Anda di halaman 1dari 12

SENDI BENGKAK

Pada orang dengan keluhan sendi bengkak memiliki kemungkinan


beberapa diagnosis diantaranya yaitu gout artritis, osteoartritis, rematoid
artritis, LES (Lupus Erimatosus Sistemik), dan bursitis. Pada referat ini
akan dibahas tiga diagnosis yaitu gout artritis, osteoartritis, dan bursitis.

A. Gout Artritis
Gout artritis merupakan suatu kumpulan gejala karena terdapatnya
deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau karena supersaturasi
asam urat dalam cairan ekstrasel. Prevalensi terjadinya gout artritis
berbeda pada setiap negara contohnya di amerika terdapat 0,27%
penduduk yang menderita gout artritis sedangkan di Selandia Baru
terdapat 10,3% penduduk. Peningkatan angka terjadinya gout berkaitan
dengan perubahan pola diet dan gaya hidup, peningkatan kasus obesitas,
dan sindrom metabolik (Rosani, 2014).
Manifestasi klinis gout artritis menurut tehupeiory (2014) terbagi
menjadi tiga stadium yaitu artritis gout akut, interkritikal gout, dan gout
menahun dengan tofi. Sedangkan menurut Rosani dan Harry (2014)
stadium gout terbagi menjadi empat yaitu stadium gout artritis akut,
interkritikal, kronis, dan kronis bertofus. Manifestasi pada stadium akut
diantaranya adalah radang terjadi sangat akut, timbul dalam waktu
singkat, dan sangat cepat. Biasanya sebelum tidur tidak terdapat gejala
maupun tanda apapun tetapi ketika bangun tidur terasa sakit hebat dan
tidak bisa berjalan. Selain itu, pasien gout artritis dengan stadium akut ini
memiliki keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, terasa hangat,
merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil, dan rasa lelah.

1
Lokasi gout artritis yang paling sering pada MTP-1 dan dapat mengenai
sendi lain (lutut, siku, dan pergelangan tangan maupun kaki) jika penyakit
berlanjut. Faktor pencetus pada stadium ini yaitu trauma lokal, diet tinggi
purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik,
atau penurunan dan peningkatan asam urat. Kekambuhan dapat terjadi
akibat penurunan asam urat mendadak dengan alopurinol atau obat
urikosurik. Peradangan pada stadium interkritikal masih berlanjut tetapi
tidak terdapat tanda-tanda radang akut secara klinik. Adanya peradangan
tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya kristal urat pada aspirasi sendi.
Keadaan tersebut dapat terjadi sekali atau beberapa kali pertahun atau
dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Jika keadaan itu tanpa
penanganan baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar, maka
dapat terjadi serangan akut lebih sering yang dapat mengenai beberapa
sendi dan biasanya lebih berat. Manajemen yang tidak baik pada stadium
ini menyebabkan berlanjutnya stadium menjadi stadium menahun dengan
pembentukan tofi. Stadium menahun pada artritis gout biasanya disertai
dengan tofi yang banyak dan terdapat poliartikular. Hal tersebut biasanya
karena penderita tidak berobat secarar teratur ke dokter dalam waktu
lama. Tofi tersebut sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, bahkan
kadang terjadi infeksi sekunder. Pada stadium menahun gout artritis
kadang disertai dengan batu saluran kemih hingga penyakit ginjal
menahun. Cuping telinga, MTP-1, olekranon, tendon achilles, dan jari
tangan merupakan lokasi tofi yang sering.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien gout
artritis yaitu pemeriksaan analisis cairan sendi ditemukan kristal
monosodium urat dan leukosit 5.000-80.000/mm3 dengan predominan
neutrofil, dan hasil kultur negatif. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan

