Anda di halaman 1dari 3

Tugas tiwi SSJ

Definisi
Sindrom Stevens Johnson adalah reaksi mukokutaneus yang mengancam jiwa ditandai
dengan nekrosis dan pelepasan epidermis yang ekstensif.
Epidemiologi
SSJ merupakan penyakit yang jarang, secara umum insidens SSJ adalah 1,6
kasus/juta penduduk/tahun. Angka kematian SSJ 5 12 %. Penyakit ini dapat terjadi pada
setiap usia, terjadi peningkatan resiko pada usia di atas 40 tahun. Perempuan lebih sering
terkena dibandingkan laki laki dengan perbandingan 1,5:1. Data dari ruang rawat inap
RSCM menunjukkan bahwa selama tahun 2010 2013 terdapat 57 kasus dengan rincian
SSJ: 47,4%, overlap SSJ-NET: 19,3%, dan NET: 33,3%.
Etiologi
Penggunaan obat seperti, sulfonamide, anti-konvulsan aromatik, alopurinol, anti-
inflamasi non-steroid dan nevirapin.
Infeksi virus dan Mycoplasma tetapi jarang.
Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya SSJ belum sepenuhnya diketahui. Pada lesi SSJ terjadi
reaksi sitotoksik terhadap keratinosit sehingga mengakibatkan apoptosis luas. Kerusakan
jaringan disebabkan oleh inflamasi yang dicetuskan oleh sitokin yang dihasilkan oleh sel
T CD4+ atau oleh pembunuhan sel inang oleh CTLs CD8+ . Mekanisme kerusakan jaringan
sama dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T untuk mengeliminasi mikroba yang
terkait sel.
Sel T CD4+ dapat bereaksi melawan antigen sel atau jaringan dan mensekresi
sitokin yang mencetuskan inflamasi local dan mengaktifkan makrofag. Penyakit yang
berbeda dapat berkaitan dengan aktivitas sel sel TH1 dan Th17. Th1 adalah sumber IFN-
sitokin utama yang mengaktivasi makrofag, dan sel Th17 yang dianggap bertanggung
jawab untuk pengerahan leukosit, termasuk neutrophil. Kerusakan jaringan pada penyakit
ini disebabka terutama oleh makrofag dan neutrophil.
Reaksi khas yang diperantarai oleh sitokin sel T adalah hipersensitivitas tipe lambat
(DTH), disebut demikian karena terjadi 24 sampai 48 jam setelah seseorang yang
sebelumnya telah terpapar antigen protein diberikan antigen tersebut ( jadi reaksi muncul
lambat). Keterlambatan ini terjadi karena membutuhkan waktu beberapa jam supaya
limfosit T efektor dalam darah dapat berada di tempat pemberian antigen, memberikan
respon terhadap antigen di tempat tersebut, dan menghasilkan sitokin yang menyebabkan
reaksi terlihat. Reaksi DTH ditandai oleh infiltrasi sel T dan monosit darah pada jaringan,
edema dan deposisi fibrin yang disebabkan peningkatn permeabilitas vaskuler sebagai
respons terhadap sitokin yang dihasilkan oleh sel T CD4+ , dan kerusakan jaringan yang
disebabkan produk leukosit, terutama dari makrofag yang diaktifkan oleh sel T. Sel T CD8+
juga menghasilkan sitokin yang mencetuskan inflamasi, namun biasanya bukan merupakan
sumber utama sitokin pada reaksi imun. Pada kebanyakan penyakit autoimun yang
diperantarai sel T, terdapat sel T CD4+ dan CD8+ yang spesifik untuk antigen diri, dan
keduanya berperan dalam kerusakan jaringan.
Gejala klinis
Gejalan SSJ timbul dalam waktu 8 minggu setelah awal pajanan obat. Sebelum
terjadi lesi kulit, dapat timbul gejala non spesifik, misalnya demam, sakit kepala,
batuk/pilek dan malaise selama 1-3 hari. Lesi kulit tersebar secara simetris pada wajah,
badan dan bagian proksimal ekstremitas, berupa makula eritematosa atau purpurik, dapat
juga dijumpai lesi target. Dengan bertambahnya waktu lesi kulit bertambah luas dan
berkembang menjadi nekrotik, sehingga terjadi bula kendur dengan tanda Nikolsky positif.
Keparahan dan diagnosis bergantung pada luasnya permukaan tubuh yang mengalami
epidermolisis. Lesi pada mukosa berupa eritema dan erosi biasanya dijumpai minimal 2
lokasi, yaitu mulut, dan konjungtiva, dapat juga ditemukan erosi dimukosa genital.
Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan lab yang penting untuk meunjang diagnosis. Pemeriksaan
histopatologis kulit dapat menyingkirkan diagnosis banding, dan umumnya diperlukan
untuk medikolegal. Pemeriksaan lab perlu dilakukan untuk evaluasi keparahan penyakit
dan unttuk tatalaksana pasien.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah darah tepi lengkap, analisis gas darah,
kadar elektrolit, albumin, protein darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, gula darah sewaktu dan
foto Rontgen paru. Selama perawatan perlu diwaspadai tanda tanda sepsis secara klinis
dan dilakukan pemeriksaan lab untuk menunjang diagnosis sepsis.
Tatalaksana
SSJ adalah penyakit yang mengancam nyawa yang membutuhkan tatalaksana yang optimal
berupa deteksi dini dan penghentian segera obat tersangka, serta perawatan suportif di
rumah sakit seperti mempertahan kan keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting,
suhu lingkungan yang optimal 28 30 C, nutrisi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
asupan makanan, perawatan kulit secara aseptic tanpa debridement, perawatan mata dan
mukosa mulut. Prinsip penatalaksanaan untuk menghentikan obat yang dicurigai sebagai
pencetus dan mengatasi keadaan yang mengancam jiwa.
Untuk sistemik dapat diberikan kortikosteroid sistemik : deksametason IV dengan dosis
setara ( prednisolone 1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ ) dan dapat diberikan analgetik.

Anda mungkin juga menyukai