Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera yang mengenai wajah sering disebabkan oleh kecelakaan kendaraan

bermotor, trauma olahraga, jatuh dan kekerasaan atau perkelahian. Fraktur mandibula

merupakan salah satu fraktur tulang wajah dengan fraktur yang lain. Fraktur

mandibula dapat digolongkan dalam berbagai klasifikasi, yaitu fraktur simple,

compound, greenstick, comminuted, patologis, multiple dan kompleks, tetapi ada juga

yang menggolongkan fraktur mandibula berdasarkan regio anatomi yang terlibat,

seperti: simfisis, body, angle, ramus, prosesus kondiloideus (kondilus, koronoideus

dan alveolaris.

Mandibula merupakan tulang yang rentan terkena cedera karena posisinya

yang menonjol. Mandibula sering menjadi sasaran pukulan dan benturan. Daerah

mandibula yang lemah adalah daerah subkondilar, angulus mandibula (pertemuan

antara ramus dan corpus) dan daerah mentalis. Fraktur kondilus mandibula meliputi

26-40% dari seluruh fraktur mandibula. Letak kondilus mandibula yang untik pada

temporomandibular joint membuat fraktur pada daerah tersebut susah dikenali dan

terkadang penanganannya tidak tepat. Komplikasi yang sering terjadi akibat fraktur

kondilus mandibula adalah ankylosis dan gangguan sendi temporomandibula.

Penatalaksanaan fraktur kondilus mandibula dapat dilakukan dengan metode tertutup

(konservatif) dan metode terbuka (bedah). Saat ini pilihan perawatan fraktur kondilus

mandibula masih sering menjadi perdebatan. Beberapa pertimbangan dapat digunakan

operator dalam memilih perawatan sehingga menghasilkan perawatan yang baik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI MANDIBULA

Gambar. 1 Anatomi mandibula

Mandibula merupakan 2 bagian simetris yang mengadakan fusi

(penggabungan). Dua bagian tersebut adalah corpus dan ramus. Daerah yang

menyangga gigi dikenal sebagai korpus dan bagian ujungnya yang mengarah ke

atas disebut ramus. Pertautan keduanya disebut sudut mandibula atau angulus

mandibula. Setiap ramus mempunyai prosesus anterior yang disebut prosessus

koronoid dan posterior disebut kondilus. Prosesus alveolaris atau bagian yang

menyangga gigi, terletak di permukaan superior dari badan mandibula. Mandibula

menentukan bentuk wajah bawah, dasar rongga mulut dan menyangga gigi-gigi

bawah dan lidah (Harty, F.J 1995). Prosesus kondilus lebih tebal daripada koronoid,

dan terdiri dari dua bagian, kondilus, dan bagian terpenting yang mendukung bagian

leher kondilus. Kondilus sendiri merupakan sebuah permukaan artikular untuk


artikulasi dari diskus artikularis pada sendi temporomandibular. Bentuknya cembung

dari depan ke belakang dan dari sisi ke sisi, serta memanjang lebih jauh ke posterior

daripada permukaan anterior. Pada ujung lateral dari kondilus tuberkulum kecil

sebagai tempat dari ligamentum temporomandibular (Goldman,2008).1,2

Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai

tempat melekatnya gigi geligi . Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan

adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot otot mengunyah. Mandibula

terdiri dari korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Korpus mandibula

bertemu dengan ramus masing masing sisi pada angulus mandibula (Gambar 1). Pada

permukaan luar digaris tengah korpus mandibula terdapat sebuah rigio yang

menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama perkembangan, yaitu simfisis

mandibula. Foramen mental dapat dilihat di bawah gigi premolar kedua, dari lubang

ini keluar N. alveolaris inferior. Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar

inferior, pleksus dental inferior dan nervus mentalis (Gambar 2). Sistem vaskularisasi

pada mandibula dilakukan oleh arteri maksilari interna, arteri alveolar inferior, dan

