembuatan kokas. Sedangkan
hasil yang sudah dapat diimplementasikan diantaranya penggunaan briket untuk
peternakan ayam, pemindangan ikan, ekstraksi daun nilam dan penggunaan batubara
sebagai bahan bakar langsung pada industri bata, genteng, kapur dan industri gula merah.
Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara didukung oleh fasilitas :
Pembangunan pilot plant briket bio batubara kerjasama dengan NEDO-METI, (Jepang).
Pembangunan pilot plant peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan proses
UBC kerjasama dengan Kobe Steel (Jepang), JCOAL (Jepang) dan BPPT.
Pencairan batubara Indonesia kerjasama dengan NEDO (Jepang) dan BPPT.
Daur ulang minyak bekas dengan menggunakan batubara sebagai absorban, kerjasama
dengan KOBE Steel (Jepang) dan LEMIGAS.
Proses pengeringan teh dengan batubara melalui gasifikasi kerjasama dengan PPTK
Gambung.
Pengujian sifat kimia dan fisika batubara kerjasama dengan PT. Surveyor Indonesia,
PTBA dan perusahaan batubara lainnya.
Pembangunan dan kegiatan litbang pilot plant briket biobatubara dan pilot plant UBC
dilakukan di SENTRA TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA DI PALIMANAN
CIREBON.
Karya Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara yang meliputi teknologi
pengolahan, teknologi konversi dan teknologi pembakaran yang diaplikasikan,
diantaranya :
1. Teknologi Pengolahan
Peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan proses Upgraded Brown Coal
(UBC).
Percobaan penerapan teknologi coal water fuel sebagai bahan bakar boiler pada industri
tekstil.
Pengembangan metode penurunan kadar natrium batubara Lati, Berau, Kalimantan
Timur.
Pengembangan metode pencampuran batubara (coal blending) Kalimantan Tengah untuk
pembuatan kokas metalurgi.
Pencucian batubara.
Desulfurisasi limbah batubara dengan flotasi kolom.
2. Teknologi Konversi
Pengembangan briket kokas dari batubara dan green coke.
Proyek pencairan batubara 2002 : uji tuntas (due diligence) pre-FS Batu Bara Banko.
Pengembangan briket bio coal Palimanan.
Pemanfaatan produk gasifikasi batubara untuk pengeringan teh di Gambung Ciwidey,
Jawa Barat.
Briket kokas untuk pengecoran logam.
3. Teknologi Pemanfaatan Batubara
Lapisan batubara umumnya berasal dari peat(gambut) deposit di suatu rawa. Faktor-
faktor penting dalam pembentukkan peat:
Pada Carbon Atas, tumbuhan mulai tinggi-tinggi hingga mencapai ketinggian lebih dari
30m namun belum seberagam sekarang. Pada jaman ini didominasi oleh: Lepidodendron,
Sigillaria, Leginopteris oldhamia, Calamitea. Jaman Upper Carboniferous dikenal sebagai
perioda bituminous coal.
Lapisan penting batubara berumur Perm terdapat di USSR, dominan terbentuk dari
Gymnosperm cordaites.
Pada jaman Mesozoic terutama Jura dan Cretaceous Bawah, Gymnosperm(Ginkcophyta,
Cycadophyta dan Cornifers) merupakan tumbuhan penting pembentuk batubara, terutama
di Siberia dan Asia Tengah.
Pada rawa-rawa berumur Cretaceous Atas dan Tersier tumbuhan Angiosperm tumbuh
dengan pesat di N. America, Europe, Japan dan Australia.
Jika dibandingkan dengan tumbuhan pada masa Carbon, tumbuhan pada jaman Mesozoic
terutama jaman Tersier lebih beragam dan spesifik serta menghasilkan deposit peat yang
tebal dan beragam dalam tipe fasiesnya.
Perkembangan dan evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman jenis dan tipe
batubara yang dihasilkan.
Iklim
Pada iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat dan beragam.
