Anda di halaman 1dari 3

Perawatan gigi untuk pasien sindrom Down dengan leukemia limfoblastik akut : laporan kasus

Pengantar

Sindrom Down merupakan konsekuensi trisomi 21 dan abnormalitas kromosom


kongenital paling umum dengan prevalensi kira-kira 8.5-10 kasus/10000 kelahiran hidup.
Acute lymphoblastic leukemia (ALL) merupakan keganasan masa kanak-kanak paling umum
dan anak dengan DS memiliki peningkatan risiko memiliki leukemia ketika dibandingkan
dengan populasi umum, seperti DS dianggap sebagai faktor risiko paling umum untuk
perkembangan ALL dan acute myeloid leukemia (AML). Keterkaitan DS dan leukemia
dikenali cukup dini, dengan kejadian yang pertama dipublikasikan dilaporkan 75 tahun yang
lalu. Pengamatan awal ini telah dikonfirmasi dan diperbaiki, dan sekarang dianggap bahwa
anak dengan DS memiliki peningkatan risiko 10 sampai 20 kali lipat mengalami leukemia
ketika dibandingkan dengan lawannya yang tidak memiliki DS.

Gejala rongga mulut umum pada pasien ALL-DS mencakup makroglosia, fissured
tongue, gigi supernumerer, kehilangan gigi kongenital, mikrodonsia, tertundanya erupsi,
pembesaran gingiva dan perdarahan.

Laporan kasus

Anak laki-laki berusia 7 tahun dan 1 bulan dirujuk dari pusat kesehatan ke Seoul National
University dental hospital department of pediatric dentistry. Pasien sindrom Down ini
didiagnosa dengan ALL dan pemeriksaan gigi umum serta perawatan. Ia memiliki beberapa
medikasi ALL (Prednisone, Vincristine dan Methotrexate). Pemeriksaan intraoral dan
radiografis menunjukkan kebersihan mulut yang buruk, beberapa karies gigi parah, satu
kehilangan gigi kongenital (molar sulung kedua kiri rahang atas) dan pembesaran gingiva
generalisata (Gambar 1). Perawatan gigi dilakukan di bawah anestesi umum terutama karena
kurangnya kooperasi pasien. Ekstraksi beberapa gigi (molar sulung kedua kanan rahang atas,
kaninus sulung kiri rahang atas, molar sulung kedua kiri rahang bawah dan molar sulung
pertama kanan rahang bawah) dengan karies parah dilakukan. Pulpektomi molar sulung
pertama kanan rahang atas, molar sulung pertama kiri rahang atas, kaninus sulung kiri rahang
bawah, molar sulung pertama kiri rahang bawah dan molar sulung kedua kanan rahang bawah
dilakukan dan direstorasi dengan mahkota stainless steel. Empat band and loop space
maintainers diberikan untuk menjaga ruang yang terbuka (Gambar 2). Kunjungan kontrol 3
bulan dilakukan setelah 7 tahun dan pasien sekarang berusia 14 tahun. Peg lateralis, dua
kehilangan kongenital gigi premolar kedua, dan sedikit pembesaran gingiva dapat terlihat
(Gambar 3). Kebersihan mulut dan kooperasi pasien telah sangat meningkat.

Gambar 1. Foto intraoral awal sebelum perawatan. (Usia : 7 tahun dan 1 bulan).
Gambar 2. Foto intraoral setelah perawatan karis di bawah anestesi umum. (Usia : 7 tahun dan
1 bulan).

Gambar 3. Foto wajah, intraoral dan radiograf panoramik setelah kontrol 7 tahun. (Usia : 14
tahun dan 1 bulan).
Pembahasan

Dasar untuk peningkatan terjadinya ALL pada anak dengan DS masih belum diketahui.
Faktor ekstrinsik yang dianggap berperan dalam perkembangan leukemia masa kanak-kanak
mencakup paparan terhadap radiasi, infeksi medikasi, diet, dan kariogen. Tetapi, penelitian
epidemiologis sampai saat ini belum memberikan wawasan terhadap populasi DS. Keberadaan
kromosom 21 tambahan adalah dasar yang mendasari untuk peningkatan risiko ALL pada DS.
Peran trisomi 21 sebagai faktor penyebab dalam peningkatan risiko ALL pada pasien DS
didukung oleh pengamatan bahwa abnormalitas kromosom 21 merupakan abnormalitas
numerik yang paling umum ditemui pada ALL.

Pasien leukemia rentan terkena pembesaran gingiva, ulserasi, dan infeksi rongga mulut.
Pembesaran gingiva lokalisata atau generalisata disebabkan oleh inflamasi dan infiltrasi sel
darah putih tidak khas dan imatur. Gingiva berawa dan mudah berdarah, dan beberapa lokasi
gigi terkena. Pembesaran gingiva generalisata lebih umum dan secara khusus muncul ketika
kebersihan mulut buruk. Kombinasi kebersihan mulut yang buruk dan pembesaran gingiva
berperan pada perdarahan gingiva dan fetor oris. Ukuran pengendalian plak, klorheksidin, dan
kemoterapi meningkatkan pemulihan kondisi.

Perawatan suportif harus dipertahankan dari perspektif rongga mulut karena banyak
pasien ini mengalami infeksi mukosa rongga mulut pada saat perjalanan penyakit ini.
Kebersihan mulut optimal perlu dianjurkan, dan investigasi agresif keluhan rongga mulut
apapun perlu dilakukan sedini mungkin untuk mencegah komplikasi infeksi rongga mulut
potensial yang serius. Lebih penting untuk mencegah daripada merawat terutama karena
perawatan biasanya dilakukan di bawah anestesi umum oleh karena kurangnya kooperasi
pasien dan ini tidak mudah bagi pasien dan orang tua. Peran orang tua maupun pengasuh sangat
penting karena sebagian besar pasien DS dengan ALL tidak dapat melakukan tindakan dasar
dalam menangani kesehatan rongga mulut. Pentingnya menyikat gigi, kunjungan dokter gigi
rutin, dan minat pada kebersihan rongga mulut pasien perlu diinstruktiskan pada pengasuh.
Aplikasi fluoride profesional, profilaksi rongga mulut dan perawatan preventif akan
menghasilkan kebersihan rongga mulut yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai