Anda di halaman 1dari 28

JOURNAL READING

THE IMPACT OF THE USE OF ANTIEPILEPTIC DRUGS ON THE


GROWTH OF CHILDREN

Herng-Sheng Lee1, Shih-Yu Wang1, Donald M Salter2, Chic-Chien Wang3, Shyi-Jou


Chen4, and Hung-Chuen Fan4

Pembimbing:
dr. Roro Rukmi Windi Perdani, M.Kes, Sp.A

Oleh:
Azzren Virgita Pasya, S. Ked
Fauziah Lubis, S.Ked
M Marliando Satria P C, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
JURNAL PENELITIAN

THE IMPACT OF THE USE OF ANTIEPILEPTIC DRUGS ON THE

GROWTH OF CHILDREN

Herng-Sheng Lee1, Shih-Yu Wang1, Donald M Salter2, Chic-Chien Wang3, Shyi-

Jou Chen4, and Hung-Chuen Fan4

Abstrak

Latar Belakang: Penelitian ini menginvestigasi apakah terapi jangka panjang

dengan obat ati-epilepsi memiliki efek negatif terhadap pertumbuhan dan kadar

kalsium serum pada anak dengan epilepsi di Taiwan.

Metode: Subjek penelitian ini adalah anak dengan epilepsi yang diberi monoterapi

obat anti-epilepsi (AED) selama satu tahun. AED yang digunakan antara lain asam

valproat (VPA; Deparkin) ada 27 anak (11 anak laki-laki dan 16 anak perempuan)

berusia 4-18 tahun, oxcarbazepine (Trileptal) pada 30 anak (15 anak laki-laki dan

15 anak perempuan) berusia 5-18 tahun, topiramate (Topamax) pada 19 anak (10

anak laki-laki dan 9 anak perempuan) berusia 6-18 tahun, dan Lamotrigine

(Lamicta) pada 8 anak (5 anak laki-laki dan 3 anak perempuan) berusia 5-13 tahun.

Pasien dengan riwayat kejang demam dipilih sebagai kelompok kontrol.

Hasil: Penggunaan asam valproat selama satu tahun menghambat pertumbuhan

anak dengan epilepsi secara signifikan (p<0.005) dibandingkan kelompok kontrol.

Mekanisme yang berperan diperkirakan adalah efek langsung VPA terhadap

proliferasi kondrosit pada lempeng pertumbuhan bukan dari perubahan kadar

kalsium serum.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini meningkatkan kewasapadaan pertumbuhan anak

dengan epilepsi yang mendapat terapi AED dan sehingga dibutuhkan pengawasan

terhadap pertumbuhan anak dan dewasa dengan epilepsi yang mendapat terapi obat

anti-epilepsi, terutama asam valproat.

Kata Kunci: obat anti-epilepsi, asam valproat, oxcarbazepine, topiramate,

lamotrigine
1. Judul Penelitian

a. Penulisan Judul

Judul pada jurnal penelitian ini adalah The Impact Of The Use of

AntiEpileptic Drugs On the Growth Of Children.

b. Nama Penulis

Herng-Sheng Lee, Shih-Yu Wang, Donald M Salter, Chic-Chien Wang,

Shyi-Jou Chen, and Hung-Chuen Fan.

c. Alamat Penelitian

Alamat korespondensi jurnal ini fanhuengchuen@yahoo.com.tw.

d. Tanggal Penerbitan

Jurnal ini diterbitkan di BMC Pediatrics pada tanggal 19 Desember 2013.

2. Abstrak

Penulisan abstrak pada jurnal penelitian ini terdiri dari background, methods,

results, conclusions dan keyword. Jumlah kata yang terdapat pada abstrak adalah

209 kata.

3. Konten

a. Pendahuluan

Masalah pada penelitian ini adalah kasus epilepsi yang memiliki prevalensi

0,8% pada populasi umum dan 0,28% di Taiwan membutuhkan terapi obat

anti-epilepsi jangka panjang. Sementara, penggunaan obat anti-epilepsi

yang berkepanjangan dapat menimbulkan beberapa masalah seperti masalah

tingkah laku dan gangguan psikiatri, gangguan endokrin metabolik, reaksi


idiosinkrasi dan efek dari interaksi obat. Dalam penelitian ini, masalah

utama yang dibahas adalah efek terapi jangka panjang obat anti-epilepsi

terhadap pertumbuhan dan perubahan pada tulang.

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu menginvestigasi efek terapi jangka

panjang obat anti-epilepsi terhadap pertumbuhan tulang pada anak dengan

epilepsi.

Pendahuluan dari jurnal ini terdiri dari empat paragraf. Masalah yang

melatar belakangi penelitian, teori mengenai pertumbuhan, densitas tulang

dan efek terapi jangka panjang obat anti-epilepsi terhadapnya serta tujuan

yang ingin dicapai dari penelitian ini telah tercakup pada bagian

pendahuluan.

b. Metode

i. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2009 hingga Januari 2011.

ii. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di poli anak, instalasi gawat darurat, dan ruang

rawat inap anak di suatu rumah sakit di Taiwan.

iii. Desain penelitian

Desain penelitian tidak disebutkan secara eksplisit dalam jurnal.

iv. Populasi

Populasi sampel ini adalah pasien anak di Tri-Service General Hospital

dan National Defense Medical Centre, Taipei, Taiwan.


v. Sampel

Metode pengambilan sampel tidak disebutkan secara eksplisit dalam

jurnal. Sampel dipilih dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai

berikut.

Kriteria inklusi:

Anak yang baru terdiagnosis dengan kejang yang termasuk

dalam klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE)

yaitu kejang generalisata, tonik-klonik, absens, mioklonik,

klonik, tonik, atonia, dan fokal.

Anak yang mendapat terapi asam valproat (VPA; dosis awal

20mg/kg/hari; dosis rumatan 20-40 mg/kg), oxcarbazepine

(OXA; dosis awal 5-10 mg/kg/hari; dosis rumatan 20-40 mg/kg),

topiramate (TPM; dosis awal 0,5-1 mg/kg/hari, dosis rumatan

3-9 mg/kg), atau lamotrigine (LTG; dosis awal 0,5 mg/kg/hari;

dosis rumatan 5-15 mg/kg) selama 1 tahun.

Pasien dapat bergerak aktif

Gizi baik

Kriteria eksklusi:

Riwayat menggunakan obat yang mempengaruhi metabolisme

tulang seperti steroid, diuretik, vitamin D, suplemen kalsium,

atau kalsitonin.

Gangguan endokrin seperti hipotiroid atau gangguan ginjal

Riwayat kurang gizi


Memiliki hambatan dalam bergerak aktif dan melakukan

aktifitas sehari-hari

Memiliki kelainan neurologis lain yang progresif selain epilepsi

Terbukti secara klinis dan biokimia menderita gangguan

pertumbuhan atau perawakan pendek.

vi. Prosedur

Sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diikuti setiap

3-6 bulan selama 1 tahun. Sampel dikelompokkan sesuai dengan terapi

anti-epilepsi yang didapatkan. Dilakukan pengukuran berat badan,

tinggi badan dan indeks massa tubuh untuk kemudian dibandingkan

dengan kelompok kontrol yang merupakan anak dengan riwayat kejang

demam sederhana. Pengukuran dilakukan saat pasien kontrol di poli

anak.

Pada sampel juga dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 5 cc.

Sampel darah digunakan untuk pemeriksaan kadar kalsium total dan

terionisasi dalam serum.

Penelitian ini juga menggunakan tikus galur Sprague-Dawley jantan

berusia 3 minggu. Sampel tikus digunakan untuk mengetahui efek obat

anti-epilepsi terhadap aktivitas kondrosit dalam lempeng pertumbuhan

tulang. Sampel tikus digunakan untuk mengisolasi sel kondrosit. Sel

kondrosit diisolasi dari lempeng epifisis os tibia tikus. Kondrosit yang

terisolasi dihitung dengan Neubauer chamber, dan dikultur pada media

yang diperkaya dengan fetal bovine serum (FBS) 10%, penicillin 100
IU/mL dan streptomycin 100 mg/mL. Kondrosit yang telah ditanam

pada media ini dipaparkan dengan medium yang mengandung AED

dengan konsentrasi VPA 415 M (60 g/mL), OXA 30 M (7g/mL),

TPM 30 M (10 g/mL), dan LTG 20 M (5 g.mL). Aktivitas

kondrosit ditentukan dengan alat spektofotometer.

vii. Data penelitian

Data primer yang digunakan adalah panjang badan, berat badan, indeks

massa tubuh, dan kadar kalsium serum total dan kalsium terionisasi

pasien anak yang mendapat terapi obat anti-epilepsi. Data primer

lainnya adalah tingkat aktivitas sel kondrosit tikus galur Sprague

Dawley dalam lempeng pertumbuhan yang dipaparkan dengan obat

anti-epilepsi.

