Anda di halaman 1dari 38

1

MENGETAHUI KORELASI PANJANG


PERINEAL BODY SEBAGAI FAKTOR RESIKO
ATAS ROBEKNYA SFINGTER ANI

Oleh:
Dewi Novita

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
BAB I
2

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Persalinan merupakan hal yang alami dan fisiologis yang dialami

oleh seorang wanita, namun adakalanya persalinan dapat menimbulkan

masalah tarumatik bagi seorang wanita yang dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas ibu. Salah satu masalah morbiditas yang sering

timbul karena proses persalinan pervaginam adalah terjadinya laserasi

pada perineum, vagina, serviks dan sfingter ani. Laserasi ini dapat terjadi

spontan pada waktu persalinan, terutama pada ibu primipara atau ibu yang

pertama kali melahirkan.

Trauma obstetrik meliputi cedera sfingter anus yang dapat

menyebabkan inkontinensia tinja selama periode pasca persalinan

dikemudian hari (Sultan et al, 1993; Hordnes et al,1993; Madof, 1992;

Bharucha, 2012). Angka robekan sfingter ani yang dilaporkan berdasarkan

deteksi klinis dari laserasi perineum tingkat ketiga dan keempat, berkisar

0,6 9 % dari seluruh persalinan normal (De leew et al, 2001; Sultan et al.

1994; Zetterstrom, 1998 ; Jander 2001). Diperkirakan 40 - 47 % dari wanita

dengan cedera sfingter ani yang dikenali secara klinis melaporkan

inkontinensia tinja (Fornell et al, 2005;Pinta et al, 2004). Terdapat juga

tingginya angka robekan sfingter ani yang tidak terdiagnosa pada saat

persalinan. Sultan et al. menemukan bahwa sebanyak 35% wanita


3

primipara mempunyai robekan sfingter ani yang tidak terdeteksi ketika

diteliti dengan USG pada 6 minggu pasca persalinan (Sultan 1993),

sementara Pinta et al. melaporkan sebanyak 23% pada 4 bulan setelah

melahirkan (Pinta et al, 2004).

Wanita dengan cedera sfingter ani pada persalinan pertama memiliki

tujuh kali lipat peningkatan risiko cedera sfingter pada persalinan

berikutnya; yang dapat meningkatkan risiko inkontinensia tinja pada tahun-

tahun yang akan datang.

Pendeknya Perineal Body (PB) dikaitkan dengan peningkatan risiko

robeknya sfingter ani melalui deteksi USG. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menentukan apakah pendeknya panjang perineal body (< 3 cm)

merupakan suatu faktor risiko dari robeknya sfingter ani dengan deteksi

USG pada saat persalinan pertama. Selain faktor obstetrik, panjang

perineum dari seorang ibu telah dikaitkan dengan diagnosa klinis atas

cedera vagina atau perineum saat melahirkan. Namun, panjang perineum

belum diteliti terkait dengan deteksi USG untuk menilai cedera sfingter.

Memahami faktor risiko cedera sfingter ani memberikan

kesempatan untuk meningkatkan kesadaran dan pencegahan inkontinensia

tinja dan disfungsi dasar panggul lainnya yang disebabkan oleh cedera

dasar panggul berkelanjutan selama persalinan obstetrik. Menilai panjang

perineum sebelum persalinan merupakan suatu cara screening yang


4

beresiko rendah, non-infasif, dan murah untuk mengevaluasi risiko cedera

sfingter anus.

I.2. Rumusan Masalah

Apakah ada korelasi panjang Perineal Body sebagai faktor risiko

robeknya sfingter anus melalui diagnosis USG pada saat persalinan

pertama ?

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan Umum Penelitian

Mengetahui korelasi panjang Perineal Body sebagai faktor resiko

atas robeknya sfingter ani.

I.3.2. Tujuan Khusus Penelitian

Mengukur panjang Perineal Body sebagai faktor resiko

robeknya sfingter anus pada persalinan pertama.

Mengevaluasi robekan sfingter ani menggunakan

pemeriksaan ultrasonografi transvaginal.

1.4. Manfaat penelitian

1.4.1 Memberi tambahan informasi ilmiah mengenai panjang perineal

body sebagai salah satu faktor risiko robeknya sfingter ani

melalui diagnosis USG pada saat persalinan pertama.


5

1.4.2 Menjadi data dasar untuk dijadikan referensi pada penelitian

lanjutan mengenai robeknya sfingter ani.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perineum

1. Anatomi Perineum

Perineum merupakan daerah yang berada dibagian bawah rongga

pelvis yang terletak diantara tepi bawah vulva dan tepi depan anus. Batas

otot-oto diagframa pelvis (m. Levator ani, m. Coccygeus) dan diagframa

urogenitalis (m. Perinealis transversus profunda, m. Constrictor uretra).

Perineum akan sangat baik tervisualisaikan pada saat subjek berada dalam

posisi litotomi (Snell , 2000). Batasannya dibentuk oleh pubic rami didepan

ligament sacro tuberous dibelakang. Pelvic outletnya dibagi oleh garis

melintang yang menghubungkan bagian depan ischial tuberosities kedalam

segitiga urogenital dan sebuah segitiga dibelakang anal. Bagian perineum

ini dibagi atas segitiga anterior yang disebut segitiga urogenital dan

segitiga posterior disebut segitiga anal (Snell, 2000 ; Thomas 1995).