2
laboratorium (asam urat) dan pemeriksaan radiologis (terdapat soft-tissue
swelling sekitar sendi) (Rosani dan Harry, 2014).
Diagnosis utama yang dapat ditemukan pada gout artritis yaitu
terdapat kristal urat dalam tofi. Tetapi tidak semua penderita artritis gout
memili tofi sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan terdapatnya
riwayat inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1,
diikuti stadium interkritik dengan bebas simptom, hiperurisemia, dan
resolusi sinovitis cepat dengan pengobatan kolkisin (Tehupeiory, 2014).
Penanganan pada artritis gout menurut Tehupeiory (2014) yaitu
dengan memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi, dan
pengobatan. Obat yang dapat diberikan untuk menghilangkan nyeri sendi
dan inflamasi yaitu kolkisin, OAINS, kortikosteroid, atau hormon ACTH.
Sedangkan obat penurun asam urat seperti alopurinol atau obat urikosurik
tidak boleh diberikan pada stadium akut tetapi pada pasien yang telah
rutin menggunakan obat ini lebih baik tetap diberikan. Dosis kolkisin pada
artritis gout adalah 0,5-0,6 mg dengan 3-4 kali sehari dan maksimal 6 mg.
OAINS yang biasa digunakan adalah indometasin 150-200 mg/hari
selama 2-3 hari kemudian dilanjutkan 75-100 mg/hari sampai minggu
berikutnya atau hingga nyeri/radang berkurang. Kortikosteroid dan ACTH
dapat diberikan ketika kolkisin dan OAINS tidak efektif atau terdapat
kontraindikasi. Salah satu indikasi digunakannya kortikosteroid yaitu
artritis gout mengenai banyak sendi (poliartikular).
Mengurangi makanan-makanan yang mengandung tinggi purin seperti
hati, ginjal, jantung, limpa, otak, ham, sosis, babat, usus, paru, sarden,
kaldu daging, bebek, burung, angsa, remis dan ragi menjadi salah satu
tatalaksana non farmakologi yang dapat diterapkan pada penderita artritis
gout. Sedangkan minuman yang harus dihindari yaitu minuman yang

3
mengandung soda dan alkohol seperti soft drink, arak, ciu, dan bir
(Kemenkes, 2011).
Prognosis gout artritis baik jika diagnosis dan obat benar. Tanpa
pengobatan, gout artritis akut dapat berlangsung dalam beberapa hari
hingga beberapa minggu. Gout artritis kronis terjadi setelah serangan
berulang dari gout artritis akut tanpa pengobatan adekuat. Penderita gout
artritis juga diduga memiliki peningkatan kejadian penyakit ginjal,
hipertensi, diabetes melitus, aterosklerosis, dan hipertrigliseridemia
(Papadakis M. A. dkk., 2016).
Upaya yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya
gout artritis yaitu dengan prinsip gizi seimbang dimana terdapat empat
pilar yang mendasari prinsip tersebut. Empat pilar tersebut terdiri dari
mengonsumsi makanan beragam, membiasakan perilaku hidup bersih,
melakukan aktivitas fisik, dan mempertahankan dan memantau Berat
Badan (BB) normal. Sedangkan untuk prinsip makanan pada gizi
seimbang itu sendiri seperti pada gambar yang tertera dibawah ini dengan
prinsip jangan berlebihan mengonsumsi makanan-makanan yang tinggi
purin dan minuman-minuman bersoda.

4
Gambar 1. Prinsip Gizi Seimbang

B. Osteoartritis
Osteoartritis (OA) berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti
radang pada sendi (Kusuma dkk., 2014). OA merupakan suatu penyakit
degeneratif kronis akibat kegagalan pada sendi terutama kartilago sendi
(Rosani dan Harry, 2014). Penyakit ini merupakan penyakit sendi yang
paling sering dijumpai.
Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada usia <40 tahun,
30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Sedangkan
OA lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7%
pada wanita (Pratiwi, 2015).

5
OA dapat terjadi karena gangguan metabolisme kartilago dan
kerusakan proteoglikan dengan beberapa etiologi (misalnya terjadi jejas
mekanis maupun kimiawi pada sinovial sendi). Saat sendi mengalami
jejas, kondrosit akan bereplikasi dan memproduksi matriks baru kemudian
kondrosit juga akan mensintesis DNA, kolagen, dan proteoglikan. Namun
terjadi ketidakseimbangan antara sintesis dengan degradasi kolagen dan
protein. Produk hasil degradasi matriks kartilago yang meningkat akan
berkumpul disendi dan menyebabkan inflamasi (Rosani dan Harry, 2014).
Manifestasi klinis yang biasa dijumpai pada penyakit ini diantaranya
adalah rasa sakit yang semakin hebat saat melakukan aktivitas fisik dan
pada cuaca dingin atau lembab (Saputra, 2009). Selain itu terdapat kaku
sendi pada pagi hari (morning stiffnes) yang biasanya berlangsung < 30
menit (Rosani dan Harry, 2014), perubahan gaya berjalan, gangguan
range of movement akibat nyeri, krepitasi, dan tanda-tanda peradangan
pada sendi yang terkena (Soeroso J. dkk., 2014). Sedangkan menurut
Saputra (2009), terdapat pembengkakan, deformitas, dan hilangnya fungsi
pada tempat yang terdiagnosis OA. Pembengkakan pada sendi terjadi
karena terdapat efusi kedalam sendi lebih jelas ketika otot mengalami
atrofi. Deformitas terjadi akibat adanya destruksi sendi dan dapat
terdengar krepitasi saat sendi tersebut digerakkan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu radiologi (rontgen
sendi, MRI, artroskopi, atau artrografi) berupa celah sendi menyempit
(asimetris), sklerosis subkondral, kista pada tulang, dan struktur anatomi
berubah. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan tanda radang
dan pemeriksaan imunologi normal (Soeroso J. dkk., 2014).
Diagnosis OA terbagi sesuai dengan tempat terjadinya (sendi lutut,
sendi tangan, dan sendi panggul). Pada sendi lutut, terdapat tiga kriteria

