Anda di halaman 1dari 15

BAB II

SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA

2.1. PENDAHULUAN
2.1.1. Pengertian Data
Data kapal diperoleh dari referensi mengenai perencanaan pelabuahan ( Buku
PELABUHAN, Tabel 1.1 . Karakteristik kapal hl.22 dan Tabel 1.2. Dimensi kapal pada
pelabuhan hl.23).
2.1.2. Kegunaan Data
Kegunaan analisis data adalah sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan,
perencanaan, pemantauan, pengawasan, penyusunan laporan, penyusunan statistik pendidikan,
penyusunan program rutin dan pembangunan, peningkatan program pendidikan, dan pembinaan.
2.1.3. Metode Pengambilan dan Analitis Data
Analitis data adalah suatu kegiatan untuk meneliti, memeriksa, mempelajari,
membandingkan data yang ada dan membuat interpretasi yang diperlukan. Selain itu, analitis
data dapat digunakan untuk mengindentifikasi ada tidaknya masalah. Kalau ada, masalah
tersebut harus dirumuskan dengan jelas dan benar. Teknik analitis yang digunakan adalah
analitis deskriptif yang memberikan gambaran dengan jelas dan benar. Teknis analitis yang
digunakan adalah analitis deskriptif yang memberikan gambaran dengan jelas makna dari
indikator-indikator yang ada, membandingkan dan menghubungkan antara indikator yang satu
dengan indikator lain.

2.2. DATA KAPAL


Daerah yang diperlukan untuk pelabuhan tergangtung pada karakteristik kapal yang akan
berlabuh. Pengembangan pelabuhan di masa mendatang harus meninjau daerah perairan untuk
alur, kolam putar, penambatan, dermaga, tempat pembuangan bahan pengerukan, daerah daratan
yang diperlukan untuk penempatan, penyimpanan dan pengangkutan barang-barang. Kedalaman
dan lebar alur pelayaran tergantung pada kapal terbesara yang menggunakan pelabuhan.
Kuantitas angkutan (trafik) yang diharapkan menggunakan pelabuhan juga menentukan
apakah alur untuk satu jalur atau dua jalur. Luas kolam pelabuhan dan panjang dermaga sangat
dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran kapal yang akan berlabuh. Untuk keperluan perencanaan
pelabuhan tersebut, maka berikut ini diberikan dimensi dan ukuran kapal secara umum, seperti
terlihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1. Karakteristik Kapal

Sesuai dengan penggolongan pelabuhan dalam empat sistem pelabuhan, maka kapal-
kapal yang menggunakan pelabuhan tersebut juga disesuaikan, seperti terlihat dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2. Dimensi kapal pada pelabuhan

Gambar 2.1. Dimensi kapal


(B = lebar kapal, d = tinggi bagian kapal terendam,
Lpp = panjang kapal, Loa = panjang kapal dari muka air)
Kapal tanker digunakan untuk mengangkut minyal, umumnya mempunyai ukuran sangat
besar. Berat yang bisa diangkut bervariasi antara beberapa ribu ton sampai ratusan ribu ton.
Kapal terbesar bisa mencapai 555.000 DWT. Karena barang cair yang berada di dalam ruang
kapal dapat bergerak secara horizontal (memanjang atau melintang), sehingga dapat
membahayakan kapal, maka ruang kapal dibagi menjadi beberpa kompartemen (bagian ruangan)
yang berupa tangki-tangki. Dengan pembagian ini maka tekanan zat cair dapat dipecah sehingga
tidak membahayakan stabilitas kapal. Tetapi dengan demikian diperlukan lebih banyak pompa
dan pipa-pipa untuk menyalurkan minyak masuk dan keluar kapal.

