Anda di halaman 1dari 10

Fetoskopi transabdominal dalam mendiagnosa abnormalitas

janin dengan ultrasonografi pada trimester pertama


kehamilan

Y. Ville, J. P. Bernard, S. Doumere, O. Multon, H. Fernandez, R. Frydman and G. Barki

Kata kunci : Fetoskopi, Trimester Pertama, Amniosentesis, Diagnosis Prenatal

ABSTRAK

Kemampuan ultrasonografi dalam mendiagnosa kelainan janin hanya terbatas


pada tahap awal kehamilan. Kami menggambarkan sebuah mikroendoskopi yang
dapat digunakan dengan jarum ukuran 18-gauge pada saat amniosentesis untuk
memberikan gambaran diagnosa yang lebih tepat, bila didapatkan kelainan pada
pemeriksaan ultrasonografi pada trimester pertama.

PENDAHULUAN

Pendekatan diagnosa prenatal saat ini sangat bergantung pada ultrasonografi


dengan high-resolution pada trimester pertama dan kedua kehamilan. Diagnosis
awal prenatal dengan ultrasonografi seringkali hanya diartikan sebagai penilaian
ada tidaknya kelainan pada janin dan menjadi indikasi untuk pemeriksaan lebih
lanjut. Hal ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi yang lebih
terperinci pada kehamilan trimester kedua atau dengan fetoskopi. Perkembangan
pesat teknologi fetoskopi sebagai diagnostik terhalang akibat kemahalan nya;
namun, kami berusaha untuk memperbaharui teknologi dan mengembangkan
sebuah endoskopi semi-rigid berdiameter 1mm yang dapat digunakan melalui
jarum ukuran 18-gauge (1,3 mm). Alat ini dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai anatomi luar janin, dan mempermudah pengambilan sampel jaringan
janin.
ALAT DAN METODE

Sebuah mikroendoskopi end-view semi-rigid 0o (miniscope) dengan diameter


1mm dan panjang 20 cm. Alat ini memiliki lapangan pandang sekitar 70o dan
meliputi lebih dari 10.000 elemen gambar (pixel). Miniscope ini dihubungkan
dengan eye-piece melalui bagian yang fleksibel sepanjang 100 cm (ART 11510,
Karl Storz, Tuttlingen, Germany). Trokar dapat berupa sebuah jarum ukuran 18-
gauge atau 20-gauge (0,9 mm) dengan side-operative channel (Gambar 1). Jarum
ukuran 24-gauge juga dapat digunakan saat endoskopi penuh. Dibutuhkan
panduan cahaya yang dihubungkan langsung dengan mata dan sumber cahaya
xenon (175 W 615B, Karl Storz, Tuttlingen, Germany). Analgesi lokal diberikan
dengan menginjeksikan 10 ml xylocaine non-adrenalin 1% ke jaringan subkutan
sampai ke miometrium. Jarum dimasukkan secara transabdominal hingga ke
rongga amnion dengan panduan sonografi. Amniosentesis dapat dilakukan baik
sebelum maupun sesudah fetoskopi.

Gambar 1. Semi-rigid miniscope (diameter 1 mm; sudut pandang 0o, 70o)


(Karl Storz, Tuttlingen, Germany).