arteri mentalis (Gambar 3).1,2


Gambar 2 : Persyarafan mandibula

Gambar 3 : Sistem vaskularisasi pada mandibula

Fraktur mandibula sangat penting dihubungkan dengan adanya otot yang

berorigo atau berinsersio pada mandibula ini. Otot tersebut adalah otot elevator, otot

depressor dan otot protrusor (Gambar 4).1,2

Gambar 4 : Otot pada fraktur mandibula

2.2 DEFINISI
A. Fraktur

Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang epifisis atau tulang rawan

sendi (Reksoprodjo,1995). Menurut Wibowo (1994) fraktur adalah suatu keadaan

dimana tulang retak, pecah, atau patah, baik tulang maupun tulang rawan. Bentuk dari

patah tulang bisa hanya retakan saja, sampai hancur berkeping-keping. Penyebab

fraktur adalah trauma, misalnya kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,

kecelakaan kerja dan kecelakaan atau cedera olahraga (Reksoprodjo,1995). Namun

menurut Trott et al., (1995) penyebab utama dari fraktur adalah kecelakaan kendaraan

bermotor dan perkelahian, sedangkan penyebab lainnya adalah jatuh, kecelakaan

olahraga, kecelakaan kerja dan fraktur patologis.1,2

B. Fraktur Kondilus

Fraktur condilus dapat terjadi secara intracapsul, tetapi lebih sering terjadi

secara ekstracapsul, dengan atau tanpa dislokasi kepala kondilus. Fraktur pada daerah

ini biasanya gagal terdeteksi melalui pemeriksaan sederhana.

Barrera menyebutkan bahwa etiologi terjadinya fraktur kondilus mandibula adalah


sebagai berikut kecelakaan kendaraan bermotor (43%), perkelahian (34%), kecelakaan kerja
(7%) , jatuh (7%), kecelakaan olahraga (4 %) dan penyebab lainnya (5 % ). Fonseca (1997)
menyatakan bahwa persentase terjadinya fraktur kondilus mandibula dibandingkan dengan
lokasi lainnya pada mandibula adalah sebagai berikut body mandibula 16%, kondilus
mandibula 29,1%, angle madnibula 24,5%, simfisis mandibula 22%, ramus mandibula 17%,
prosesus koronoideus 1,3%, procesus alveolaris 3,1%.

Jenis dan arah kekuatan trauma sangat membantu diagnosis. Obyek yang
menyebabkan fraktur juga mempengaruhi jenis dan banyaknya fraktur, apabila obyeknya
besar maka dapat menyebabkan fraktur lebih dari satu lokasi dan sebaliknya bila kecil akan
meyebabkan satu jenis fraktur karena kekuatan impaknya hanya terkonsentrasi pada satu
lokasi.

GEJALA FRAKTUR MANDIBULA

Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu :2


1. Perubahan posisi rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak

berkontaknya rahang bawah dan rahang atas. Jika penderita mengalami

pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika menggerakkan

rahang.

2. Pembangkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi fraktur

pada penderita.

3. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung

tulang yang fraktur bila rahang digerakkan.

4. Laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar

fraktur.

5. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkaan.

6. Gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut.

7. Hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal

mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self

cleansing karena gangguan fungsi pengunyahan.

Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat

kerusakan hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus, hematom,

edema pada jaringan lunak. Jika terjadi obtruksi hebat saluran nafas harus segera

dilakukan tracheostomy.Selain itu juga dapat terjadi parasthesi pada satu sisi bibir