Data sekunder yang digunakan adalah data pasien yang baru

terdiagnosis kejang yang tergolong klasifikasi epilepsi menurut ILAE

dan mendapat monoterapi obat anti-epilepsi yang datang ke poli anak,

instalasi gawat darurat dan ruang rawat inap anak.

viii. Keamanan

Penelitian telah disetujui oleh komite etik dan penelitian Tri-Service

General Hospital dan National Defense Medical Centre, Taipei,

Taiwan. Penggunaan tikus telah disetujui oleh institusi lokal animal

care and use committee Tri-Service General Hospital dan National

Defense Medical Centre, Taipei, Taiwan.


ix. Analisis statistik

Analisis statistik penelitian menggunakan program SPSS versi 13.0.

Usia, jenis kelamin, berat badan, IMT, obat anti-epilepsi, dan level

kalsium serum disajikan dalam bentuk rerata standar deviasi (SD).

Perbandingan antar kelompok dilakukan dengan metode one-way

ANOVA. Perubahan kadar kalsium serum awal dan akhir pengamatan

antara kelompok sampel dan kelompok kontrol dianalisis dengan tes T

tidak berpasangan. Perbandingan proliferasi sel dianalisis dengan

ANOVA. Nilai p yang dianggap bermakna adalah < 0,05.

c. Hasil

Karakteristik sampel ditunjukkan dalam tabel 1. Berdasarkan tabel 1, tidak

terdapat perbedaan pada karakteristik sampel sehingga bias yang dapat

ditimbulkan dapat disingkirkan dari kelompok sampel maupun kelompok

kontrol dengan parameter usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan,

ataupun IMT.
Perbedaan pertumbuhan

Tinggi badan yang lebih rendah didapatkan pada pasien dengan terapi VPA

yang bermakna secara statistik (p<0,005; gambar 1). Namun, tidak

didapatkan perbedaan yang bermakna antara tinggi badan kelompok kontrol

dengan tinggi badan pasien dengan terapi OXA, TPM, maupun LTG.

Kadar kalsium serum total dan kalsium terionisasi

Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik pada kalsium

serum total dan kalsium terionisasi pada pasien dengan terapi VPA, OXA,

TPM, dan LTG dibandingkan dengan kelompok kontrol (p > 0,05; gambar

2). Dapat disimpulkan bahwa level kalsium serum tidak dipengaruhi oleh

obat anti-epilepsi.
Evaluasi proliferasi kondrosit pada lempeng pertumbuhan

Dibandingkan dengan kelompok kontrol, laju proliferasi sel kondrosit pada

lempeng pertumbuhan secara signifikan menurun hingga 84,45 2,3% pada

sel yang terpapar VPA. Penurunan laju proliferasi sel kondrosit pada

lempeng pertumbuhan ini tidak ditemukan pada paparan dengan OXA, TPM

maupun LTG (gambar 3).


d. Diskusi

Pada penelitian ini, didapatkan penurunan pertumbuhan yang signifikan

pada pasien epilepsi dengan terapi VPA selama satu tahun dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Namun, tidak didapatkan perbedaan

pertumbuhan yang bermakna pada pasien epilepsi dengan terapi OXA, TPM

maupun LTG dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Sejalan dengan penelitian ini, terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa terdapat penurunan massa tulang vertebra dan tulang

radius pada anak tanpa cacat yang diterapi dengan VPA selama 6 atau 18

bulan. Hal ini mengarahkan bahwa VPA dapat mengganggu pertumbuhan

tulang. Usia kanak dan dewasa muda adalah periode krusial pertambahan

massa tulang, sementara, pada usia ini pula kebanyakan pasien epilepsi

terdiagnosis dan diberi terapi, sehingga pasien-pasien epilepsi dengan terapi

VPA khususnya anak-anak perlu mendapat perhatian lebih.

Kalsium adalah mineral yang berperan penting dalam pertumbuhan

lempeng epifisis. Namun, dilaporkan terdapat 3-30% pasien yang diterapi

obat anti-epilepsi menderita hipokalsemi dan hal ini mendukung postulat

penyakit tulang terkait obat anti-epilepsi. Secara teori, AED yang

menginduksi enzim sitokrom p450 dapat menurunkan bioavaibilitas vitamin

D sehingga menurunkan absorpsi kalsium oleh usus, menimbulkan keadaan

hipokalsemia dan peningkatan hormon paratiroid di sirkulasi yang memacu


mobilisasi kalsium keluar dari tulang. Pada penelitian ini, tidak didapatkan

perubahan yang bermakna kalsium serum baik total maupun terionisasi pada

pasien epilepsi dengan terapi VPA, OXA, TPM, maupun LTG. Selain itu,

menurut suatu studi, defisiensi vitamin D tidak berkaitan dengan densitas

tulang pada pasien epilepsi dengan terapi AED yang sesuai (usia, dan durasi

penggunaan obat). Studi ini dan beberapa studi lain mendukung teori bahwa

AED menyebabkan pengeroposan tulang tanpa menginduksi hipokalsemia

maupun defisiensi vitamin D, sehingga perlu dicari mekanisme lain yang

mungkin berperan dalam hal ini.

