Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Kelompok 3 / 3C
KATA PENGANTAR
Page | 1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyusun makalah yang
berjudul CT SCAN PETROSUM BONE , ini tanpa ada suatu halangan apapun.
1. Bapak ,Sigit Wijokongko, S.Si, S.ST, M.Kes selaku dosen pengampu mata kulian CT-
Scan Lanjut 1.
2. Kedua orangtua yang senantiasa memberikan doa dan restunya
3. Teman-teman Prodi D-IV Teknik Radiologi Semarang
4. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Page | 2
Kata Pengantar.................................................................................................................. 2
Daftar Isi............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 5
C. Tujuan................................................................................................................... 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Page | 3
Computed Tomography (CT) adalah proses penggambaran anatomi crossectional
tubuh manusia dengan menggunakan pesawat tomografi. Pada CT tubuh pasien dipindai
oleh tabung sinar-X yang berputar saat pemeriksaan dan diterima oleh sebuah perakitan
detector yang digunakan untuk menerima radiasi yang keluar dari tubuh pasien sebagai
data primer dan disambungkan dengan komputer host untuk mendapatkan informasi
(Ballinger,2003).
Salah satu pemeriksaan CT-Scan khusus yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan CT-
Scan Os Petrosum yang masuk dalam salah satu organ pendengaran. Telinga adalah organ
penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan). Indera
pendengaran berperan penting, pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Indra pengindraan dan keseimbangan serta penghantar suara terletak dalam tulang
temporal, yang ikut membentuk kubah tengkorak dan tulang pipi. Tulang temporal terdiri
dari bagian skuamosa, bagian timpani, bagian mastoid, dan pars petrosa. Bagian skuamosa
os temporal sebagian besar tipis dan cembung kearah luar sebagai tempat perlengketan
muskulus temporalis. Bagian timpani berbentuk suatu silinder yang tidak sempurna,
bersama-sama dengan bagian skuama membentuk liang telinga luar bagian tulang. Bagian
terbesar os temporal dibentuk oleh bagian mastoid. Bagian mastoid mengalami pneumatisasi
yang luas. Pars petrosa yang disebut sebagai pyramid petrosa yang berisi labirin telinga.
Bagian superior tulang ini membentuk permukaan inferior fossa kranii media.
(http://kamisah-misae.blogspot.co.id/2009/10/manfaat-pemeriksaan-radiologi-pada.html).
Teknik CT-Scan yang sering dipakai pada pemeriksaan Os petrosum adalah High
Resolusi CT / kondisi tulang. Untuk kasus non-tumor/trauma basis cranii biasanya
menggunakan potongan axial dan coronal 2 mm sejajar dengan axis os.petrosum. mencakup
seluruh tulang os.petrosum, tanpa kontras, kondisi tulang (WW dan WL yang tinggi).
Sedangkan untuk kasus tumor / infeksi (abses ) potongan axial 2-5 mm mencakup seluruh
Os petrosum tanpa dan dengan kontras, kondisi tulang dan soft tissue. Potongan coronal 2-5
mm sebagai tambahan, dalam kondisi tulang dan soft tissue. Mencakup seluruh Os petrosum
Page | 4
dan proses abnormalnya (http://yudhaaueo.blogspot.co.id/2012/09/protokol-pemeriksaan-ct-
scan.html).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi Os Petrosum dalam indra pendengaran ?
2. Bagaimana teknik pemeriksaan Ct-Scan Os petrosum ?
3. Apa saja indikasi dilakukannya pemeriksaan CT-Scan Os Petrosum dan hasil
radiografnya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Anatomi lengkap Os petrosum.
2. Untuk memahami teknik pemeriksaan CT-Scan Os Petrosum.
3. Untuk mengetahui indikasi pemeriksaan CT-Scan Os Petrosum.
BAB II
DASAR TEORI
Page | 5
temporal yang berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius dan berhubungan
dengan mastoid air cell (rongga mastoid) melalui antrum timpanic (aditus ad antrum).
Rongga timpanik dan mastoid merupakan kelanjutan dari saluran pernafasan dan menjadi
tempat yang mengalami infeksi yang berasal dari saluran pernafasan melalui tuba
eustachius (Zarra, 2010).
Keterangan gambar :
Mastoid membentuk bagian bawah dan bagian belakang tulang temporal yang
memanjang menuju prosesus mastoideus yang berbentuk kerucut. Mastoid
berartikulasi dengan tulang parietal di batas atas sutura parietomastoid dan dengan
tulang oksipital di batas belakang sutura occipitomastoid, yang berdekatan
Page | 6
dengan sutura lambdoidal. Prosesus mastoideus memiliki ukuran yang bervariasi,
tergantung pada pneumatisasi, namun ukuran pada laki-laki lebih besar daripada
perempuan.