Segitiga urogenital

Otot-otot pada wilayah ini dikelompokan kedalam kelompok

superfisial dan profunda bergantung pada membran perineal. Bagian

bulbusspongiosus, perineal melintang dangkal dan otot ishiocavernosus

terletak dalam bagian terpisah yang superfisial. Otot-oto bulbuspongiousus


7

melingkari vagina dan masuk melalui bagian depan corpora cavernosa

clitoridis. Dibagian belakang, sebagian serabutnya menyatu dengan otot

kontralateral superfisialis transverse perineal juga dengan cincin otot anus

sfingter (Snell, 2000 ; Thomas 1995).

Kelenjar bartolini merupakan struktur berbentuk kacang polong dan

bagian duktusnya membuka kearah introitus vagina di permukaan selaput

dara pada persimpangan duapertiga bagian atas dan sepertiga bagian

bawah labia minora (Snell, 2000 ; Thomas 1995).

Pada wanita, otot perineal profunda melintang antara bagian depan

dan belakang fasia membran perineal yang membentuk diagframa

urogenital berbentuk tipis dan sukar untuk digambarkan, karena itu

kehadirannya tidak diakui sebagian ahli. Dibagian yang sama terletak juga

otot cincin external uretra (Snell, 2000 ; Thomas 1995).

Badan Perineal

Badan perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-

rata 4 cm. Dibentuk oleh : M. Sfingter Ani Eksternus, dua buah M. Levator

Ani, M. Transversus Perinei Superfisial dan M. Transversus Perinei

Profunda serta M.Bulbokavernosus (Rachimhadhi, 2008).


8

Gambar 2.Otot-otot diaphragma pelvis (Rohen,2002)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lucy Lisa dan

dipublikasikan pada tahun 2013 mengenai Perbandingan Ukuran

Komponen POP-Q Wanita Multipara dan Nullipara, didapatkan bahwa

panjang badan perineum pada wanita nullipara khususnya di Makassar

adalah sebesar 3,27 cm dengan standar deviasi 0,22 (Lisa, 2013).

Perineal Body memberikan kestabilan posisi pada bagian tengah

perineum dan dapat menyokong struktur yang terdapat disekitarnya,

sehingga dapat disimpulkan badan perineum merupakan Center of

Gravity dari perineum (Mouchel, 2008).


9

Gambar 3. Perineum dari lateral: 1) Badan Perineum, 2) M.Transversus,


3) M. Bulbokavernosus, 4) Sfingter ani eksterna, 5) Lig.Ano-koksigis, 6) N.
Pudendus (Mouchel, 2008).

Suplai darah perineum berasal dari cabang a.Pudendus interna yang

berasal dari cabang a.Iliaka interna yang keluar dari pelvis melalui spina

iskiadika dan mencapai perineum melalui foramen iskiadika. Arteri ini

berjalan melalui ramus pubis hingga membran perineum dan

bercabang ke M. Bulbokavernosus dan klitoris. Percabangan arteri hingga

ke rektal bagian inferior sebagai Hemoroid interna. Arteri dari inferior rektal

melewati fossa iskiorektal dan menyuplai darah ke M. Sfingter ani


10

dan M.Levator ani. Cabang arteri ini menjadi sumber perdarahan bila terdapat

luka superfisial pada anus atau fossa iskiorektal. Arteri ini berjalan

bersama vena yang bermuara pada vena pudendus. Arteri pada vulva juga

memberi cabang pada otot dan merupakan sumber perdarahan jika terjadi

luka pada vulva. Arteri Transversus perinei mensuplai permukaan perineum

yang dapat menjadi sumber perdarahan jika terdapat laserasi pada

perineum. Cabang yang lain adalah percabangan ke M. Bulbokavernosus.

Vena-vena pada perineum tidak memiliki katup dan beranastomosis ke

pleksus vena intrapelvis (Sokol, 2008).

Nervus pudendus berasal dari Sakral 2 Sakral 4 yang menginervasi

sensorik maupun motorik perineum. Persarafan ini keluar dari pelvis melalui

foramen iskiadika, berjalan sepanjang spina iskiadika hingga M. Obturator

interna melalui fossa iskiorektal. Kemudian bercabang ke posterior dan

medial ke tuberositas dan bercabang tiga ke inferior rektal, perineum dan

klitoris (Sokol, 2008).

Perineum sering mengalami laserasi pada proses persalinan, oleh

karena episiotomi luas atau episiotomi yang terlalu dini maka dapat

mengakibatkan perdarahan. Kesalahan pada saat perbaikan laserasi dapat

mengakibatkan nyeri perineum kronik, dispareunia, inkontinensia urin dan

inkontinensia alvi (Pernoll, 2001).