2.3. DATA BEBAN


Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dapat dibedakan menjadi gaya leteral dan vertikal.
Gaya lateral meliputi gaya benturan kapal pada dermaga, gaya tarik kapal dan gaya gempa;
sedangkan gaya vertikal adalah berat sendiri bangunan dan beban hidup.
2.3.1. Gaya Benturan Kapal
Pada waktu merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan sehingga akan
terjadi benturan antara kapal dengan dermaga. Dalam perencanaan dianggap bahwa benturan
maksimum terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga pada sudut 10o terhadap
sisi depan dermaga. Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada energi
benturan yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada dermaga.
Gaya benturan bekerja secara horisontal dan dapat dihitung berdasarkan energi benturan.
Hubungan antara gaya dengan energi benturan tergantung pada tipe fender yang digunakan.
Besar energy benturan diberikan oleh rumus berikut ini:
W V2
E= x Cm Ce Cs Cc
2g

Dengan : E : energy benturan (ton meter)


V : komponen tebak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal pada saat membentur
dermaga (m/d)
W : displacement (berat) kapal
g : percepatan gravitasi
Cm : koefisien massa
Ce : koefisien eksentrisitas
Cs : koefisien kekerasan (diambil 1)
C : koefisien bentuk dari tambatan (diambil 1)
2.3.2. Gaya Akibat Angin
Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan gerakan
kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Apabila arah angin menuju ke dermaga;
sedang jika arahnya mininggalkan dermaga akan menyebabkan tarikan kapal pada alat penambat
(bollard). Besar gaya angin tergantung pada arah hembusan angin dan dapat dihitung dengan
rumus berikut ini:
Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah haluan (=0o)
Rw = 0,42 Qa Aw
Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah buturan (=180o)
Rw = 0,50 Qa Aw
Gaya lateral apabila angin datang dari arah lebar (=90o)
Rw = 1,10 Qa Aw
Dimana :
Qa = 0,063 V2
Dengan :
Rw : gaya akibat angin (kg)
Qa : tekanan angin (kg/m2)
V : kecepatan angin (m/d)
Aw : proyeksi bidang yang tertiup angin (m2)

2.3.3. Gaya Akibat Arus


Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang terendam air juga akan
menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada dermaga dan alat
penambat (bollard). Besar gaya yang ditimbulkan oleh arus diberikan oleh persamaan berikut
ini:
Gaya tekanan karena arus yang bekerja dalam arah haluan
Rf = 0,14 S V2
Gaya tekanan karena arus yang bekerja dalam arah sisi kapal
Rf = 0,50 C V2 B
Dengan :
Rf : gaya akibat arus (kgf)
S : luas tampang kapal yang terendam air (m2)
: rapat massa air laut, = 104,5 (kgf d/m4)
C : koefisien tekanan arus
V : kecepatan arus (m/d)
B : luas sisi kapal di bawah muka air (m2)

2.3.4. Gaya Tarikan Kapal pada Dermaga


Gaya angin dan arus pada kapal dapat menyebabkan gaya benturan pada dermaga atau
gaya tarik pada alat penambat (bollard) yang ditempatkan pada dermaga. Gaya tarikan ini
dihitung dengan cara berikut (OCDI,1991) :
1. Gaya tarikan kapal pada bollard diberikan dalam Tabel. Untuk berbagai ukuran kapal
dalam GRT. Selain gaya tersebut yang bekerja secara horisontal, bekerja juga gaya
vertikal sebesar dari nilai yang tercantum pada tabel.
2. Gaya tarik kapal pada bitt diberikan dalam Tabel untul berbagai ukuran kapal dalam
GRT yang bekerja dalam semua arah.
3. Gaya tarik kapal dengan ukuran yang tidak tercantum dalam tabel tersebut (kapal
dengan bobot kurang dari 200 ton dan lebih dari 100.000 ton) dan fasilitas
penambatan pada cuaca buruk harus ditentukan dengan memperhatikan cuaca dan
kondisi laut, konstruksi alat penambat dan data pengukuran gaya tarikan.
Tabel 2.3. Gaya tarikan kapal
Nilai dalam kurung adalah untuk gaya pada tambatan yang dipasang di sekitar tengah
kapal yang mempunyai tidak lebih dari 2 tali pengikat.