Page | 7
Gambar Permukaan Internal Tulang Temporal (Arthur, 2009)
Keterangan gambar :
1. Pengertian
Page | 8
CT Mastoid merupakan pemeriksaan radiologi guna mendapatkan gambaran
cross sectional anatomi bagian mastoid.
3. Indikasi pemeriksaan
a. Otitis media
b. Mastoiditis
c. Otosklerosis
d. Kanker
e. Trauma
4. Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus bagi pasien,hanya saja assesoris di daerah kepala (gigi
palsu, anting, penjepit rambut dan lain-lain) yang menempel pada obyek disingkirkan
agar tidak menimbulkan bayangan artefact. Kemudian pasien dan atau keluarga
pasien diberi penerangan mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan sampai dengan
memahami manfaat dan resiko pemeriksaan yang akan dilakukan. Apabila
memungkinkan pasien diingatkan tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama
pemeriksaan berlangsung (bergerak).
5. Teknik Pemeriksaan
a. Potongan Axial
1) Posisi pasien : Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan dengan kepala
diatur sedemikian rupa sehingga simetris berada pada pertengahan gantry.
2) Posisi objek : Kepala hiper extensi dan diletakkan pada head holder. Kepala
diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar dengan lampu indicator
longitudinal dan interpapillary line sejajar dengan lampu indicator horisontal.
Lengan pasien diletakan diatas perut atau di samping tubuh. Untuk
Page | 9
mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difiksasi bengan
sabuk khusus pada head holder dan meja pemeriksaan. (Nesseth,2000)
3) Masukkan data-data pasien dengan memilih protocol pemeriksaan mastoid.
Orientasi posisi pasien adalah Head First pada registrasi pasien di komputer
kemudian dilanjutkan dengan membuat topogram cranium AP dan lateral.
4) Batas scanning adalah seluruh bagian objek mastoid tercover dalam lapangan.
5) Garis potongan axial parallel dengan objek mastoid.
2) Posisi objek : Kepala hiper extensi dan diletakkan pada head holder. Kepala
diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar dengan lampu indicator
longitudinal. Lengan pasien diletakan di samping tubuh. Untuk mengurangi
pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difiksasi bengan sabuk khusus
pada head holder dan meja pemeriksaan. (Nesseth,2000)
3) Buat garis potongan scanning coronal dengan garis potongan tersebut tegak
lurus pada potongan axial atau tegak lurus dengan objek.
Page | 10
BAB III
PEMBAHASAN
A. Teknik Pemeriksaan
1. Potongan Axial
Posisi pasien supine pada meja pemeriksaan
Start scan pada basis cranii
End scan pada margin superior petrosum
Page | 11
Sudut gantry 30o cranial terhadap infraorbital meatal line
2. Potongan coronal
Page | 12
Posisi pasien prone dengan kepala full ekstensi
Start scan pada margin anterior tulang petrosum temporal
End scan pada margin posterior tulang petrosum temporal
Sudut gantry 90o terhadap pertengahan basis cranii dari pertengahan fossa
cranial
Page | 13
B. Anatomi Tulang Petrosum
a. External ear
Pada bagian telinga luar terdapat :
Page | 14
Bagian jaringan kartilago dan tulang
Diakhiri oleh membrane tympani yang terhubung dengan annulus tympani
Bagian anterior dan superior annulus tympani adalah scutum
b. Middle ear
Telinga tengah merupakan rongga berisi udara yang memiliki fungsi utama
untuk meneruskan suara yang diterima dari bagian telinga luar ke bagian telinga
dalam. Pada bagian telinga tengah terdapat:
Page | 15
lain oleh semacam persendian antar tulang, yang memungkinkan tulang-
tulang ini untuk dapat bergerak meneruskan getaran yang berasal dari
membran timpani di bagian telinga luar menuju jendela oval di bagian
telinga dalam.
2. Tuba Eustachius : merupakan saluran yang menghubungkan bagian telinga
tengah dengan faring (tenggorokan). Saluran ini memiliki fungsi untuk
mengatur keseimbangan antara tekanan udara pada bagian telinga luar
dengan tekanan udara pada bagian telinga tengah. Tuba Eustachius ini selalu
menutup, dan dapat membuka pada saat menelan dan menganga. Oleh
karena itu pada saat terjadi perubahan tekanan, seperti berada di tempat
ketinggian yang dapat menyebabkan telinga menjadi berdengung,
dianjurkan untuk melakukan gerakan menelan, karena pada saat menelan
tuba eustachius dapat membuka dan menyeimbangkan kembali tekanan
udara. Dinding tuba Eutachius juga dilengkapi dengan silia (rambut kecil)
yang berfungsi untuk mencegah masuknya kuman yang terdapat di rongga
hidung, rongga mulut dan saluran pernapasan atas ke telinga tengah,
sehingga bagian telinga tengah tetap dalam keadaan steril.