Anatomi Anorectum

Anorectum merupakan bagian yang paling jauh dari traktus

gastrointestinal dan terdiri dari dua bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal
11

anus terletak dibawah persambungan anorektal yang dibentuk oleh otot

puborectalis. Otot cincin anus terdiri dari tiga bagian (subkutaneus/bawah

kulit), superfisialis dan bagian profunda dan tidak bisa dipisahkan dari

permukaan puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan lanjutan

menebalnya otot halus yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar

cincin otot anus oleh otot penyambung yang membujur rektum (Snell, 2000 ;

Thomas 1995).

2. Ruptur Perineum

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik

secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan

perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila

kepala janin lahir terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua

primipara (Winkjosastro, 1999). Robekan dapat terjadi bersamaan dengan

atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi

baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Mansjoer, 2005).

Ruptur perineum dapat terjadi pada setiap persalinan pervaginam.

Terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko ruptur

perineum terutama laserasi derajat tiga dan laserasi derajat empat. Faktor

tersebut meliputi episiotomi garis tengah, nuliparitas, persalinan kala dua tak

maju, posisi oksiput posterior persisten, forseps sedang atau rendah,

penggunaan anestesi lokal dan ras asia (Cunningham, 2012).

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang

bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus

diperhatikan yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi.

Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan

robekanuterus (ruptur uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan


12

robekan jalan lahir yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah vena

(Mansjoer, 2005).

Klasifikasi Ruptur Perineum

Klasifikasi ruptur perineum menurut Obstetric Ana Sphincter Injuries


(OASIS ): (IUGA, 2012)

I. Ruptur perineum derajat satu adalah laserasi superfisial yang

melibatkan mukosa vagina dan/atau kulit perineal;

II. Ruptur perineum derajat dua adalah laserasi yang meluas ke fasia dan

otot yang melingkari vagina;

III. Ruptur perineum derajat tiga adalah laserasi pada sfingter ani:

III a. Laserasi mengenai <50% sfingterani eksterna

III b. Laserasi mengenai >50% sfingterani eksterna

III c. Laserasimengenai sfingterani interna.

IV. Ruptur perineum derajat empat adalah laserasi meliputi kerusakan

sfingter ani eksterna dan interna hingga mukosa anorektal.

Terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak

kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana

mestinya, riwayat persalinan. ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat

dan episiotomi (Wiknjosastro, 1999).

Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seseorang ibu baik

hidup maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian perineal

rupture.

Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko lebih

besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas lebih

dari satu. Hal ini dikarenakan karena jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh
13

kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang (Wiknjosastro,

1999).

Jarak kelahiran

Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang

dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun

tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan.

Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu

dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada

persalinan terdahulu mengalami robekan perineum derajat tiga atau empat,

sehingga proses pemulihan belum sempurna dan robekan perineum dapat

terjadi (Sokok, 2008).

Berat badan bayi

Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya rupture perineum

yaitu pada berat badan janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma partus

melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu.

Perkiraan berat janin tergantung pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi

dokter atau bidan. Pada masa kehamilan, hendaknya terlebih dahulu

mengukur tafsiran beran badan janin (Rachimhadhi, 2008)

Dari uraian diatas terlihat bahwa faktor ibu dalam hal paritas memiliki

kaitan dengan terjadinya rupture perineum. Ibu dengan paritas satu atau ibu

primipara mengalami resiko yang lebih tinggi.

Jarak kelahiran kurang dari dua tahun juga termasuk dalam kategori

risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi dalam persalinan.Dalam

kaitannya dengan terjadinya rupture perineum, maka berat badan bayi yang

berisiko adalah berat badan bayi diatas 3500 gram (Rachimhadhi, 2008).
14

Riwayat Persalinan

Riwayat persalinan mencakup episiotomi, ekstraksi cunam dan

ekstraksi vakum. Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya rupture perineum.

Episiotomi

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang

menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan

pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah

depan perineum. Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan

yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi

kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut. Pertimbangan untuk

melakukan episiotomi harus mengacu kepada pertimbangan klinik yang tepat

dan teknik yang paling sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Tujuan

episiotomi adalah menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah

kehilangan darah yang tidak perlu (Fowler, 2009).

3. Persalinan Normal

Persalinan merupakan suatu gejala klinik yang ditandai dengan

kontraksi uterus yang teratur dan meningkat dalam hal frekuensi dan

intensitasnya yang menimbulkan pendataran dan pembukaan serviks (Liao,

2005).

I. FISIOLOGI PERSALINAN NORMAL

Persalinan aterm dipahami sebagai suatu kejadian fisiologis

dimana akibat berkurangnya efek penghambatan pada miometrium lebih

diyakini dapat menyebabkan persalinan dibandingkan efek dari stimulasi

uterus. Untuk lebih memahami aktivitas uterus selama akhir kehamilan

dan persalinan, maka proses tersebut dijelaskan dalam empat fase.


