PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipoksia dan hiperkapnia merupakan suatu gangguan pada system respirasi. Dimana
hipoksia itu sendiri merupakan penurunan oksigen ke jaringan sampai dibawah tingkat
fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai yang terjadi akibat berkurangnya
tekanan oksigen di udara. Sedangkan hiperkapnia adalah berlebihnya karbondioksida (CO2)
di dalam jaringan. Kemungkinan pertama yang harus dipikirkan adalah bahwa setiap
gangguan respirasi yang menyebabkan hipoksia juga akan menyebabkan hiperkapnia.
Tetapi, biasanya hiperkapnia yang timbul dalam kaitannya dengan hipoksia hanya terjadi
bila hipoksia disebabkan oleh hipoventilasi atau oleh gangguan sirkulasi. Karena hipoksia
disebabkan oleh terlalu sedikitnya oksigen dalam udara, terlalu sedikitnya hemoglobin, atau
keracunan enzim oksidatif yang hanya terjadi bila terdapat oksigen atau digunakannya
oksigen oleh jaringan. Tujuan akhir pernafasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi
oksigen, karbondioksida, dan ion hydrogen dalam cairan tubuh. Kelebihan karbondioksda
atau ion hydrogen mempengaruhi pernafasan terutama efek perangsangan pusat
pernafasannya sendiri, yang menyebabkan peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi yang
kuat ke otot-otot pernafasan. Akibat peningkatan ventilasi, pelepasan karbondioksida dari
darah meningkat, ini juga mengeluarkan ion hydrogen dari darah karena pengurangan
karbondioksida juga mengurangi asam karbonat darah. Berbagai keadaan yang menurunkan
transpor oksigen dari paru ke jaringana termasuk anemia, dimana jumlah total hemoglobin
yang berfungsi untuk membawa oksigen berkurang, keracunan karbondioksida, sehingga
sebagian besar hemoglobin menjadi tidak mampu mengangkut oksigen, dan penurunan
aliran darah ke jaringan dapat disebabkan oleh penurunan curah jantung.
Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-
sel tidak cukup memperoleh oksigen sehingga metabolisme sel akan terganggu. Akibat dari
hipoksia yang berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, gangguan daya
konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapitas kerja. Begitu hipoksia
bertambah parah, pusat batang otak akan terkena dan kematian biasanya disebabkan oleh
gagal pernafasan.
Dari rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan dibuatnya laporan ini adalah:
PEMBAHASAN
Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-
sel tidak cukup memperoleh oksigen sehingga metabolisme sel akan terganggu. Hipoksia
dapat disebabkan karena :
1. Oksigenasi darah di dalam paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik
a. Kekurangan oksigen dalam atmosfer
b. Hipoventilasi (gangguan neuromuscular)
2. Penyakit paru
a. Hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran nafas atau penurunan komplians
paru
b. Kelainan rasio ventilasi-perfusi alveolus (termasuk peningkatan ruang rugi fisiologis
atau pintasan fisiologis)
c. Berkurangnya difusi membrane pernafasan
3. Pintasan vena ke arteri (pintasan jantung kanan ke kiri)
4. Transpor oksigen yang tidak memadai oleh darah ke jaringan
a. Anemia atau hemoglobin abnormal
b. Penurunan sirkulasi umum
c. Penurunan sirkulasi local (perifer, serebral, pembuluh darah coroner)
Beberapa efek akut penting dari hipoksia pada orang yang belum teraklimatisasi saat
menghirup udara biasa, mulai dari ketinggian 12.000 kaki ialah mengantuk, malas, kelelahan
mental dan otot, kadang sakit kepala, mual, dan euphoria. Semua efek ini berkembang progresif
menjadi tahap kedutan (twitching) atau kejang di atas ketinggian 18.000 kaki dan akhirnya, di
atas 23.000 kaki berakhir dengan koma pada orang yang belum teraklimatisasi, yang segera
diikuti oleh kematian. Salah satu efek dari hipoksia ialah menurunnya kecakapan mental, yang
akan menurunkan kemampuan dalam mengambil keputusan, mengingat dan melakukan gerakan
motorik diskrit.
Sedangkan pada hiperkapnia, faktor yang menjadi penyebab terjadinya adalah sebagai berikut :
1. Hipoksia hipoksik : dimana PO2 darah arteri berkurang. Hipoksia hipoksik adalah
keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk paru-paru
sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah dan gagal untuk masuk sirkulasi darah.
Kegagalan ini bisa disebabkan karena adanya sumbatan atau obstruksi di saluran
pernafasan, baik oleh sebab alamiah (misalnya penyakit yang disertai dengan
penyumbatan saluran pernafasan seperti laryngitis difteri, status asmatikus, karsinoma
dan sebagainya) atau oleh trauma atau kekerasan yang bersifat mekanik, seperti sumbatan
jalan nafas, tercekik, tenggelam dan sebagainya.
2. Hipoksia anemic : dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang
tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang, seperti pada keracunan karbonmonoksida
karena afinitas CO terhadap hemoglobin jauh lebih tinggi dibandingkan afinitas oksigen
dengan hemoglobin.
3. Hipoksia stagnant, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah (hemoglobin)
tidak mampu membawa oksigen ke jaringan oleh karena kegagalan sirkulasi seperti pada
embolisme, baik emboli udara vena maupun emboli lemak walaupun PO2 konsentrasi
hemoglobin normal.