Page | 16
Page | 17
c. Inner ear
Telinga dalam disebut juga sebagai labirin karena struktur anatomi nya
yang menyerupai labirin. Bagian telinga dalam terdiri atas bagian tulang yang
keras dan bagian membran yang lunak. Pada bagian telinga dalam terdapat :
Page | 18
Timpani di bagian bawah. Skala Vestibuli dan skala Timpani berisi
cairan yang disebut dengan cairan perilimfe, sedangkan skala media
berisi cairan yang disebut dengan endolimfe. Pada bagian atas membran
basilaris terdapat suatu struktur khusus yang merupakan reseptor
pendengaran yang disebut organ Korti yang berfungsi mengubah getaran
suara menjadi impuls saraf. Organ Korti ini tersusun atas sel-sel rambut
dan sel penyokong, sel rambut pada organ korti ini berhubungan dengan
bagian auditori (pendengaran) dari saraf otak VIII.
2. Vestibuli : merupakan bagian sentral dari labirin tulang yang
menghubungkan koklea dengan saluran semisirkular. Vestibuli terdiri
dari sakula dan utrikula. Sakula dan Utrikula disusun oleh sel rambut
yang memiliki struktur khusus yang disebut macula acustika. Sel rambut
pada sakula tersusun secara vertikal, sedangkan sel rambut pada utrikula
tersusun secara horizontal. Pada sel rambut tersebar partikel serbuk
protein kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolith. Macula
berfungsi mengatur keseimbangan statis, yang menentukan kesadaran
akan posisi kepala terhadap gaya gravitasi pada saat tubuh dalam
keadaan diam, dan kesadaran akan posisi kepala pada saat terjadi
percepatan linear seperti kecepatan dengan arah pergerakan kepala dan
garis tubuh dalam suatu garis lurus. Aktivitas Macula ini ditransmisikan
ke bagian vestibular (keseimbangan) dari saraf otak VIII.
3. Kanalis Semisirkularis : merupakan saluran setengah lingkaran yang
terdiri dari 3 saluran yang tersusun menjadi satu kesatuan dengan posisi
yang berbeda, yaitu : Kanalis Semisirkularis Horizontal, Kanalis
Semisirkularis Vertikal Atas dan Kanalis Semirikularis Vertikal
Belakang. Di dalam masing-masing kanalis semisirkularis terdapat
ampula, yang berisi krista yang terdiri dari sel penunjang dan sel rambut
yang menonjol membentuk lapisan gelatin yang disebut kupula. Ampula
berfungsi mengatur keseimbangan dinamis, yaitu menentukan kesadaran
akan posisi kepala pada saat terjadi gerakan angular atau gerakan rotasi.
Aktivitas Ampula ini ditransmisikan ke bagian vestibular
(keseimbangan) dari saraf otak VIII.
Page | 19
Page | 20
(garis merah) Geniculate ganglion
(garis orange) tegmen tympan, (garis merah) oval window, (garis biru) facial nerve
Page | 21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada teknik pemeriksaan Ct-Scan tulang petrosum potongan atau irisan yang
digunakan yaitu potongan axial dan potongan coronal. Pada pengambilan potongan axial
posisi pasien sama halnya dalam pemeriksaan Ct-Scan kepala biasa, namun Start scan
pada basis crania End scan pada margin superior petrosum Sudut gantry 30 o cranial
terhadap infra orbital meatal line. Sedangkan untuk pengambilan potongan coronalnya
posisi pasien prone dengan kepala full ekstensi, start scan pada margin anterior tulang
petrosum temporal dan end scan pada margin posterior tulang petrosum temporal Sudut
gantry 90o terhadap pertengahan basis crania dari pertengahan fossa cranial. Slice
thickness yang digunakan 2 mm karena tulang petrosum kecil dan berbentuk seperti
sarang lebah dengan FOV disesuaikan dengan obyeknya dan mengatur window tulang
Page | 22
DAFTAR PUSTAKA
Ballinger, P.W., 2003, Atlas of Radiographic Positioning and Radiologic Prosedures, Volume
three, Tenth Edition, The VC Mosby co London.
http://kamisah-misae.blogspot.co.id/2009/10/manfaat-pemeriksaan-radiologi-pada.html. (diakses
pada Sabtu, 04 Maret 2017 pukul 22.15 WIB)
Page | 23