2.4. TOPOGRAFI DAN BATIMETRI


Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk membengun suatu
pelabuhan dan kemungkinan untuk pengembangan di masa mendatang. Daerah daratan harus
cukup luas untuk membangun suatu fasilitas pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang dan juga
daerah industry. Apabila daerah daratan sempit, maka pantai harus cukup luas dan dangkal untuk
memungkinkan perluasan daratan dengan melakukan penimbunan pantai tersebut. Daerah yang
akan digunakan untuk perairan pelabuhan harus mempunyai kedalaman yang cukup sehingga
kapal-kapal bisa masuk ke pelabuhan.
Selain keadaan tersebut, kondisi batimetri juga perlu diteliti mengenai kedalaman
laut. Hal ini sangat berpengaruh pada perencanaan pelabuhan. Di laut yang mengalami pasang
surut variasi muka air kadang-kadang cukup besar. Menurut pengalaman, tinggi pasang surut
yang kurang dari 5 m masih dapat dibuat pelabuhan terbuka. Bila pasang surut lebih dari 5 m,
maka terpaksa dibuat suatu pelabuhan tertutup yang dilengkapi dengan pintu air untuk
memasukkan dan mengeluarkan kapal. Di sebagian besar perairan Indonesia, tinggi pasang surut
tidak lebih dari 2 m sehingga digunakan pelabuhan terbuka. Untuk pelayaran, kapal-kapal
memerlukan kedalaman air yang sama dengan sarat (draft) kapal ditambah dengan suatu
kedalaman tambahan. Kedalamn air untuk pelabuhan didasarkan pada frekuansi kapal-kapal
dengan ukuran tertentu yang masuk ke pelabuhan. Jika kapal-kapal terbesar masuk ke pelabuhan
hanya satu kali dalam beberapa hari, maka kapal tersebut hanya boleh masuk pada waktu air
pasang.
Gambar 2.2. Peta Batimetri Dunia

Gambar 2.3. Peta Batimetri Indonesia

Gambar 2.4. Peta Topografi


Peta topografi dan batimetri diperoleh melalui JPS dan ECOSENDER.
Gambar 2.3 Contoh Pemetaan Batimetr
2.5. DATA GELOMBANG
Gelombang merupakan faktor penting di dalam perencanaan pelabuhan. Gelomabng di
laut bisa dibangkitkan oleh angin (gelombang angin), gaya tarik matahari dan bulan (pasang
surut), letusan gunung berapi atau gempa di laut (tsunami), kapal yang bergerak, dan sebagainya.
Di antara beberapa bentuk gelombang yang paling penting dalam perencanaan pelabuhan adalah
gelombang angin (untuk selanjutnya disebut gelombang) dan pasang surut.
Gelombang digunakan untuk merencanakan bangunan-bangunan pelabuhan seperti
pemecah gelombang, studi ketenangan di pelabuhan, dan fasilitas-fasilitas pelabuhan lainnya.
Gelombang tersebut akan menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pelabuhan.
Selain itu, gelombang juga bisa menimbulkan arus dan transpor sedimen di daerah pantai.
Layout pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga sedimentasi di pelabuhan dapat
dihindari.
Data gelombang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Dengan pengukuran langsung di lapangan.
b. Dengan peramalan gelombang dari data angin.
Peramalan gelombang dimaksudkan mengalih-ragamkan (transformasi) data angin
menjadi data gelombang. Berdasarkan pada kecepatan angin, lama hembus angin, dan fetch,
dilakukan peramalan gelombang dengan menggunakan grafik pada gambar 2.4. Grafik
peramalan gelombang.
Dari grafik tersebut apabila panjang fetch (F), faktor tegangan angin (UA) dan durasi
diketahui, maka tinggi ndan periode gelombang signifikan dapat dihitung. Peramalan gelombang
dapat dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Kumpulkan data angin 10 tahun terakhir.
b. Data angin meliputi : kecepatan dan arah angin. Data angin yang diperlukan untuk
peramalam gelombang adalah data di permukaan laut pada lokasi pembangkitan.
c. Tentukan panjang fetch dan durasi angin bertiup.
Uw
d. Tentukan tegangan angin UA (wind-stress). Rumus: U A
UL
Dimana Uw adalah Kecepatan angin di laut dan UL adalah Kecepatan angin di darat.

Gambar 2.3. Hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat


e. Gunakan grafik pada gambar 2.5. Peramalan gelombang untuk menentukan Hs
(Tinggi gelombang signifikan) dan Ts (waktu gelombang signifikan).

Gambar 2.4. Grafik peramalan gelombang


f. Hs dan Ts yang didapat masih tinggi gelombang di laut dalam, jadi masih perlu
dianalisis menjadi tinggi gelombang rencana (HD) dengan koefisien refraksi dan
shoaling.
g. Setelah itu akan diperoleh nilai HD dan T.

