Anda di halaman 1dari 132

1

KEWIRAUSAHAAN
SOSIAL
DAN PEMBANGUNAN SOSIAL

HERY WIBOWO

2
KEWIRAUSAHAAN
SOSIAL
DAN PEMBANGUNAN SOSIAL

BAHAN BACAAN MATA KULIAH


KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

3
KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
DAN PEMBANGUNAN SOSIAL

HERY WIBOWO
4
Copyright @2017, Hery Wibowo
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang menguip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

Cetkan ke-1, Februari 2017


Diterbitkan oleh Unpad Press
Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Lantai IV
Jl. Ir. Soekarno KM 21 Bandung 45363
Telp (022) 84288867/84288812
Fax (022) 84288896
Email: press@unpad.ac.id/press@unpad.ac.id
http://press.unpad.ac.id
Anggota IKAPI dan APPTI

Editor: Hery Wibowo


Tata Letak: Hery Wibowo
Desainer Sampul: Hery Wibowo

5
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Wibowo, Hery
Kewirausahaan Sosial dan Pembangunan Sosial

- Cet. Ke 1 Bandung, Unpad Press; 2017


- h; 21 cm
ISBN
Judul: Kewirausahaan Sosial dan Pembangunan Sosial
ISBN : 978-602-439-113-3

I.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar:
Asa Baru Bangsa: Kewirausahaan Sosial
iv

BA Pendahuluan................................................
B1 .... 1
BA Pembangunan

6
B2 Sosial......................18
BA Aplikasi Pola pikir Kewirausahaan
B3 Sosial......28
Bab Kewirausahaan Sosial: Telaah lebih
4 jauh.......41
5.1 Bandung
Teknopolis......................................42
5.2 Tekad untuk
Teknopolis................................60
5. Proses pembangunan & pikiran
3 apresiati.70
5. Budaya
4 Inovasi...80
5. Pembangunan Kota
5 Berkelanjutan...94

7
Kata Pengantar
Asa baru Bangsa: Kewirausahaan Sosial

Manusia, adalah sumber daya utama dari


pembangunan. Hal ini bermakna bahwa proses
pembangunan yang kurang menaruh perhatian
pada pembangunan kapasitas dan kompetensi
sumber daya manusia akan kering dan mudah
kehilangan arah. Hal ini terungkap dalam pendapat
Nichols yang sengaja dikutip penulis pada
mukadimah buku ini sebagai berikut:
The rapid industrial and technological
Advancement of the last Century have led to
many breakthorugh, but they have also left
us to confront an uncertain future. With real
threats of environmental and Economic
collapes, terrible disease, over-population,
war, terrorism and menacing new forms of
weaponry, we have much to overcome
(Nicholss, 2008).

8
Hal dimuka menyiratkan bahwa dunia yang kita
tinggali ini masih harus menyelasaikan banyak
sekali pekerjaan rumah-nya. Artinya, derap laju
pembangunan yang dilakukan oleh berbagai
negara, belum seutuhnya menyelesaikan semua
masalah dan memenuhi semua pembangunan.
Maka, sangat penting kiranya menaruh perhatian
pada pengembangan proses dan pola
pembangunan sosial, atau langkah pembangunan
yang berfokus pada manusia.
Kewirausahaan sosial dalam hal ini telah
semakin diyakini sebagai aktivitas yang mampu
berkontribusi pada proses pembangunan, baik dari
sisi praktik langsung di lapangan, maupun aspek
pola pikirnya. Beragam bentuk serta ruang lingkup
praktiknya telah terbukti semakin banyak
memberikan manfaat bagi masyarakat.
Sejauh ini, praktikkewirausahaan sosial lahir
begitu saja di tengah masyarakat melalui orang-
orang yang memiliki semangat luar biasa untuk
9
kemandirian, untuk penyelesaian masalah sosial
dan untuk berkembangnya potensi masyarakat.
Penulis meyakini, bahwa jika gerakan ini
diperkenalkan sedini mungkin kepada kaum pelajar,
dan seluas mungkin kepada anggota masyarakat,
maka akan tersebar luas kesadaran akan
pentingnya menjadi kontributor pembangunan,
alih-alih hanya mengkritik. Akan tersosialisasi
kesadaran untuk menyebarkan semangat
kemandirian, alih-alih kebiasaan untuk tergantung
kepada pemerintah.
Buku ini secara ringkas akan mengupas
bagaimana aplikasi pola pikir kewirausahaan sosial,
ataupun bagaimana pemikiran para wirausaha
sosial diaplikasikan pada bidang-bidang dan proses
pembangunan. Selanjutnya, tentu saja buku ini
berisi ajakan untuk berkontribusi dalam beragam
praktikkewirausahaan sosial yang memungkinkan
dilakukan dalam posisi, peran dan serta lingkup

10
ruang dan waktu pembaca sehari-hari. Selamat
menikmati.

Bandung, Februari 2017

Hery Wibowo

11
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Kewirausahaan
Terminologi kewirausahaan saat ini merupakan
terminologi yang populer. Beragam defisini hadir
untuk mencoba mendeskripsikan terminologi
kewirausahaan. Juwaini (2011:9) menjelaskan
bahwa kewirausahaan adalah usaha atau kegiatan
yang dilakukan dalam rangka meningkatkan nilai
sumber daya ekonomi ke tingkatan yang lebih
tinggi, baik produktivitas maupun manfaatnya.
Kewirausahaan adalah usaha yang sungguh-
sungguh dalam memenuhi kebutuhan serta
memecahkan permasalahan di masyarakat dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada.

12
Penjelasan lain tentang makna
kewirausahaan dijelaskan oleh Ciputra (2009)
yang berkeras tetap menggunakan
kata entrepreneurship dalam Penulis dalam
bahasa Indonesia: beberapa kali
kesempatan
Enterpreneurship adalah upaya
memberikan
untuk mengubah rongsokan dan pelatihan, selalu
kotoran menjadi emas. Tiga hal menekankan
pentingnya
yang sangat penting dalam aspek memahami pola
tersebut adalah (1) menciptakan pikir
kewirausahaan.
peluang (opportunity creating)
Penulis meyakini
bukan sekedar mencari peluang bahwa setiap
(opportunity seeking), (2) manusia sejatinya
memiliki kendali
melakukan inovasi produk
atas pikirannya
(innovation), dan (3) berani
mengambil resiko yang terukur (calculated risk
taking).
Maknanya adalah bahwa kata kewirausahaan
(entrepreneurship) menyiratkan sebuah usaha
yang sungguh-sungguh untuk mengubah hal yang
(nyaris) tidak berguna menjadi bernilai tinggi.
13
Atau dengan kata lain, ini adalah upaya yang serius
untuk meningkatkan nilai guna dan nilai jual
sebuah produk/jasa.
Penulis dalam beberapa kali kesempatan
memberikan pelatihan, selalu menekankan
pentingnya memahami pola pikir kewirausahaan.
Penulis meyakini bahwa setiap manusia sejatinya
memiliki kendali atas pikirannya. Ilmu psikol0gi
membagi manusia menjadi dua golongan berbasis
pusat kendalinya, yaitu internal locus of control
dan external locus of control. External locus of
control adalah sebuah situasi di mana seorang
individu lebih dominan dikuasai atau dikemudikan
oleh hal-hal di luar dirinya. Hal ini membuat
individu tersebut mudah terombang-ambing,
mudah menyalahkan hal-hal diluar dirinya atas
kondisi pribadinya, seperti kebelumtercapaian
targetnya, atau kebelumberhasilan usahanya.
Sebaliknya, ungkapan internal locus of control,
menggambarkan kondisi di mana seorang individu
memegang teguh kendali hidupnya. Ia bergerak
14
atas keputusannya sendiri. Ia bertindak atas
kesadaran pribadinya. Hal-hal diluar dirinya, tidak
dijadikannya sebagai kambing hitam, melainkan
justru sebagai motivasi untuk menghasilkan yang
lebih baik.
Kewirausahaan sosial adalah sebuah
dorongan yang kuat dari dalam diri untuk
menyelesaikan masalah sosial. Para pelaku
kewirausahaan sosial, cenderung adalah orang-
orang yang siap bertarung, siap menghadapi
beragam kemungkinan hambatan/tantang yang
menghadang serta siap dengan resiko yang
mungkin belum terpikirkan sebelumnya.

Bangun Wirausaha Jangan Hanya Orientasi Profit, Upayakan


Juga Manfaat Sosialnya

[Unpad.ac.id, 14/06/2015] Menjadi seorang wirausahawan


diharapkan tidak hanya memikirkan keuntungan secara
materi saja, tetapi harus memiliki manfaat untuk masyarakat
sekitarnya. Hal inilah yang menjadi fokus Universitas

15
Padjadjadaran pada pelaksanaan Program Mahasiswa
Wirausaha (PMW), terutama dalam setahun kedepan.

Melalui tema yang diangkat Building New Sociopreneur


Generation for Sustainable Development, rangkaian PMW
Unpad telah digelar sejak Februari lalu, dimulai dari sosialisasi
dan pendaftaran proposal bisnis. Dari 107 proposal yang
didaftarkan, kemudian melalui desk evaluation dan seleksi
tatap muka (wawancara), terpilihlah 40 peserta untuk
mengikuti pelatihan dan seleksi tahap selanjutnya. Pelatihan
dan seleksi tersebut dilaksanakan di Hotel Radiant Lembang,
sejak Jumat (12/06) hingga Minggu (14/06).

Ketua pelaksana PMW Unpad, Dr. Hery Wibowo, S.Psi., M.M


mengatakan bahwa 40 peserta tersebut diberikan pelatihan
dan seleksi untuk menentukan siapa saja yang berhak
memperoleh dana bantuan dari Menristek Dikti dan
pembinaan dari Unpad untuk pengembangan wirausahanya.
Artinya, belum tentu seluruh peserta ini kemudian nanti lolos
seleksi dan mendapatkan bantuan serta didampingi untuk
satu tahun kedepan, jelas Dr. Hery saat ditemui di sela acara.

16
Pelatihan dan seleksi ini digelar, untuk mengukur komitmen
dan kemampuan para peserta dalam mengerjakan usahanya
setahun kedepan. Melalui pelatihan, sedikit demi sedikit itu
diberikan materi tentang komitmen, kesungguhan. Agar
mereka yang terpilih, sudah terseleksi komitmennya, ujar Dr.
Hery.

Para peserta terpilih tersebut berasal dari angkatan 2012


hingga 2014. Peserta dari angkatan 2014 adalah mereka yang
baru akan menjalankan bisnisnya, sementara peserta dari
angkatan 2012-2013 adalah mereka yang sudah menjalankan
bisnisnya (minimal 2 bulan), dan akan dinilai kesesuaiannya
antara bidang usaha dengan bidang ilmu yang sedang
ditekuni.

Sesuai dengan tema yang dipilih, para mahasiswa kemudian


ditantang untuk dapat menjadi sociopreneur, yakni bukan
hanya membangun kinerja bisnis tetapi juga kinerja sosial.
Jadi para mahasiswa yang sedang dilatih ini diharapkan
mereka tidak hanya menjadi bisnis entreprenuer tetapi
mereka menjadi sociopreneur. Entrepreneur yang
berwawasan sosial. Entrepreneur yang bisnisnya tidak hanya
menghasilkan uang atau profit semata buat dia, namun

17
menghasilkan manfaat buat lingkungan sekitar, harap Dr.
Hery.
Diungkapkan Dr. Hery, beberapa peserta sudah ada yang
memiliki konsep sosial tersebut. Namun, sebagian besar
peserta masih menganggap baru konsep tersebut. Ada
beberapa yang sudah berjalan sociopreneur-nya, tapi sebagian
besar itu sesuatu yang baru. Mereka jadi dapat wawasan baru
dan tantangan setahun kedepan, ungkapnya.
Adapun materi yang diangkat pada pelatihan kali ini
diantaranya adalah mengenai pemahaman dasar tentang
kewirausahaan, peran dan fungsi mahasiswa dalam
mengembangan hardskill dan softskill, kerangka
pengembangan sociopreneur, serta tentang kolaborasi,
kinerja, dan manajemen pengelolaan.
Bertindak sebagai pemateri adalah tim LPKA yang biasa
bergelut di bidang kewirausahaan, dan pemateri undangan
dari Komunitas Tangan di Atas. Pelatihan terdiri dari
pemaparan materi, tanya jawab, brainstorming, presentasi
kelompok, dan diskusi kelompok. Sebagai puncak dari
kegiatan seleksi, para peserta pun diminta untuk melakukan
presentasi bisnisnya dihadapan juri dan peserta melalui
metode round robin.
Dengan digelarnya kegiatan ini, Dr. Hery pun berharap
kedepannya akan semakin banyak mahasiswa yang menjadi
18
wirausahawan. Menurut Dr. Hery, mahasiswa sangat
berpotensi untuk menjadi wirausahawan, karena mereka
memiliki ilmu, kesempatan, peluang, dan jejaring .

Harapannya, akan tercipta mahasiswa yang sejak


mahasiswanya sudah berwirausaha, dan ketika lulus mereka
melanjutkan wirausahanya, sehingga tercipta mahasiswa-
mahasiswa yang berpikiran lulus tidak mencari kerja tetapi
membuka lowongan kerja bagi yang lain, harap Dr. Hery.*

Kutipan dari Unpad.ac.id diunduh 17 Juni 2015

Pada pelatihan Program Mahasiswa Wirausaha


yang dilakukan di Lembang Unpad, penulis
memberikan penjelasan tentang socio-preneur
kepada mahasiswa dari beragam bidang ilmu. Hal
ini sengaja dilakukan mengingat pentingnya
menyebarluaskan semangat dari kewirausahaan
sosial kepada sebanyak mungkin generasi muda
Indonesia.
Sangat sulit tentunya berharap bahwa setiap
generasi muda akan menjadi wirausaha, ataupun
wirausaha sosial, namun demikian tentu tidak ada

19
salahnya menyebarkan semangat ini sejak dini.
Jika satu dari setiap seratur orang generasi muda
dapat menjadi wirausaha, hal ini merupakan
sesuatu yang sangat baik. Hal ini dapat menjadi
harapan baru bagi Indonesia, untuk memiliki
sekelompok orang yang dapat diharapkan
membantu bergeraknya roda lokomotif
pembangunan.