15

Selama persalinan uterus dipertahankan dalam keadaan tenang

(Fase0) melalui satu atau lebih fakto rinhibitor, termasuk progesteron,

prostasiklin, relaxin, nitratoksida, hormon paratiroid, peptida kalsitonin,

dan vasoaktif intestinal. Sebelum mencapai usia kehamilan aterm,

uterus dalam fase aktivasi (fase1) dan stimulasi (fase 2). Fase aktivasi

terjadi akibat respon satu atau lebih uterotropin (misal:estrogen) dengan

peningkatan ekspresi protein penyebab kontraksi (reseptor miometrium

yang peka terhadap prostaglandin dan oksitosin), aktivasi ion channel,

dan peningkatan connexin-43 (komponen kunci gap junction). Setelah

diaktivasi uterus dapat bereaksi oleh pengaruh uterotonin seperti

oksitosin dan prostaglandin sehingga terjadi kontraksi (Liao, 2005).

Fase 3 (involusi uterus) terjadi setelah persalinan dan di mediasi

oleh oksitosin dan kemungkinan pula oleh trombin. Segera setelah

lahirnya konseptus, dan selama sekitar satu jam atau sesudahnya,

miometrium harus dipertahankan pada kondisi tetap keras dan

melakukan kontraksi/retraksi menetap, yang menyebabkan kompresi

pembuluh- pembuluh besar uterus dan trombosis lumen-lumennya.

Dalam cara yang terkoordinasi ini, perdarahan post partum yang fatal

dapat dicegah (Liao, 2005).


16

Grafik1.Pengaturan aktivitasi uterus pada kehamilan dan persalinan.

II. FASE FASE PERSALINAN NORMAL

Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda.

1. Kala I Persalinan

Kala I persalinan dimulai ketika telah tercapai kontraksi

uterus dengan frekuensi, intensitas, dan durasi yang cukup untuk

menghasilkan pendataran serviks dan dilatasi serviks yang progresif.

Kala I terbagi atas tiga fase berdasarkan dilatasi serviks:

a. Fase laten

Fase laten dimulai pada awal persalinan hingga pada suatu titik

dimana terjadiperubahanlengkung kecepatan dilatasi serviks.

Karakteristik fase ini berupa dilatasi serviks yang lambat dan

durasinyabervariasi.
17

b. Fase aktif

Pada fase ini terjadi pembukaan dilatasi serviks yang lebih

cepat dan umumnya dimulai pada pembukaan 2-4 cm. Dibagi menjadi

fase akselerasi dan fase deselerasi.

c. Fase penurunan

Penurunan bagian terbawah janin umumnya dihubungkan

dengan kala II persalinan (Liao, 2005).

2. Kala II Persalinan

Kala II persalinan merupakan interval antara terjadinya dilatasi

sempurna serviks ( pembukaan 10 cm ) dan lahirnya bayi. Kala II ini

ditandai dengan penurunan bagian terbawah janin kedalam panggul

dan di akhiri dengan ekspulsi dari fetus. Indikasi mulainya kala II

persalinan adalah peningkatan pengeluaran darah, dorongan

mengedan yang kuat pada setiap kontraksi, dan terjadi mual dan

muntah.

Pada saat ini ibu mempunyai peranan aktif dibandingkan pada

kalaI persalinan sebab ibu harus mengedan untuk melahirkan

bayinya (Liao, 2005).

3. Kala III Persalinan

Kala III persalinan mengacu pada waktu dilahirkannya bayi

hingga pelepasan dan ekspulsi plasenta dan selaput ketuban. Tiga

tanda klasik pelepasan plasenta adalah: (1) bertambahnya panjang tali

pusat, (2) semburan darah dari vagina yang menunjukkan pelepasan

plasenta dari dinding uterus, (3) perubahan bentuk uterus sehingga

terjadi penurunan fundus uteri (Liao, 2005).


18

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN KERANGKA TEORI

3.1 Kerangka Teori

Keterangan :

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah robekan sfingter ani yang

masuk dalam tingkatan derajat 3 dan 4 dari ruptur perineum.

3.2 Kerangka Konseptual

3.2.1 Variabel Independen

Variabel independen dari penelitian ini adalah panjang perineal

body
19

3.2.2 Variabel Dependen

Variabel dependen pada penelitian ini adalah robekan sfingter ani

3.3 Hipotesis Penelitian

3.3.1 Hipotesis Nol (H0)

1. Tidak terdapat hubungan antara panjang perineal body

sebagai faktor resiko terhadap kejadian robekan sfingter ani

3.3.2 Hipotesis alternatif (Ha)

1. Terdapat hubungan antara antara panjang perineal body

sebagai faktor resiko terhadap kejadian robekan sfingter ani

3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

a) Variabel Independen : Panjang perineal body, yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah panjang perineal body yang diukur dari batas

posterior hiatus genitalis hingga titik tengah lubang anus, dinyatakan

dalam sentimeter. Terbagi dalam dua kelompok, <3 cm dan >3 cm.

b) Variable Dependen : Robekan sfingter ani, yang dimaksud dalam

penelitian adalah tingkatan robekan sfingter ani yang diukur melalui

diagnosa ultrasonografi. Dalam penelitian ini terbagi dalam dua


20

kelompok, yaitu robekan sfingter ani interna dan robekan sfingter ani

eksterna dan dilihat 6 minggu post partum.