Lapisan-lapisan kaya batubara berumur Carbon Atas, Cretaceous Atas dan Tersier Awal
diendapkan pada iklim seperti ini. Namun pada hemisphere selatan dan Siberia juga
terdapat endapan batubara yang kaya yang diendapakan pada iklim yang sedang hingga
dingin, contohnya batubara inter-post glacial PermoCarbon Gondwana (dari
Ganganopteris glossopteris) dan batubara umur Perm dan Jura Bawah dari Angara
konitnen.
Lapisan batubara yang diendapkan pada iklim hangat dan basah biasanya lebih terang dan
tebal dibandingkan dengan yang diendapkan pada iklim basah.
Paralic coal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan terbentuk
diluar distal margin pada delta. Pembentukkannya merupakan akibat dari regresi dan
transgresi air laut. Banyak coastal swamps besar yang berkembang dibawah perlindungan
sand bars dan pits sehingga dapat menghasilkan endapan batubara yang tebal.
Back samps terbentuk dibelakang tanggul alam sungai besar. Pada back swamps,
peats(gambut) kaya dengan mineral matter akibat banjir yang sering terjadi. Peat deposits
hanya dapat terawetkan pada daerah subsidence. Akibatnya endapan yang kaya batubara
banyak berhubungan dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada
suatu pegunungan lipatan yang besar.
Sikuen sediment yang tebal dimana didalamnya terdapat lapisan tipis batubara(<2m)
dengan penyebaran yang besar dan keberadaan intercalation dari marine bed adalah
karakteristik dari batubara yang diendapkan di foredeeps dari suatu pegunungan lipatan
yang besar. Cyclothem adalah perulangan antara peat dengan inorganic sediment dan
sekuen ini sering berulang.
Pada bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar, subsidence biasanya
lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit. Ketika paralic coals diendapkan
di foredeeps, kebanyakan limnic coals diendapkan di dalam cekungan kontinen yang
besar. Limnic coals memiliki karakter: terbentuk pada kontinen graben, jumlah
lapisannya sedikit tapi setiap lapisannya sangat tebal.
UJI MEKANIK
Selain analisis kimia, juga dilakukan sejumlah tes untuk menentukan parameter fisik
batubara, seperti uji densitas relatif , distribusi ukuran partikel, dll.
1. Densitas relatif:
Densitas relatif batubara tergantung pada rank dan mineral pengotornya. Data densitas
relatif diperlukan untuk membuat sampel komposit dalam menentukan banyaknya asap
(seam). Selain itu diperlukan juga sebagai faktor penting dalam mengubah cadangan
batubara dari unit volume menjadi unit massa.
Distribusi ukuran pertikal pada batubara yang rusak tergantung pada metode
penambangan, cara penanganannya, serta derajat perekahan material tersebut. Distribusi
ukuran merupakan faktor kritis yang dapat menunjukkan bagian tumbuhan penyusunnya.
Penentuan dilakukan dengan metode ayakan. Grafik data pengeplotan menghasilkan data
rata-rata ukuran partikel dan derajat keseragaman partikel.
Uji ini dilakukan untuk menentukan distribusi densitas partikel sampel dengan cara
mencelupkan sampel batubara ke dalam larutan yang diketahui densitas relatif. Selain itu
dilakukan juga penelitian lain seperti penghitungan energi spesifik.
Larutan yang digunakan biasanya mempunyai densitas berkisar antara 1,3 2,0.
Campuran larutan organik ini antara lain tetrabromoethane (R.D.2,89), perchlorethylene
(R.D.1,60), dan Toluena (R.D.1,60) yang sering digunakan karena viscositasnya rendah
dan sifat pengeringan yang baik.
Grafik yang diplot menunjukkan persentase material yang mengapung dan yang
tenggelam yang dihitung dalam basis kumulatif. Akhirnya dapat digunakan untuk
menentukan fraksi pengapungan dengan kandungan spesifik abu.