bawah, pada gusi atau pada gigi dimana terjadi kerusakan pada nervus alveolaris

inferior.2

Pengetahuan arah kekuatan benturan dapat membantu klinisi mendiagnosis fraktur


dengan tepat. Blow anterior yang langsung mengenai dagu dapat menghasilkan suatu
fraktur kondilus bilateral, sedangkan blow ke arah parasimfisis dapat menyebabkan fraktur
kondilus kontralateral atau angle mandibula. Seorang penderita dengan gigi yang terkunci
pada saat terjadinya impak akan menyebabkan terjadinya suatu fraktur alveolar atau gigi.
Semua perubahan oklusi merupakan tanda adanya fraktur kondilus mandibula. Pada
pemeriksaan klinis harus ditanyakan pada penderita apakah gigitannya terasa berbeda.
Perubahan oklusi dapat dihasilkan dari fraktur gigi, fraktur alveolaris, fraktur mandibula
pada semua lokasi dan trauma pada sendi temporomandibula serta otot-otot pengunyahan.
Kontak prematur gigi posterior atau gigitan terbuka anterior dapat disebabkan fraktur
kondilus bilatelar atau angulus. Oklusi retrognatik biasnya berhubungan dengan fraktur
kondilus atau angulus. Setiap penderita dengan fraktur kondilus mandibula mempunyai
ketrbatasan pembukaan dan pergerakan mandibula merupakan contoh klasik tanda fraktur
kondilus. Deviasi terjadi karena otot pterygoideus lateralis yang berfungsi pada sisi yang
tidak terpengaruh tidak dinetralkan oleh otot pterygoideus lateralisnya yang tidak berfungsi
sisi berlawanan, maka terjadilah suatu deviasi.

Pemeriksaan klinis sebaiknya mencakup pemeriksaan kontur yang abnormal wajah


dan mandibula, meskipun pada kontur wajah mungkin tertutupi pembengkakan. Gambaran
wajah yang memanjang dapat diakibatkan fraktur subkondilus, angulus atau body, diikuti
dengan mandibula bergeser ke bawah. Asimetri wajah sebaiknya diperhatikan klinis
terhadap kemungkinan fraktur kondilus mandibula.

Pemeriksaan mendalam terhadap kehilangan gigi dan tulang pendukung dapat


membantu diagnosa fraktur alveolar, body, dan simfisis. Klinisi sebaiknya melakukan palpasi
dengan menggunakan kedua tangannya, dengan cara meletakkan ibu jari pada gigi dan
telunjuk pada batas bawah mandibula secara hati-hati dan perlahan-lahan memberikan
tekanan diantara kedua tangan hingga dapat mendeteksi krepitasi fraktur. Rasa sakit,
kemerahan, pembengkakan dan panas yang terlokalisir merupakan tanda yang awal yang
sempurna suatu trauma dan meningkatkan indeks kecurigaan adanya fraktur mandibula.

2.6 DIAGNOSIS

2.6.1 Anamnesa4

Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat

trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat

menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma tidak ada maka kemungkian

fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah

ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll).

Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih

mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi menganai; keadaan
kardiovaskuler maupun sistem respirasi, apakah penderita merupakan penderita

diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat

lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat

anestesi.

Tanyakan pertanyaan spesifik tenteng cedera, yaitu:

Bagaimana terjadinya cedera ?

Apakah pasien kehilangan kesadaran ?

Apakah pasien memiliki masalah visual seperti penglihatan ganda atau kabur ?

Apakah pasien memiliki masalah pendengaran apapun, seperti pendengaran

menurun?

Apakah pasien mampu menggigit tanpa rasa sakit ?

Apakah pasien mengalami mati rasa atau kesemutan pada wajah ?

Apakah pasien mengalami kesulitan bernapas melalui hidung ?

Apakah terdapat perdarahan dari hidung atau telinga ?

Apakah pasien mengalami kesulitan membuka/menutup mulut ?

1.6.2 Pemeriksaan fisik

Inspeksi : dilihat ada tidaknya deformitas, luka terbuka dan evaluasi

susunan / konfigurasi gigi saat menutup dan membuka mulut, menilai

ada/tidaknya maloklusi. Dilihat juga ada/tidaknya gigi yang hilang atau

fraktur.

Palpasi : Nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan.

Krepitasi : Biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan

ini harus gentle dan bila perlu dapat ditiadakan.

Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di

sekitarnya terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.


Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen,

traktus, urinarius dan pelvis.

Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal

fraktur yang berupa: pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit,

pengembalian darah ke kapiler

2.6.3 Pemeriksaan klinis ekstraoral

Tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis

atau perdarahan didalam jaringan dan pembengkakan. Seringpula terjadi

laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat jelas deformasi dari tulang mandibula.