c) Variabel Perancu (Confounding variable) : dalam penelitian ini, faktor

yang menjadi perancu dalam penelitian terbagi atas :

Berat badan bayi, dalam penelitian ini adalah berat badan bayi

baru lahir dalam satuan gram

Alat ukur : tabel pengisian data, timbangan berat badan

Cara ukur : mengukur berat badan

Hasil ukur :

< 3500 gram

> 3500 gram

Riwayat persalinan, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

cara atau metode pertolongan yang diberikan saat persalinan

terjadi

Alat ukur : tabel pengisian data

Cara ukur : anamnesis

Hasil ukur :

- Lahir spontan

- Episiotomi

- Ekstraksi vacum

- Ekstraksi forcep
21

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan

desain penelitian potong lintang atau cross-sectional, yang mana

pengukuran variabel dilakukan pada saat tertentu secara bersamaaan

untuk mengetahui hubungan panjang Perineal Body sebagai faktor risiko

robeknya sfingter anus melalui diagnosis USG pada saat persalinan

pertama.

4.2 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS Wahidin Sudirohusodo, RSUD Labuang

Baji, RSKDIA Pertiwi, RSKDIA Fatimah. Untuk menentukan hubungan

panjang Perineal Body sebagai faktor risiko robeknya sfingter anus

melalui diagnosis USG pada saat persalinan pertama, maka waktu

pelaksanaan penelitian ini dimulai sejak bulan April 2016 hingga jumlah

sampel terpenuhi.

4.3 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua perempuan yang melakukan

persalinan di RS Wahidin Sudirohusodo, RSUD Labuang Baji, RSKDIA

Pertiwi, RSKDIA Fatimah.


22

4.4 Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah ibu hamil primigravida yang

melakukan persalinan pada RS Wahidin Sudirohusodo, RSUD Labuang

Baji, RSKDIA Pertiwi, RSKDIA Fatimah yang memenuhi kriteria seleksi.

Seluruh ibu hamil primi gravida yang memenuhi kriteria inklusi diberikan

Informed Consent, apabila bersedia melakukan penelitian ini.

Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan rumus :

Keterangan :

- n = besar sampel minimum

- Z2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

- p = nilai proporsi di populasi

- q = 1- p

- d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir/ presisi

Pada penelitian ini digunakan derajat kepercayaan = 0,05, dengan

nilai confidence interval 90%, maka diperoleh nilai Z = 1,64, dengan nilai

presisi mutlak sebesar 10%. Pada penelitian ini tidak didapatkan data

proporsi populasi sebelumnya, maka di ambil nilai standar p sebesar 0,5.


23

Berdasarkan rumus diatas, maka didapatkan jumlah sampel sebesar 67

sampel (10% sampel dropout). Dengan demikian, sampel minimal yang

akan diteliti dalam penelitian ini adalah 74 sampel.

Sampel yang diambil dengan menggunakan teknik Quota

sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara mentapkan jumlah

tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel

dari populasi, dimana semua wanita yang memenuhi kriteria populasi

yang datang ke rumah sakit bersalin dijadikan sampel hingga memenuhi

jumlah total sampel yang dibutuhkan.

4.5 Kriteria Sampel

4.5.1 Kriteria Inklusi :

- Bersedia ikut serta dalam kegiatan penelitian

- Nullipara

- Berencana untuk melahirkan secara pervaginam

- Kehamilan aterm

4.5.2 Kriteria Eksklusi

- Gemeli

- Riwayat trauma atau operasi pada daerah anorectal

- Kehamilan prematur.

4.6 Cara Kerja

4.6.1. Alokasi Subjek

Subyek adalah ibu hamil primi gravida yang bersedia ikut


24

penelitian dan memenuhi kriteria inklusi.

4.6.2. Cara Penelitian

a. Persiapan mengikuti penelitian

Peneliti melakukan pengukuran panjang badan perineum kepada

ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan telah

menandatangani persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian

antara usia kehamilan 35-37 Minggu.

b. Pengambilan data

Dalam penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dengan

menggunakan kuisioner, pengukuran panjang perineal body dan

pemeriksaan ultrasonografi transvaginal yang dilakukan 6 minggu

setelah persalinan untuk menilai robekan sfingter ani.Untuk data

sekunder mengenai informasi demografis dan persalinan

dikumpulkan dari catatan medis , meliputi: usia, BMI, graviditas,

paritas, riwayat medis dan operasi, lama persalinan, usia

kehamilan pada saat melahirkan, berat lahir bayi, skor Apgar,

lingkar kepala, komplikasi persalinan (didefinisikan sebagai

distosia, tertahannya dilatasi atau penurunan, denyut jantung janin

tidak meyakinkan, korioamnionitis, perdarahan pasca persalinan,

atau ekstraksi plasenta manual), model persalinan (normal

spontan, normal berbantu pencepit atau vakum, atau sesar), posisi

kepala bayi pada saat melahirkan, tingkat robekan perineum, dan

tipe perbaikan.
25

c. Persiapan

Alat dan bahan yang disiapkan pada masing-masing rumah sakit

adalah :

a. Surat persetujuan penelitian

b. Partusset1 buah

c. Pita meteran

d. Aqua Jelly

e. Kartu kontrol ibu hamil

f. Kondom pria

g. Ultrasonografi yang dilengkapi probe transvaginal


26

4.7 Alur Penelitian

Sampel penelitian = 74

Pengambilan data
primer dan sekunder
-Pengukuran panjang Evaluasi derajat
perineal body kerusakan sfingter ani
-Berat badan bayi melalui pemeriksaan
-Riwayat persalinan USG transvaginal 6
(episiotomi,vakum minggu post partum
ekstraksi, forcep)
-Data demografi