VPA telah digunakan secara luas di masyarakat. Obat ini merupakan suatu

penghambat enzim sitokrom p450. Pada penelitian ini, VPA mempengaruhi

pertumbuhan secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol,

namun tidak mempengaruhi konsentrasi kalsium serum. Untuk

menganalisis mekanisme lainnya, dilakukan pengujian efek AED terhadap

laju proliferasi kondrosit in vitro. Hasilnya, VPA menghambat proliferasi

kondrosit secara signifikan. Hambatan ini tidak ditemukan pada pasien

dengan terapi OXA, TPM ataupun LTG.

OXA, TPM, LTG merupakan terapi yang digunakan tunggal ataupun

tambahan pada pasien dengan kejang parsial maupun generalisata. Selain

lebih aman dan lebih dapat ditoleransi, efeknya terhadap kesehatan tulang

anak masih menjadi kontroversi. OXA dan TPM merupakan penginduksi

isoenzim sitokrom p450. Pasien epilepsi yang mendapat terapi OXA


dilaporkan mengalami peningkatan risiko fraktur, penurunan densitas tulang

dan penurunan kadar 25-hydroxyvitamin D3. TPM dikaitkan dengan kalkuli

renal, osteomalasia dana tau osteoporosis dan hipokalsemia ringan sehingga

meningkatkan pengambilan kalsium tulang.

LTG tidak menghambat maupun menginduksi isoenzim sitokrom p450.

Anak yang diterapi dengan LTG dana tau VPA lebih dari 2 tahun memiliki

perawakan yang lebih pendek, densitas tulang yang rendah, dan penurunan

formasi tulang dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, karena

mendapat terapi kombinasi, kejang yang dialami oleh pasien dapat lebih

berat sehingga aktifitas fisik pasien tersebut rendah. Aktifitas fisik yang

rendah dapat menyebabkan abnormalitas tulang yang lebih berat daripada

yang diinduksi oleh AED. Faktanya, data-data yang ada menunjukkan

monoterapi LTG tidak mempengaruhi densitas tulang, kadar kalsium,

maupun kadar vitamin D. Walaupun penelitian ini tidak menemukan

adanyanya gangguan pertumbuhan maupun kadar kalsium serum pasien

yang mendapat terapi OXA, TPM maupun LTG, penelitian ini tidak

bertolak belakang dengan penelitian lain. Hal ini dikarenakan, OXA, TPM

maupun LTG dapat mempengaruhi mikrostruktur tulang dengan tetap

mempertahankan massa tulang yang adekuat sehingga tampak seperti

pertumbuhan yang normal secara in vivo dan proliferasi kondrosit yang

normal secara invitro. Faktor-faktor ini mungkin memiliki peran dalam

pertumbuhan secara longitudinal dan peningkatan risiko fraktur.


Mekanisme VPA mengganggu proliferasi kondrosit lempeng pertumbuhan

belum sepenuhnya dipahami pada penelitian ini. VPA dalam kadar terapi

merupakan inhibitor enzim histone deacetylase, yang menyebabkan

terjadinya hiperasetilasi ekor histon dan relaksasi kromatin sehingga

mengganggu interaksi antara histon-DNA dan histon-histon. Apoptosis

kondrosit merupakan mekanisme utama remodeling pertumbuhan tulang

sehingga perlu diinvestigasi apakah VPA menghambat progress siklus sel,

memodulasi kaspase dan/atau menginduksi apoptosis sehingga

menghambat pertumbuhan dan proliferasi sel dan menghasilkan perawakan

pendek.

e. Kesimpulan

AED efektif dan perlu untuk anak-anak dengan epilepsi. Namun, terapi

AED jangka panjang terutama VPA, dapat mempengaruhi pasien terhadap

kelainan pertumbuhan dan kesehatan tulang. Masa kanak-kanak dan remaja

adalah periode pertumbuhan yang penting, oleh karena itu pencegahan

terhadap retardasi pertumbuhan dan kesehatan tulang dengan penggunaan

VPA dapat ditangani dengan penggunaan AED yang bijaksana ditambah

dengan peningkatan gizi dan aktivitas fisik. Selain itu, generasi baru AEDs

seperti OXA, LTG, dan TPM mungkin merupakan pilihan alternatif karena

lebih sedikit efek samping.