Arti Penting Kewirausahaan


Terdapat banyak aspek yang dapat dipengaruhi
ataupun mempengaruhi praktik kewirausahaan
pada dinamika kehidupan bermasyarakat. Juwaini
(2011:9) menjelaskan bahwa arti penting
kewirausahaan bisnis dalam kehidupan suatu
masyarakat atau bangsa adalah meningkatkan
pendapatan masyarakat, mengurangi angka
pengangguran, memanfaatkan sumber daya
ekonomi (terutama yang belum termanfaatkan
secara optimal) menjadi produktif, meningkatkan

20
pertumbuhan ekonomi dan membantu
terwujudnya pemerataan ekonomi.
Secara umum, kecakapan kewirausahaan
adalah modal dasar bagi terciptanya ragam
kreativitas dan inovasi.
Juwaini (2011:9) menjelaskan Kecakapan
bahwa arti penting
kewirausahaan bisnis dalam kewirausahaan, akan
kehidupan suatu masyarakat memungkinkan
atau bangsa adalah
pemiliknya yntuk
meningkatkan pendapatan
masyarakat, mengurangi angka mengubah hal yang
pengangguran, memanfaatkan
kurang berguna
sumber daya ekonomi (terutama
yang belum termanfaatkan menjadi lebih berguna,
secara optimal) menjadi hal yang kurang
produktif, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan bernilai menjadi lebih
membantu terwujudnya bernilai. Artinya, ini
pemerataan ekonomi.
adalah sebuah
keterampilan ataupun
kapasitas untuk
menghasilkan sesuatu

21
yang baru dari kondisi yang ada, ini adalah
kemampuan untuk memproduksi hal-hal yang
belum terpikirkan sebelumnya.

Pola Pikir Kewirausahaan


Terminologi pola pikir (mindset) telah semakin
dikenal khalayak luas akhir-akhir ini. James Arthur
Ray (Harefa, 2010:1) menjelaskan bahwa pola
pikir (mindset) adalah segugusan keyakinan, nilai-
nilai, identitas, ekspektasi, sikap, kebiasaan, opini
dan pola pikir tentang diri Anda, orang lain dan
hidup. Melalui mindset, seorang individu
menafsirkan (memaknai) apapun yang dilihat dan
dialami dalam hidup.
Maka, secara umum pola pikir adalah cara
pikiran menangkap hal yang dilihat dan dialami.
Nah, cara berpikir dan cara menangkap inilah yang
sering kali berbeda antara satu individu dengan
individu lainnya. Beberapa ahli, menanggap bahwa
pola pikir kewirausahaan adalah pola pikir yang
didominasi oleh karakteristik otak kanan. Mereka
22
yang dominan otak kanannya, cenderung dianggap
sebagai seseorang yang lebih spontan, berani
bergerak, berpikir holistik dan lain-lain. Berikut
adalah peta perbedaan antara otak kiri dan otak
kanan

Tabel Otak Kiri dan Otak Kanan

Otak kiri Otak kanan


Terkait IQ Terkait EQ
Intrapersonal, self centric Interpersonal, other-centric
Kognitif, logis Afektif, intuitif
Analistik Artistik
Kuantitatif Kualitatif
Realistis Imajinatif
Aritmatik Spasial
Verbal, tertera Visual, lambang
Eksplisit Implisit
Segmental Holitisk
Fokus Difus
Serial, linier Paralel, lateral
Terencana, cautions Tak terencana, implusive
Mencari perbedaan Mencari persamaan

23
Bergantung waktu Tak bergantung waktu
(Santosa, 2011:XXVIII)

Berbasis penjelasan dimuka, tampak bahwa


terdapat perbedaan antara mereka yang memiliki
dominasi otak kanan dan kiri. Namun demikian,
tulisan ini tidak hendak mengupas lebih dalam
tentang perbedaan tersebut, hanya ingin
menegaskan saja bahwa masing-masing individu
cenderung memiliki pola pemikiran yang
cenderung ke dominan di inventori otak kiri
ataupun kanan.
Praktik kewirausahaan, dalam beberapa
hal, diidentikkan sebagai kegiataan yang banyak
menggunakan inventori otak kanan seperti
imajinasi, kegiatan yang terkadang impulsive,
kreatif dan lain-lain. Peta ini, dapat menjadi
berguna bagi kita untuk berintrospeksi diri, yaitu
melihat ke diri sendiri dan bertanya apakah saya
selama ini terlalu banyak perhitungan, sehingga
tidak berani melangkah?, apakah saya selama ini

24
telalu detail dan kaku, sehingga kurang spontan?
Pertanyaan seperti ini menjadi menarik,
mengingat sifat psikologis kewirausahaan adalah
hal-hal yang cenderung berani, spontan, intuitif,
imajinatif dan mengedepankan kreativitas. Hal ini,
kemudian berlaku pula pada praktik
kewirausahaan sosial

Kewirausahaan Sosial
Terminolog kewirausahaan sosial memiliki banyak
definsi. Seorang ahli menyatakan bahwa
kewirausahaan sosial adalah sebuah proses yang
melibatkan aplikasi inovatif dan kombinasi
sumber-sumber untuk memperbesar kesempatan
dalam rangka mengkatalisasi perubahan sosial dan
atau menyelesaikan masalah sosial (Mair & Marty,
2006:37 dalam London, 2010:8).
Gerakan kewirausahaan sosial beberapa
tahun terakhir ini telah menjadi sebuah gerakan
global yang mendunia (Bornstein 2006, Nicholls,
2008). Selain itu, gerakan ini ternyata mulai marak
25
berkembang juga di Indonesia. Majalah SWA
(swa.co.id diunduh 6/3/2011) menyatakan bahwa
kewirausahaan sosial kian terbukti mampu
menyembuhkan berbagai penyakit sosial seperti
kemiskinan, keterbelakangan dan kesehatan
masyarakat. Hal ini berarti bahwa gerakan
kewirausahaan telah semakin diyakini mampu
memberikan harapan dan manfaat bagi
masyarakat luas.
Artikel yang ditulis oleh Haryadi dan
Waluyo (2006) mengupas perjalanan LSM Bina
Swadaya yang dikenal sebagai pelopor
kewirausahaan di Indonesia. Gerakan ini dianggap
mendobrak pemikiran lama yang memisahkan
aktivitas kewirausahaan dengan gerakan bermisi
sosial. LSM Bina Swadaya adalah salah satu
pelopor gerakan yang berhasil menyatukan usaha
sosial dan bisnis. Artinya telah lahir sebuah model
usaha yang belum pernah dilakukan oleh aktivis
lain di Indonesia sebelumnya.

26
Kajian terkait kewirausahaan sosial juga
mulai marak dilakukan oleh para peneliti. Kajian
dari Lumpin (2010) menyatakan bahwa proses
kewirausahaan yang dilakukan dalam kerangka
aktivitas kewirausahaan sosial, tidak jauh berbeda
dengan proses kewirausahaan bisnis. Artinya, ini
adalah sebuah model kewirausahaan baru yang
belum banyak dilakukan orang sebelumnya, yaitu
menggabungkan tujuan sosial dan aktivitas/pola
pikir kewirausahaan yaitu menggunakan daya
kreativitas dan inovasi. Kajian selanjutnya dari
Zoltan, dkk (2010) menyatakan bahwa
kewirausahaan sosial memiliki kemiripan dengan
gerakan philantropis, yang sama-sama bergerak
untuk penciptaan nilai sosial yang
berkesinambungan. Praktik dan telaah lainnya
terkait kewirausahaan sosial yangdilakukan oleh
M. Yunus (2010) yang kemudian dituangkan
dalam buku Bisnis Sosial (Sistem Kapitalisme Baru
yang Memihak Kaum Miskin). Melalui kajiannya, ia

27
membedakan antara bisnis sosial dengan
kewirausahaan sosial.

28
BAB 2
Pembangunan Sosial
Paradigma dalam memandang praktik
pembangunan

Bab ini akan diawali dengan tulisan dari Rachbini1

Pengembangan sumber daya manusia akhir-akhir


ini menjadi perhatian para pakar ilmu ekonomi.
Teori-teori ekonomi tentang investasi dan kapital
mulai mengalami perubahan setelah terbukti
bahwa sumber daya manusia memainkan peranan
paling vital dalam pembangunan ekonomi. Banyak
negara industri maupun negara industri baru
memusatkan perhatiannya pada investasi sumber

1
Rachbini, Didik J. 2001. Pembangunan Ekonomi
29
daya manusia karena terbukti merupakan faktor
yang signifikan.

Berkaca pada tulisan dimuka, tampak jelas bahwa


semakin disadari pentingnya pembangunan aset-
aset yang berbasis sumber daya manusia.
Pemahaman ini menjadi semakin penting

Kajian terkait dengan pembangunan adalah


sebuah kajian yang luas serta memiliki titik pijak
yang berbeda-beda. Fakih (2009) menjelaskan
bahwa sedikitnya terdapat empat paradigma yang
sering kali dijadikan pijakan untuk menelaah isu
pembangunan, yaitu paradigma fungsionalis,
paradigma interpretatif, paradigma humanis
radikal dan paradigma radikal. Berikut ini secara
umum akan diuraikan

30
Paradigma Fungsionalis

Paradigma yang pertama akan dikupas pada


kesempatan ini adalah fungsionalis. Ini adalah
paradigma yang paling sering digunakan, dan
berakar kuat pada sosiologi keteraturan.
Paradigma ini pada dasarnya berusaha
menerapkan metode pendekatan pengkajian
masalah sosial dan kemanusiaan dengan cara yang
digunakan ilmu alam dalam memperlakukan
objeknya (Fakih, 2009:32). Artinya, semua
dikembalikan pada upaya untuk menghasilkan
keadaan yang harmonis dan teratur.

Para penganut paradigma ini, akan menganggap


bahwa pembangunan adalah sebuah proses yang

31
A. Paradigma Interpretatif

Fakih (2009:33) menjelaskan terkait paradigma


interpretatif sebagai berikut:

Mereka ingin memahami kenyataan sosial


menurut apa adanya, yakni mencari sifat paling
dasar dari kenyataan sosial menurut pandangan
subjektif dan kesadaran seseorang yang langsung
terlibat dalam peristiwa sosial bukan menurut
orang lain yang mengamati

B. Paradigma Humanis Radikal

Pandangan dasar yang penting bagi humanis


radikal adalah bahwa kesadaran manusia telah
dikuasai atau dibelenggu oleh suprastruktur
ideologis yang ada di luar dirinya yang
menciptakan pemisahan dirinya dengan kesadaran
yang murni (alienasi), atau membuatnya dalam
kesadaran palsu (false consciousness) yang

32
menghalanginya mencapai pemenuhan dirinya
sebagai manusia sejati (Fakih, 2009:34)

Karena itu, agenda utamanya adalah memahami


kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya
dari semua bentuk tatanan sosial yang
menghambat perkembangan dirinya sebagai
manusia (Fakih, 2009:34). Prinsipnya

C. Paradigma Struktural Radikal

Mereka menekuni dasar-dasar hubungan sosial


dalam rangka menciptakan tatanan sosial baru
secara menyeluruh (Fakih, 2009:35). Pemikiran ini
menuntut upaya-upaya penciptaan tatanan sosial
baru.

Pembangunan
Terminologi pembangunan adalah sebuah istilah
yang memiliki makna yang sangat luas dan
33
multidimensional. Upaya untuk memahaminya,
memerlukan kesabaran dan juga kajian dari
beragam definisi.
Peet (1999:1) menjelaskan pembangunan
(Development) sebagai using the productive
resources of society to improve the living conditions
of the poorest people. In its weaker sense,
Development means more of everything for
everyone in the context of a lot more for a few.
Melalui definisi tersebut, terlihat bahwa proses
pembangunan merupakan sebuah proses yang
menggunakan sumber daya produktif untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi hidup
(kehidupan), terutama kaum menengah ke bawah.

Berdasarkan telaah penulis terhadap beberapa


teori pembangunan, pada tulisan ini penulis
merujuk pada konsep dari Corale Bryant & Louise

34
G. White2 yang menyatakan bahwa pembangunan
(development) adalah peningkatan kemampuan
orang untuk mempengaruhi masa depannya.
Artinya bahwa proyek dan program-program
bukan saja perlu membuahkan perubahan-
perubahan yang fisik dan konkrit, melainkan juga
perlu menghasilkan hal-hal semacam itu dengan
cara tertentu sehingga rakyat memperoleh
kemampuan yang lebih besar untuk memilih dan
memberikan tanggapan terhadap perubahan-
perubahan tersebut. Ini berarti bahwa perubahan
yang terencana harus memperhatikan potensi
individu-individu disamping mempertahikan
otonomi mereka sebagai pribadi-pribadi3.

2
Coraile Bryant & Louise G. White.1989. Manajemen
Pembangunan untuk Negara Berkembang (judul asli; Managing
Development in the third World. LP3ES. Cetakan kedua, Januari.
Halaman 21
3
Abdul Said dan Brady Tyson, Education and Development; The
Emerging Dialoge, Harvard Educational Review 1981, dalam
ibid 1989.
35
Pemahaman dimuka berimplikasi pada cara
pandang (frame of thinking) bahwa titik berat
pembangunan (development) adalah pada sisi
pembangunan manusia, dan bukan hanya
bangunan/sarana dan prasarana fisik semata.
Sebuah tujuan yang mulia tentu saja, walaupun
tidak sederhana dalam implementasinya. Namun
paling tidak gagasan ini juga sudah melengkapi
diri dengan perangkat konsep pendukung, untuk
tidak menjadikannya sebuah pikiran yang
mengawang-awang. Berikut lanjutannya4,
pembangunan sebagai suatu peningkatan
kapasitas untuk mempengaruhi masa depan
mempunyai beberapa implikasi tertentu. Pertama,
itu berarti memberikan perhatian terhadap
kapasitas, terhadap apa yang perlu dilakukan
untuk mengembangkan kemampuan dan tenaga
guna membuat perubahan. Kedua, ia mencakup
keadilan (equity), perhatian yang berat sebelah

4
Ibid, hal 22
36
kepada kelompok tertentu akan memecah belah
masyarakat dan mengurangi kapasitasnya. Ketiga,
penumbuhan kuasa dan wewenang dalam
pengertian bahwa hanya jika masyarakat
mempunyai kuasa dan wewenang tertentu maka
mereka akan menerima manfaat pembangunan.
Dan akhirnya pembangunan berarti perhatian
yang bersungguh-sungguh terhadap saling
ketergantungan di dunia serta perlunya menjamin
bahwa masa depan dapat ditunjang
kelangsungannya. Kapasitas apapun yang tercapai
akan cepat punah, kecuali jika kita mengetahui dan
menangani masalah-masalah kelangkaan dan
keterbatasan sumber-sumber daya yang ada.