4.8 Pengolahan Data dan Penyajian Data

Setelah dilakukan pengumpulan dan pencatatan data primer, data

yang diperoleh diorganisasikan dan diolah dengan menggunakan

program komputer SPSS 17.0, Microsoft Excel dan Microsoft Word..


27

4.9 Analisis Data

Data dianalisa menggunakan metode Chi-square, yaitu metode

statistik yang digunakan untuk melihat kemaknaan dan hubungan antara

variabel kategorik tidak berpasangan tabel 2x2. Syarat untuk uji Chi

Square adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5

maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat uji Chi Square tidak terpenuhi

maka ujia alternatifnya adalah uji Fisher. Untuk melihat kejelasan tentang

dinamika hubungan antara faktor risiko dan faktor efek dilihat melalui

nilai prevalensi rasio odds (POR). Untuk interpretasi hasil menggunakan

derajat kemaknaan (P alpha) sebesar 5% dengan catatan jika p <0,05

(p value p alpha) maka H0 di tolak (ada hubungan antara variabel

bebas dengan terikat), sedangkan bila p>0,05 maka H 0 diterima (tidak

ada hubungan antara variabel bebas dengan terikat). Sedangkan untuk

mengetahui prevalens penyakit maka digunakan analisis Prevalence

Odds Ratio (POR).

Chi-square: menguji apakah ada hubungan antara baris dengan

kolom pada sebuah tabel kontigensi. Data yang digunakan merupakan

data kualitatif.

Rumus Chi-square:

X2= (O-E)2

E
28

O= skor yang diobservasi (Observed)

E= Skor yang diharapkan (Expected)

Tabel 4.1 Tabel silang dilihat dari faktor risiko

Efek Jumlah

Faktor risiko A B a+b

(+)

Faktor risiko (-) C D c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d

(N)

POR= a/ (a+b): c/ (c+d)

a/ (a+b)= proporsi subyek yang mempunyai faktor risiko yang

mengalami efek

c/ (c+d)= proporsi subyek tanpa mempunyai faktor risiko yang

mengalami efek

Interpretasi hasil:

a. Bila POR =1, variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak

ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau dengan kata lain

ia bersifat netral,
29

b. Bila POR > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak

mencakup angka 1, berarti variabel tersebutmerupakan faktor

risiko terjadinya efek.

c. Bila POR <1, dan rentang interval kepercayaan tidak

mencakup angka 1, berarti faktoryang diteliti dapat

mengurangi terjadinya efek (faktor protektif), bukan faktor

risiko.

d. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup

angka 1, maka berarti populasi yang diwakilioleh sampel

tersebut masih mungkin nilai prevalensnya= 1. Ini berarti dari

data yang ada belum dapat disimpulkan bawa faktor yang

dikaji benar-benar merupakan faktor risiko atau faktor

protektif.

4.10 Aspek Etika Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan perizinan

kepada RS Wahidin Sudirohusodo, RSUD Labuang baji, RSKDIA

Pertiwi, RSKDIA Siti Fatimah pada bagian komite medik

Peneliti akan menjaga kerahasiaan identitas subjek sehingga

informasi tetap terjaga kerahsiaannya.


30

4.11 Waktu Penelitian

Persiapan : 2 minggu

Pengumpulan data : 24 minggu

Pengolahan data : 2 minggu

Penulisan laporan : 2 minggu

Lama penelitian : 30 minggu

4.12 Personalia Penelitian

Pelaksana : dr. Firman Ihram Thamrin

Pembantu Pelaksana : PPDS Obgin FKUnhas

Pembimbing Utama : dr. David Lotisna, SpOG(K)

Pembimbing Kedua : dr.Nugraha Utama Pelupessy,Sp.OG(K)

Pembimbing Statistik : Dr.dr.St.Maisuri T.Chalid,Sp.OG(K)

Penyanggah Pertama : dr. Retno B.Farid, SpOG(K)

PenyanggahKedua : dr. Sriwijaya,SpOG(K)


31

DAFTAR PUSTAKA

Bharucha AE, Fletcher JG, Melton LJ 3rd, Zinsmeister AR (2012)Obstetric


trauma, pelvic floor injury and fecal incontinence: a population-based
case-control study. Am J Gastroenterol 107: 902911

Cunningham, F. G., Leveno, K. J. & Bloom, S. L. 2012. Persalinan dan


Pelahiran Normal. Obstetri Williams. 23 ed.