4. Kekuatan dan Kelemahan

a. Kekuatan

Penelitian ini dinilai penting melihat peningkatan dari penggunaan obat

anti-epilepsi pada anak dan remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan,

serta banyaknya laporan mengenai efek samping obat anti-epilepsi generasi

baru dalam menghambat pertumbuhan. Penelitian ini dilakukan secara studi

longitudinal terhadap penggunaan obat anti-epilepsi sebagai monoterapi

yang meningkatkan resiko anak berkembang menjadi perawakan pendek.

Identifikasi dini dan penanganan awal yang sesuai terhadap gangguan

hambatan pertumbuhan dan kesehatan tulang yang disebabkan oleh obat

anti-epilepsi membutuhkan perhatian lebih dari masyarakat, serta

diperlukan pemahaman mengenai efek samping dari pemakaian jangka

panjang obat anti-kejang terhadap anak dan remaja.

b. Kelemahan

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, jumlah sampel yang

digunakan terlalu sedikit. Kedua, durasi dari follow-up terlalu singkat, yaitu

hanya 1 tahun, dimana ada kemungkinan ditemukannya perawakan pendek

yang lebih signifikan terjadi pada lebih dari 1 tahun. Ketiga, literatur

menunjukkan bahwa obat anti-epilepsi yang bekerja dengan cara

menginduksi enzim dapat meningkatkan katabolisme vitamin D menjadi

bentuk metabolit inaktif, yang dapat menjelaskan mengapa ada laporan

mengenai peningkatan resiko osteoporosis pada penggunaan obat anti-

epilepsi. Namun, terdapat laporan bahwa defisiensi vitamin D tidak


mempengaruhi densitas masa tulang pada pasien epilepsi setelah beberapa

tahun pemakaian obat anti-epilepsi. Apabila kadar vitamin D dipengaruhi

oleh obat anti-epilepsi, seharusnya juga terjadi penurunan dari kadar

kalsium. Variabel vitamin D merupakan kelemahan dalam penelitian ini

dalam lebih memahami efek obat anti-epilepsi terhadap pertumbuhan secara

keseluruhan. Keempat, sel kondrosit dalam lempeng pertumbuhan tulang

tikus tidak dapat sepenuhnya merepresentasikan keadaan in vivo manusia.

Terakhir, penelitian ini tidak di randomisasi. Beberapa kelemahan ini dapat

menyebabkan bias dalam menganalisis efek dari obat anti-epilepsi terhadap

pertumbuhan dari anak yang menderita epilepsi.


ANALISIS JURNAL

Critical Appraisal

1. Judul Penelitian

a. Penulisan Judul

Penulisan judul pada jurnal sudah sesuai dengan kaidah penulisan karena

tidak melebihi 20 kata, tidak terdapat singkatan serta judul penelitian

menarik dan memberi gambaran isi jurnal.

b. Nama Penulis

Sudah sesuai dengan kaidah penulisan karena nama penulis ditulis tanpa

gelar dan menggunakan nama belakang sebagai sitasi.

c. Alamat Penelitian

Jurnal ini mencantumkan alamat korespondensi yang sesuai dengan kaidah

penulisan.

2. Abstrak

Penulisan abstrak pada jurnal penelitian ini terdiri dari background, methods,

results, conclusions dan keyword. Jumlah kata yang terdapat pada abstrak adalah

209 kata, tidak melebihi 250 kata. Penulisan abstrak jurnal telah terstruktur

dengan baik dan sesuai dengan kaidah penulisan jurnal. Keyword pada abstrak

tidak sesuai dengan kaidah karena tidak sesuai urutan alphabet.


3. Konten

a. Pendahuluan

Pada pendahuluan jurnal ini disebutkan mengenai latar belakang masalah

dan tujuan dari penelitian ini, namun tidak menyatakan tentang hipotesis

penelitian sehingga tidak sesuai dengan kaidah penulisan jurnal.

a. Metode

i. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan selama kurang lebih dua tahun yaitu dari bulan

Februari 2009 hingga Januari 2011. Dimana setiap pasien diikuti

perkembangannya selama satu tahun. Durasi penelitian ini sudah cukup

untuk mengumpulkan semua data penelitian yang dibutuhkan, namun

kurang lama untuk menggambarkan pengaruh dari AED terhadap

pertumbuhan yang bisa saja terjadi pada waktu lebih dari satu tahun.

ii. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di poli anak, instalasi gawat darurat, dan ruang

rawat inap anak di suatu rumah sakit di Taiwan.

iii. Desain penelitian

Desain penelitian tidak disebutkan secara eksplisit dalam jurnal.

Namun berdasarkan interpretasi pembaca, desain penelitian ini adalah

cohort perspective. Desain ini sesuai untuk penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui efek atau resiko dari suatu paparan yang khusus.
iv. Populasi

Populasi sampel ini adalah pasien anak di Tri-Service General Hospital

dan National Defense Medical Centre, Taipei, Taiwan. Populasi bisa

digeneralisasikan ke center rumah sakit di negara lain yang setara, yaitu

rumah sakit rujukan nasional.

v. Sampel

Metode pengambilan sampel tidak disebutkan secara eksplisit dalam

jurnal. Namun berdasarkan interpretasi pembaca, metode pengabilan

sampel yang digunakan adalah consecutive sampling, yaitu mengambil

semua pasien yang datang ke tempat penelitian yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi hingga jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi.

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini kurang banyak,

sehingga tidak bisa merepresantasikan kasus terhadap populasi lain.

vi. Prosedur

Prosedur penelitian digambarkan dengan jelas dan lengkap oleh penulis

sehingga dapat mudah dimengerti oleh pembaca.

vii. Data penelitian

Data penelitian ini valid karena menggunakan baik data primer yang

diambil langsung dari pasien dan hewan uji coba berupa tikus maupun

data sekunder.

viii. Keamanan

Penelitian telah disetujui oleh komite etik dan penelitian Tri-Service

General Hospital dan National Defense Medical Centre, Taipei,

Taiwan. Penggunaan tikus telah disetujui oleh institusi lokal animal


care and use committee Tri-Service General Hospital dan National

Defense Medical Centre, Taipei, Taiwan.

ix. Analisis statistik

Analisis statistik penelitian menggunakan program yang sudah

terstandarisasi secara internasional. Metode analisis yang digunakan

sudah sesuai dengan jenis data penelitian yang ada.

b. Hasil

Hasil penelitian telah menjawab tujuan daripada penelitian ini. Pemaparan

hasil penelitian sudah baik karena menggunakan tabel dan grafik yang

sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca.

c. Diskusi

Diskusi pada jurnal ini sudah baik karena materi yang dibahas luas dan

dalam untuk mendukung penjelasan mengenai hasil penelitian yang

didapatkan. Penulis juga membahas jurnal penelitian sebelumnya yang

serupa untuk membandingkan hasil penelitian dengan teori yang ada.

Penulis juga menyebutkan kelebihan dan kekurangan daripada penelitian

yang dilakukan.

d. Kesimpulan

Kesimpulan dari jurnal ini dijelaskan secara singkat dan merangkum dari

keseluruhan isi jurnal.


A. Analisis VIA

1. Validitas

a. Desain

Desain penelitian ini adalah cohort, yaitu penelitian yang

membandingkan antara dua kelompok sampel untuk menetukan akibat dan

risiko dari suatu paparan. Desain kohort penelitian ini adalah prospektif, yang

mengikuti sampel dari saat terpapar hingga jangka waktu tertentu. Paparan

pada penelitian ini adalah obat anti-epilepsi yang digunakan secara tunggal

yaitu asam valproat, oxcarbazepin, topiramat, dan lamotrigine. Sampel diikuti

setiap tiga hingga enam bulan selama satu tahun sejak diterapi dengan obat

anti-epilepsi.

Hal-hal yang dibandingkan dari dua kelompok sampel adalah pola

pertambahan tinggi badan, kadar kalsium serum dan tingkat proliferasi

kondrosit pada lempeng pertumbuhan tulang. Data yang diperoleh diolah

dengan program SPSS. Perbandingan pola pertambahan tinggi badan antar

kelompok diolah dengan metode one-way ANOVA, perbandingan kadar

kalsium serum antar kelompok diolah dengan metode tes T berpasangan,

sedangkan perbandingan tingkat proliferasi kondrosit pada lempeng

pertumbuhan tulang diolah menggunakan metode one-way ANOVA.