Sehingga, bagaimanapun kerangka teoritisnya,


teori pembangunan haruslah menjadi sebuah daya
dorong utama bagi humanisasi manusia, bukan
sebaliknya. Teori pembangunan haruslah menjadi
daya pijak yang kokoh bagi pengambilan
keputusan yang berbasis kepentingan rakyat

37
banyak. Selanjutnya, teori pembangunan akhirnya
harus menjadi bahan pertimbangan untuk terus
menerus berpikir dan menggali potensi lokal yang
memang telah disediakan oleh Sang Maha Pencipta
untuk dikembangkan demi kepentingan
masyarakat yang lebih luas.

38
BAB 3
Aplikasi Pola Pikir Kewirausahaan Sosial

Bab ini seyogianya dapat menjadi bab yang


menarik. Menarik karena menurut pribadi penulis,
adalah seorang wirausaha sosial adalah bentuk
kesuksesan. Seorang mahasiswa yang lulus dengan
pola pikir kewirausahaan sosial adalah sebuah
benuk kesuksesan dari proses pendidikan yang
dijalaninya.

Berbicara tentang kesuksesan, selalu menjadi isu


yang menarik. Menarik, mengingat setiap orang
ingin meraih kesuksesan. Bagaimana sukses dalam
kacamata kewirausahaan? Tentu ini juga hal yang
menarik untuk di kaji. Kewirausahaan, adalah hal
terbangun dari dua aspek besar yaitu pola pikir
dan pola tindak. Kesuksesan kewirausahaan,
dengan demikian adalah keberhasilan yang

39
melibatkan kedua hal tersebut.

Pola pikir kewirausahaan identik dengan


kegigihan, keberanian untuk mengambil resiko,
rasa urgenitas yang tinggi untuk selalu berkreasi,
daya inovasi yang tinggi dan lain-lain. Ini adalah
'rasa'. Ini adalah 'jiwa' yang menemani dan
membentuk cara kita berpikir dan menanggapi
respon. Pola pikir kewirausahaan akan
membentuk jiwa yang tanggap terhadap
tantangan, melihat masalah sebagai peluang,
melihat kompetisi sebagai ajang peningkatan diri.
Pola pikir kewirausahaan adalah panggilan hati
untuk selalu bertindak dan berpikir jernih
menyikapi berbagai tantangan kehidupan.

Ini adalah jiwa yang tidak bisa diam. Ini adalah


dorongan untuk selalu berpikir, "apa lagi ya","apa
yang bisa saya lakukan agar hidup saya lebih baik
lagi","apa yang bisa saya kerjakan untuk lebih
bermanfaat bagi orang lain?" dan sebagainya. Oleh
40
karena itu, bagi penulis, seseorang sudah dapat
disebut sukses jika sudah memiliki jiwa seperti ini.
Jiwa yang tidak mudah menyalahkan keadaan atas
kebelumtercapaian target-targetnya. Jiwa yang
tidak mudah membenci orang lain yang sudah
lebih maju.

Aspek kedua adalah pola tindakan. Pola tindakan


spontan namun terukur, gesit namun teliti adalah
ciri action pattern of entrepreneurship. Ini adalah
serangkaian gerakan sistematis yang mampu
membesarkan usaha, memandirikan jiwa pribadi
dan sekaligus bermanfaat bagi orang lain. Intuisi
untuk menghasilkan sesuatu yang baik baik, telah
secara otomatis inheren dan prilaku sehari-hari.
Perhitungan yang cermat, serta keberanian
bertindak dalam kabut ketidakpastian adalah
karakter selanjutnya, yang menunjukkan apakah
seseorang sudah memiliki pola tindak
kewirausahaan atau belum.

41
Maka kesuksesan kewirausahaan tidak hanya
diukur dengan uang. Tidak ada nilainya, uang jika
hasil dari berbuat curang, atau menyakiti pihak
lain. Tidak ada maknanya profit besar jika
membohongi pelanggan dan menyengsarakan
orang banyak. Sukses kewirausahaan adalah
padanan integritas antara kata dan perbuatan,
antara nilai/norma dan prilaku. Ini adalah
keseimbangan langkah, dan kejernihan pikiran.

Sukses kewirausahaan adalah lompatan dari


kebelumberhasilan yang satu ke
kebelumberhasilan lainnya tanpa kehilangan
antusiasme. Sukses kewirausahaan adalah
kegigihan untuk terus berjalan ketika yang
lain sudah berhenti.

42
Pesismisme dan Kewirausahaan Sosial5

Ketika pesimisme menyebar karena melihat


masalah sosial yang masih sangat banyak disekitar
kita, tingkat kesejahteraan yang belum sesuai
harapan, beragam kebutuhan yang belum
terpenuhi dan berjuta potensi yang belum
dikembangkan, maka mudah sekali bagi warga
negara untuk duduk diam dan menggerutu.

Bagaimana sebaiknya mensikapinya?


Tentunya, setiap kita berhak punya pendapat,
pemikiran dan akhirnya tindakan masing-masing
terkait hal ini. Apakah itu ikut menyalahkan, tidak
peduli ataupun berbuat sesuatu yang berbeda.
Hemat penulis, adalah bijak untuk selalu berniat
belajar dan mencoba hal-hal yang baru. Salah satu
pelopor kewirausahaan sosial di Inggris,
Soutcombe menyatakan bahwa peran Negara

5
Tulisan ini pernah dimuat oleh penulis di innovation-
thinking.blogspot.com
43
(state) sudah semakin ringan dan berkurang. Hal
ini disebabkan karena lebih dari 55000 warga
negaranya telah menjadi wirausaha sosial. Ini
adalah bukan gerakan anti pemerintah, namun
gerakan yang dilakukan dengan penuh kesadaran
bahwa sangat sulit bagi suatu Negara untuk dapat
memenuhi kebutuhan dan kepentingan seluruh
warga negaranya. Artinya, perlu ada dukungan
dari bawah (bottom up) terkait usaha pemenuhan
kebutuhan dan kepentingan tersebut.

Oleh karena itu bergeraklah mereka di berbagai


bidang, seperti penerbitan untuk dan oleh sesama
tunawisma, organisasi yang mendukung
perdangangan yang adil, usaha mengaktifkan
broadband internet sendiri, usaha menjadikan
desa wisata, perbankan berbasis kewirausahaan
sosial dan lain-lain. Artinya, inilah era dimana
warga Negara dapat jauh lebih terlibat urusan
kesejahteraan sosial bangsanya. Inilah jaman
kewirausahaan sosial, dimana semangat untuk
44
memecahkan masalah sosial dan memenuhi
kebutuhan warga dan lingkungan sosial terdekat
sudah semakin tidak dapat dibendung. Pola yang
dilakukanpun tidak lagi seperti dulu, yaitu
beramai-ramai membuat proposal dan
mengajukan ke lembaga donor atau menunggu
hibab/bantuan sosial.

Gerakan kewirausahaan sosial adalah


sebuah proses yang dilakukan oleh warga negara
dengan membangun atau mentransformasi
institusi untuk meningkatkan solusi pada
permasalahan sosial, seperti kemiskinan, penyakit,
kesulitan baca tulis, kerusakan lingkungan,
pelanggaran hak asasi dan korupsi, dalam rangka
membangun kehidupan yang lebih baik bagi
semua (Bornstein & Susan, 2010). Atau oleh ahli
lain, dikatakan bahwa kewirausahaan sosial
adalah sebuah proses yang melibatkan aplikasi
inovatif dan kombinasi sumber-sumber untuk
memperbesar kesempatan dalam rangka
45
mengkatalisasi perubahan sosial dan atau
menyelesaikan masalah sosial (Mair & Marty,
2006p37 dalam London, 2010:8).

Gerakan kewirausahaan sosial beberapa


tahun terakhir ini telah menjadi sebuah gerakan
global yang mendunia (Bornstein 2006, Nicholls,
2008). Kajian dari SWA (swa.co.id diunduh
6/3/2011) menyatakan bahwa kewirauasahaan
sosial kian terbukti mampu menyembuhkan
berbagai penyakit sosial seperti kemiskinan,
keterbelakangan dan kesehatan masyarakat. Hal
ini berarti bahwa gerakan kewirausahaan telah
semakin diyakini mampu memberikan harapan
dan manfaat bagi masyarakat luas.

Artinya, tanpa kita sadari, di dunia ini telah


terbentuk suatu gerakan yang berasal dari
prakarsa masyarakat, untuk memecahkan
masalahnya sendiri, dan juga memenuhi
kebutuhannya sendiri. Dan tanpa kita ketahui,
46
telah hadir ribuan aktor pemrakarsa yang tidak
bisa hanya diam saja melihat kondisi disekitarnya
jauh dari ideal. Hadirnya gerakan kewirausahaan
sosial ini, secara umum di dukung oleh dua hal
yaitu belum efektifnya pelayanan publik (sehingga
mendorong warga untuk bergerak mandiri), dan
juga meningkatnya tingkat pendidikan
masyarakat, sehingga mampu mendorong
pendayagunaan informasi secara mobilisasi kreatif
dari sumber daya yang ada.

Penggunaan istilah kewirausahaan, pada


terminologi kewirausahaan sosial, mengacu pada
daya kreasi, inovasi serta keberanian untuk
mendobrak hal-hal yang sebelumnya sudah
dianggap mapan, dan aspek-aspek yang
sebelumnya dikesankan tidak boleh disentuh. Ini
adalah dorongan untuk menghasilkan solusi yang
belum pernah terpikirkan sebelumnya, serta
sebuah gerakan mobilisasi sumber daya yang
memaksimalkan sekecil apapun potensi yang ada.
47
Banyak kota di Indonesia yang sudah
semakin menunjukkan geliat kewirausahaan
sosial. Sehingga tidak salah kiranya jika kita
memupuk asa bahwa banyak masyarakat pada
khususnya dapat menyingsingkan lengan baju
untuk bergerak membangun wilayahnya sendiri.
Faktanya, saat ini telah banyak gerakan
menimbulkan harapa besar seperti gerakan
masyarakat sadar lingkungan (pendaur ulang
sampah), kampung-kampung wisata, komunitas
pencinta anak jalanan, kelompok pembangkit
listrik tenaga air, pendidikan anak luar sekolah
dan lain-lain yang kontribusinya terhadap derap
pembangunan tidak dapat dipandang sebelah
mata. Inilah cikal bakal gerakan yang diharapkan
mampu menjadi patner pemerintah dalam usaha
memenuhi kebutuhan warga perkotaan.

Gerakan ini sudah lebih mandiri, dengan


keyakinan bahwa usaha dengan tujuan manfaat
48
sosial dapat digabung dengan pemanfaatan pasar
dalam kerangka bisnis. Artinya, aktivitas bisnis
dilakukan untuk menunjang aktivitas yang
bertujuan sosial. Inilah menurut penulis, salah satu
harapan akan terselesaikannya berbagai masalah
sosial yang belum tersentuh pemerintah dan
terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang belum
dapat diejawantahkan oleh pemegang kekuasaan.

Jika peserta didik sejak kecil dapat dijejali


dengan mata pelajaran sejarah, PPKN, lingkungan
alam dll, maka kenapa tidak mereka juga
dikenalkan dengan kewirausahaan sosial, yang
berpontensi memberikan dampak positif terhadap
masa depan mereka atau masa depan bangsa?
Artinya, mari buka wawasan dan pemikiran
seluas-luasnya. Jika ternyata para siswa SMK
mampu berkarya (ketika diberikan kesempatan),
maka tentu berbagai siswa yang lain juga akan
memiliki kemampuan yang sama, jika diberikan
pendidikan kewirausahaan secara sistematis.
49
Sehingga, bukan tidak mungkin jika segera
muncul generasi baru yang berjiwa wirausaha
sosial. Ini adalah sebuah generasi yang punya
pemikiran solutif untuk beragam masalah sosial,
punya pemikiran inovatif untuk pengembangan
potensi yang ada di masyarakat dan lain-lain. Ini
adalah generasi yang dapat diharapkan sebagai
pelanjut tongkat pembangunan di masa depan.
Tidak mudah untuk mewujudkanya, namun juga
bukan sesuatu yang tidak mungkin.

Penelitian Hery Wibowo, dkk (2013) telah


menunjukkan fakta bahwa sebuah gerakan
berbasis komunitas yang bernama komunitas
sahabat kota, telah berhasil berkontribusi besar
bagi pembangunan kota. Tidak sepenuhnya pada
pembangunan fisik, namun lebih kepada
pembangunan jiwa kreatif dan inovatif anak-anak
penduduk kota. Mereka secara berkelanjutan
menawarkan dan memberikan pendidikan
alternative bagi anak-anak untuk lebih mengenal
50
dunia di sekitarnya dan terutama mengenal kota di
mana mereka tinggal. Sungguh sebuah langkah
nyata yang menginspirasi dan perlu ditiru oleh
generasi muda lainnya.

51
BAB 4
KEWIRAUSAHAAN SOSIAL:
TELAAH LEBIH LUAS

Berikut ini adalah beberapa tulisan lepas disengaja


dimuat dalam buku ini untuk menambah
pemahaman tentang pola pikir kewirausahaan
sosial ataupun pembangunan sosial. Beberapa
tulisan pernah dimuat di kolom OPINI Pikiran
Rakyat maupun blog pribadi penulis. Tulisan
tersebut tetap dimasukkan ke dalam buku karena
dianggap relevan dan mampu memperkaya topik
yang dikupas secara khusus dalam buku
ini.Beberapa tulisan lainnya murni dibuat untuk
kepentingan buku ini.