Jika terjadi perpindahan tempat dari fragmen-fragmen itu pasien tidak bisa

menutup gigi geligi anterior, dan mulut menggantung kendur dan terbuka.

Pasien sering kelihatan menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula

air ludah bercampur darah menetes dari sudut mulut pasien.

Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah

kondilus pada kedua sisi, kemudian diteruskan ke sepanjang perbatasan bawah

mandibula, bagian-bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah

fraktur, demikian pula terjadinya perubahan kontur dan krepitasi tulang. Jika

fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami parastesi.

2.6.4 Pemeriksaan klinis intraoral

Setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan dari dalam mulut. Sulkus

bukal diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Dengan hati-hati

dilakukan palpasi pada daerah yang dicurigai fraktur, ibu jari serta telunjuk
ditempatkan di kedua sisi dan ditekan untuk menunjukkan mobilitas yang tidak wajar

pada daerah fraktur.

2.6.5 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,

pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya

gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar dan

krepitasi menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu

mungkin juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan).

Pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto Rontgen

untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap pemeriksaan radiologis diharapkan

menghasilkan kualitas gambar yang meliputi area yang dicermati yaitu daerah

patologis berikut daerah normal sekitarnya. Gambar yang dihasilkan seminimal

mungkin mengalami distorsi, hal ini bisa dicapai dengan proyeksi yang dekat (film

dan sumber x-ray sedekat mungkin dengan obyek) dan densitas serta kontras gambar

foto optimal (diatur dari mA dan kVp serta waktu penyinaran dan proses

pencuciannya). Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan dan

pemeriksaan panoramik. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi

serta luas fraktur adalah dengan CT Scan Pemeriksaan panoramik juga dapat

dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas pemeriksaan

yang memadai.
Gambar 9: CT Scan koronal menunjukkan fraktur mandibular

Gambar 10 :Foto panoramic menunjukkan fraktur mandibular

Penelitian radiologis yang paling informatif digunakan dalam mendiagnosis

fraktur mandibula adalah radiograf panoramik.

Panoramik menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula

dalam satu radiograf.

Panoramik membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan

melihat secara detail area TMJ, simfisis dan gigi / daerah proses alveolar.

Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan

periapikal, dapat membantu.

Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angel, fraktur

pada corpus posterior. Bagian kondilus, bicuspid dan daerah simfisis

seringkali tidak jelas.

Tampilan oklusal mandibula menunjukkan perbedaan di posisi tengah dan

lateral fraktur body.

Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan

medial ataulateral ramus, sudut, tubuh, atau fraktur simfisis.

CT scan juga dapat membantu :


CT scan juga memungkinkan dokter untuk survei fraktur wajah daerah

lain, termasuk tulang frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit,

dan seluruh sistem horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.

Rekonstruksi kerangka wajah sering membantu untuk konsep cedera.

CT scan juga ideal untuk fraktur condylar, yang sulit untuk

memvisualisasikan.

Gambar 11 : CT-Scan koronal men unjukan fraktur bilateral condylar.

Radiografi panoramik dan CT scan membantu memastikan lokasi fraktur, tingkat dan
derajat dan arah dari pergeseran tempat dan keberadaannya dihubungkan dengan injuri.
Semua informasi adalah untuk melengkapi perkembangan rencana perawatan yang tepat
untuk pasien. CT scan menghasilkan gambar axial dan coronal yang cukup jelas secara
anatomi. CT scan juga dapat memberi informasi tentang fraktur intercapsuler.

Rontgen panoramik sangat berguna dalam mendeteksi fraktur kondilus mandibula.


Jika radiografi panoramik tidak tersedia, maka pandangan dari bilateral lateral obliq dari
mandibular dapat dilakukan sehingga operator dapat melihat daerah kondil dan subkondil.
Foto rontgen kepala anteroposterior (AP) dengan sudut 30 derajat juga dapat memberikan
informasi arah mediolateral yang tidak dapat terlihat pada foto rontgen panoramik.

Anda mungkin juga menyukai