Ikan
Ikan adalah bahan pangan yang mengandung protein tinggi yang sangat
dibutuhkan oleh manusia, karena selain mudah dicerna juga mengandung asam
amino dengan pola yang hampir sama dengan asam amino yang terdapat dalam
tubuh manusia (SUHARTINI & HIDAYAT, 2005). Ikan juga dapat
menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan kadar trigliserida darah,
meningkatkan kecerdasan anak, menurunkan risiko kematian karena penyakit
jantung, mengurangi gejala rematik, menurunkan aktivitas pertumbuhan sel
kanker, dan juga mengandung omega 3 dan omega 6 (PANDIT, 2008). Omega 3
pada ikan dapat mencegah penyakit jantung koroner karena berasal dari sintesis
asam lemak tidak jenuh yaitu asam lemak linoleat dan linolenat.
Ikan pada umumnya dan ikan laut pada khususnya merupakan bahan
pangan yang kaya akan yodium. Zat ini diperlukan oleh tubuh untuk dapat
membentuk hormon tiroksin. Kandungan yodium yang terkandung dalam ikan
mencapai 83 g/100 g ikan, sementara daging hanya mengandung 5 g/100 g.
Dengan demikian, mengonsumsi ikan laut dalam jumlah yang tinggi dapat
mencegah penyakit gangguan akibat kurangnya konsumsi yodium. Selain
mengandung protein, ikan kaya akan mineral seperti kalsium, fosfor yang
diperlukan untuk pembentukan tulang, serta zat besi yang diperlukan untuk
pembentukan hemoglobin darah (MARSETYO & KARTASAPOETRA, 2003).
3
4
terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang
terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Kandungan logam berat yang tinggi dan
melebihi batas normal yang telah ditentukan pada tubuh ikan dapat digunakan
sebagai indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan perairan.
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh organisme perairan dengan tiga cara
yaitu melalui makanan, insang, dan difusi melalui permukaan kulit. Logam berat
yang terserap dan terdistribusi pada ikan bergantung pada bentuk senyawa dan
konsentrasi polutan, aktivitas mikroorganisme, tekstur sedimen, serta jenis dan
unsur ikan yang hidup di lingkungan tersebut.
Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar
dari 5 g/cm3 (SUBOWO, dkk., 1999). Logam berat merupakan zat pencemar
yang berbahaya karena memiliki sifat tidak dapat terdegradasi secara alami dan
cenderung terakumulasi dalam air, sedimen dasar perairan, dan tubuh organisme
(HARUN, dkk., 2008). Logam berat dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam
jumlah yang kecil, tetapi dalam jumlah besar dapat menimbulkan racun bagi
makhluk hidup. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem
bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia dalam tubuh makhluk
hidup. Logam berat dikatakan sebagai zat pencemar karena sifat logam berat
yang tidak terurai dan mudah diabsorbsi. Akibatnya, logam tersebut terakumulasi
ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa
kompleks bersama bahan organik dan anorganik.
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan
manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat
dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu
menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh,
menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen, atau karsinogen bagi manusia
maupun hewan. Tingkat toksisitas logam berat terhadap manusia dari yang paling
toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn (WIDOWATI, dkk., 2008).
5
Logam berat banyak digunakan sebagai salah satu bahan baku maupun
media penolong dalam industri. Secara langsung maupun tidak langsung
toksisitas dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya
pencemaran pada lingkungan sekitarnya. Pencemaran logam berat dalam
lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan,
tanaman, maupun lingkungan. Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur
kimia di muka bumi ini. Logam berat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Logam berat essensial
Logam yang dalam jumlah tertentu sangat diperlukan oleh tubuh
organisme, tetapi dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek
toksik seperti Zn, Cu, Fe, Mn, Co, dan Se.
2. Logam berat non essensial
Logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui
manfaatnya bahkan bersifat toksik seperti Hg, Cd, Pb, Sn, As, dan
Cr (VI).