Adapun contoh kota yang diangkat pada artikel-


artikel singkat di bawah ini adalah kota Bandung.

52
Selain karena memang penulis tinggal di kota
Bandung, secara keseharian kota Bandung juga
sering terobservasi melalui aktivitas sehari-hari,
oleh karena itu tepat kiranya jika kota Bandung
diangkat menjadi contoh kajian pola pikir
kewirausahaan sosial maupun proses
pembangunan sosial.

4.1 Bandung Teknopolis6

Tahun 2016 diyakini menjadi tahun awal


pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur besar di
kawasan Gedebage (Pikiran Rakyat, 7/3/2015).
Artinya, Jika tidak ada aral melintang, kota
Bandung akan memiliki pusat pengembangan
teknologi terpadu atau dinamakan Bandung
teknopolis. Bahkan jika tidak ada hambatan yang
berarti, sesuai arahan Presiden Jokowi, peletakan
batu pertama akan dilakukan pada bulan April
2005 di wilayah Bandung Timur, sebagai salah

6
Tulisan ini pernah dimuat dalam koran Pikiran Rakyat Maret
2015
53
satu rangkaian acara Konferensi Asia Afrika 2015
(Pikiran Rakyat, 27/2/2015). Inilah pertanda
bahwa proyek
ambisius berbiaya
trilyunan rupiah akan
Berpikir apresiatif
segera dimulai bukan berarti
ditengah beragam menafikan apa
yang negatif.
permasalahan kota
Bukan
yang masih mendera. membutakan diri
terhadap
Pikiran Apresiatif kelemahan dan
jugabukan tidak
Tidak dapat mengakui
kekurangan. Sebab
dipungkiri bahwa
setiap orang pasti
Kota Bandung saat ini pernah salah dan
masih memiliki setiap sistem
organisasi/institusi
sejumlah pekerjaan
pasti pernah
rumah seperti banjir, mengalami
kemacetan, jalan kegagalan.

rusak, PKL dan lain-


lain.Belum lagi
masalah-masalah soft side seperti aksi pornografi,
54
narkoba, begal, gank motor dan lain-lain. Maka,
wajar jika muncul sebuah pertanyaan, benarkan
proyek ambisius teknopolis akan mengatasi
semuanya? Sudah tepatkah trilyunan rupiah dana
rakyat diarahkan untuk membangun pusat
pengembangan teknologi tersebut? Apakah hal ini
tidak akan disorot menjadi pengalih perhatian
terhadap masalah yang ada? Atau apakah
pemerintah kota Bandung menafikan realita yang
ada? Atau jangan-jangan, ini hanya akan
mengulang kasus PTDI yang sangat ambisius
membangun industri pesawat, pada saat
pembangunan saat itu belum saatnya lepas
landas?

Whitney & Trosten (2007)mengajarkan


kita untuk memandang sebuah kondisi atau
persoalan dengan cara yang berbeda, yaitu dengan
pikiran apresiatif. Berpikir apresiatif bukan berarti
menafikan apa yang negatif. Bukan membutakan
diri terhadap kelemahan dan jugabukan tidak

55
mengakui kekurangan. Sebab setiap orang pasti
pernah salah dan setiap sistem organisasi/institusi
pasti pernah mengalami kegagalan. Maka, berpikir
apresiatif adalah upaya menghargai apa yang ada
pada diri kita, dan menaruh fokus pada apa yang
terbaik dari manusia dan sistem manusia seperti
organisasi dan masyarakat.

Melalu kacamata pikiran apresiatif maka


dapat dilihat bahwa rencana pembangunan
Bandung Teknopolis bukan berarti menafikan
masalah yang ada. Alih-alih demikian,
Pembangunan ini adalah upaya pengembangan
secara optimal potensi kota yang dimiliki.
Prinsipnya adalah, jika pemerintah kota terlalu
berkonsentrasi pada penyelesaian masalah saja,
maka hal tersebut hanya akan membawa kita pada
hasil yang rata-rata (yaitu terselesaikannya
masalah tersebut). Sebaliknya, jika pembangunan
diarahkan pada potensi/kelebihan (anugerah yang
dimiliki), maka akan membawa kita pada capaian

56
yang di atas rata-rata, sehingga pada saatnya akan
dapat sekaligus
memperbaiki masalah
yang ada. Sumber daya
berbasis potensi
Beragam hal lokal yang
seperti banyaknya dikembangkan
dengan pesat
jumlah perguruan
(competitive
tinggi, dinamika advantage),
kreativitas anak muda seyogianya akan
dapat
Bandung, walikota
memberikan
yang pro terhadap keuntungan yang
teknologi adalah berlipat, karena
belum tentu
beberapa potensi yang
dapat dilakukan
dijadikan alasan oleh kota lain
penguat untuk yang memiliki
ragam potensi
terbangunnya kota yang berbeda.
yang akrab dengan
teknologi. Keberanian
untuk memutuskan
mengembangkan potensi, alih-alih hanya

57
menyelesaikan masalah, adalah sebuah langkah
yang sangat taktis. Sumber daya berbasis potensi
lokal yang dikembangkan dengan pesat
(competitive advantage), seyogianya akan dapat
memberikan keuntungan yang berlipat, karena
belum tentu dapat dilakukan oleh kota lain yang
memiliki ragam potensi yang berbeda. Sehingga,
pada waktunya, dapat menolong APBD yang
membawa peningkatan kesejahteraan warga
Bandung.

Einstein bertahun-tahun yang lalu telah


mengingatkan bahwa adalah sebuah kegilaan
berusaha memecahkan masalah yang berbeda
dengan cara yang sama. Artinya, dibutuhkan cara
yang baru dan berbeda untuk menghadapi
permasalahan yang semakin kompleks dan
berkembang. Jika selama sepuluh dua puluh tahun
ke belakang kota Bandung telah dibangun melalui
cara-cara yang cenderung inside the box dan
menghasilkan capaian yang normal, maka kiranya

58
kini dibutuhkan pendekatan yang out of the box

59
sehingga menghasilkan capaian yang abnormal

60
dan diatas rata-rata.Kasali (2014) mengingatkan

61
bahwa pernyataan terkenal dari Charles Darwin

62
yaitu survival of the fittest dalam karyanya the
Origin of Species, telah sepatutnya dirubah menjadi
survival of the fastest.
Artinya,pada era teknologi
komunikasi dan globalisasi
Tulisan
ini, siapa yang paling cepat Opini dari
(berubah, bertindak, Budi Rajab
(Pikiran
berkolaborasi, berkarya)
Rakyat,
adalah yang dapat bertahan 6/3/15)
dan berkembang. menyataka
n bahwa
Sebaliknya, mereka yang kota
lamban, loyo, malas berubah Bandung
harus
serta tidak lincah akan
semakin
tergilas perkembangan realistis
jaman. Rencana dalam
melihat aksi
pembangunan Bandung
urbanisasi
Teknopolis adalah sebuah sebagai
harapan sekaligus sesuatu
yang tidak
tantangan.Ini adalah terelakkan
jawaban terhadap

63
keharusan pemerintah kota Bandung untuk
bertindak cepat (fast) dan berinovasi dengan
strategi baru (out of the box) untuk menghadapi
tantangan yang semakin kompleks.

Silicon Valley

Gagasan Bandung Teknopolis, kurang lebih


berkaca pada keberhasilan pusat pengembangan
teknologi Silicon Valley di Amerika. Kajian dari
Sanexian (1999) memaparkan fakta bahwa Silicon
Valley telah menjadi penampungan baru bagi
tenaga kerja profesional China dan India, serta
telah pula menjadi sumber ekonomi baru yang
signifikan bagi California, Bay Area dan San
Fransisco. Studi Castilla dkk menjelaskan bahwa
salah satu kekuatan Silicon Valley adalah jaringan
sosialnya, yang memberikan pengaruh yang besar
pada pergerakan tenaga kerja, evolusi pengaruh
dan kekuasaan serta produksi inovasi.Artinya,
melalui Silicon Valley telah terbentuk sebuah pusat
aktivitas dan perekonomian baru yang juga
64
menjadi solusi bagi membludaknya tenaga
kerja/urbanisasi.

Tulisan Opini dari Budi Rajab (Pikiran


Rakyat, 6/3/15) menyatakan bahwa kota Bandung
harus semakin realistis dalam melihat aksi
urbanisasi sebagai sesuatu yang tidak terelakkan.
Area Gedebage sebagai bagian dari platform
Bandung Teknopolis tampaknya dapat menjadi
win-win solutions bagi pengembangan ekonomi
dan upaya mengatasi fenomena urbanisasi.

Agility

Sejujurnya, Bandung belum memiliki cukup


pengalaman untuk membangun sentra industri
berteknologi tinggi.Silicon Valley sendiri, berdiri
setelah melalui riset yang panjang dan cermat
terkait kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancamannya oleh Standford University (kajian
Adam, 2003) sehingga dapat berprestasi seperti
sekarang ini.Namun demikian, visi tetaplah

65
visi.Sehingga walaupun tanpa riset yang
mendalam, komprehensif dan waktu kajian yang
panjang-, rencana tetap harus dilanjutkan karena
kebutuhan begitu mendesak.Maka, yang
diperlukan adalah pemimpin bermental singa
untuk bisa menghadapi ribuan masalah yang
mungkin menghadang pada era ketidakpastian
ekonomi dan politik yang sedang dihadapi
Indonesia saat ini.

Meminjam istilah dari Johanses (Kasali,


2014), saat ini kita sedang menghadapi jaman
yang semakin bergejolak, berubah-ubah (volatily),
memiliki ketidakpastian yang tinggi (uncertanity),
saling berhubungan dan saling tergantung
(complexity) serta menimbulkan keragu-raguan
(ambiguity).Maka, untuk mengatasinya diperlukan
pemimpin bermental singa yang mampu
menerjang setiap hambatan dengan mental baja.
Riuh rendah pujian, cemoohan dan bahkan
makian, berpotensi akan mengiringi pemimpin

66
kota Bandung ketika membangun Teknopolis.
Hingga, mental singa dan level ketangkasan
(agility) akan menjadi faktor penentu
keberhasilan.

Pemerintah kota Bandung dalam hal ini,


setidaknya dapat mempertimbangkan tiga
kategori ketangkasan (agility) untuk membangun
Bandung Teknopolis. (1) Strategic agility, adalah
pemahaman untuk mengajak kita berpikir, apakah
ingin bertahan dalam game lama dari tahun ke
tahun, atau mengambil langkah berani untuk
berubah haluan. Keputuan membangun Bangun
Teknopolis merupakan langkah berani untuk
berubah haluan dan mengambil lompatan yang
jauh ke depan. (2) Portfolio agility adalah
ketangkasan dalam memindahkan atau menggeser
sumber daya yang dimiliki ke dalam salah satu
unit usaha. Pembangunan Bandung Teknopolis,
seyogianya merupakan sebuah keputusan untuk
memusatkan sumber daya potensial (khususnya

67
bidang teknologi informasi) untuk berkonsentrasi
di zona baru tersebut, di antara beragam potensi
lainnya yang dimiliki kota Bandung. Sementara
melalui pemahaman (3) Operasional agility,
pemerintah kota Bandung diingatkan untuk
membangun sumber daya manusia pendukung
yang tangkas untuk mengatasi tantangan harian
yang cenderung rutin dan berulang. Artinya,
semakin tidak dibutuhkan SDM yang lamban, loyo,
bermental dilayani serta berorientasi profit
pribadi untuk membangun kota teknopolis. Maka,
demi mewujudkan harapan bersama ini, sang
pemimpin dengan mental singanya- tak perlu
ragu untuk menyingkirkan mereka yang
berpotensi menghambat untuk keluar dari
lapangan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kondisi karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Beberapa uraian dimuka, perhatian khusus


kiranya perlu difokusnya demi tercapainya
Bandung Teknopolis yang sesuai harapan

68
bersama. Jaringan sosial (social networks) perlu
dibangun untuk menghasilkan sinergi antar
stakeholder . Selain itu perceived value yang positif
serta window of opportunity dari area ini perlu
dipromosikan untuk menarik minat vendor-
vendor besar bidang teknologi informasi untuk
berinvestasi. Tak lupa, perhatikan pula dampak
terhadap lingkungan alam sekitar seperti yang
diingatkan aktivitas Wahli kepada Walikota
Bandung (pada media ini), sehingga tidak justru
menjadikan bencana bagi masyarakat sekitar.

Ridwan Kamil (2014) melalui buku


barunya, menegaskan pentingnya aksi udunan
dari beragam komponen masyarakat, dalam setiap
perencanaan dan pengembangan program
kerja.Karena menurutnya, tidak ada perubahan
besar yang dapat dilakukan oleh individu seorang
diri.Maka, pelibatan sebanyak mungkin komponen
anggota masyarakat yang berpotensi memberikan

69
kontribusi positif, layak diperhitungkan sejak awal
untuk memberikan sense of belonging yang tinggi.

Akhir kata, adalah sebuah hukum alam


bahwa selalu terdapat kelebihan dan kekurangan
dari setiap rencana/program.Namun demikian,
sebuah keputusan yang presisi dan berpihak pada
rakyat, harus tetap diambil dan palu harus
diketok.Tidak mengambil keputusan, adalah
sebuah keputusan untuk membiarkan masalah
semakin menumpuk dan solusi semakin menjauh.
Maka, pilihan untuk mengakselerasi Bandung
membangun teknopolis adalah sebuah asa baru
bagi seluruh warga paris van java ini yang wajib
diperjuangkan.

70
4.2 Tekad untuk Teknopolis

Beberapa pekan ini, rencana pembangunan


Bandung Teknopolis seakan terus mendapatkan
serangan, baik dari para analis dampak lingkungan
maupun pihak-pihak lain yang menganggap
Bandung belum pantas memiliki teknopolis. Pada
sisi yang lain, penulis berpendapat bahwa upaya
untuk mewujudkan Bandung teknopolis adalah
sebentuk mimpi ataupun visi jangka panjang yang
pantas diperjuangkan.