LAPORAN KASUS

Kasus 1

Seorang pasien usia 25 tahun dengan kehamilan trimester kedua dirujuk saat usia
kehamilan 11 minggu dengan dugaan malposisi bilateral tangan janin berdasarkan
ultrasonografi (Gambar 2a). Jarak kepala-bokong (Crown-rump Lenght / CRL)
didapatkan 50 mm dan penebalan lipatan leher bayi (nuchal translucency) sebesar
1 mm. Pasien dianjurkan untuk memeriksa kembali 2-4 minggu kemudian atau
melakukan fetoskopi saat usia kehamilan 12 minggu. Pasien memilih pemeriksaan
fetoskopi. Pemeriksaan dilakukan dengan miniscope seperti yang telah dijelaskan
diatas, dan pada saat yang sama, sebanyak 15 ml sampel dari cairan amnion
diambil untuk pemeriksaan karyotype. Dari pemeriksaan fetoskopi dipastikan
bahwa terdapat bilateral club hands and hypoplastic forearms, (Gambar 2b dan
2c); wajah janin dan tungkai bawah tampak normal. Karyotype janin diketahui 8
hari kemudian, dengan hasil 47, XX +18. Orang tua memilih untuk melakukan
terminasi kehamilan. Meskipun trisomi 18 adalah kelainan yang spesifik, radial
aplasia telah dilaporkan terjadi saat antenatal dan berhubungan dengan
trombositopenia (Thrombocytopenia with absent radii (TAR) syndrome)1. Pasien
setuju untuk dilakukan kordosentesis sebelum induksi. Jarum ukuran 24-gauge
dimasukkan melalui side operation channel ukuran 20-gauge, dan tali pusar
ditusuk dibawah panduan endoskopi (Gambar 3). Prosedur dipersulit dengan
adanya kontaminasi cairan amnion menyebabkan agregasi platelet. Terminasi
berhasil dengan pemberian mifepristone dan prostaglandin pada 13 minggu usia
kehamilan. Bilateral club hands dengan radial aplasia dikonfirmasi melalui
pemeriksaan postmortem dan sebuah mielomeningokel kecil di vertebra sakral,
yang tidak tampak pada pemeriksaan awal maupun fetoskopi juga ditemukan.

Gambar 2a. Dugaan Club hand dengan pemeriksaan ultrasonografi


pada 11 minggu usia kehamilan.
Gambar 2b. Bilateral club hand dan short forearm, tampak pada fetoskopi.

Gambar 2c. Gambaran dari hasil fetoskopi.

Gambar 3. Sampel tali pusar pada usia kehamilan 13 minggu pada tampilan
endoskopi. Jarum mencapai tali pusar (kiri) dan menusuk pembuluh vena (kanan).
Kasus 2

Seorang pasien usia 37 tahun (G3 P2) memiliki 2 bayi dengan kelainan celah bibir
dan palatum (cleft lip and palate/ CLP). Kelainan tidak dapat dikenali saat
antenatal kehamilan pertama dan pada kehamilan kedua terdiagnosa saat usia
kehamilan 23 minggu. Bedah plastik telah melakukan sebanyak masing-masing
tiga kali pengerjaan tiap anak. Kehamilan saat ini tidak direncanakan dan pasien
meminta diagnostik awal beserta amniosentesis untuk pemeriksaan karyotype.
Anjuran untuk pemeriksaan fetoskopi pada 12 minggu usia kehamilan, karena
pengamatan menunjukkan dugaan CLP yang berulang (Gambar 4a). Sebuah mid-
line facial cleft yang besar tampak pada fetoskopi (Gambar 4b); bagian ujung
minicsope pada mulut janin dengan pasti mengindikasikan adanya defek baik pada
bibir atas maupun palatum. Pasangan ini memohon untuk terminasi kehamilan,
tetapi menolak penggunaan prostaglandin. Dilatasi dan kuretase dilakukan
dibawah pengaruh anestesi umum. Pemeriksaan patologi mengkonfirmasi adanya
defek pada wajah janin tetapi tidak memberikan informasi postmortem yang
lengkap; hasil pemeriksaan karyotype didapatkan 46, XY.

Gambar 4a. Pemeriksaan ultrasonografi pada wajah janin saat usia kehamilan 12
minggu. Dugaan adanya facial-cleft pada bagian lateral; 4b. Tampilan endoskopi
median cleft yang cukup besar pada bibir atas dan palatum (anak panah).
Gambar 4c. Gambaran dari hasil fetoskopi.

