Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena,
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat membuat laporan ini. Laporan ini
ditulis dengan tujuan untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dalam beberapa
kajian tentang farmasi fisika. Penyusunan materi dalam laporan ini kami tulis
berdasarkan hasil kegiatan yang telah kami lakukan. Beberapa materi penyusunan
laporan ini kami kutip dari berbagai sumber.
Terima kasih kepada senior yang telah membimbing kami dalam
melakukan percobaan ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan mengenai
farmasi fisika dengan adanya kegiatan emulsifikasi. Semoga laporan ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kami dalam mempelajari farmasi fisika.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna oleh karena itu
kami menerima masukan dari semua pihak demi penyempurnaan laporan ini.
Maaf apabila terdapat kesalahan dalam pengetikan kata-kata dalam laporan ini.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, November 2017

Aprilia Husain
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Farmasi fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat fisikokimia
molekul obat, kinetika dan orde reaksi, kelarutan dan faktor yang
mempengaruhinya, difusi dan disolusi, stabilitas, sistem dispersi (koloid, emulsi,
dispersi padat), mikromeritik, viskositas dan rheologi, emulsifikasi, serta
fenomena antar permukaan dan penentuan tegangan permukaan yang banyak
dijumpai dalam bidang kefarmasian.
Salah satu materi dalam farmasi fisika adalah emulsifikasi. Emulsifikasi
merupakan proses terbentuknya emulsi,dimana emulsi adalah sediaan berupa
campuran terdiri dari dua fase cairan dalam system dispers; fase cair yang satu
terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya; umumnya
dimantapkan oleh zat pengemulsi.
Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak sediaan farmasi yang berupa
emulsi, sebab eulsi memiliki banyak kelebihan diantaranya dapat menyatukan 2
fase berbeda, mengurangi rasa pahit dari zat aktif obat, dan tentunya mempercepat
absorbs secara oral dalam tubuh.
Dalam pembuatan emulsi pemilihan emulgator sangat penting, karena
mempengaruhi mutu dan kestabilan suatu emulsi. Salah satu emulgator yang
banyak digunakan adalah surfaktan. Mekanisme kerja emulgator semacam ini
berdasar atas kemampuannya menurunkan tegangan permukaan air dan minyak
serta membentuk lapisan monomolekuler pada permukaan globul fase terdispersi.
Disamping itu juga HLB butuh minyak juga perlu kita ketahui.
Setelah mengetahui pentingnya mempelajari emulsifikasi, maka perludilak
ukanlah percobaan ini, untuk menguji dan menentukan HLB butuh minyak yang
digunakan dalam pembuatan emulsi, mengevaluasi ketidakstabilan emulsi,
mengamati laju peisahan,volume sedimentasi, waktu redispersi serta penentuan
tipe emulsi.
II.2. Maksud dan Tujuan
II.2.1. Maksud
Untuk pengetahuan dan memahami segala sesuatu yang
mempunyai peran dalam pembuatan emulsi dan kestabilan dari suatu
emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan.
II.2.2. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan emulsifikasi ini adalah
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan
dalam pembuatan emulsi
2. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan
3. Mengevaluasi ketidak stabilan suatu emulsi
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan
emulsi
II.3. Prinsip Percobaan
Pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator dengan variasi
HLB butuh dan penentuan kestabilan suatu emulsi dengan nilai HLB
butuh yang bervariasi yang didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi
tersebut. Misalnya perubahan volume, perubahan warnah, dan pemisahan
fase terdispersi dan pendispersi dalam jangka waktu tertentu pada kondisi
yang dipaksakan.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
IV.1.1 Tabel Volume Pemisahan

No HLB Waktu Tinggi Volume Tinggi Volume


Butuh (menit) Awal (Vo) Volume akhir Pemisahan
(Vu) (F)
10 30 mL 4 mL 0,13 mL
1 5 20 30 mL 6 mL 0,2 mL
30 30 mL 8 mL 0,26 mL
10 30 mL 9 mL 0,3 mL
2 9 20 30 mL 11 mL 0,36 mL
30 30 mL 14 mL 0,46 mL
10 30 mL 13 mL 0,43 mL
3 12 20 30 mL 14,5 mL 0,48 mL
30 30 mL 16 mL 0,53 mL