Seyogianya, tidak pernah ada yang menyatakan


bahwa mewujudkan mimpi itu mudah.Namun juga
dengan izin dari Yang Maha Kuasa- tidak ada hal
yang mustahil untuk diwujudkan. Bandung
Teknopolis adalah sebuah mimpi besar dari
pemimpin kota Bandung, yang seyogianya juga
dapat menjadi mimpi bersama warga Bandung.

Berikut ini adalah kutipan status di wall Walikota


Bandung Ridwan Kamil:

71
Bandung Teknopolis adalah hadiah dari Bandung
untuk Indonesia, karena negara sebesar kita belum
punya kota berbasis inovasi. Ide ini terbengkalai
selama 10 tahun dan oleh Developer cenderung
hanya akan dijadikan perumahan. Sejak menjabat
jadi walikota, kawasan ini saya konsep ulang
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat
ke-2 Kota Bandung. Karena SDM di Bandung
sangat siap, maka dipilihlah pusat pertumbuhan
dengan konsep ICT Economy yang dapat menyerap
400 ribu lapangan kerja. Di Bandung Teknopolis
akan ada pusat riset, zona start up, kantor-kantor
inovasi, dan 2 danau besar yang masing-masing
luasnya 30 Ha untuk atasi banjir juga untuk
sumber air minum Bandung Timur. Untuk
mendukung pusat pertumbuhan baru, kantor-
kantor Pemkot akan pindah ke Bandung
Teknopolis. Akses baru dari pintu tol Exit 149,
konstruksinya akan dimulai tahun ini. Jadi akses
ke Stadion GBLA juga mudah. Dengan Bandung
Teknopolis ini, growth ekonomi Bandung yang jadi
72
salah satu terbaik di negeri ini 9% bisa naik double
digit, dan ujungnya untuk kemakmuran warga.

Pernyataan dimuka, sangat sesuai dengan konsep


transformational leadership theory (Bass & Avolio)
yang menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah
menginspirasi individu, mengembangkan
kepercayaan, mendorong prakarsa & kreativitas,
serta memastikan pertumbuhan pribadi.
Pernyataan yang terstruktur tersebut, merupakan
upaya menginspirasi warga kota dan aksi untuk
menggalang kepercayaan. Artinya, melalui
pernyataan tersebut, pemimpin sekaligus
membuka ruang diskusi interaktif untuk
mendorong prakarsa dan kreativitas warga untuk
berkomentar dan bertukar pikiran.

73
Perencanaan perkotaan, menurut
Friedmann dalam Pontoh (2009) adalah tidak
semata-mata
merupakan
persoalan
Perencanaan
instrumentasi perkotaan,
sasaran-sasaran menurut
secara efisien; Friedmann dalam
Pontoh (2009)
perencanaan
adalah tidak
perkotaan adalah semata-mata
juga suatu proses merupakan
yang memungkinkan persoalan
instrumentasi
masyarakat
sasaran-sasaran
menemukan masa secara efisien;
depannya. Artinya, perencanaan
sebuah perencanaan perkotaan adalah
juga suatu proses
kota yang inspiratif
yang
mutlak diperlukan, memungkinkan
demi membangun masyarakat
harapan dan asa menemukan masa
depannya

74
warga kota, terkait masa depan mereka di kota
yang ditinggali bersama.

Penduduk Masa Depan

Sejauh ini, telah banyak ramalan dari para ahli


yang mencoba memprediksi karakteristik
penduduk kota di masa depan. Salah satunya
adalah Kasali (2010) yang menyatakan bahwa
penduduk masa depan Indonesia dicirikan oleh
pendapatan per kapita yang akan mencapai
US$3000, kepemilikan HP lebih dari 180 juta di
mana setengahnya adalah smartphone, serta
lahirnya generasi tersambung (connected
generation) yang tidak dapat lepas dari instrumen
media sosial. Artinya, ini adalah generasi yang
haus akan teknologi baru, gagdet baru dan segala
aplikasi di dalamnya. Bukan hanya itu, generasi ini
juga memiliki kemampuan untuk
membelinya.Sehingga, komoditas yang dibutuhkan
adalah yang bersentuhan dengan kemajuan
teknologi, internet, virtual social media, dan lain
75
sebagainya yang notabene merupakan produk-
produk dari Bandung Teknopolis-, ketika kawasan
ini terwujud di kemudian hari.

Belajar dari yang lain

Upaya pembangunan yang berfokus


mengembangkan potensi, alih-alih memperbaiki
kelemahan, telah dicontohkan oleh
Singapura.Dengan prinsip Ekonomi di depan-
Politik di belakang, dalam dua puluh tahun
terakhir, Singapura telah menjelma menjadi
raksasa ekonomi yang patut diperhitungkan. Sang
pemimpin karismatiknya yang telah
meninggalkan kita semua- bukan anti kritik,
namun fokus pada misi. Bukan tidak
mendengarkan masukan, namun penuh perhatian
pada roadmap jangka panjang.

Seorang pemimpin akan selalu dikelilingi


oleh anak buah/subordinat, kolega, rekan ataupun
76
sejawat yang bermental penumpang (passanger
mentality) dengan karakteristik: boleh mengatuk
dan tertidur, cenderung menjadi beban orang lain,
tidak merasa perlu tahu arah jalan, serta tidak
dituntuk inisyatif ketika jalan
macet, serta cenderung
menyalahkan pengemudi jika Artinya, tidak
terjadi sesuatu. (Kasali, 2015). semua
cemoohan
Namun, pemimpin yang sekuat
harus
singa, perlu tetap didengarkan,
mempertahakan mental terlebih dari
pengemudi-nya (driver mereka yang
bermental
mentality), yaitu tidak boleh
penumpang
mengantuk, apalagi tertidur,
harus mengetahui arah dan
tujuan, berani mencoba jalan
baru, berinisyatif, bersedia melangkah dan
menjadi solusi bagi orang lain.

Artinya, tidak semua cemoohan harus


didengarkan, terlebih dari mereka yang bermental

77
penumpang.Maka, mentalitas pengemudi, sudah
selayaknya dimiliki pemimpin yang memegang
amanah besar untuk terus memperjuangkan
visinya. Sebab sekali visi goyah, ribuan orang akan
menjadi korban karena ketidakjelasan arah tujuan
sehingga dapat berakibat chaos.

Rambu Perkotaan.

Pada sebuah rencana pembangunan


wilayah kota secara masif, penting kira
memperhatikan rambu-rambu kota yang
berkesinambungan. Kota yang berkelanjutan,
setidaknya seyogianya memenuhi unsur-unsur
seperti Employment (ekonomi), Environment
(ekologi), Engagement (partisipasi), Empowerment
(pemberdayaan), Enforcement (penegakan
hukum), Enjoyment (Kenyamanan/kenikmatan),
Equity (Kesetaraan Hak), Energy Conservation,
Ethics of Development, dan Estetika Kota
(Budiharjo, 2014). Berbasis pernyataan dari
walikota di awal tulisan ini, pendirian Bandung
78
Teknopolis sedikit banyak telah sesuai dengan
konsep Kota Berkelanjutan. Artinya, rencana ini
dapat dieksekusi dan terus dikembangkan,
walaupun tentu dengan memperhatikan kajian
terkait dampak lingkungan, dampak sosial,
dampak ekonomi dari para pakar bidang-bidang
tersebut, agar tidak melukai salah satu rambu-
rambu konsep kota berkelanjutan.

Mengeksekusi sebuah strategi


pengembangan kota adalah sebuah pilihan.
Layaknya sebuah pilihan pada umumnya, pasti
terkandung di dalamnya kekuatan dan kelemahan.
Berdiri di atas potensi kota Bandung (sebagai kota
dengan kaum intelektual bidang IT yang
berlimpah), zona geografis yang dekat dengan
ibukota negara dan peluang pengembangan masa
depan yang menjanjikan (terkait globalisasi dan
kemajuan teknologi), adalah sebuah kekuatan dari
Bandung teknopolis yang patut diperhitungkan
dan layak diperjuangkan. Sehingga, auman

79
pemimpin yang sekeras singa dalam
memperjuangkan visinya untuk menyejahterakan
seluruh warga, adalah sesuatu yang sangat
berharga untuk didukung.

80
4.3 Proses Pembangunan dan Pikiran
Apresiatif
Pembicaraan
Anda membantu
menciptakan
Masyarakat saat ini
dunia Anda. sudah sangat bosan
Berbicaralah dengan komunikasi yang
cenderung defisit
tentang
ataupun negatif. Media
kebahagiaan, masa, sering membuat
bukan pernyataan negatif
ataupun provokatif
ketidakpuasan. sebagai headlines
Berbicaralah mereka. Para
komentator politik
tentang harapan,
misalnya, terlalu sering
bukan membicarakan sisi
keputusasaan. negatif dari
partai/pemimpin yang
Biarkan kata-
menjadi objek bahasan.
kata Anda
membalut luka,
bukan
menyebabkannya (William Martin, penafsir
modern kitab Tao Te Ching). Ucapan klasik
81
tersebut tampaknya pas dengan kondisi
masyarakat Indonesia saat ini yang sering
dibombardir dengan kalimat-kalimat negatif,
ataupun pernyataan-pernyataan yang provokatif.
Masyarakat saat ini sudah sangat bosan dengan
komunikasi yang cenderung defisit ataupun
negatif. Media masa, sering membuat pernyataan
negatif ataupun provokatif sebagai headlines
mereka. Para komentator politik misalnya, terlalu
sering membicarakan sisi negatif dari
partai/pemimpin yang menjadi objek bahasan.
Keluarga-kelurga di meja makan, terlalu sering
membahas masalah kesulitan ekonomi, anak yang
tidak mau belajar, harga sayur yang
membumbung, dan lain sebagainya. Karyawan
kantor hampir selalu membahas rendahnya upah
mereka, betapa tidak adilnya bos mereka, betapa
beruntungnya kerja di perusahaan lain dan lain-
lain. Sehingga se-positif apapun kita, jika setiap
hari dibombardir seperti itu, akan sulit sekali

82
melepaskan diri dari nuansa negatif dan wacana
defisit itu (Wibowo, 2010).
Padahal,
beragam kajian
menyatakan
bahwa
Berbagai penelitian
pembicaraan kita
psikologi menyimpulkan
membantu
bahwa manusia yang
menciptakan
selalu berpikir positif,
dunia kita. Jika
hidupnya akan jauh
setiap hari kita
lebih sehat dan bahagia
selalu
dibombardir
oleh berbagai
pernyataan
negatif, seperti Bandung lautan sampah, Bandung
penuh dengan masalah sosial, gepeng memenuhi
wajah kota Bandung, bantuan sosial
diselewengkan dan lain-lain, maka secara tidak
sadar, kita akan membentuk atmospher
komunikasi yang negatif, terutama di alam bawah
83
sadar kita. Dan parahnya, nuansa ini kemudian
mempengaruhi cara kita berkomunikasi sehari-
hari. Masyarakat berpontensi akan menjadi mudah
menyalahkan daripada menghargai, mencari
kambing hitam daripada memberikan apresiasi.
Komunikasi negatif, pada gilirannya akan
membuat persepsi bahwa apa yang dilakukan
pemerintah selalu salah, tidak tepat sasaran dan
lain-lain. Hal ini dapat membawa dampak buruk,
seperti sikap apatis, penuh prasangka dan lain-
lain.
Berpikir Apresiatif
Berbagai penelitian psikologi
menyimpulkan bahwa manusia yang selalu
berpikir positif, hidupnya akan jauh lebih sehat
dan bahagia. Apa makna berpikir positif? Yaitu
membuang/mengganti pikiran/perasaaan negatif
menjadi pikiran/perasaan yang positif. Sederhana,
namun tidak selalu mudah untuk dilakukan. Saat
ini, perkembangan kajian psikologis, saat ini telah
melampui batas-batas itu. Kita, tidak lagi sekedar
84
diajak untuk berpikir positif, namun lebih jauh
lagi, yaitu berpikir apresiatif. Artinya, kita harus
apresiatif terhadap berbagai kisah/aspek
kehidupan manusia.
Apresiatif berarti menghargai, memberi
nilai tambah, mengambil pelajaran. Praktik
apresiatif akan membuat kita menjadi mahluk
yang menghargai segala sesuatunya, termasuk
menghargai hal-hal kecil di sekeliling kita. Dan,
dengan berpikir apresiatif, kita tidak hanya akan
mengubah yang negatif menjadi positif, namun
kita akan belajar menghargai apa yang sudah kita
miliki/kita capai. Kita akan terdorong untuk
melihat, apa yang sebenarnya saya miliki, atau ada
ada dibalik segala pencapaian kita (walaupun
belum maksimal) dan bukan sebaliknya, berusaha
mengorek luka lama yang menyebabkan kegagalan
kita. Berpikir apresiatif adalah meningkatkan yang
sudah ada alih-alih mengoreksi kesalahan
(Wibowo, 2010)