Ada beberapa masalah pada saat ekstraksi batubara, misalnya akibat pengotor (abu,dll)
yang biasanya diakibat oleh hadirnya mineral lempung, contoh montmorilonit pada
komponen non-batubara. Jumlah shale breakdown didapat dari proporsi material yang
ditentukan dengan analisis sedimentasi residu.
Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara pada temperatur beberapa ratus derajat
untuk menghasilkan material-material:
Tes ini dilakukan untuk menentukan angka peleburan dengan cara memanaskan sejumlah
sampel pada temperatur peleburan normal (kira-kira 800C). Setelah pemanasan atau
sampai semua semua volatile dikelurkan, sejumlah coke tersisa dari peleburan. Swelling
number dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel dan kecepatan pemanasan.
Tes Gray-King menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang diproduksikan akibat
karbonisasi. Tes dilakukan dengan memenaskan sampel didalam tabung tertutup dari
temperatur 300C menjadi 600C selama 1 jam untuk karbonisasi temperatur rendah atau
dari 300C menjadi 900C selama 2 jam untuk karbonisasi temperatur tinggi.
Prinsipnya sama dengan metode Gray-King, perbedaan terletak pada peralatan dan
kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung alumunium selama 80
menit. Tar dan liquor dikondensasikan ke dalam air dingin. Akhirnya didapatkan
persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah gas didapat dengan cara
mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan untuk batubara rank rendah (brown coal
dan lignit) untuk karbonisasi temperatur rendah.
Data perbandingan Tes Gray-King dan Fischer:
4. Plastometer Gieseler:
Plastometer Gieseler adalah viskometer yang memantau viscositas sampel batubara yang
telah dileburkan. Dari tes ini direkam data-data sbb:
5. Indeks Roga:
Indeks Roga menyatakan caking capacity. Ditentukan dengan cara memanaskan 1 gram
sampel batubara yang dicampur dengan 5 gram antrasit pada 850C selama 15 menit.
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri
dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan
yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa
disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-
sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang
mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal
ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat
merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri
secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang
ada, mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai
macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah
menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana
proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga
tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan
tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa
tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi,
pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga
memegang peranan yang sangat penting.
PENYUSUN BATUBARA
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya
cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya
dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin,
dll. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari
tumbuhan penyusunnya.
Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan
sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum
diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada
berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput
mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin
merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.
Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan
unsur organik utama yang menyusun batubara.
Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima
sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara
gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya
mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang
umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak
mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk
batubara.
Protein
Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai
protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai
asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya
muncul sebagai steroid, lilin.
Material Organik Lain
Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada
batangnya.
Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya.
Alkaloida
Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin
biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang
tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini telah
diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi perkembangan dari
proses coalifikasi.
Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid.
Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik
polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type dalam
pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh selama proses
pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan struktur rangka yang baru.
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material
inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren
adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik
yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan
unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang
menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.
PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi sisa-sisa
tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area yang sama.
Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang cukup, yang
kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya peat
yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari teori
ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi yang bisa menyebabkan banyaknya
kandungan mineral dalam batubara.
Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan) dan berasal dari
luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan.
Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 1,5 % w/w yang
kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses pembentukan batubara.
Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 30 % w/w terdapat pada lignit atau 1,5 -
2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam material penyusun tumbuhan
yang terakumulasi ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak
lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air pada saat terjadinya sedimentasi.
Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 5 % w/w yang muncul
dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik yang umumnya muncul dalam bentuk
pirit. Sumber sulfur dalam batubara berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan
kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal material tumbuhan penyusun batubara.
Sedangkan untuk batubara dengan kandungan sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal
dari air laut.
Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara yang
diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam kelas-kelas
sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif
oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi.
Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian
kelayakan dinyatakan layak.
Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah
diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian
kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan
geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu
aspek geologi dan aspek ekonomi.
Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan
batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama dibawah
kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya,
sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat bukti
untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan,
lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran
dari hipotesis sumberdaya dan mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya,
jumlah serta rank, maka mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya
teridentifikasi (identified resources).
Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian
dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.
Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari sumber daya
tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan
tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan
bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km 4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus
dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih,
lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.
Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik
dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan alasan sumber
daya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang
lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan
tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan
bukti gteologi dalam daerah antara 0,4 km 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus
dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sib bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih,
lignit dengan ketebalan 150 cm.
Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau bagian
dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syaratsyarat
yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan
penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah
sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas
data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km.
Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus
dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung sumberdaya batubara di
daerah penelitian. Pemakaian metode disesuaikan dengan kualitas data, jenis data yang
diperoleh, dan kondisi lapangan serta metode penambangan (misalnya sudut
penambangan). Karena data yang digunakan dalam penghitungan hanya berupa data
singkapan, maka metode yang digunakan untuk penghitungan sumber daya daerah
penelitian adalah metode Circular (USGS) (Gambar).
Penghitungan sumber daya batubara menurut USGS dapat dihitung dengan rumus
B = berat batubara per stuan volume yang sesuai atau metric ton.
Kemiringan lapisan batubara juga memberikan pengaruh dalam perhitungan sumber daya
batubara. Bila lapisan batubara memiliki kemiringan yang berbeda-beda, maka
perhitungan dilakukan secara terpisah.
Untuk kemiringan 100 300, tonase batubara harus dibagi dengan nilai cosinus
kemiringan lapisan batubara.
Untuk kemiringan > 300, tonase batubara dikali dengan nilai cosinus kemiringan lapisan
batubara.
Kualitas Batubara
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi
kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter
penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara
yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat
dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon
padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.
Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for Testing
and Material (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)(Tabel 5.2). Klasifikasi ini dibuat
berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral matter free
(dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb) menjadi dry, mineral matter free (dmmf)
maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) :
<!--[if !vml]--><!--[endif]-->
<!--[if !vml]--><!--[endif]-->
<!--[if !vml]--><!--[endif]-->
dimana :
A = % Abu (adb)
S = % sulfur (adb)
Tabel 5.2
Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)
Class
Group
Fixed Carbon ,% , dmmf
Volatile Matter Limits, % , dmmf
Calorific Value Limits BTU per pound (mmmf)
Than
Agglomerating Character
I Anthracite*
1.Meta-anthracite
98
2
nonagglomerating
2.Anthracite
92
98
2
8
3.SemianthraciteC
86
92
8
14
II Bituminous
1.Low volatile bituminous coal
78
86
14
22
commonly
III Subbituminous
1.Subbituminous A coal
10500
11500
2.Subbituminous B coal
9500
10500
3.Subbituminous C coal
8300
9500
Nonagglomerating
IV. Lignite
1.Lignite A
6300
8300
1.Lignite B
6300
Contoh hasil analisa batubara
Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati ,1992) lebih dari 90% batubara di dunia
terbentuk di lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah
seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, lagunal, deltaik, atau juga fluviatil.
Tabel 2.1
(Diesel, 1992)
regressive : mainly dull coals, low TPI and GI, low sulphur
Estuary channels, tidal flats, fens and marshes mainly bright coal with high GI and
medium TPI
Proses pengendapan batubara pada umunya berasosiasi dengan lingkungan fluvial flood
plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan
membentuk delta dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers,
1998).
Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan delta yang terletak
di atas permukaan laut (subaerial). Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta
plain ialah endapan channel, levee, crevase, splay, flood plain, dan swamp. Masing-
masing endapan tersebut dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen.
Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross bedding, graded
bedding, paralel lamination, dan cross lamination yang berupa laminasi karbonan. Kontak
di bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat bagian deposit yang berupa
fragmen-fragmen batubara dan plagioklas. Secara lateral endapan channel akan berubah
secara berangsur menjadi endapan flood plain. Di antara channel dengan flood plain
terdapat tanggul alam (natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen melimpah
dari channel. Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan batulanau
dengan struktur sedimen ripple lamination dan paralel lamination.
Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural levee dan membentuk
crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus sedang dengan
struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi. Laminasi batupasir,
batulanau, dan batulempung juga umum ditemukan. Ukuran butir berkurang semakin
jauh dari channel utamanya dan umumnya memperlihatkan pola mengasar ke atas.
Endapan crevase play berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi endapan flood
plain. Endapan flood plain merupakan sedimen klastik halus yang diendapkan secara
suspensi dari air limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh batulanau,
batulempung, dan batubara berlapis.
Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa batubara
karena lingkungan pengendapannya yang terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini
sangat cocok untuk akumulasi gambut.
Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-pohon
keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower
delta plai didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menghasilkan batubara
berlapis (Allen, 1985).
Batubara
Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70% berat volumenya
merupakan bahan organik yang merupakan material karbonan termasuk inherent
moisture. Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon,
daun, akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya bahan organik
tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan
perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh
endapan lainnya.
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan)
dan tahap geokimia (pembatubaraan).
peatification coalification
Biokimia geokimia
As a transportation fuel, coal Liquefied oil requires certain quality improvement known
as upgrading due to its higher concentrations of nitrogen, sulfur, oxygen dan aromatics
than petroleum fraction. Experiments using small-scale fixed bed reactor show that there
is an improvement in the quality of recycle-solvent used for coal liquefaction after first
hydrotreatment. Coal slurry using first hydrotreated oil as solvent shows lower viscosity
than that of non-hydrotreated oil, and if it is mixed with Banko coal, the coal
concentration could achieve as high as 50%. Nitrogen and sulfur contents in hydrotreated
oil are reduced to negligible level and the storage stability remarkably improves after
hydrotreatment. The quality of fuel from second hydrotreatment is still lower than that of
petroleum product in terms of cetane number, smoke point, contents of sulfur and
aromatics.
KATA KUNCI :
hydrotreatment, pencairan batubara, heteroatom, Banko, Yallourn
PENDAHULUAN :
Riset Pencairan Batubara untuk memproduksi BBM sintetis di Indonesia sudah
berlangsung sejak awal tahun 1990-an, namun perkembangannya secara nyata dengan
target komersial baru dimulai sejak awal tahun 1994, setelah perjanjian kerjasama riset
ditandatangani antara BPPT dan NEDO.
Berbagai jenis batubara muda Indonesia telah diuji, dengan hasil yang sangat
menjanjikan, hasil tertinggi diperoleh dari batubara Banko dengan produk minyak sekitar
70%. Dibandingkan dengan batubara Yallourn dari Australia yang hanya menghasilkan
minyak <60%, hasil tersebut memang sangat signifikan, terutama dilihat dari segi biaya,
dan harga minyak batubara yang semakin kompetitif. Hasil studi kelayakan menunjukkan
bahwa batubara Banko dapat memproduksi BBM, produk setengah jadi, dengan harga
sekitar US $ 18/barrel. Melihat harga minyak dewasa ini yang telah mencapai US$ 30-
32/barel, maka studi pencairan batubara ini sangat dirasa perlu untuk dilanjutkan hingga
tingkat komersialisasi.
KESIMPULAN :
Hasil pengujian produk batubara cair melalui proses up-grading atau hydrotreatment
menggunakan reaktor fixed bed dengan katalis Ni-Mo-P/Al2O, secara ringkas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Menurut Purnomo untuk itu, ia membutuhkan payung hukum yang kuat dan kebijakan
secara nasional oleh Presiden Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla. Namun ketika
ditanyakan payung hukum seperti apa yang diinginkannya, Purnomo belum bisa
menjawab karena ia harus mempresentasikan hal ini kepada Presiden Yudhoyono setelah
kunjungan ke luar negeri.
Yang jelas hal itu perlu dukungan dari Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla untuk keluarkan kebijakan untuk menggantikan BBM ini, kata Purnomo.