IV.1.2 Tabel Waktu Redispersi


No HLB Butuh Laju Pemisahan
1 5 4
2 9 15
3 12 14

IV.1.3 Tabel Tipe Emulsi


No HLB Butuh Tipe emulsi
1 5 m/a
2 9 m/a
3 12 m/a
IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Perhitungan Aligasi
R/ Paraffin cair 20%
Tween 80
3%
Span 80
Air ad 30 mL
1. HLB butuh 5
Tween 80 : 15 0,7
5
Span 80 : 4,3 10
10,7

0,7
Tween 80 = 10,7 x 3% = 0,19% x 30 mL = 0,058 gr
10
Span 80 = 10,7 x 3% = 2,8% x 30 mL = 0,84 gr
20
Paraffin = 100 x 30 = 6 mL

Air = 30 (0,058 gr + 0,84 gr + 6)


= 23, 102 mL
2. HLB butuh 9
Tween 80 : 15 4,7
9
Span 80 : 4,3 6
10,7

4,7
Tween 80 = 10,7 x 3% = 1,31% x 30 mL = 0,39 gr
6
Span 80 = 10,7 x 3% = 1,88% x 30 mL = 0,50 gr
20
Paraffin = 100 x 30 = 6 mL

Air = 30 (0,39gr + 0,50 gr + 6)


= 23, 11 mL
3. HLB butuh 12
Tween 80 : 15 7,7
12
Span 80 : 4,3 3
10,7

7,7
Tween 80 = 10,7 x 3% = 2,15% x 30 mL = 0,64 gr
3
Span 80 = 10,7 x 3% = 0,84% x 30 mL = 0,25 gr
20
Paraffin = 100 x 30 = 6 mL

Air = 30 (0,64gr + 0,25 gr + 6)


= 23, 11 mL
IV.2.2 Perhitungan volume pemisahan dan waktu redispersi
1. HLB butuh 5
Vo = 30 mL
Vu 4
a. t10 = = = 0,13 mL
Vo 30
Vu 6
b. t20 = Vo = 30 = 0,2 mL
Vu 8
c. t30 = Vo = 30 = 0,26 mL

Waktu redispersi adalah 4 detik


2. HLB butuh 9
Vo = 30 mL
Vu 9
a. t10 = Vo = 30 = 0,3 mL
Vu 11
b. t20 = = = 0,36 mL
Vo 30
Vu 14
c. t30 = Vo = 30 = 0,46 mL

Waktu redispersi adalah detik 15 detik


3. HLB butuh 12
Vo = 30 mL
Vu 13
a. t10 = Vo = 30 = 0,43 mL
Vu 14,5
b. t20 = Vo = = 0,48 mL
30
Vu 16
c. t30 = Vo = 30 = 0,53 mL