85
Agar menjadi lebih jelas penulis akan
mengutip tulisan dari Diana Whitney & Amanda
Trosten (dalam Hery W, 2010) tentang berpikir
apresiatif sebagai berikut: berpikir apresiatif
bukan berarti menafikan apa yang negatif. Bukan
membutakan diri terhadap kelemahan. Bukan
tidak mengakui kekurangan. Setiap orang pasti
pernah salah. Setiap keluarga pasti punya aib.
Setiap organisasi pasti pernah mengalami
kegagalan. Maka, berpikir apresiatif adalah upaya
menghargai apa yang ada pada diri kita,
mengambil hikmah dari setiap kejadian yang kita
lalui. Melalui berpikir apresiasi, kita diajak untuk
lebih fokus pada apa yang terbaik dari manusia
dan sistem manusia, apa yang memberi nafas pada
kehidupan. Artinya, kita selalu punya pilihan
untuk melihat sebuah kondisi, apakah dari sisi
positif atau negatif. Selanjutnya, kita juga selalu
punya pilihan, apakah ingin mengkomunikasikan
suatu pesan secara positif atau negatif.
Sapaan Kang Emil
86
Walikota Bandung saat ini, menurut hemat
penulis, telah mulai menggunakan pendekatan ini.
Beragam cara dilakukan walikota (terutama
melalui sosial media). Kang Emil, setiap hari selalu
menyapa warga Bandung dengan kalimat-kalimat
positif. Beliau selalu berusaha menghargai setiap
langkah atupun perubahan positif yang dilakukan
oleh warga Bandung. Misalnya, ucapan terima
kasih bagi pelajar yang telah memanfaatkan Damri
gratis, ucapan apresiasi bagi warga yang
berkunjung ke Braga Culinary Night, foto bersama
dengan siswa sekolah yang menggunakan baju
tradsional pada hari Rabu, berterima kasih untuk
yang tidak merokok pada hari Selasa dan lain-lain.
Baru-baru ini, walikota juga membuat baliho super
besar untuk mengucapkan rasa terima kasihnya
kepada warga bandung, yang telah menghidupkan
kembali semangat gotong royong terkait gerakan
pembuatan sejuta biopori. Tidak sampai disana,
walikota juga mengajak RT pembuat Biopori
terbanyak untuk makan malam bersama.
87
Semangat ini, kemudian juga ditularkan pada para
kepala Dinas. Upaya membangun komunikasi
apresiatif dengan warga kota Bandung,
ditindaklanjuti dengan menginstruksikan setiap
kepala Dinas memiliki akun media sosial untuk
menampung aspirasi warga.
Sungguh, menurut hemat penulis ini adalah
bentuk komunikasi apresiatif yang luar biasa
ditengah arus komunikasi negatif yang sudah
mentradisi. Mengapa? Karena setiap warga
Bandung sebenarnya selalu siap sedia untuk
bergandeng tangan membangun kota tercinta.
Warga Bandung tidak menuntut honor ataupun
bayaran pada partisipasi dan kontribusinya
mereka untuk kota ini. Namun, ucapan terima
kasih yang tulus, justru jauh lebih menyentuh
kebutuhan mendasar mereka (basic psychological
needs). Bentuk penghargaan inilah yang justru
berpotensi membuat warga ketagihan untuk
mengulangi partisipasi mereka lagi. Hebatnya,
bentuk ungkapan apresiasi terhadap apa yang
88
telah dilakukan warga ini, dilakukan hampir setiap
hari melalu berbagai media, above the line maupun
below the line, baik on-line maupuan off-line.
Sehingga kebutuhan psikologis warga kota benar-
benar dipenuhi.
Warga perkotaan dewasa ini, sudah tidak
sama dengan warga 15-25 tahun yang lalu. Kaum
intelektual sudah semakin banyak. Kelompok
berpendidikan tinggi dan berwawasan luas ini juga
semakin terasa kehadirannya dalam skema
piramida penduduk. Artinya, pola pikir mereka
juga sudah berbeda. Richard Florida, menyebut
golongan ini sebagai the creative class (yaitu
sebuah cluster tersendiri di masyarakat, yang
memiliki kemandirian ekonomi, wawasan serta
daya inovasi yang tinggi). Kelompok ini, tidak lagi
memerlukan sentuhan materi/finansial untuk
diajak bergerak ataupun berpartisipasi. Namun,
sebagai mahluk manusia, mereka membutuhkan
bentuk apresiasi yang pas untuk memenuhi basic
needs mereka.
89
Walhasil, dua kombinasi antara gaya
kepemimpinan dari Ridwal Kamil dan kondisi
psikologis warga kota Bandung, sangat
menjanjikan untuk menghasilkan Bandung Juara.
Bukan hanya juara dalam pembangunan fisik,
namun terutama dalam index of happiness. Berikut
adalah ajakan Kang Emil untuk warga tercintanya
yang disampaikan melalui facebook Jika kita tidak
bisa menjadi bagian dari solusi, setidaknya kita
bukan bagian dari masalah. Kota Bandung akan
lambat membaik jika warga tidak ikut serta dalam
mentaati peraturan. Demi Bandung yang lebih
baik, mari mentaati peraturan dengan keikhlasan,
bukan karena paksaan. Sungguh ajakan persuasif
yang menyejukkan hati, dan mendorong lidah
untuk berkata siap kang .

90
4.4 Budaya Inovasi

Sebuah kabar gembira berhembus dari


Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi.Kementrian tersebut membentuk
Direktorat Jenderal Inovasi demi peningkatan
inovasi.Pemerintah menargetkan tercipta 74
produk inovasi pada 2019 nanti (Pikiran
Rakyat14/3/2015).Tentunya ini adalah sebuah
harapan baru yang berhembus dari pihak
pemerintah, di mana geliat para inovator
Indonesia akhirnya memiliki bapak angkat sebagai
calon pengayomnya.

Pola Pikir Baru

Hadirnya Direktorat Jenderal Inovasi ini,


seyogianya memiliki makna yang lebih luas dari
sekedar penambahan kursi jabatan.Terlebih saat
ini dunia sedang membutuhkan beragam bentuk
inovasi terkait krisis besar yang mengancam
kelangsungan hidup manusia yaitu krisis iklim

91
(global warning), krisis energi
(pasca berakhirnya
Kepongahan
industrialisme jor-joran yang
karena merasa
mengakibatkan pemborosan
memiliki kekayaan
energi sehingga saat ini sumber
sumber daya alam
energi semakin langka dan
yang melimpah,
mahal) dan tentunya adalah
adalah awal dari
krisis pangan.
bencana karena
Khususnya di Indonesia, dapat berujung

setelah krisis 1997, telah terjadi pada sikap malas,

pergeseran dramatis pada latar santai dan tidak

politik, ekonomi dan sosial merasa perlu

(Budhi 2014). Beragam bentuk untuk membangun


daya saing.Maka,
dan jenis masalah sosial seakan
inilah saat yang
tidak pernah lelah menghantam
tepat untuk
masyarakat
mengalihkan fokus
Indonesia.Pornografi, TKI/TKW,
pembangunan
pengangguran, begal dan lain-
pada aset
lain seakan masih menjadi
intangibles.

92
santapan yang menemani masyarakat Indonesia.

Artinya, tanpa diduga telah muncul


beragam permasalahan sosial baru, yang tidak
dapat lagi di hadapi dengan cara-cara lama.Apalagi
hingga saat ini, Indonesia dapat dikatakan sebagai
negara yang memiliki imunitas yang lemah,
sehingga setiap ada masalah/penyakit masuk,
mudah sekali bangsa ini mengalami panas demam
yang sistemik.

Maka, terkait hal tersebut, perhatian


khusus yang diberikan pada upaya peningkatan
kualitas dan kuantitas inovasi dari putra putri
Indonesia, adalah kabar gembira yang
mencerminkan perubahan paradigma berpikir
yang selama ini dianut. Pola pikir lama yang
beranggap bahwa devisa negara seharusnya
dihasilkan oleh kekayaan sumber daya alam
belaka (hard side), perlu diubah. Saat ini, telah
banyak negara di dunia yang semakin menyadari
bahwa mereka tidak lagi dapat bergantung pada
93
sumber daya yang tidak terbaharui (bahan
tambang, minyak dll).Alih-alih demikian, pola pikir
yang perlu dikedepankan adalah bahwa aset
utama bangsa adalah barang/produk yang
intangibles (tidak terlihat/tidak dapat disentuh).
Pemikiran yang inovatif,dalam hal ini adalah dasar
dari pengembangan sumber daya intangibles.
Inovasi yang berkelanjutan akan mampu
menghasilkan ragam produk/komoditas tanpa
harus menggerus sumber daya alam. Inovasi yang
terkawal dengan baik adalah lokomotif dari
industri kreatif sebagai tumpuan harapan baru.

Pendirian Direktorat baru ini, seyogianya


dapat menjadi awal bagi pengembangan sumber
daya yang tidak kasat mata.Hal ini menjadi krusial,
karena selama ini kita terlalu mengedepankan
segala sesuatu yang utuh secara fisik seperti tanah,
gedung, bangunan, tambang, hasil hutan, mesin,
produk dan kekayaan alam (Kasali,
2010).Kepongahan karena merasa memiliki

94
kekayaan sumber daya alam yang melimpah,
adalah awal dari bencana karena dapat berujung
pada sikap malas, santai dan tidak merasa perlu
untuk membangun daya saing.Maka, inilah saat
yang tepat untuk mengalihkan fokus
pembangunan pada aset intangibles.

95
Makna Inovasi

Terminologi inovasi adalah sebuah


terminologi yang
multitafsir, oleh karena
itu, semangat untuk Prinsipnya,
menaruh perhatian
membangun negara
pada inovasi adalah
melalui pengembangan cerminan
inovasi, perlu didahului penghargaan atau
apresiasi terhadap
oleh pemaknaan yang potensi manusia,
jelas terhadap sekaligus
mengurangi
terminologi inovasi itu
ketergantungan
sendiri. Fontana (2010) berlebihan
mengarahkan bahwa terhadap
komoditas berbasis
inovasi harus
sumber daya alam
merupakan
keberhasilan secara
sosial (sosietas dan
lingkungan) dan ekonomi, berkat ditemukan,
diciptakan dan diperkenalkan cara-cara baru atau
kombinasi-kombinasi baru dan cara-cara lama

96
dalam mentransformasi input menjadi output
sedemikian rupa sehingga menciptakan
perubahan besar positif dalam perbandingan
antara nilai-nilai harga dan manfaat. Watts
Humprey menjelaskan bahwa inovasi adalah
upaya mengubah ide menjadi sesuatu yang dapat
diproduksi/pabrikasi dan dipasarkan.

Prinsipnya, menaruh perhatian pada


inovasi adalah cerminan penghargaan atau
apresiasi terhadap potensi manusia, sekaligus
mengurangi ketergantungan berlebihan terhadap
komoditas berbasis sumber daya alam.Perhatian
terhadap inovasi adalah juga semangat untuk tidak
berkutat pada pola-pola lama yang terbukti belum
menghasilkan capaian yang maksimal. Kisah
negara lain, kiranya dapat menjadi cerminan bagi
pentingnya memahami urgensi inovasi secara
utuh. Khanna (Harvard Business School Press
dalam Ciputra, 2011) menjelaskan bahwa China
dan India telah memutuskan untuk bergeliat

97
dalam dunia Inovasi. Hasilnya kini, kedua negara
tersebut diproyeksi akan menjadi poros ekonomi
ketiga di dunia.

Kasali (2012)
Budaya Inovasi menjelaskan bahwa
values atau tata nilai
Perubahan adalah kumpulan nilai
fokus pada yang diturunkan dari
sesuatu yang
penciptaan
dipercayai (ending
inovasi, akan belief) dan
mudah dilupakan memberikan kekuatan
bila dijalankan.
dan menjadi Artinya, isu ke-inovasi-
jargon belaka jika an ini, perlu menjadi
isu yang
tidak disertai
diperbincangkan,
dengan perubahan dihayati dan dilakukan
perilaku. Maka bersama.

untuk menunjang
cita-cita
penciptaan inovasi yang lebih kontributif dan
mensejahterakan, mutlak diperlukan sebuah

98
budaya ataupun tata nilai baru (new values),
sebagai panduan bersama. Kasali (2012)
menjelaskan bahwa values atau tata nilai adalah
kumpulan nilai yang diturunkan dari sesuatu yang
dipercayai (ending belief) dan memberikan
kekuatan bila dijalankan. Artinya, isu ke-inovasi-
an ini, perlu menjadi isu yang diperbincangkan,
dihayati dan dilakukan bersama. Ketika seluruh
warga negara menghayati bersama dan berjalan
seirama, maka terciptalah apa yang disebut
dengan keunggulan inovasi (competitive inovative).

Upaya pembudayaan ini dapat dimulai dari


memasukkan kompetensi berinovasi pada
kurikulum pendidikan nasional, menambah
anggaran penelitian, mendorong diseminasi hasil-
hasil kajian ilmiah serta studi banding dengan
negara-negara lain. Program-program dari
Kementrian Pendidikan dahulu, khususnya DIKTI
seperti Program Kreativitas Mahasiswa, yaitu
kompetisi yang melibatkan ribuan mahasiswa dari

99
seluruh Indonesia perlu dilanjutkan, tentunya
dengan diseminasi hasil penelitian kepada
masyarakat.

Singkatnya, pola pembelajaran dan


pendidikan yang selama ini berjalan, perlu terus
dikembangkan. Para siswa, diajak untuk tidak lagi
mengenal inovasi secara kognitif saja, namun
dibiasakan untuk berinovasi sekecil apapun-
setiap hari, sehingga lambat laun perilaku
berinovasi akan menjadi muscle memory yang
melekat kuat

Muscle memory

Upaya untuk mengoptimalkan dampak positif dari


hadirnya Dirjen Inovasi ini adalah upaya untuk
tidak hanya berfokus pada brain memory saja,
melainkan juga pada muscle memory. Kasali
(2010) menjelaskan bahwa brain memory adalah
sebuah sistem dan pengatur informasi yang
100
terbentuk dari pengetahuan.Sedangkan muscle
memory terbentuk melalui latihan yang berulang-
ulang, sehingga menjadi refleks atau spontanitas
yang terarah dan tertata rapih.Ketika isu inovasi
baru menjadi brain memory saja, maka hal
tersebut baru merupakan bahan diskusi kognitif
tanpa aksi.Namun jika telah diupayakan untuk
menjadi muscle memory, maka praktik
membangun inovasi terutama bagi aparat
pemerintah- dapat menjadi sebuah rutinitas yang
spontan dan otomatis tanpa harus menunggu
perintah atau iming-iming insentif.

Bottom Up

Upaya melestarikan dan mengembangkan inovasi,


seyogianya dilakukan dengan carabottom-up, dan
tidak melulu top-down. Program-program top-
down, biasanya cenderung hanya menunjukkan
arogansi dan rawan disalahgunakan, serta kurang

101
mengakar pada kebutuhan masyarakat.Sikap
lapang dada untuk mengangkat keanekaragaman
kearifan lokal Indonesia, dapat menjadi sebuah
daya ungkit (leverage) bagi pengayaan varian
inovasi yang telah terbukti konstruktif dan
kontributif bagi masyarakat luas.sistem pengairan
sawah terasering, penyimpanan beras pada suku
badui, dan lain-lain adalah beberapa dari ribuan
inovasi tradisional yang dapat diangkat.