Gambar 2.5. Fetch


2.6. PASANG SURUT
Pasang surut adalah fluktuasi muka air lautsebagai fungsi waktu karena adanya gaya tarik
benda-benda di langit, terutamamatahari dan bulan terhadap massa iar laut di bumi. Meskipun
massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi lebih
besar daripada pengaruh gaya tarik matahari.
Pengetahuan tentang pasang surut adalah penting di dalam perencanaan pelabuhan.
Elevasi muka iar tertinggi (pasang) dan terendah (surut) sangat penting untuk merencanakan
bangunan-bangunan pelabuhan. Sebagai contoh, elevasi puncak bangunan pemecah gelombang,
dermaga, dan sebagainya ditentukan oleh elevasi muka air pasang, sementara kedalaman alur
pelayaran/pelabuhan ditentukan oleh muka air surut. Gambar 2.6. menunjukkan contoh hasil
pencatatan muka air laut sebagai fungsi waktu (kurva pasang surut).

Gambar 2.6. Kurva pasang surut

Cara dan analisis kurva pasang surut melalui periode pasang surut yang merupakan waktu
yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi yang sama berikutnya.
Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam 50 menit yang tergan tung pada tipe
pasang surut. Veriasi muka air menimbulkan arus yang disebut dengan arus pasang surut yang
mengangkut massa air dalam jumlah sangat besar. Arus pasang terjadi pada waktu periode
pasang dan arus surut terjadi pada periode air surut. Titik balik (slack) adalah saat diman arus
berbalik antara arus pasang san arus surut. Titik balik ini bisa terjasi pada muka air tertinggi dan
muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol.
2.7. Arus
Air laut selalu dalam keadaan bergerak. Arus laut bergerak tak ubahnya arus di sungai,
gelombang laut bergerak dan menabrak pantai, dan gaya gravitasi bulan dan matahari
mengakibatkan naik turunnya air laut dan biasa disebut sebagai fenomena pasang surut laut.
Arus laut tercipta karena adanya pemanasan di beberapa bagian Bumi oleh radiasi sinar
matahari. Air yang lebih hangat akan "mengembang", membuat sebuah kemiringan (slope)
terhadap daerah sekitarnya yang lebih dingin, dan akibatnya air hangat tersebut akan mengalir ke
arah yang lebih rendah yaitu ke arah kutub yang lebih dingin daripada ekuator.
Interaksi ombak dengan arus bertentangan yang kuat akan menjurus kepada fenomena
sekatan ombak di mana aliran ombak terhenti oleh arus yang mengalir dari arah bertentangan.
Ombak yang merambat beserta dengan arus memiliki ketinggian ombak yang menurun manakala
rambatan menentang arus akan meningkatkan ketinggiannya kecuali apabila kelajuan arus
melebihi separuh kelajuan gugusan ombak, maka ombak tersebut tidak lagi merambat malah
ketinggiannya bertambah sehingga hilang kestabilannya lalu memecah. Apabila ombak
bertembung dengan arus yang bergerak dalam arah bertentangan, kelajuan gugusan ombak
tersebut menurun dan mengakibatkan penambahan kepada ketinggian ombak. Sekiranya kelajuan
arus tersebut adalah tinggi, kelajuan gugusan ombak boleh berkurangan sehingga nilai sifar atau
terhenti.
Fenomena ini adalah kejadian biasa yang berlaku terutamanya di kawasan muara sungai
atau di teluk kecil di mana aliran arus adalah deras. Di kedua kawasan yang disebutkan di atas,
didapati pergerakan ombak disekat oleh aliran arus yang deras yang mengalir keluar. Sekatan ini
telah menyebabkan perairan kawasan tersebut menjadi agak tenang. Walau bagaimanapun, di
kawasan sebelum sekatan ombak tersebut terjadi, berlaku penambahan ketinggian ombak yang
mendadak mengakibatkan kawasan sekitaran menjadi beralun dan bergelora.
Secara idealnya, ombak dan arus haruslah dicerap secara serentak kerana di kawasan air
cetek penentuan salah satu diantaranya memerlukan pengetahuan terhadap yang satu lagi.
Tindakan arus dan ombak terhadap satu sama lain telah diuraikan melalui kajian oleh Prandle
dan Wolf (1978). Perambatan gelombang yang tertakluk kepada faktor kedalaman air dan
tindakan pantulan mudah dikenal pasti kerana sifatnya yang mengosongkan arah rambatan
ombak ke pantai. Namun perambatan gelombang yang
disebabkan oleh tindakan pantulan oleh arus sukar dikenal pasti dan hanya tertakluk
kepada sebagaian arus tersebut, sama hanya bertambah atau berkurangan sewaktu menghampiri
pantai.