Air sering tercemar oleh komponen anorganik antara lain berbagai logam
berat berbahaya. Keberadaan logam berat sebagai zat pencemar dalam perairan
akan berpengaruh terhadap kehidupan yang ada di dalam dan sekitar lingkungan
perairan tersebut, karena makhluk hidup tidak akan pernah lepas dalam
memanfaatkan air. Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam
berbagai keperluan sehari-hari dan secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemari lingkungan dan apabila sudah melebihi batas yang ditentukan
berbahaya bagi kehidupan. Logam berat tersebut diketahui dapat terakumulasi
di dalam tubuh suatu mikroorganisme dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama
sebagai racun.
Berbagai logam dalam perairan keberadaannya dapat berasal dari sumber
alamiah maupun dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Sumber logam
alamiah yang masuk dalam badan perairan bisa berupa pengikisan batu mineral
yang banyak bersumber dari perairan, partikel-partikel yang ada di udara yang
masuk keperairan dikarenakan terbawa oleh air hujan. Adapun logam yang
berasal dari aktivitas manusia berasal dari limbah industri dan limbah rumah
tangga (PALAR, 2004). Logam berat yang masuk ke dalam perairan kemudian
6
akan terakumulasi ke dalam tubuh organisme perairan, salah satunya adalah ikan.
Sehingga ikan dapat dikatakan sebagai bioindikator untuk mengukur tingkat
pencemaran dalam lingkungan perairan. Salah satu logam berat yang terdapat
dalam organisme perairan yaitu arsen (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), timah
(Sn), dan timbel (Pb).
Arsen (As)
Arsen (As) memiliki nomor atom 33; bobot atom 74,92; bobot jenis
5,72 g/cm3; titik leleh 817 C; titik didih 613 C; dan tekanan uap 0 Pa. Arsen
merupakan logam anorganik berwarna abu-abu dengan kelarutan dalam air sangat
rendah. Arsen pada konsentrasi rendah terdapat pada tanah, air, makanan, dan
udara. Persenyawaan arsen dengan oksigen, klorin, dan sulfur disebut arsen
anorganik, sedangkan persenyawaan arsen dengan C dan H disebut arsen organik.
Senyawa arsen digunakan dalam insektisida dan sebagai bahan pendadahan
(doping) dalam semikonduktor. Unsur ini digunakan untuk mengeraskan
beberapa aloi timbel.
Arsen merupakan salah satu elemen yang paling toksik dan merupakan
racun akumulatif. Manusia terpapar arsen melalui makanan, air, dan udara.
Arsen anorganik bersifat lebih toksik dibandingkan arsen organik. Arsen
anorganik biasa ditemukan dalam rumput laut dan pangan lain yang berasal dari
laut. Ikan dan seafood mampu mengakumulasi sejumlah arsen organik yang
berasal dari lingkungannya (BADAN STANDARDISASI NASIONAL, 2009).
Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) memiliki nomor atom 48; bobot atom 112,41 g; bobot jenis
8,642 g/cm3 pada 20 C; titik leleh 320,9 C; titik didih 767 C; dan tekanan uap
0,013 Pa pada 180 C. Kadmium merupakan logam yang ditemukan alami dalam
kerak bumi. Kadmium murni berupa logam lunak berwarna putih perak.
Kadmium dalam keadaan logam murni sejauh ini belum pernah ditemukan
7
di alam. Kadmium biasa ditemukan sebagai mineral yang terikat dengan unsur
lain seperti oksigen, klorin, atau sulfur. Kadmium tidak memiliki rasa maupun
aroma spesifik. Kadmium digunakan dalam industri sebagai bahan dalam
pembuatan pigmen, pelapisan logam, dan plastik. Kadmium dan senyawanya
bersifat karsinogen dan bersifat racun kumulatif. Selain saluran pencernaan dan
paru-paru, organ yang paling parah akibat mencerna kadmium adalah ginjal
(BADAN STANDARDISASI NASIONAL, 2009). Kontaminasi kadmium
dalam lingkungan berasal dari aktivitas manusia yaitu penggunaan bahan bakar,
kebakaran hutan, limbah industri, serta penggunaan pupuk dan pestisida.