4. Hipoksia histotoksik : dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah
adekuat tetapi oleh karena kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai
oksigen yang disediakan, contohnya pada keracunan sianida. Sianida dalam tubuh akan
menginaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal terutama
sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferricheme group dari oksigen yang dibawa
Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan
ventilasi terjadi bila minute ventilation berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat
meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau
pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas. Kelelahan otot-otot respirasi atau
kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu
membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang sudah cukup
Jalan nafas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah
yang pertama adalah membuka jalan nafas dan menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan nafas
bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain. Penyebab lain yang
terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk
inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan nafas yang bebas, kekuatan
otot inspirasi yang kuat, dinding thorax yang utuh, rongga pleura yang negative dan susunan
syaraf yang baik. Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik di atas maka akan terjadi
hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksia. Hiperkarbia menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intracranial, yang dapat
menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas, bila disertai hipoksemia keadaan akan semakin
buruk. Penekanan pusat nafas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan
dengan memberikan ventilasi dan oksigenasi. Gangguan ventilasi dan oksigenasi juga dapat
terjadi karena akibat dari kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung.
Hiperkapnia berarti jumlah karbon dioksida yang berlebihan dalam cairan tubuh. Kemungkinan
pertama yang harus dipikirkan adalah beberapa keadaan yang menyebabkan hipoksia juga akan
menyebabkan hiperkapnia. Tetapi, biasanya hiperkapnia yang berkaitan dengan hipoksia hanya
terjadi bila hipoksia disebabkan oleh hipoventilasi atau oleh gangguan sirkulasi.
Hipoksia yang disebabkan oleh terlalu sedikitnya oksigen dalam udara, terlalu sedikitnya
hemoglobin, atau keracunan enzim oksidatif hanya terjadi bila terdapat oksigen atau
digunakannya oksigen oleh jaringan. Pada hipoksia yang disebabkan oleh difusi yang buruk
melalui membrane paru atau jaringan, hiperkapnia yang berat biasanya tidak terjadi pada waktu
yang bersamaan karena difusi karbon dioksida 20 kali lebih cepat daripada oksigen. Jika
hiperkapnia mulai terjadi, hiperkapnia ini akan segera merangsang ventilasi paru yang dapat
memperbaiki hiperkapnia tetapi tidak memperbaiki hipoksia. Sebaliknya, pada hipoksia yang
disebabkan oleh hipoventilasi, transfer karbon dioksida antara alveoli dan atmosfer ikut
berpengaruh, seperti yang terjadi pada transfer oksigen. Kemudian terjadi hiperkapnia bersamaan
dengan hipoksia. Dan pada defisiensi sirkulasi, penurunan aliran darah mengurangi pengeluaran
karbondioksida dari jaringan, menyebabkan hiperkapnia jaringan sekaligus hipoksia jaringan.
Tetapi, kapasitas pengangkutan darah untuk karbondioksida lebih dari tiga kali kapasitas
pengangkutan oksigen, sehingga hiperkapnia jaringan lebih jarang terjadi daripada hipoksia
jaringan. Jika Pco2 alveolus meningkat di atas sekitar 60 sampai 75 mm Hg, maka orang yang
normal kemudian akan bernafas secepat dan sedalam mungkin, yang juga disebut dyspnea,
menjadi berat. Jika Pco2 meningkat sampai 80 hingga 100 mm Hg, maka orang tersebut bahkan
menjadi setengah koma. Anesthesia dan kematian dapat terjadi bila Pco2 meningkat sampai 120
hingga 150 mmHg. Pada kadar Pco2 yang lebih tinggi ini, kelebihan karbon dioksida sekarang
mulai menekan pernafasan daripada merangsangnya, sehingga menimbulkan : (1)
karbondioksida yang lebih banyak, (2) selanjutnya menurunkan pernafasan, (3) kemudian lebih
banyak lagi terdapat karbon dioksida, dan seterusnya mencapai puncaknya secara cepat pada
kematian akibat pernafasan.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipoksia dan hiperkapnia merupakan suatu gangguan pada system respirasi. Hipoksia
itu sendiri merupakan penurunan oksigen ke jaringan sampai dibawah tingkat fisiologik
meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai yang terjadi akibat berkurangnya tekanan
oksigen di udara. Sedangkan hiperkapnia adalah berlebihnya karbondioksida (CO2) di dalam
jaringan. Fungsi utama system respirasi adalah menjamin pertukaran O2 dan CO2. Bila
terjadi kegagalan pernafasan maka oksigen yang sampai ke jaringan akan mengalami
defisiensi akibatnya sel akan terganggu proses metabolismenya. Akibat dari hipoksia yang
berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, gangguan daya konsentrasi,
kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah,
pusat batang otak akan terkena dan kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernafasan.
Guyton C.A., Hall E.J. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal: 556-
557.
Nurcahyo W.I., Susilowati D., Sutiyono D. 2010. Terapi Oksigen. Semarang: IDSAI.
Hal: 219-226.
Sherwood L. 2015. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Ed 8. Jakarta: EGC. Hal: 521-
522.
Sylvia A.P., Lorraine M.W. 1995. Tanda dan Gejala Penyakit Pernafasan, Hiperkapnea
dan Hipokapnea, In : Fisiologis Proses-Proses Penyakit. ed. 4. Buku II. Jakarta: EGC. Hal: 685.