2.8. Data Penyelidikan Tanah


Data penyelidikan tanah sangat menentukan dalam pemilihan tipe dermaga. Pada
umumnya tanah di dekat daratn mempunyai daya dukung yang lebih besar daripada tanah di
dasar laut. Dasar laut umunya terdiri dari endapan yang belum padat. Ditinjau dari daya dukung
tanah, pembuatan wharf atau dinding penahan tanah lebih menguntungkan. Tetapi apabila tanah
dasar berupa karang pembuatan wharf akan mahal karena untuk memperoleh kedalaman yang
cukup di depan wharf diperlukan pengerukan. Dalam hal ini pembuatan pier akan lebih murah
karena tidak diperlukan pengerukan dasar karang.
a. Defenisi
Daya dukung tanah merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan pondasi
beserta struktur di atasnya. Daya dukung tanah yang diharapkan untuk mendukung pondasi
adalah daya dukung yang mampu memikul beban struktur, sehingga pondasi mengalami
penurunan yang masih berada dalam batas toleransi.
Tanah memiliki sifat untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan gesernya apabila
mendapat tekanan berupa beban. Apabila beban yang bekerja pada tanah pondasi telah
melampaui daya dukung batasnya, tegangan geser yang ditimbulkan di dalam tanah
melampaui ketahanan geser pondasi, maka akan terjadi keruntuhan geser pada tanah pondasi.
Dalam keadaan batas dimana keruntuhan akan terjadi, maka akan terbentuk daerah
keseimbangan plastis di sekitar pondasi yang bersentuhan dengan pondasi. Suatu daerah
keseimbangan plastis tertentu diperkirakan terbentuk dengan pola yang sama, tidak hanya
bila pondasi ditempatkan pada permukaan, tetapi juga pada pondasi yang dibuat pada galian
dalam atau pada bagian ujung tiang pancang.
b. Tujuan
Tujuan dari analisis daya dukung adalah untuk mempelajari kemampuan tanah dalam
mendukung beban pondasi dan struktur di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan geser
tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan pondasi adalah:
1. Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung harus dipenuhi.
2. Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan. Khusus
untuk penurunan tak seragam (differential settlement) harus tidak mengakibatkan
kerusakan struktur.
c. Cara menentukan daya dukung tanah
Analisa Terzaghi
Asumsi Terzaghi dalam menganalisis daya dukung:
Pondasi memanjang tak terhingga
Tanah di dasar pondasi dianggap homogen
Berat tanah di atas pondasi dapat diganti dengan beban terbagi rata sebesar q = D x ,
dengan D adalah kedalaman dasar pondasi, adalah berat volume tanah di atas dasar
pondasi.
Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan
Dasar pondasi kasar
Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linier
Baji tanah yang terbentuk di dasar pondasi dalam keadaan elastis dan bergerak
bersama-sama dengan dasar pondasinya.
Pertemuan antara sisi baji dengan dasar pondasi membentuk sudut sebesar sudut gesek
dalam tanah .
Berlaku prinsip superposisi
Terzaghi memberikan pengaruh faktor bentuk terhadap daya dukung ultimit yang
didasarkan pada analisis pondasi memanjang, yang diterapkan pada bentuk pondasi
yang lain:

Pondasi bujur sangkar:

q.U = 1.3 c.NC + PoNq+ 0,4. .B.N

Pondasi lingkaran:

q.U = 1.3 c.NC +PoNq+ 0,3. .B.N

Pondasi empat persegi panjang:

q.U = c.NC (1+0.3 B/L) + PoNq+ 0,5. .B.N (1-0.2 B/L)

Anda mungkin juga menyukai