Kromium (Cr)
Kromium (Cr) merupakan unsur logam transisi golongan VIB, tahan karat,
dan berwarna abu-abu. Kromium memiliki nomor atom 24 dan massa jenis
7,19 g/cm3. Kromium merupakan logam berat dengan berat atom 51,996 g/mol;
tahan terhadap oksidasi meskipun pada suhu tinggi; memiliki titik cair 1857 C
dan titik didih 2672 C; dan bersifat paramagnetik. Kromium bisa membentuk
berbagai macam ion kompleks yang berfungsi sebagai katalisator (WIDOWATI,
dkk., 2008).
Keberadaan kromium pada perairan dijumpai dalam 2 bentuk yaitu ion
kromium valensi III (Cr3+) dan ion kromium valensi VI (Cr6+). Kromium valensi
VI (Cr6+) lebih toksik daripada kromium valensi III (Cr3+) karena ion ini sukar
terurai, tidak mengendap, stabil, dan toksik. Keberadaan kromium di perairan
dapat menyebabkan penurunan kualitas air serta membahayakan lingkungan dan
organisme akuatik (SUSANTI & HENNY, 2008).
Kromium merupakan salah satu logam berat yang berpotensi sebagai
pencemar akibat kegiatan pewarnaan kain pada industri tekstil, cat, penyamakan
kulit, pelapisan logam, dan baterai. Terakumulasi kromium dalam jumlah yang
besar di tubuh manusia sangat mengganggu kesehatan karena kromium memiliki
dampak negatif terhadap organ hati, ginjal, serta bersifat racun bagi protoplasma
makhluk hidup, selain itu berdampak karsinogen (penyebab kanker), dan
teratogen (menghambat pertumbuhan janin dan mutagen).
8
Timah (Sn)
Timah (Sn) memiliki nomor atom 50; bobot atom 118,69; bobot jenis
7,29 g/cm3; titik leleh 231,97 C; dan titik didih 2270 C. Timah merupakan
unsur logam yang dapat ditempa dan berwarna keperakan. Secara kimia unsur ini
reaktif. Timah ada dalam beberapa bentuk antara lain garam +2 dan +4, oksida,
dan logam. Timah digunakan sebagai penyalut pelindung tipis pada lempeng baja
dan merupakan komponen dari sejumlah aloi. Konsumsi timah dalam pangan
yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan yang ditandai
dengan gejala muntah, diare, kelelahan, dan sakit kepala. Dosis akut timah dapat
menyebabkan anoreksia, ataxia dan kelemahan otot, serta pembengkakan usus
halus hingga kematian (BADAN STANDARDISASI NASIONAL, 2009).
Timbel (Pb)
Timbel (Pb) memiliki nomor atom 82; bobot atom 207,21 g; valensi 2-4.
Timbel merupakan logam yang sangat beracun terutama terhadap anak-anak.
Secara alami ditemukan pada tanah. Timbel tidak berbau dan tidak berasa.
Timbel dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk berbagai
senyawa-senyawa timbel, baik senyawa organik seperti timbel oksida (PbO),
timbel klorida (PbCl2), dan lain-lain (SNI 7387, 2009).
Timbel (Pb) merupakan logam berat yang tersebar lebih luas di alam
dibandingkan logam toksik lain. Sumber pencemaran Pb dapat berasal dari tanah,
udara, air, hasil pertanian limbah pengolahan emas, industri rumah dan
percetakan. Sumber kontaminasi terbesar Pb di lingkungan adalah gas buangan
dari bensin beradiktif timbel untuk bahan bakar kendaraan bermotor dan limbah
industri. Logam timbel dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan,
makanan, dan minuman. Logam timbel tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga
apabila makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya
sebagian, sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal,
hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Timbel dapat mengakibatkan
bermacam-macam dampak biologi pada manusia, bergantung pada tingkatan dan
9
Prinsip ICP-OES
Nebulizer
Pump
Spray Chamber
Drain
Torch
Gambar 6. Skema Torch yang Digunakan pada ICP-OES (BOSS & FREDEEN,
1997).