Akhir kata, seaktif dan sedinamis apapun,


pada akhirnya rakyat hanyalah penumpang pada
gerbong pembangunan.Pemerintahlah yang
berperan mengendalikan lokomotif. Artinya,
terkait dengan urgensi hadirnya beragam inovasi
yang lebih mensejahterakan (intuitive.com),
pemerintah harus peran untuk untuk (1) Agen
Perubahan (change agen); yaitu sebagai pihak
yang mendorong lahirnya inovasi setiap hari baik
pada komponen pemerintah itu sendiri, akademisi,
bisnis dan sosial komunitas, (2) Pencipta Nilai

102
(value creator); yaitu upaya untuk menghasilkan
nilai tambah setiap saat, (3) Pemimpin (leader);
yaitu mengambil keputusan dan mengarahkan
gerakan inovasi bangsa, (4) Pencipta Kesempatan
(Oppotunity Generator); yaitu pemerintah aktif
memberikan banyak skema kesempatan untuk
pengembangan inovasi melalui berbagai jalur
seperti jalur pendidikan, UKM, individu, umum
dan lain-lain, serta (5) Pencipta kesejahteraan
(Welfare Creator); Inovasi yang diterima oleh
banyak seyogianya akan menghasilkan
keuntungan bagi penciptanya dan lingkungan
sosial sekitarnya. Sehingga, jika semua berjalan
lancar, hadirnya Direktorat Inovasi akan dapat
menjaga asa Indonesia untuk tetap berjalan
menuju cita-cita yang telah dirumuskan oleh
pendiri bangsa ini.

103
104
5.5 Pembangunan Kota Berkelanjutan7

Capital of Asia Africa, itu adalah label yang


disematkan kepada kota Bandung pasca
perhelatan konferensi negara-negara Asia dan
Afrika beberapa waktu yang lalu. Sebagai
konsekuensinya, kota Bandung tentunya menjadi
memiliki amanah yang lebih besar dari
sebelumnya, selain menjadi pusat perhatian yang
jauh lebih terfokus dari mata dunia. Namun
demikian, perlu disadari bahwa amanah ini,
tentunya tidak hanya terletak pada pundak
walikota saja, tapi juga melekat pada seluruh
warga yang mengaku mencintai Bandung dan
khususnya yang ber-KTP Bandung. Sebagai
ibukota Asia Afrika, juga sebagai sebuah kota pada
umumnya, Bandung memiliki tanggung jawab
untuk melaksanakan pembangunan kota yang
berkelanjutan.

7
Artikel ini pernah dimuat dalam rubrik Feature di Koran Pikiran
Rakyat pada hari Selasa 9 Juni 2014
105
Kisah Sedih

Lepas dari hingar bingar anugrah tersebut,


beragam dinamika yang terjadi di kota Bandung
masih menyisakan beberapa kisah sedih yang
membuat hati miris. Evaluasi pelaksanaan Car Free
Night dan Car Free Day di kawasan Jl Asia Afrika,
ternyata masih menyisakan masalah sampah yang
menggunung, bahkan di depan tong sampah itu
sendiri (Pikiran Rakyat, Sabtu 23 Mei 2015). Hal
ini tentu membuat miris hati kita semua,
mengingat wilayah Gedung Merdeka di Jl. Asia
Afrika, saat ini telah menjadi ikon baru kota
Bandung, yang seharusnya dijaga dan dipelihara
bersama. Bukan hanya itu, ragam kisah sedih juga
masih kita temui di berbagai sudut kota, seperti
aksi vandalisme (corat-coret) pada lukisan wajah
ramah kota Bandung di bawah jembatan pasopati,
tulisan-tulisan yang mengotori kursi-kursi taman
Jomlo, coretan tidak bertanggung jawab pada
banyak shelter bis TMB dan lain-lain. Pada level

106
RT dan RW, masih banyak kita temui selokan air
yang penuh dengan sampah, pembangunan
perumahan yang masih mengecilkan peran
saluran pembuangan air dan lain-lain. Belum
selesai kita mengurut dada, di daerah resapan air
Dago atas, telah terkapling ratusan hektar lahan
untuk dibangun hotel, apartemen ataupun
perumahan yang berpotensi menggangu sistem
ekologis lingkungan kota Bandung. Daftar tersebut
tentu saja masih sangat panjang jika harus diurai
satu demi satu. Maka, wajar jika muncul
pertanyaan besar yaitu; sudahkah masyarakat
Bandung memandang ke arah yang sama dengan
pemerintah kota? ataukah mereka
memandang/berjalan ke arah sebaliknya? Atau,
meminjam istilah group Band Sheila on Seven
seberapa pantas beberapa tahun ke depan, Kota
Bandung (masih) menyandang gelar Capital of Asia
Africa? Pertanyaan yang lebih hiperbola mungkin
berbunyi, apakah warga siap membangun, atau
membunuh kotanya sendiri?
107
Urban Suicide

Prinsip pembangunan berkelanjutan, mengajarkan


kepada kita semua
tentang pentingnya
melakukan Pembangunan sosial
seyogianya adalah
pembangunan,
pembangunan yang
dengan tidak berfokus pada
mengorbankan manusia. Artinya,
pihak penyelenggara
kelangsungan hidup pemerintahan perlu
dan kesejahteraan untuk punya prioritas
generasi dalam upaya
membangun sumber
selanjutnya. Artinya, daya manusia agar
proses menjadi partner dan
kawan dalam proses
pembangunan yang
pembangunan.
berjalan saat ini,
tidak boleh
mengorbankan atau
menyisakan sedikit sumber daya bagi generasi
masa mendatang. Oleh sebab itu, wajib bagi
siapapun penyelenggara pemerintahan, untuk

108
tidak egois dan boros
memikirkan pemenuhan Secara umum, perhatian
yang perlu dicurahkan
kebutuhan dan
pada keberlanjutan
kepentingan untuk hari pembangunan
ini saja. (Budiharjo, 2014) antara
lain mencakup
Hal ini menjadi keseimbangan ekologis
(environment),
urgen sebagai slogan
penyediaan lapangan
preventif, sebelum kota kerja (employment),
tersebut membunuh pemberdayaan
masyarakat
dirinya sendiri ataupun (empowerment),
memperpendek usianya penegakan hukum
sendiri (urban suicide). (enforcement),
pelibatan swasta
Mengingat bahwa (engagement),
fenomena membunuh kota kenyamanan warga
(enjoyment), etika
tempat hidup sendiri
pembangunan (ethics of
adalah bukan fenonema development), keadilan
baru, maka deklarasi (equity), konservasi
energi dan estetika
pembangunan
lingkungan.
berkelanjutan yang
didukung oleh puluhan

109
negara tersebut menjadi penting. Prinsip pertama
dari deklarasi lingkungan Pembangunan, Rio
tahun 1992 berbunyi human beings are the centre
of concern for sustainable development. They are
entitled to a healthy and productive life in harmony
with nature. Artinya, manusia ataupun
penduduk/warga negara merupakan aspek yang
paling krusial dalam proses pembangunan
berkelanjutan. Makna lanjutannya adalah bahwa
kepastian kesinambungan kota, bukan hanya
ditentukan oleh seberapa besar sumber daya alam
ataupun jumlah APBD-nya, namun lebih terletak
pada kualitas penduduknya.

Kota Berkelanjutan

Secara umum, perhatian yang perlu


dicurahkan pada keberlanjutan pembangunan
(Budiharjo, 2014) antara lain mencakup
keseimbangan ekologis (environment), penyediaan
lapangan kerja (employment), pemberdayaan
masyarakat (empowerment), penegakan hukum
110
(enforcement), pelibatan swasta (engagement),
kenyamanan warga (enjoyment), etika
pembangunan (ethics of development), keadilan
(equity), konservasi energi dan estetika
lingkungan. Maknanya adalah bahwa, terdapat
banyak aspek yang perlu mendapatkan perhatian
sekaligus, terintegrasi dan tidak parsial. Sepintas,
ini merupakan sesuatu yang sulit dan rumit,
namun sebenarnya, -juga bukan merupakan
sesuatu yang mustahil. Wali kota Bandung selalu
mengingatkan bahwa dengan konsep udunan
(partisipasi aktif dan kerja sama) maka masalah
yang sulit akan dapat dipecahkan.

Urbanisme Gaya Hidup

Menarik kiranya, memperhatikan konsep


pakar sosiologi perkotaan Wirth (1938) dalam
konteks pembangunan kota berkelanjutan ini.
Wirth berpendapat bahwa sebuah kota, dapat
dipandang sebagai sebuah gaya hidup baru yang
berbeda dengan wilayah lainnya. Kota
111
menurutnya, dapat ditelaah melalui tiga kacamata
besar, yaitu kacamata ukuran (size), kepadatan
(density) dan keberagaman (heterogenity). Melalui
kacamata ukuran, kita diingatkan bahwa kota
ataupun perkotaan adalah sebuah lokasi/wadah
yang besar. Semakin besar populasi penduduk,
maka semakin besar pula kemungkinan bahwa ia
terisi oleh beragam demografi penduduk. Pada sisi
lain, kacamata kepadatan, menyadarkan kita
bahwa semakin tinggi populasi kota, semakin
besar kemungkinan terjadinya spesialisasi di
antara warga. Satu warga dengan yang lain akan
semakin memiliki bentuk dan jenis pekerjaan yang
berbeda-beda. Selanjutnya, melalui kacamata
heterogenitas, akan terlihat bahwa kota
sebenarnya adalah wadah potensi untuk
pertemuan beragam jenis penduduk yang
berbeda-beda suku, agama, ras, latar belakang dan
sebagainya. Lewat pemahaman ini, kita disadarkan
bahwa terciptanya semakin banyak ruang publik,
maka semakin besar kemungkinan terciptanya
112
pertemuan antara warga kota yang mungkin saja
memiliki kesamaan minat, kebutuhan,
kepentingan dan
keahlian. Dampaknya,
-jika hal ini benar-
Adalah penting
benar diperhatikan- melakukan usaha
untuk menyamakan
dapat tercipta
persepsi terkait visi
beragam sinergi baru dan misi
pembangunan,
yang belum
antara pemerintah
terpikirkan dan warga
masyarakat.
sebelumnya. Melalui
Masyarakat yang
arahan yang tepat, sadar dan mengerti
tentang visi dan misi
ragam sinergi baru ini
pembangunan,
dapat menjadi daya berpotensi besar
menjadi mitra
dukung pembangunan
kontributif bagi
kota, alih-alih pelaksanaan
pembangunan
pembunuh kota.

Ukuran,
Kepadatan dan Heterogenitas, adalah kerangka
untuk mengembangkan perencanaan kota yang

113
lebih strategis dan visioner. Pemahaman tentang
konsep Strenght Based Approach, akan memandu
pengelola kota untuk melihat tiga kacamata
tersebut sebagai potensi dan sumber daya
pengembangan kota, alih-alih sumber masalah.
Keberagaman dan kepadatan jumlah penduduk
akan dapat dianggap sebuah modal (capital) dan
sumber daya (resources) penggerak pembangunan.
Konsep urbanisme gaya hidup ini, pada gilirannya,
hanya memerlukan ayunan yang tepat dari
fasilitator kota, kapan harus sangat tegas dan
kapan memberi toleransi. Ibarat praktik pola asuh
kepada anak, pihak pemerintah kota sebagai orang
tua perlu paham kapan memberikan apresiasi
yang tinggi, dan kapan saat yang tepat untuk
memberikan sanksi yang membangun.

Frekuensi Visi

114
Pada konteks kota Bandung, kita melihat
bahwa salah satu pekerjaan rumah terbesar
adalah mengedukasi
warga Bandung itu
sendiri. Bukan karena
Maka sudah
permasalahan level
seyogianya kita
pendidikan sebenarnya, selaku warga
namun lebih ke arah kota mengganti
penyamaan frekuensi kritik menjadi
dan persepsi terhadap aksi nyata, dan
visi dan misi yang telah mengganti
dicanangkan. Semakin keluhan menjadi
seragam pikiran warga sumbangan
Bandung tentang pemikiran
konsep pembangunan konstruktif

kota berkelanjutan, atau


sering diungkapkan
dalam jargon Bandung juara, maka akan semakin
mudah kota ini membangun dirinya. Prinsipnya,
karena manusia ataupun warga adalah
komponen terpenting, maka perhatian terhadap
115
aspek ini menjadi tidak dapat ditawar-tawar.
Pembiaran terhadap aksi vandalisme misalnya,
akan memancing aksi lain yang lebih besar.
Sebaliknya, minimnya apresiasi terhadap mereka
yang telah berkontribusi, berpotensi melunturkan
semangat yang telah terbangun.

Walikota Bandung beserta jajarannya telah


bekerja sangat keras untuk memastikan kota
Bangun terbangun secara berkelanjutan. Maka
sudah seyogianya kita selaku warga kota
mengganti kritik menjadi aksi nyata, dan
mengganti keluhan menjadi sumbangan pemikiran
konstruktif. Sebagai konsekuensinya,
keberlanjutan pembangunan kota untuk lima
puluh ataupun seratus tahun ke depan (semoga)
akan dapat terpastikan melalui sinergi empati
pemerintah dan warga kota.

Rapor Warga dan Perubahan Perilaku

116
Hery Wibowo8

Sebuah pertanyaan besar beberapa hari


belakangan ini- timbul di hati masyarakat
Bandung, apakah tujuan dari ide penggunaan
Buku Rapor bagi masyarakat? (Pikiran Rakyat, 28
Mei 2016).

Jawaban sementara yang dipahami masyarakat


awam adalah bawah buku rapor ini diluncurkan
sebagai upaya meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan. Maka
pertanyaan selanjutnya adalah, bentuk partisipasi
seperti apakah yang diharapkan oleh pemerintah
kota? Atau, menurut pemerintah kota Bandung,
seperti apakah profil/karakter warga Bandung
yang ideal?