Menurut rencana produksi batubara cair tersebut akan dilakukan di Sumatra Selatan
karena memiliki cadangan batubara yang sangat besar. Saat ini cadangan batubara
Indonesia sangat besar masih sekitar 70 tahun. Untuk itu bisa digunakan sebagai
pengganti BBM yang untuk kebutuhan nasional saat ini mencapai 85,6 juta kilo liter per
tahun. Penggunaan batubara cair, tambah Purnomo, saat ini juga telah dilakukan di Afrika
Selatan.
Sementara itu menanggapi peran OPEC akibat harga minyak dunia yang terus meningkat,
Purnomo mengatakan OPEC tidak bisa lagi lakukan kontrol atas harga minyak dunia.
OPEC, tambahnya saat ini hanya memiliki pangsa pasar minyak dunia sebesar 40 persen.
OPEC tidak bisa berdaya dengan penjualan minyak yang tak bisa dikontrol, katanya.
Meskipun, tambahnya saat ini OPEC telah berusaha untuk menaikan produksinya hingga
500 ribu barel. Sejauh ini, tambahnya pemerintah Indonesia setuju dengan segala usaha
apapun juga untuk menurunkan harga minyak dunia.
Seiring dengan meningkatnya permintaan dan ketatnya produksi minyak dunia, harga
minyak di pasar dunia pada triwulan keempat tahun 2005 menurut perkiraan pengamat
perminyakan, Dr Kurtubi, bisa mencapai 60 dolar AS per barel.
Sekarang kita sudah masuk ke triwulan kedua tetapi harga minyak masih bertahan pada
55 dolar AS. Saya khawatir kalau selama triwulan ini harga tetap bertahan pada kisaran
itu, harga minyak pada triwulan ketiga dan keempat akan jauh melebihi perkiraan saya,
katanya kemarin.
Jika pada triwulan kedua tahun 2005 harga minyak dunia masih berkisar 55 dolar per
barel maka, menurut dia, Indonesia dan dunia harus bersiap-siap menerima kenyataan
melambungnya harga minyak West Texas Intermediate/WTI (yang menjadi acuan
perdagangan minyak mentah dunia-red) selama tahun
2005-2006 akan mencapai 60 dolar per barel.
Biasanya, kata dia, berdasarkan perilaku permintaan minyak di pasar dunia, pada triwulan
kedua harga minyak akan tertekan sehingga menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
harga minyak pada triwulan sebelumnya meskipun tidak akan lebih rendah dari 40 dolar
per barel (batas bawah patokan harga minyak OPEC).
Namun hingga memasuki masa-masa awal triwulan kedua tahun 2005 harga minyak di
pasaran dunia sama sekali tidak mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena faktor
fundamental dimana permintaan minyak dunia sangat tinggi tahun 2005. Saya perkirakan
jumlahnya mencapai 84 juta barel per hari atau sekitar
2 juta barel lebih banyak dibandingkan permintaan minyak tahun 2003 yang hanya 82,5
juta barel per hari, katanya. Tingginya laju permintaan minyak pada tahun 2005 itu
menurut dia disebabkan oleh masih tingginya laju permintaan minyak dari China yang
belakangan ini juga diikuti oleh India.
Contoh Batubara
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah
sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya
terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Umur Batubara
Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-
era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu
(jtl), adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh
deposit batubara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga
ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di pelbagai belahan bumi lain.
Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batubara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit
endapan batubara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara
berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar
getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah
penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-
75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
Pembentukan Batubara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan
istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi,
yakni:
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga
lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air,
tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus
dan akhirnya antrasit.
Batubara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier,
yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan),
pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai
batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan
Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu
geologi.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang
mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk
di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain,
kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang
terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar
abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada
batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar
abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang
terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.[1]
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat
Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen
yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi
pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini
ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak
penunjaman Lempeng Indo-Australia.[2] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat
Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang
dangkal.
Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir
dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai
Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat),
Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Eosen di Indonesia.