6
untuk menegakkan diagnosis OA (berdasar gejala dan pemeriksaan
laboratorium, gejala dan radiologi, dan gejala klinisnya saja). Jika hanya
mengacu pada gejala klinisnya saja yaitu terdapatnya nyeri lutut dengan
ditambah minimal tiga gejala dari enam kriteria (usia > 50 tahun, kekakuan
< 30 menit, krepitus, bony tenderness, pembengkakan tulang, dan no
palpable warmth). Kriteria OA pada sendi tangan yaitu terdapatnya nyeri
atau kekakuan pada sendi tangan ditambah dengan tiga atau empat
gejala klinis (pembengkakan jaringan lunak pada dua atau lebih sendi
interfalang distal, pembengkakan kurang dari tiga sendi
metakarpofalangeal, pembengkakan jaringan keras minimal dua sendi
interfalang distal, dan deformitas minimal satu dari sepuluh sendi tertentu.
Sedangkan kriteria OA pada sendi panggul yaitu terdapatnya nyeri
pinggang dan ditambah minimal dua dari tiga gejala (LED > 20mm/jam,
penyempitan celah sendi pada pemeriksaan radiografi, dan pada
pemeriksaan radiografi femoral terdapat osteofit asetabulum (Rosani dan
Harry, 2014).
Terapi farmakologi menggunakan analgesik (asetaminofen lebih
direkomendasikan karena efek samping yang lebih rendah dibandingkan
dengan obat lain) atau dapat juga menggunakan OAINS (aspirin,
ibuprofen, atau naproxen) yang dapat meredakan nyeri dan bengkak.
Namun OAINS jangka panjang dapat menyebabkan masalah lambung
seperti erdarahan dan ulkus. Selain itu dapat meningkatkan resiko
penyakit jantung dan stroke (Pratiwi, 2015).
Terapi non farmakologi yang yang dapat dilakukan yaitu dengan terapi
fisik dan rehabilitasi agar persendian dapat dipakai dan melatih penderita
melindungi sendi yang sakit. Selain itu dapat juga dengan menurunkan
berat badan pada penderita dengan berat badan berlebih karena berat

7
badan yang berlebih dapat memperberat penyakit OA (Soeroso J. dkk.,
2014).
Bagi penderita OA yang sudah parah, operasi dengan prosedur
arthroscopic debridement, joint debridement, dekompresi tulang,
osteotomi dan artroplasti merupakan tindakan efektif yang dapat
dilakukan (Pratiwi, 2015).
Prognosis OA biasanya tidak mengancam jiwa namun fungsi sendi
menjadi sering terganggu dan sering kambuh (Ikatan Dokter Indonesia,
2014).
Upaya promotif pada OA dengan memberi penjelasan faktor resiko
yang dapat menyebabkan OA dan penjelasan terkait penyakit OA itu
sendiri. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan yaitu dengan terapi
farmakologi, non farmakologi, dan prosedur operasi jika OA sudah parah.

C. Bursitis
Bursitis merupakan inflamasi yang terjadi pada bursa yang biasanya
terjadi pada bursa deltoid (Kennedy J.F. dkk., 2012). Bursa merupakan
kantung berisi cairan kecil, yang berfungsi sebagai bantalan antara tulang
dan struktur anatomi. Bursitis menyebabkan pembengkakan di sekitar otot
dan tulang dan paling sering terjadi pada bahu, siku, pergelangan tangan,
pinggul, lutut, atau pergelangan kaki (NIAMS, 2014).
Prevalensi bursitis yaitu 10-25% dengan perbandingan laki-laki
banding perempuan 1:4 dan biasanya menyerang orang usia 40-60 tahun
(Haviv B., 2013).
Penyakit ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti trauma,
tekanan yang lama, infeksi, dan kondisi medis lain (misalnya komplikasi
dari gout artritis) (AAOS, 2013).
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada penderita bursitis