De Leeuw JW, Vierhout ME, Struijk PC, Hop WC, Wallenburg HC (2001)
Anal sphincter damage after vaginal delivery: functional outcome and
risk factors for fecal incontinence. Acta Obstet Gynecol Scand 80:830
834

Fowler GE. 2009. Obstetric Anal Sphincter Injury. Journal of the Association
of Chartered Physiotherapists in Womens Health, Spring 2009, 104,
1219

Fornell EU, Matthiesen L, Sjodahl R, Berg G (2005) Obstetric anal sphincter


injury ten years after: subjective and objective long term effects. BJOG
112:312316

Hordnes K, Bergsjo P (1993) Severe lacerations after childbirth. Acta Obstet


Gynecol Scand 72:413422

IUGA, W. 2012. Diagnosis of obstetric anal sphincter injuries (OASIS).


Diagnosis and Repair of 3rd and 4th Degree Tears [Online].

Jander C, Lyrenas S (2001) Third and fourth degree perineal tears. Predictor
factors in a referral hospital. Acta Obstet Gynecol Scand 80:229234

Liao, J. B., Buhimschi, C. S. & Norwitz, E. R. 2005. Normal Labor:


Mechanism and Duration. Obsterics and Gynecology Clinics of North
America.

Lisa, L. 2013. Perbandingan Ukuran Komponen POP-Q Wanita Multipara


dan Nullipara. Tesis PPDS 1, Universitas Hasanuddin
32

Madoff RD, Williams JG, Caushaj PF (1992) Fecal incontinence. NEngl J


Med 326:10021007

Mansjoer. 2005. Mengatasi Perdarahan pada ibu Melahirkan. Available from:


[Http://www.pd.persi. co.id].

Mouchel, T. & Mouchel, F. 2008. Perineology. Basic Anatomic Features in


Perineology [Online], 27. Available: http://www.pelviperineology.org
[Accessed May 17th 2015].

Pernoll, M. L. 2001. Course and Conduct of Labor and Delivery. Benson and
Pernoll's Handbook of Obstetrics and Gynecology. 10th ed
Pinta TM, Kylanpaa ML, Teramo KA, Luukkonen PS (2004) Sphincter rupture
and anal incontinence after first vaginal delivery. Acta Obstet Gynecol
Scand 83:917922

Rachimhadhi, T. 2008. Anatomi Alat Reproduksi. In: Saifuddin, A. B.,


Rachimhadhi, T. & Wiknjosastro, G. H. (eds.) Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Rohen, J., Yokochi, C. & Drecoll, E. 2002. Organa retroperitonealia. Atlas


Anatomi Manusia

Snell, Richard S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.


Jakarta. EGC 2000

Sokol, A. I. & Shveiky, D. 2008. Clinical Anatomy of The Vulva, Vagina,


Lower Pelvis, and Perineum

Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI (1993) Anal-
sphincter disruption during vaginal delivery. New England J Med 329:
1905 - 1911

Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Bartram CI (1994) Third degree obstetric
anal sphincter tears: risk factors and outcome of primary repair. BMJ
308:887891

Thomas A. 1995. Human Gross Anatomy II. Bastyr University


33

Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarowono Prawirohardjo.

Zetterstrom J, Lopez A, Anzen B, Norman M, Holmstrom B, Mellgren A


(1999) Anal sphincter tears at vaginal delivery: risk factors and clinical
outcome of primary repair. Obstet Gynecol 94: 2128
34

Lampiran 1

NASKAH PENJELASAN UNTUK RESPONDEN

Selamat Pagi/ Siang/ Sore, ibu. Saya, dr. Firman Ihram Thamrin, yang
akan melakukan penelitian tentang Panjang Badan Perineum Sebagai
Faktor Risiko Robeknya Sfingter Ani Melalui Diagnosis Ultrasonografi Pada
Saat Persalinan Pertama. Wanita umumnya mendapatkan trauma perineum
dalam proses persalinan terutama pada persalinan anak pertama. Badan
perineum adalah suatu struktur otot elastis yang terletak diantara vagina dan
anus. Badan perineum inilah yang sering mengalami robekan pada proses
persalinan yang dapat dikelompokkan menjadi 4 derajat sesuai dengan
kedalaman robekan atau ruptur tersebut.
Pada masa pasca persalinan untuk mengetahui secara tepat tingkatan
ruptur perineum dan untuk mengevaluasi luka akibat robekan perineum kita
dapat menggunakan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Dengan moda
pemeriksaan yang sederhana ini diharapkan penelitian ini bisa memberikan
referensi tentang korelasi panjang badan perineum sebagai faktor risiko
robeknya sfinter ani.
Karena itu kami sangat mengharapkan ibu bersedia untuk ikut dalam
penelitian ini secara sukarela dan mengizinkan kami menggunakan data ibu
dalam laporan tertulis maupun laporan secara lisan. Bila ibu bersedia kami
mengharapkan ibu memberikan persetujuan secara tertulis. Keikutsertaan
ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa paksaan, oleh karena itu ibu
berhak untuk menolak atau mengundurkan diri tanpa risiko kehilangan hak
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit ini.
Kalau ibu setuju untuk berpartisipasi, kami akan menanyakan
beberapa hal antara lain data pribadi ibu dan riwayat kehamilan. Kami juga
akan melakukan pengukuran panjang badan perineum. Adapun prosedur
pengukuran panjang badan perineum yaitu kami akan menggunakan mistar
melakukan pengukuran panjang dari ujung kemaluan sampai lubang pantat.
Setelah itu 6 minggu pasca salin ibu kami harapkan datang kembali untuk
kontrol dan kami akan melakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal
untuk menilai luka ruptur perineum ibu.
Kami menjamin keamanan dan kerahasiaan semua data pada
penelitian ini. Data akan disimpan dengan baik dan aman, sehingga hanya
bisa dilihat oleh yang berkepentingan saja. Demikian juga pada penyajian
baik tertulis maupun pada laporan lisan, data pribadi ibu tetap akan kami
rahasiakan. Data penelitian ini akan disajikan pada:
Forum ilmiah Program Pasca Sarjana (S2) dan Program
Pendidikan Dokter Spesialis Obgin FK Universitas Hasanuddin
35