Desain penelitian telah sesuai untuk mencapai tujuan dari penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi efek obat anti-epilepsi

terhadap pertumbuhan tulang pada anak dengan epilepsi. Kohort adalah

desain penelitian untuk mengetahui efek dari suatu paparan yang diamati
dalam jangka waktu tertentu, sehingga metode ini sesuai untuk mencapai

tujuan penelitian. Analisis statistik yang digunakan juga telah sesuai untuk

masing-masing kelompok data yang dibandingkan. Analisis one-way ANOVA

untuk data pola pertambahan tinggi badan dan tingkat proliferasi kondrosit

pada lempeng pertumbuhan tulang digunakan karena bentuk kedua kelompok

data ini berupa numerik. Sementara, untuk data kadar kalsium serum

menggunakan analisis tes-T berpasangan karena bentuk datanya adalah

nominal.

b. Populasi dan Sampel

Penelitian dilakukan pada Februari 2009 hingga Januari 2011. Populasi

penelitian adalah anak-anak dengan epilepsi di daerah Taipei yang datang

berobat ke Departemen Pediatri baik rawat jalan maupun rawat inap. Sampel

penelitian baru terdiagnosis epilepsi dalam jangka waktu penelitian. Kriteria

inklusi sampel adalah (1) baru terdiagnosis epilepsi dengan jenis kejang

sesuai dengan International League Against Epilepsy (ILAE) Commision on

Classification and Terminology 2005 yaitu kejang generalisata, tonik-klonik,

absens, mioklonik, klonik, atoni, dan fokal, (2) sampel mendapat terapi

dengan asam valproat (dosis awal 20 mg/kgBB/hari; rumatan 20-40

mg/kgBB), oxcarbazepine (dosis awal 5-10 mg/kgBB/hari; rumatan 20-40

mg/kgBB), topiramate (dosis awal 0,5-1 mg/kgBB/hari; rumatan 3-9

mg/kgBB) atau lamotrigine (dosis awal 0,5 mg/kgBB/hari; rumatan 5-15

mg/kgBB) selama minimal satu tahun, (3) sampel dapat beraktivitas secara

aktif dan tidak kekurangan gizi.


Sampel dieksklusi jika (1) menggunakan obat yang mempengaruhi

metabolisme tulang (seperti steroid, diuretik, vitamin D, suplemen kalsium,

bifosfonat dan kalsitonin), (2) menderita penyakit atau gangguan endokrin

seperti hipotiroid dan gangguan ginjal, (3) memiliki riwayat kekurangan

nutrisi, kesulitan dalam beraktivitas dan melakukan aktivitas sehari-hari, (4)

menderita gangguan neurologis progresif selain epilepsi dan (5) terbukti

secara klinis maupun biokimia menderita perlambatan pertumbuhan atau

kerdil. Penelitian ini menggunakan kelompok kontrol dari pasien-pasien

dengan riwayat kejang demam simpleks.

Penentuan sampel pada penelitian telah cukup baik untuk penelitian

karena telah mencakup kriteria inklusi dan eksklusi yang dapat menurunkan

kemungkinan muculnya bias penelitian akibat adanya variabel perancu.

Namun, karakteristik pasien lebih baik disamakan untuk mendapatkan hasil

penelitian yang lebih baik. Durasi waktu pengamatan sampel juga terlalu

sebentar yaitu hanya satu tahun. Hambatan pertumbuhan dapat saja terjadi

pada waktu diluar jangka pengamatan tersebut.

c. Pengumpulan Sampel

Jumlah total sampel yang didapatkan sesuai dengan kriteria inklusi dan

ekslusi penelitian adalah 114 dengan rincian 27 sampel yang mendapat terapi

asam valproat (11 laki-laki dan 16 perempuan; usia 4-18 tahun), 30 sampel

dengan terapi oxcarbazepine (15 laki-laki dan 15 perempuan; usia 5-18 tahun),

19 sampel dengan terapi topiramate (10 laki-laki dan 9 perempuan; usia 6-18

tahun), 8 sampel dengan terapi lamotrigine (5 laki-laki dan 3 perempuan; usia

5-13 tahun) dan 30 sampel kelompok kontrol.


Jumlah sampel masih terlalu sedikit dan tidak seimbang antar kelompok

sampel. Hasil penelitian dapat menjadi bias karena perbedaan dalam jumlah

sampel dari setiap kelompok sampel.

2. Importance

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi efek obat anti-epilepsi

terhadap pertumbuhan tulang pada anak dengan epilepsi. Hasil utama adalah

mengetahui efek obat anti-epilepsi terhadap pertumbuhan tulang pada anak

dengan epilepsi. Hasil sekunder penelitian ini untuk mengetahui mekanisme obat

anti-epilepsi terhadap pertumbuhan tulang pasien dengan epilepsi baik anak-

anak maupun dewasa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempersiapkan

klinisi untuk mengevaluasi pertumbuhan anak dengan epilepsi yang diterapi

dengan obat anti-epilepsi untuk menghindari hambatan pertumbuhan yang dapat

terjadi serta memacu para ahli untuk membuat konsensus atau guideline untuk

evaluasi terapi obat anti-epilepsi.