Desain klasik torch ICP adalah one piece torch yang ditunjukkan pada
Gambar 7. Torch ini terdiri dari tiga pipa kuarsa konsentris yang disatukan.
Tetapi, proses produksi untuk menyatukan ketiga pipa tersebut sulit. Kelebihan
torch ini yaitu memberikan stabilitas plasma yang baik. Kerugian torch ini adalah
16
tidak tahan terhadap karat oleh asam fluorida dan jika torch rusak, maka semua
bagian torch harus diganti.
Gambar 8. Torch ICP yang Dapat Dibuka (BOSS & FREDEEN, 1997).
17
RF Generator
Spectrometer
Komputer
Verifikasi Metode
Linieritas
(KANTASUBRATA, 2005)
Limit Deteksi
dinyatakan dengan tiga kali nilai simpangan baku blanko hasil perhitungan
ditambah rata-rata pembacaan konsentrasi blanko (RIYANTO, 2014).
Limit Kuantitasi
Limit kuantitasi atau biasa disebut juga limit pelaporan (limit of reporting)
adalah konsentrasi terendah dari analit dalam contoh yang dapat ditentukan
dengan tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima, di bawah kondisi
pengujian yang disepakati. Nilai limit kuantitasi dapat dinyatakan dengan sepuluh
kali nilai simpangan baku hasil perhitungan ditambah rata-rata pembacaan
konsentrasi blanko yang dispike standar (RIYANTO, 2014).
Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada contoh yang diambil dari campuran yang
homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif
(koefisien variasi).
Presisi dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan),
reproducibility (ketertiruan), dan presisi antara (intermediate precision).
Repeatability adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis
22
yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.
Reproducibility adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang
berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium yang berbeda
menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Presisi
antara (intermediate precision) merupakan bagian dari presisi yang dilakukan
dengan cara mengulang pemeriksaan terhadap contoh uji dengan alat, waktu,
analis yang berbeda, namun dalam laboratorium yang sama (RIYANTO, 2014).
Dari hasil pengujian, dihitung standard deviasi (simpangan Baku/SB) dan
relative standard deviasi (simpangan baku relatif/SBR) atau disebut juga
koefisien variasi/keragaman (CV).
( )
SB =
SBR =
Keterangan :
: nilai data pengukuran ke-i
: nilai rata-rata dari n kali pengukuran
SB : simpangan baku
Horwitz mengamati dari hasil profisiensi, untuk reproduksibilitas bahwa
ketelitian metode uji tergantung pada konsentrasi analit yang ditunjukkan dengan
persamaan :
CV Horwitz = 2 (1 - 0,5 log C)
Keterangan :
CV : coefisien of variance
C : konsentrasi analit dalam fraksi desimal
Akurasi
rentang konsentrasi yang sesuai ke dalam produk contoh yang akan dianalisis
(CHAN, 2004). Teknik ini digunakan untuk contoh yang tidak diketahui
komposisinya.
Bobot analit atau baku pembanding (acuan) yang ditambahkan, digunakan
sebagai nilai sebenarnya. Nilai terukur yang didapat, kemudian dibandingkan
dengan nilai sebenarnya (acuan), sehingga akan memberikan taksiran dari akurasi.
Akurasi dihitung dari hasil uji sebagai persentase analit yang diperoleh kembali
(%recovery).
Akurasi hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik
di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu, untuk mencapai
kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat
sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi,
menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan
pelaksanaannya yang cermat, taat asas dan sesuai prosedur (HARMITA, 2004).