Publikasi pada majalah ilmiah dalam dan luar negeri


Bila ibu merasa masih ada hal yang belum jelas atau belum
dimengerti dengan baik, maka ibu dapat menanyakan atau minta penjelasan
pada saya: dr. Firman Ihram Thamrin (telepon 0821 8919 8195).
Jika ibu setuju untuk berpartisipasi, diharapkan menandatangani surat
persetujuan mengikuti penelitian. Atas kesediaan dan kerja samanya kami
ucapkan banyak terima kasih.
Identitas Peneliti
Nama : dr. Firman Ihram Thamrin
Alamat : PPDS Obgin Fak. Kedokteran Unhas
Telepon: 0821 8919 8195
36

Lampiran 2

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


SETELAH MENDAPAT PENJELASAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ..........................................................................
Umur : ..........................................................................
Alamat : ..........................................................................
Dengan ini menyatakan bahwa setelah saya mendapatkan
penjelasan serta mehamami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian ini.
Saya menyatakan setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini. Untuk
itu saya bersedia dan tidak keberatan mematuhi semua ketentuan yang
berlaku dalam penelitian ini dan memberikan keterangan yang sebenarnya.
Saya tahu bahwa keikutsertaan saya ini bersifat sukarela tanpa paksaan,
sehingga saya bisa menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian ini
tanpa kehilangan hak saya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Juga saya
berhak bertanya atau meminta penjelasan pada peneliti bila masih ada hal
yang belum jelas atau masih ada hal yang ingin saya ketahui tentang
penelitian ini.
Saya juga mengerti bahwa semua biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan penelitian ini, akan ditanggung oleh peneliti. Demikan
juga biaya perawatan dan pengobatan bila terjadi hal-hal yang tidak diingikan
akibat penelitian ini, akan dibiayai oleh peneliti.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran
untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

NAMA TANDA TANGAN Tanggal

Saksi 1 ......................................... ............................ ..............................

Saksi 2 ......................................... ............................ ..............................

Penanggung Jawab Penelitian


Nama : dr. Firman Ihram Thamrin
Alamat : Jl. A. Mangerangi II No.28, Makassar.
Telepon : 0821 8919 8195

Penanggung Jawab Medis


Nama : dr. David Lotisna, SpOG(K)
Alamat : Jl. Hati Murah No. 30, Makassar
Telepon : 08124225531
37

Lampiran 3

FORMULIR PENELITIAN
PANJANG BADAN PERINEUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO
ATAS ROBEKNYA SFINGTER ANI MELALUI DIAGNOSIS
ULTRASONOGRAFI PADA SAAT PERSALINAN PERTAMA

I. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : ..........................................................

2. Rumah Sakit/ No. Reg : ..........................................................

3. Tanggal MRS : ..........................................................

4. Tanggal Persalinan : ..........................................................

5. Pekerjaan : ..........................................................

6. Pendidikan : ...........................................................

7. Pekerjaan suami : ..........................................................

8. Alamat : ..........................................................

9. Suku bangsa : ..........................................................

10. No. HP/ Telpon : ..........................................................

II. DATA UMUM PASIEN

1. Umur : ..........................................................

2. Umur pertama menikah : ..........................................................

3. Berapa kali menikah : ..........................................................

4. Lama perkawinan : ..........................................................

5. G P A : ..........................................................

6. HPHT : ..........................................................
38

7. Berat badan : ..........................................................

8. Tinggi badan : ..........................................................

9. IMT : ..........................................................

10. Tekanan darah : ..........................................................

III. DATA KLINIS PASIEN

1. Keadaan umum : a. Baik b. Sedang c. Lemah

2. Keluhan : ..........................................................

3. Riwayat penyakit : ..........................................................

4. Riwayat operasi : ..........................................................

5. Riwayat kontrasepsi : ..........................................................

..........................................................

..........................................................

6. Riwayat penyakit keluarga : ..........................................................

7. Ukuran panjang badan perineum : .................................................

8. Berat Badan Lahir : ..........................................................

9. Derajat Ruptur Perineum : ..........................................................

IV. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

USG Transvaginal :

Anda mungkin juga menyukai