3. Applicability

a. Apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan di Indonesia?

Penelitian ini dilakukan di Taipei, Taiwan yang masih dalam lingkungan

ras yang sama dengan Indonesia sehingga kemungkinan perbedaan genetik

tidak terlalu bermakna. Taiwan dan Indonesia berbeda secara geografis,

namun epilepsi tidak dipengaruhi oleh cuaca, sehingga tidak mempengaruhi

pengaplikasian hasil penelitian di Indonesia. Obat-obatan dalam penelitian ini

juga sering digunakan untuk terapi epilepsi di Indonesia, sehingga hasil


penelitian dapat diterapkan di Indonesia. Penelitian ini dapat membantu para

klinisi di Indonesia agar dapat mencegah hambatan pertumbuhan yang dapat

dialami anak-anak yang mendapat terapi obat anti-epilepsi.

b. Apakah penelitian ini dapat diaplikasikan di Rumah Sakit Abdul

Moeloek Lampung?

Penelitian ini belum dapat dilakukan di RS Abdul Moeloek karena

pilihan terapi pasien anak dengan epilepsi di RSAM hanyalah asam valproat

dan topiramate. Namun, untuk pengaplikasian hasil penelitian bisa diterapkan

di RSAM karena anak dengan epilepsi di RSAM sebagian besar diterapi

dengan asam valproat yang menurut hasil penelitian pada jurnal memberikan

efek negatif yang signifikan terhadap pertumbuhan anak. Sehingga, anak

dengan epilepsi yang mendapat terapi asam valproat perlu dilakukan

pengevaluasian pertumbuhan setiap kontrol rawat jalan oleh klinisi.

B. Analisis PICO

1. Problem

Epilepsi adalah kondisi kronis yang ditandai dengan kejadian klinis

berulang atau serangan kejang, yang terjadi tanpa adanya penyakit metabolik

atau toksik atau demam. World Health Organitation (2001) memperkirakan

prevalensi epilepsi 0,8% pada populasi umum, dan prevalensi di Taiwan

dilaporkan sebesar 0,28%. Epilepsi sering membutuhkan terapi obat anti-

epilepsi (AED) jangka panjang. Namun, pemberian AED berkepanjangan

dikaitkan dengan sejumlah masalah seperti gangguan perilaku dan kejiwaan,


gangguan endokrin metabolisme dan efek interaksi obat. Bukti menunjukkan

bahwa pasien dengan epilepsi cenderung mengalami masalah tulang dan patah

tulang. Namun, salah satu meta analisis menyimpulkan bahwa defisit kepadatan

mineral tulang terlalu kecil untuk menjelaskan peningkatan risiko patah tulang

pada pasien epilepsi. Kelainan tulang seperti perawakan pendek, gigi yang tidak

normal dan osteomalasia dilaporkan terkait dengan penggunaan AED. Penelitian

ini bertujuan untuk menginvestigasi efek obat anti-epilepsi terhadap

pertumbuhan tulang pada anak dengan epilepsi

2. Intervention

Pada penelitian ini dilakukan penilaian dampak AED terhadap pertumbuhan

tulang yang dinilai dari pengukuran tinggi badan dan kadar kalsium total dan

terionisasi dalam serum pada pasien anak dengan epilepsi yang mendapat

monoterapi AED, serta penilaian aktivitas kondrosit pada lempeng pertumbuhan

tulang tibia tikus galur Sprague dawley.

3. Comparison

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan membandingkan

pengaruh beberapa obat anti-epilepsi terhadap pertumbuhan dan level kalsium

serum anak yang menderita epilepsi dengan kelompok kontrol yaitu anak yang

menderita kejang demam simpleks. Beberapa obat tersebut adalah asam valproat

(Deparkin), oxcarbazepine (Trileptal), topiramat (Topamax), dan lamotrigine

(Lamicta).
4. Outcomes

Penelitian ini membuktikan bahwa terapi asam valproat selama 1 tahun

memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap pertumbuhan pasien

pediatrik dengan epilepsi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini tidak

ditemukan pada penggunaan obat anti-epilepsi lain seperti oxcarbazepine,

topiramate, dan lamotrigine. Obat-obat ini tidak memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan maupun level kalsium serum anak dengan epilepsi. Mekanisme

kerja asam valproat yang memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan

tubuh anak belum diketahui, diperkirakan mekanisme yang berperan adalah efek

langsung asam valproat terhadap proliferasi dari kondrosit lempeng

pertumbuhan tulang, bukan karena kadar kalsium dalam serum.

Anda mungkin juga menyukai