Tambang Cekungan Perusahaan Kadar air total (%ar) Kadar air inheren (%ad) Kadar abu
(%ad) Zat terbang (%ad) Belerang (%ad) Nilai energi (kkal/kg)(ad)
Satui Asam-asam PT Arutmin Indonesia 10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800
Senakin Pasir PT Arutmin Indonesia 9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400
Petangis Pasir PT BHP Kendilo Coal 11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700
Ombilin Ombilin PT Bukit Asam 12.00 6.50 <8.00 36.50 0.50 - 0.60 6900
Parambahan Ombilin PT Allied Indo Coal 4.00 - 10.00 (ar) 37.30 (ar) 0.50 (ar) 6900 (ar)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang
mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama
lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya
batubara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis
kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun
batubara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada
Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batubara di sekitar hilir Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan
Sumatera bagian selatan.
Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Miosen
di Indonesia.
Tambang Cekungan Perusahaan Kadar air total (%ar) Kadar air inheren (%ad) Kadar abu
(%ad) Zat terbang (%ad) Belerang (%ad) Nilai energi (kkal/kg)(ad)
Prima Kutai PT Kaltim Prima Coal 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Pinang Kutai PT Kaltim Prima Coal 13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)
Roto South Pasir PT Kideco Jaya Agung 24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
Binungan Tarakan PT Berau Coal 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
Lati Tarakan PT Berau Coal 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Air Laya Sumatera bagian selatan PT Bukit Asam 24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998
Sumberdaya Batubara
Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau
Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara
walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah
umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat
dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori
sedangkan batubara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp.
6.200/liter).
Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.
Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup
untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya,
Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energis
listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan
CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi
tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan
gasifikasi (penyubliman) batubara.
Gasifikasi Batubara
Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara padat menjadi gas batu
bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini CO
(karbon monoksida), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen
(N2) dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air
sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara
nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah sulfur
dan nitrogen, bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila
mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh
kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut
sebagai "hujan asam" acid rain. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran
yang umum tercampur dengan batubara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat
debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di
putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong
beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.
Satu cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah batubara ke
bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik
kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi
menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari
batubara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batubara dimasukkan ke dalam
tangki besar yang terisi air , batubara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur
tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang
membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara
adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut
"organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah
dicoba untuk mencampur batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi
dari molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan
masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah
1978 telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang
sulfur dari gas hasil pembakaran batubara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap.
Alat ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang
menyebutnya "scrubbers" karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari
asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batubara.
British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005,
terdapat 909.064 juta ton cadangan batubara dunia yang terbukti (9,236 1014 kg), atau
cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang
diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama
sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru.
BAB II
Setiap batu bara yang dihasilkan, memiliki mutu (dilihat dari tingkat kelembaban,
kandungan karbon, dan energi yang dihasilkan) yang berbeda-beda. Pengaruh suhu,
tekanan, dan lama waktu pembentukan (disebut maturitas organik), menjadi faktor
penting bagi mutu batu bara yang dihasilkan.
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, mutu setiap batu bara akan
ditentukan oleh faktor suhu, tekanan, serta lama waktu pembentukan. Kesemua faktor
tersebut, kemudian dikenal dengan istilah maturitas organik. Semakin tinggi maturitas
organiknya, maka semakin bagus mutu batu bara yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan hal tersebut, maka kita dapat mengidentifikasikan batu bara menjadi 2
golongan, yaitu :
Batu bara dengan mutu rendah.
Batu bara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, serta kandungan
karbon dan energi yang rendah. Biasanya batu bara pada golongan ini memiliki tekstur
yang lembut, mudah rapuh, serta berwarna suram seperti tanah. Jenis batu bara pada
golongan ini diantaranya lignite (batu bara muda) dan sub-bitumen
Beberapa penelitian mengatakan, ada lebih dari 984 ton cadangan batu bara yang tersebar
di seluruh dunia. Batu bara sendiri dapat ditemukan di lebih dari 70 negara, dengan
cadangan terbesar di AS, Rusia, Cina, dan India.