Selama pertanyaan tersebut belum dapat


terumuskan jawabannya dengan benar, maka

8
Penulis adalah Dosen di Departemen Kesejahteraan Sosial
UNPAD
117
seyogianya agak sulit aplikasi buku rapor tersebut
dapat menghasilkan luaran yang memuaskan.
Setidaknya, setiap individu warga perlu
mengetahui, Saya diharapkan berperilaku seperti
apa? Atau Warga yang baik/aktif, itu adalah yang
berperilaku seperti apa?

Perubahan Perilaku

Metode perubahan perilaku, secara umum dapat


dibagi dalam dua bagian besar menurut perspektif
keilmuan sosial, yang sering digunakan untuk
menjelaskan perilaku manusia.

Perspektif perilaku dan belajar (behavior and


learning) yang antara lain dipopulerkan oleh
(Skinner, Pavlov, Bandura) menganggap bahwa (1)
Manusia (baca: masyarakat) baru akan melakukan
sebuah aksi/perilaku, jika ada stimulus yang
mendahuluinya, (2) Manusia akan
mempertahankan perilaku baik yang dimilikinya,
jika diberikan sebuah reward yang

118
menyenangkannya (membuatnya bahagia), dan
atau manusia akan menghilangkan perilaku yang
tidak diinginkan publik, jika diancam oleh suatu
hukuman (punishment) yang akan menimpanya,
jika ia terus mempertahankan perilaku buruknya.

Maka, penggunaan buku rapor, baru akan berhasil


jika masyarakat (sebagai target perubahan
perilaku) melihat bahwa terdapat potensi reward
(hadiah/sesuatu yang menyenangkan) jika mereka
melakukan hal-hal yang diinginkan pemerintah
kota.

Alternatif lainnya, pada sisi yang lebih ekstrim, -


upaya perubahan perilaku masyarakat-dapat
dibentuk melalui ancaman pemberian hukuman
(punishment) terhadap mereka yang tetap
konsisten melakukan perilaku yang tidak
diinginkan bersama. Artinya, sosialisasi dan
penegakan aturan, diterapkan lebih jelas, tegas
dan terukur. Berdasaran perspektif ini, jika, hal-hal
dimuka tidak dilakukan, maka masyarakat tetap
119
akan melakukan hal-hal yang mereka sukai (entah
itu melanggar hukum, maupun tidak kontributif
terhadap kotanya). Hal ini berangkat dari
pemahaman learning theori bahwa
manusia/masyarakat tidak akan bergerak jika
tidak ada iming-iming sesuatu yang diharapakan,
penguatan terhadap perilaku baru yang telah
terbentuk (reinforcement) ataupun ancaman
hukuman.

Perspektif humanistik

Perspektik humanistik (yang dipopulerkan oleh


Rogers, Maslow), secara umum beranggapan
bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk
mencapai pencapaian tertingginya (self
actualization). Artinya, inilah kebutuhan terbesar
dari masyarakat, yaitu berupaya mencapai
aktualisasi tertinggi yang mampu dilakukannya.
Uniknya, hal yang dianggap sebagai pencapaian
tertinggi, dapat berubah seiring perkembangan
zaman ataupun pemikiran manusia.
120
Jika pemerintah kota, mampu membentuk
persepsi masyarakat bahwa manusia/warga
terbaik adalah mereka yang paling banyak
bermanfaat/berkontribusi bagi orang/pihak lain.
Dan masyarakat terbaik adalah masyarakat yang
mampu memahami bahwa aktualisasi diri
tertinggi tercapai apabila dapat berkontribusi
maksimal buat lingkungan sekitarnya. Maka, dapat
diprediksi bahwa masyarakat akan mulai
bergerak.

Namun, fakta lapangan membuktikan bahwa


warga yang keren adalah mereka yang sering
makan di mall, sering jalan-jalan pake mobil,
belanja, berwisata kuliner, berpakaian sesuai
trend dan lain-lain. Sehingga, masyarakat belum
menganggap bahwa menjadi warga yang
berpartisipasi aktif di lingkungan sosial, adalah
sesuatu yang bagus dan layak dikejar/diupayakan.
Artinya, buku rapor (yang mengharapkan
perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih

121
terlibat dan paritispatif) akan berhasil, jika
masyarakat memandang bahwa menjadi warga
yang peduli dan kontributif, adalah sesuatu yang
dapat meningkatkan citra diri/status sosial
mereka.

Dunia yang terkoneksi

Menggagas sebuah perubahan masyarakat di era


yang serba terkoneksi ini, kiranya juga
membutuhkan pemikiran yang out of the box.
Beberapa anak muda kreatif telah berhasil
membuktikannya. Mereka, secara inovatif
menggabungkan dua konsepsi perubahan perilaku
dimuka.

Ahmad Zaki melalui bukalapak.com, telah berhasil


mengubah sikap rendah diri pelaku usaha kecil
menengah untuk lebih berani memasarkan
produknya. Tanpa banyak retorika yang
berlebihan, aplikasi ini telah mendorong
perubahan pola pikir dan pola tindakan ribuan

122
pelaku usaha. Selanjutnya, aplikasi go-jek, (usaha
ojek melalui basis teknologi media sosial) yang
digagas Nadim Makarim juga telah berhasil
mengubah ribuan pengangguran menjadi pekerja
yang memiliki penghasilan hampir rutin. Seorang
Kepala Desa di Karang Bajo di Kaki Gunung Rinjani
Nusa Tenggara Timur, telah berhasil mengubah
warganya menjadi lebih aktif, peduli, terlibat, dan
bertanggung jawab melalui teknologi media sosial.
Lewat blog dan laman facebook, sang kepala desa
menyebarkan pesan-pesan optimisnya dan
keluhuran budi.

Saung angklung Udjo di Padasuka,


maupuan komunitas permainan tradisional Hong
di Dago Atas, secara perlahan telah berhasil
mengubah anak-anak disekitarnya memiliki
disiplin waktu yang baik dan memahami arti
waktu produktif. Melalui keterlibatannya di
panggung tradisional tersebut, mereka berubah
menjadi anak-anak yang mengerti makna

123
kekayaan budaya tradisional sekaligus
membangun sikap optimis dan positif. Sanggar
Waringin yang dibangun Pak Ana ditengah hiruk
pikuk terminal angkutan kota Stasiun Bandung,
sebagai contoh telah berhasil mengubah sikap
anak-anak yang dulunya lebih suka menghabiskan
waktu di terminal (ngelem, malak, minum dll)
menjadi anak-anak yang lebih suka membaca buku
dan mengaji, melalui pendekatan rumah baca dan
belajar sambil bermain.

Artinya, terdapat beragam pilihan metode


perubahan perilaku yang lebih canggih, untuk
membuat masyarakat berubah menjadi seperti
yang dinginkan pemerintah Kota Bandung. Buku
rapor warga, -sebagai insturmen perubahan
perilaku- tentunya bukan sebuah ide yang buruk.
Namun demikian, masyarakat Indonesia
tampaknya masih memerlukan pionir-pionir yang
melakukan aksi nyata, membuka peluang
keterlibatan yang jelas, dan yang tidak kalah

124
penting- membawa dampak terhadap
perekonomian.

Prinsipnya, warga kota Bandung selalu siap untuk


diajak ke arah yang lebih baik, sepanjang hal
tersebut dilakukan melalu cara yang kreatif, tidak
bikin pusing, membahagiakan dan syukur-syukur
berpotensi menambah penghasilan.

Posmodernisme Bandung

125
Hery Wibowo9

Beberapa waktu yang lalu, warga Bandung


dikagetkan oleh rencana walikota untuk
memberlakukan sistem buku rapor bagi warga
kota Bandung. Hal ini tentu saja segera
mengundang pro-kontra. Banyak pertanyaan
muncul seperti mengapa kami harus mengisi
buku Rapor?, atau Apa yang diinginkan walikota
untuk kami lakukan? atau bahkan pertanyaan
tajam seperti Seperti apakah profil warga kota
yang ideal di mata walikota?

Tulisan ini akan sedikit membawa pembaca pada


arus post-modernisme.Secara umum dan awam,
semangat post-modernisme adalah semangat
kebaruan, semangat untuk bertindak berbasis
pertimbangan ini pada konteks saat ini.

Maka, Bandung dalam bingkai post-modernisme


adalah Bandung yang bertindak dengan

9
Dosen di Departemen Kesejahteraan Sosial UNPAD
126
pertimbangan terbaik tentang apa yang harus
dilakukan hari ini meskipun terkadang harus
melupakan nostalgia masa lalu. Prinsipnya, tradisi
tidak wajib dipertahankan, terutama jika telah
menemukan cara-cara baru untuk menghasilkan
hal-hal yang lebih baik.

Masyarakat, secara umum hidup


berinteraksi dengan prinsip pertukaran (exchange
theory). Artinya setiap individu bertindak dengan
memperhatikan pertimbangan apakah saya akan
mendapatkan sesuatu dari tindakan saya?. Atau
pada konteks yang lain, Ah,,saya tidak perlu
melakukan apapun, karena toh saya tidak akan
mendapatkan apapun. Pada isu buku rapor, tentu
warga akan bertanya, apa manfaat mengisi buku
Rapor bagi saya?. Pertanyaan ini sekilas sangat
sederhana, namun demikian sebenarnya sangat
tajam menghujam. Pada bingkai teori pertukaran,
warga bertanya, apa yang ditawarkan bagi mereka
melalui ide buku rapor ini?

127
Mari kita lihat analogi yang lain. Taman-
taman indah di kota Bandung, yang dibangun
dengan kreativitas dan estetika yang tinggi,
merupakan penyebab (antesenden) bagi hadirnya
beragam komunitas baru yang berpotensi
memberikan kontribusi bagi kota. Hadirnya
beberapa komunitas musik berprestasi misalnya
(seperti kelompok pecinta ukulele), adalah
dampak dari dibangunya taman musik. Jikapun
tidak berhubungan langsung, telah tidak terhitung
hadirnya banyak komunitas yang mengusung
aktivitas positif atas dasar seringnya mereka
kumpul bersama di taman-taman kota Bandung.

Keseriusan Bandung

Pemberian banyak kesempatan kepada generasi


muda untuk unjuk prestasi adalah penyebab
(antesenden) bagi lahirnya banyak kreasi menarik
yang dapat dinikmati warga kota (gambar-gambar
infografis pada perayaan KAA, poster vintage
untuk ajakan-ajakan pemeliharaan kota dll)
128
Suburnya dan tidak pernah sepinya beragam acara
kesenian di kota Bandung, mulai dari tradisional
sampai global-modern, adalah dampak dari
mudahnya berkesenian di Kota Bandung, dan
mudahnya menyaksikan beragam acara kesenian
tersebut di kota kembang ini. Luas kota yang tidak
terlalu besar, banyaknya
kafe/resto/gedung/ruangan yang dapat dijadikan
venue dari aktivitas kesenian tersebut, adalah
sebagaian dari antesenden tersebut.

Maknanya, jika kita mengharapkan banyak


dampak, kita perlu serius menghadirkan
penyebab. Sangat naf misalnya, jika kita
mengharapkan warga kota Bandung mencintai
kebersihan, jika faktor penyebabnya tidak
diberikan secara memadai, seperti ajakannya,
contoh perilakunya, keindahan lingkungan yang
bersih, pola penanganan sampah dan lain-lain.

Rapor Warga

129
Satu pemikiran sederhana adalah bahwa jika
pemerintah kota mengingkan perilaku warga
berubah, maka perlu dipikirkan untuk
menghadirkan faktor penyebab. Semakin menarik
faktor penyebab, semakin besar kemungkinan
terbentuk perilaku yang diharapkan. Buku Rapor, -
alih-alih dianggap sebagai sesuatu yang
menyenangkan-, mungkin dalam hal ini justru
dianggap sebagai ancaman ataupun pengawas
dari perilaku warga. Beberapa warga, mungkin
akan berpikir bahwa pemerintah terlalu otoriter,
karena membatasi dan mengatur/mengendalikan
perilaku warga.

Jika persepsi ini yang dominan hadir, maka berat


kiranya bahwa warga akan menyetujui gagasan
buku rapor ini. Sebaliknya, proses kreatif dan
solusi inovatif yang baik, selalu diperlukan dan
ditunggu untuk mendapatkan jawaban yang paling
bagus. Sebuah ide/gagasan, tidak akan teruji
sampai dicoba dipraktikkan. Setiap perubahan,

130
memerlukan ratusan bahkan ribuan ide yang
harus bersaing untuk mendapatkan yang tempat
terbaik. Maka, isu buku rapor dan pigura post-
modernisme, adalah satu dari ribuan gagasan yang
hadir bergantian untuk menghadirkan perubahan
baru serta menggeser tradisi lama. Post-
modernisme adalah kebebasan. Maka kebebasan
berpikir, adalah pintu gerbang menuju Bandung
yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Budiharjo, Eko. Reformasi Perkotaan:


Mencegah Wilayah Urban menjadi Human Zoo.
Jakarta. PT Kompas Media Nusantara
131
Ciputra. 2009. Ciputra Quantum Leap:
Entrepreneurship mengubah masa depan
Bangsa dan masa depan Anda. Jakarta. Elex
Media Computindo. Cetakan ke empat.
Davila, Epstein & Shelton. 2006 Profit Making
Innovation. Jakarta. Penerbit BIP Kelompok
Gramedia.
Fakih, Mansour. 2009. Runtuhnya Teori
Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta.
Insist Press.
Juwaini, Ahmad. 20100. Social Enterprise:
Transformasi Dompet Dhuafa menjadi World
Class Organization. Jakarta Selatan. Penerbit
Expose.
Nicholls Alex (ed). 2008. Social
Entrepreneurship: New Models of Sustainable
Social Change. Oxford-New York. Oxford
University Press.
Peet, Richard & Elaine Hartwick. 1999. Theories
of Development. New York/London. The
Guilford Press.
Rachbini, Didik J. 2001. Pembangunan Ekonomi
dan Sumber Daya Manusia. Penerbit PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Santosa, Ippho. 2011. 13 Wasiat terlarang:
Dahsyat dengan Otak Kanan. Cetakan ke 13.
Jakarta. Elex Media Computindo.
Wibowo, Hery & Soni A. Nulhaqim. 2014.
Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
dan Menginisiasi Mitra Pembangunan
Kontemporer.

132

Anda mungkin juga menyukai