PENDAHULUAN
Beberapa tahun terakhir ini kita dikejutkan oleh pemberitaan media cetak serta elektronik tentang kasus-
kasus kekerasan pada anak, dan beberapa di antaranya harus mengembuskan napasnya yang terakhir.
Menurut data pelanggaran hak anak yangdikumpulkan Komisi Nasional Perlindungan Anak . Dari data
induk lembaga perlindungan anak yang ada di 30 provinsi di Indonesia dan layanan
pengaduan lembaga tersebut, pada tahun 2006 jumlah kasus pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak
13.447.921 kasus dan pada 2007 jumlahnya meningkat 40.398.625 kasus. Disamping itu Komnas Anak juga
melaporkan bahwa selama periode Januari-Juni 2008 sebanyak 12.726 anak menjadi korban
kekerasan seksual dari orang terdekat merekaseperti orang tua kandung/tiri/angkat, guru, paman,
kakek dan tetangga. Data statistik tersebut, ditambah dengan data-data tentang jumlah kasus
penculikan anak, kasus perdagangan anak, anak yang terpapar asap rokok, anak yang menjadi korban
peredaran narkoba, anak yang tidak dapat mengakses sarana pendidikan, anak yang belum
tersentuh layanan kesehatan dan anak yang tidak punya akta kelahiran, memperjelas gambaran
muram tentang pemenuhan hak-hak anak Indonesia. Kenakalan anak adalah hal yang paling sering
menjadi penyebab kemarahan orang tua, sehingga anak menerima hukuman dan bila disertai emosi maka
orangtua tidak segan untuk memukul atau melakukan kekerasan fisik. Bila hal ini sering dialami
olehanak maka akan menimbulkan luka yang mendalam pada fisik dan batinnya. Sehingga akan
menimbulkan kebencian pada orang tuanya dan trauma pada anak. Akibat lain dari kekerasan anak
akan merasa rendah harga dirinya karena merasa pantas mendapat hukuman sehingga
menurunkan prestasi anak disekolah atau hubungan sosial dan pergaulan dengan teman - temannya menjadi
terganggu, hal ini akan mempengaruhi rasa percaya diri anak yang seharusnya terbangun sejak kecil. Apa
yang dialaminya akan membuat anak meniru kekerasan dan bertingkah laku agresif dengan cara memukul
atau membentak bila timbul rasa kesal didalam dirinya. Akibat lain anak akan selalu
cemas,mengalami mimpi buruk, depresi atau masalah-masalah disekolah.
1.2 Rumusan Masalah
Kekerasan yang dilakukan banyak orang terhadap anak dan perempuan, mempunyai
dampak yang kurang baik. adapun seperti beberapa pertanyaan di bawah ini, antara lain:
1.2.1 Apakah kekerasan terhadap anak itu ?
1.2.2 Faktor-faktor apa sajakah yang membuat seseorang sering melakukan tindakan
kekerasan tersebut ?
1.2.3 Apa yang terjadi pada anak jika kekerasan yang dilakukan sangat menyiksa ?
1.2.4 Berikan solusi untuk Mencegah Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak ?
1.2.5 Bagaimana upaya pemerintah untuk menyikap kekerasan tersebut ?
Manfaat Penulisan dari karya ilmiah ini adalah untuk menyadari orangtua bahwa
sebenarnya kekerasan terhadap anak tidak lagi pantas dilakukan, karena anak-anak juga
mendapat perlindungan dari Komisi Perlindungan Anak. Disini juga anak-anak harus
menjaga sikap sehingga emosi orangtua tidak terpancing untuk melakukan tindakan
kekerasan. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dari dalam diri, baik orangtua maupun
anak.
Bagi penulis
Untuk menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia.
Bagi lembaga/ tempat.
Sebagai rujukan untuk penulis selanjutnya dalam menyelesaikan karya ini dengan topic yang
sama.
Bagi masyarakat atau pembaca.
Sebagai pedoman agar tidak terjadinya tindakan kekerasan.
1.5 Sistematika penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini yaitu:
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Uraian materi
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
Oleh karena itu kita merasa sangat perlu untuk mensosialisasikan UU No. 23 Tahun
2004 tanggal 22 September 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
karena keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tentram dan damai
merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga agar dapat melaksanaan hak dan
kewajibannya yang didasari oleh agama, perlu dikembangkan dalam membangun keutuhan
rumah tangga.
Sosialisasi ini bisa melalui banyak cara antara lain penayangan iklan di televisi, melalui
radio, poster, penataran, seminar dan distribusi buku UU tersebut ke masyarakat umum,
akademisi, instansi pemerintah termasuk lini paling depan yaitu ibu-ibu PKK. UU No.
23/2004 sebetulnya masih kurang memuaskan karena bentuk-bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan anak-anak masih merupakan delik aduan, maksudnya adalah korban sendiri
yang melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian.
Penelitian membuktikan bahwa kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh orang dekat
artinya orang yang dikenal oleh korban. Pelaku tindak kekerasan fisik dan seksual menurut
pemantauan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa
Barat tahun 2003 adalah orang-orang terdekat yaitu tetangga, orang tua, paman, kakek,
teman, pacar serta saudara. Hal ini dapat juga dilihat dari lokasi tindak kekerasan paling
banyak terjadi di rumah korban atau rumah pelaku.Setidaknya ini menunjukkan bahwa
pelaku adalah orang yang dekat dengan korban. (Pikiran Rakyat, edisi 20 Januari 2006.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis
yang berakibat penderitaan terhadap anak.
Macam-macam kekerasan terhadap anak:
1 . Penyiksaan Fisik (Physical Abuse).
2. Penyiksaan Emosi (Psychological/Emotional Abuse).
3.PelecehanSeksual(SexualAbuse).
4. Pengabaian (Child Neglect).
Adapun faktor penyebab terjadinya kekerasan:
1. Lingkaran kekerasan
2. Stres dan kurangnya dukungan
3. Pecandu alkohol atau narkoba
4.. Menjadi saksi kekerasan dalam rumah tangga
5. Kemiskinan dan akses yang terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat masa-masa krisis.
6. Peningkatan krisis dan jumlah kekerasan di lingkungan sekitar mereka.
Dan dampak dari kekerasan tersebut ialah:
1) Kerusakan fisik atau luka fisik;
2) Anak akan menjadi individu yang kukrang percaya diri, pendendam dan agresif
3) Memiliki perilaku menyimpang, seperti, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan
obat dan alkohol, sampai dengan kecenderungan bunuh diri;
4) Jika anak mengalami kekerasan seksual maka akan menimbulkan trauma mendalam pada
anak, takut menikah, merasa rendah diri.
3.2 Saran
Dokter sebagai klinisi yang bertugas di lapangan harus mempunyai kemampuan
dalam mengenali segala kemungkinan bentuk penyiksaan dan penelantaran anak, terutama
sekali dari kunjungan pasien ke tempat prakteknya. Manifestasi klinis yang didapatkan pada
korban penyiksaan dan penelantaran anak jelas berbeda dengan manifestasi klinis pada kasus
kecelakaan biasa. Sehingga diharapkan dokter dapat lebih jeli dalam mengenalinya.
Dokter mempunyai kewajiban untuk mendata bentuk penyiksaan itu dan kemudian
bekerjasama dengan pihak lain seperti pekerja sosial dan penegak hukum dalam
penindaklanjutan kasus penyiksaan dan penelantaran anak.
Orangtua juga mempunyai kewajiban mendidik anaknya dengan baik tidak berupah
dengan kekerasan fisik atau mental.
DAFTAR PUSTAKA