8
diantaranya adalah bengkak (merupakan tanda utama), kulit sekitar
longgar, nyeri yang disebabkan oleh meregangnya bursa (nyeri memburuk
dengan penekanan secara langsung maupun digerakkan sesuai dengan
sendinya), dan dapat terjadi tanda-tanda inflamasi (AAOS, 2013).
Berdasar AAOS (2013), rontgen merupakan pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan pada bursitis untuk mencari kemungkinan terdapatnya
benda asing yang dapat menyebabkan terjadinya bursitis. Pengambilan
sampel cairan dari bursa juga dapat dilakukan untuk mengetahui
penyebab bursitis apakah karena infeksi atau karena gout artritis.
Penegakan diagnosis bursitis melalui manifestasi klinis yang biasa
ditemukan pada penderita bursitis dan dengan pemeriksaan penunjang
untuk mengetahui penyebab yang mendasari sehingga dapat dilakukan
tatalaksana yang sesuai.
Tatalaksana yang dapat dilakukan untuk pasien yaitu jika bursitis
disebabkan oleh infeksi maka dilakukan pengambilan cairan (aspirasi
cairan yang terdapat pada bursa) untuk meringankan gejala dan
melakukan pemeriksaan penunjang terkait bakteri apa yang menyebabkan
inflamasi sehingga dapat diberikan antibiotic yang tepat. Jika penyebab
bursitis bukanlah karena infeksi, dapat dilakukan beberapa terapi
diantaranya adalah elbow pads, menghindari aktivitas yang dapat
menyebabkan penekanan secara langsung pada bursa, dan obat-obatan
(OAINS atau ibuprofen untuk mengurangi bengkak dan meringankan
gejala). Obat tersebut jika dalam 3-4 minggu tidak memperbaiki bengkak
dan gejala dapat dilakukan pengambilan cairan bursa dan gunakan injeksi
steroid langsung pada bursa. Tindakan operasi yang dilanjutkan dengan
recovery juga dapat dilakukan jika semua tatalaksana tersebut masih tidak
memberi perbaikan pada penderita.

9
Prognosis penyakit ini baik ketika penderita mendapatkan pengobatan
yang sesuai.
Upaya promotif yang dilakukan terkait dengan penyakit yang dapat
menimbulkan komplikasi bursitis (misalnya gout artritis dengan diet rendah
purin). Sedangkan usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah bursitis
adalah menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan bursitis seperti
mencegah terjadinya gout artritis. Mencegah terjadinya keparahan bursitis
juga perlu dilakukan seperti penekanan langsung pada lokasi dan
melindungi lokasi agar tidak terkena trauma. Upaya rehabilitatif sesuai
dengan pedoman tatalaksana bursitis baik secara farmakologi maupun
non farmakologi.

10
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Orthropaedic Surgeons (AAOS), 2013.


Haviv B., 2013. Update on trochanteric bursitis of the hip. OA
Orthopaedics 1 (1): 10.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2014. Panduan Praktik Klinik bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Gizi Subdit Bina Gizi Klinik,
2011. Brosur Diet Rendah Purin.
Kennedy J.F. dkk., 2012. Dorlands Illustrated Medical Dictionary 32ed.
Jakarta: Elsevier Saunders.
Kusuma W, Engeline Angliadi, dan L.S. Angliadi, 2014. Profil Penderita
Osteoartritis Lutut Dengan Obesitas di Instalasi Rehabilitasi Medik
Blu RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado. Jurnal e- Clinic (eCl).
Vol. 2, No. 3.
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases
(NIAMS), 2014. What Are Bursitis and Tendinitis?
Papadakis M. A. dkk., 2016. Current Medicall Diagnosis and Treatment 55
ed. New York: Mc-GrawHill Education.
Pratiwi, A. I., 2015. Diagnosis and Treatment Osteoarthritis. J MAJORITY.
Vol. 4, No. 4.
Rosani dan Harry, 2014. Artritis Gout, dalam Tanto C., dkk: Kapita Selekta
Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius.
Rosani dan Harry, 2014. Osteoartritis, dalam Tanto C., dkk: Kapita Selekta
Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius.
Saputra, Lyndon, 2009. Pedoman Praktis Diagnosis Klinik. Tangerang:
Binarupa Aksara.
Soeroso, J. dkk., 2014. Osteoartritis, dalam Setiati, S dkk (ed): Buku Ajar

11
Penyakit Dalam, Jakarta: Interna Publishing.
Tehupeiory, 2014. Artritis Pirai (Artritis Gout), dalam Setiati, S dkk (ed):
Buku Ajar Penyakit Dalam, Jakarta: Interna Publishing.

12

Anda mungkin juga menyukai