Batu bara dapat ditemukan dengan melalui beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut
diantaranya membuat peta geologi, survei geokimia dan geofisika, yang pada akhirnya
dilanjutkan dengan pengeboran ekplorasi. Akan tetapi, proses-proses tersebut tidak
langsung menjadikan suatu daerah sebagai tempat penambangan batu bara. Faktor
ketersediaan batu bara serta mutu yang didapat, menjadi penentu dalam membuat daerah
penambangan.
II.4 Penambangan Batu Bara
Proses penambangan batu bara sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batu bara.
pada umumnya, terdapat 2 proses penambangan batu bara, yaitu :
Tambang bawah tanah/dalam
Ada 2 metode penambangan bawah tanah, yaitu metode room-and-pillar dan tambang
longwall.
Pada tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan memotong jaringan
ruang ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan pilar batu bara untuk menyangga
atap tambang. Pada metode ini, penambangan batu bara juga dapat dilakukan dengan cara
yang disebut retreat mining (penambangan mundur), dimana batu bara diambil dari pilar-
pilar tersebut pada saat para penambang kembali ke atas. Atap tambang kemudian
dibiarkan ambruk dan tambang tersebut ditinggalkan.
Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu bagian
lapisan atau muka dengan menggunakan gunting-gunting mekanis. Penambangan
dengan metode ini, membutuhkan penelitian geologi yang mendukung serta perencanaan
yang hati-hati, sebelum memulai penambangan. Setelah batu bara diambil dari daerah
tersebut, atap tambang kemudian dibiarkan ambruk.
Tambang terbuka/permukaan
Tambang terbukajuga disebut tambang permukaanhanya memiliki nilai ekonomis
apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang terbuka
juga memberikan keuntungan yang lebih besar dari tambang bawah tanah, karena seluruh
lapisan batu bara dapat dieksploitasi (90% atau lebih dari batu bara dapat diambil).
Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan
menggunakan banyak alat yang besar, termasuk dragline (katrol penarik), yang
memindahkan batuan permukaan, power shovel (sekop hidrolik), truk-truk besar yang
mengangkut batuan permukaan dan batu bara, bucket wheel excavator (mobil penggali
serok),dan ban berjalan.
Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan
bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan
katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu
bara tersebut digali dan dipecahkan kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk
jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk
diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu bara
tersebut akan digunakan.
Setelah dilakukan penambangan, batu bara kemudian diolah untuk memisahkannya dari
kandungan yang tidak diinginkan, sehingga mendapatkan mutu yang baik dan konsisten.
Biasanya pengolahan ini (disebut coal washing atau coal benefication) ditujukan pada
batu bara yang diambil dari bawah tanah (ROM coal). Proses pengolahannya sendiri bisa
berbagai macam, tergantung dari tingkat campuran dan tujuan penggunaan batu bara.
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melalui berbagai cara. Pertama adalah
penggunaan mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu
wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang
berada di dalam wadah tersebut. Kedua, dengan menggunakan metode pengapungan
berbuih. Dalam metode ini, partikel-partikel batu bara dipisahkan dalam buih yang
dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen
kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batu bara tapi tidak menarik limbah dan
kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batu bara halus. Perkembangan
teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batu bara
yang sangat baik.
Metode pengangkutan batu bara dari tambang menuju tempat penggunaannya, ditentukan
dari jarak yang harus ditempuh dalam penngangkutan tersebut. Untuk jarak dekat, batu
bara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang
lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara diangkut dengan menggunakan kereta
api atau tongkang. Pada beberapa kasus, batu bara tersebut diangkut melalui jaringan pipa
(sebelumnya dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu).
Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam ukuran berkisar
dari Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT) sampai kapal
berukuran Capesize (sekitar lebih dari 80,000 DWT). Sekitar 700 juta ton batu bara
diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari jumlah
tersebut diangkut melalui laut.