Waktu redispersi adalah 14 detik


IV.2 Pembahasan
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat yang terdispersi kedalam cairan pembawa dan distabilkan
dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok, sedangkan emulsifikasi
adalah proses pembentukan suatu campuran yang berasal dari dua fase
yang berbeda seperti minyak dan air (Anief, 1996).
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan emulsifikasi untuk
menentukan nilai HLB yang cocok dengan emulgator golongan
surfakatan, serta dilakukan evaluasi meliputi uji volume pemisahan, uji
waktu redispersi dan uji tipe emulsi. Adapun sampel yang kami gunakan
adalah paraffin cair,tween 80, span 80 dan aquadest.
Paraffin dalam sediaan topikal sering digunakan untuk
meningkatkan titik leleh atau meningkatkan pengerasan bahan. Kelarutan
larut dalam kloroform, eter campuran minyak, sedikit larut dalam etanol,
praktis tidak larut dalam etanol 95%, aseton, dan air (Rowe, 2009).
Tween 80 dikenal juga dengan polysorbat 80, adalah suatu
surfaktan nonionic yang banyak digunakan untuk formulasi sediaan emulsi
minyak dalam air. Tween 80 terbentuk cairan kental yang berwarna
kuning pada suhu diatas 25oc dan memiliki nilai HLB 15. Kelarutannya
mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P, dalam etanol P, sukar larut
dalam parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P. (Rowe, 2003).
Span 80 atau sorbitan monoester adalah serangkaian campuran dari
ester parsial sorbitol dan mono dan dianhidrida dengan asam lemak.
Berupa cairan kental seperti minyak, warna kuning sawo, dan bebau khas
lemah. Dapat bercampur dengan minyak mineral dan minyak lemak, tidak
larut dalam air dan propilenglikol. Digunakan sebagai pengemulsi,
surfaktan (KemenKes, 2014)
Hal pertama yaitu yang kami lakukan yaitu membersihkan alat
yang akan digunakan dibersihkan dengan alkohol 70%. Menurut Salim
(2013) hal ini berguna agar menghilangkan semua jenis mikroorganisme
yang terdapat dalam alat yang akan digunakan agar tidak mempengaruhi
pada saat melakukan percobaan emulsifikasi.
Kemudian dilakukan perhitungan bahan dari tween 80, span 80,
paraffin cair dan air yang akan ditimbang pada masing masing HLB butuh
5, 9, dan 12 dengan metode aligasi. Tujuan dari variasi HLB ini adalah
agar kita bias menentukan mana HLB butuh yang baik dalam membenuk
emulsi yang stabil. Menurut Rieger (1996), nilai HLB merupakan
keseimbangan antara sifat lipofil dan hidrofil dari suatu surfaktan.
Digunakan nilai HLB karena surfaktan yang digunakan merupakan
surfaktan nonionik.
Di samping itu digunakan emulgator kombinasi karena sulit untuk
mencari emulgator tunggal sesuai dengan HLB butuh, selain itu menurut
Kadis (1996), pengemulsi hidrofilik pada fase air dan zat hidrofobik pada
fase minyak akan membentuk lapisan kompleks pada batas minyak/air,
lapisan ini akan membungkus globul-globul lebih rapat dibandingkan
emulgator tunggal. Telah diketahui pula bahwa rantai hidrokarbon dari
molekul tween berada dalam bola minyak antara rantai-rantai span dan
penyusun ini menghasilkan atraksi Van der Walls yang efektif. Dengan
cara ini lapisan antarmuka diperkuat dan kestabilan emulsi
O/Wditingkatkan melawan pengelompokan partikel.
Setelah mengetahui jumlah masing-masing Tween 80 dan
Span 80 yang digunakan, kemudian dibuat emulsi untuk masing-masing
nilai HLB butuh. Pertama-tama dilakukan penimbangan seluruh bahan
sejumlah yang dibutuhkan. Kemudian paraffin cair dicampurkan dengan
Span 80. Menurut Martin (1993), minyak dicampur dengan Span 80
karena Span bersifat non polar, hal ini dapat diketahui dari nilai HLB Span
yang relatif rendah yaitu 4,3 sehingga sesuai dengan sifat minyak yang
nonpolar. Selanjutnya air dicampurkan dengan Tween 80. Pencampuran
Tween 80 dengan air karena nilai HLB Tween 80 relatif tinggi yaitu
sebesar 15. Nilai HLB yang tinggi menunjukkan bahwa Tween 80 bersifat
polar sehingga dapat bercampur dengan air yang bersifat polar.
Kedua gelas kimia yang telah berisi campuran tersebut kemudian
dipanaskan di atas penangas air pada suhu 60oC selama 30 menit. Menurut
Dewi (2014), dalam pembuatan emulsi proses pemanasan disebut dengan
emulsifikasi awal. Ada sejumlah fakor penting didalam emulsifikasi awal
yaitu temperatur, intensitas, dan lama pencampuran serta keteraturan
dalam penambahan fase-fase. Emulsifikasi awal biasanya dijalankan pada
suhu yang lebih tinggi untuk menjamin bahwa kedua fase serta hasil
emulsi cukup stabil.
Setelah dipanaskan, campuran minyak dimasukkan ke dalam
campuran air dan diaduk menggunakan ultraturax berupa besi magnet
selama 5 menit dengan kecepatan 3200 rpm. Ultraturax digunakan untuk
pengadukan campuran karena pengaduk elektrik ini dapat mengaduk
dengan kecepatan yang sangat tinggi dimana pada pembuatan emulsi ini
diperlukan pengadukan dengan kecepatan tinggi agar menurut Martin
(1993), fase terdispersi tidak menyatu lagi sehingga terbentuk emulsi
yang baik.
Terbentuknya emulsi ditandai dengan berubahnya warna campuran
menjadi putih susu. Setelah 5 menit emulsi yang terbentuk diangkat dari
gelas kimia dan dimasukkan kedalam tabung sedimentasi dan diberi tanda
sesuai dengan nilai HLB-nya. Menurut Djajadisastra (2010), tinggi emulsi
dalam tabung diusahakan sama agar mempermudah dalam
membandingkan kestabilan dari tiap emulsi.
Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap sediaan emulsi yang
sudah jadi. Menurut Aulton (1988), evaluasi sediaan emulsi dilakukan
untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan emulsi pada penyimpanan.
Evaluasi dilakukan meliputi uji volume pemisahan, uji waktu resdipersdi
dan uji tipe emulsi.
Pada uji volume pemisahan, emulsi yang telah dimasukkan dalam
tabung sedimentasi terjadi creaming. Menurut Anief (1996), Creaming
adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan yang satu mengandung
butir-butir tetesan (fase terdispersi) lebih banyak daripada lapisan yang
lain dibandingkan keadaan emulsi awal. Dilakukan evaluasi volume
pemisahan dengan menghitung perbandingan dari volume akhir dan
volume awal pada menit ke-10, 20 dan 30. Hasil yang didapatkan dari
volume pemisahan yaitu pada HlB 5 (0,13 mL, 0,2 mL, 0,26 mL). Pada
HLB 9, volume pemisahan yaitu (0,3 mL, 0,36 mL, dn 0,46 mL). Pada
HLB 12, volume pemisahan yaitu (0,43 mL, 0,48 mL, 0,53 mL). Setelah
dibandingkan dengan literature, menurut Martin (1993), volume sedimensi
berkisar dari <1 sampai >1 dan apabila volume suatu endapan terjadi
flokulasi maka volume akhir dari endapan (F) adalah lebih kecil dari
volume awal, hal ini terjadi karena hasil flokulat yang terbentuk adalah
sebegitu longgarnya dan lunak sehingga volume yang dapat dicapai lebih
besar dari volume emulsi awal. Sehingga biasa disimpulkan bahwa, emulsi
yang cukup stabil terbentuk pada HLB butuh 5.
Pada uji waktu redispersi, didapatkan hasil yaitu HLB butuh 5
membutuhkan waktu 4 detik untuk dapat terdispersi kembali setelah
pengocokan, HLB butuh 9 membutuhkan waktu 5 detik dan HLB butuh 12
membutuhkan waktu 14 detik. Dari hasil uji redispersi diketahui bahwa
fase minyak dan fase air dapat bercampur kembali. Menurut Depkes RI
(1978), hal ini dikarenakan pada campuran fase minyak dan air terdapat
zat pemantap emulsi atau disebut emulgator. Dapat disimpulkan bahwa,
emulsi yang cukup stabil terbentuk pada HLB butuh 5 karena hanya
membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk dapat terdispersi kembali.
Pada uji tipe emulsi, dilakukan dengan melarutkan indikator
metilen blue pada masing masing emulsi dengan nilai HLB yang berbeda-
beda dan didapatkan hasil yaitu tipe emulsi m/a. Hal ini sesuai dengan
literature Rere (2007), uji kelarutan warna dimana pewarna larut air akan
larut dalam fase berair dari emulsi sementara zat warna larut minyak akan
ditarik oleh fase minyak.
Berdasarkan praktikum yang kami lakukan, ketiga emulsi yang
dibuat dengan HlB butuh yang bervariasi dikatakan tidak stabil karena
terbentuknya creaming atau pemisahan sedangkan menurut Voight (1994),
emulsi yang baik adalah emulsi yang mampu mempertahankan
ketidakstabilan bentuk, warna, dan fase terdispersi maupun pendispersi.
Dari ketiga emulsi yang terbentuk, dapat dikatakan bahwa emulsi cukup
stabil ada pada HLB butuh 12 karena volume sedimentasi yang lebih
mendekati 1.
Ada beberapa kemungkinan kesalahan yang terjadi. Kemungkinan
keslahan terjadi ketika pada saat pengocokan untuk uji waktu redispersi
mungkin tidak konstan pada saat pengocokan sehingga terjadi perbedaan
waktu yang tidak signifikan.

Anda mungkin juga menyukai