Kasus 3

Pasien usia 27 tahun, primigravida, melakukan pemeriksaan ultrasonografi saat


usia kehamilan 9 minggu untuk memastikan usia kehamilan. Tampak adanya
benjolan abnormal pada kranium janin dan diduga kuat merupakan ensefalokel
frontal (Gambar 5a). Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lain 2-4
minggu kemudian atau fetoskopi saat usia kehamilan 11 minggu. Fetoskopi
dilakukan dengan miniscope dibawah pengaruh analgesi lokal, seperti telah
dijelaskan, dan amniosentesis dikerjakan pada waktu yang sama. Dipastikan
adanya ensefalokel frontal (Gambar 5b); ditambah dengan adanya midline facial
cleft, tetapi tidak ditemukan sejumlah kelainan lain. Pasien meminta untuk
terminasi kehamilan dan menolak penggunaan prostaglandin. Dilatasi dan
kuretase dilakukan dibawah pengaruh anestesi umum. Pemeriksaan postmortem
mengkonfirmasi adanya hubungan antara ensefalokel dan facial cleft, tetapi tidak
memberikan informasi yang lebih terperinci mengenai anatomi janin. Karyotype
janin adalah 46, XX.
Gambar 5a. Dugaan ensefalokel dengan pemeriksaan ultrasonografi pada usia
kehamilan 9 minggu; 5b. Tampilan endoskopi dari ensefalokel (anak panah).

Gambar 5c. Gambaran hasil fetoskopi; 5d. Visualisasi facial-cleft (anak panah);
5e. Gambaran hasil fetoskopi.
DISKUSI

Sejarahnya, embrioskopi dilakukan pertama kali secara transservikal, dengan


menggunakan berbagai jenis histereskopi, mulai dari ukuran diameter 2,2 hingga
2,3
10 mm . Alat ini dimasukkan dengan panduan ultrasonografi ke dalam rongga
eksoselom (exocelomic cavity), tanpa mengganggu amnion. Teknik ini tidak dapat
digunakan setelah usia kehamilan 11 minggu, saat rongga eksoselom telah
berkurang dan trauma pada amnion seringkali terjadi. Oleh karena itu,
embrioskopi hanya terbatas untuk mendiagnosis sindroma genetik yang parah,
menunjukkan kelainan struktur luar dengan risiko tinggi rekurensi. Pemeriksaan
ultrasonografi pada janin paling baik dilakukan pada usia kehamilan 11-12
minggu; memberikan tafsiran usia kehamilan yang tepat dan sebagai program
skrining awal aneuploidi janin. Kelainan yang paling sering terdiagnosa atau
diduga pada kehamilan tahap ini termasuk eksensefali atau anensefali, ketebalan
lipatan leher (nuchal thickness) yang abnormal (cystic hygromata or nuchal
translucency), eksomfalos, facial-cleft, posisi tungkai yang abnormal, dan hydrops
fetalis.

Pemeriksaan lengkap saat usia janin 12 minggu dengan ultrasonografi sangat tidak
mungkin, dan kelainan yang rumit dan mematikan maupun defek struktural yang
terisolasi dapat berhubungan dengan kelainan lain yang mungkin tidak dikenali
dengan pemeriksaan ultrasonografi. Salah satu pilhan adalah menunggu untuk
pemeriksaan ultrasonografi yang lebih rinci pada trimester kedua kehamilan,
tetapi hal ini jarang diterima oleh orangtua dengan kecemasan untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dan evaluasi janin sesegera mungkin, terutama bila
terminasi menjadi salah satu pilihan.

Konfirmasi kelainan prenatal sangat penting untuk konseling yang efektif pada
orang tua. Bagaimanapun, terminasi kehamilan pada trimester pertama akan
menurunkan beban dari rasa sakit akibat minilabor yang diinduksi oleh
prostaglandin, dan teknik dilatasi-aspirasi meninggalkan hanya sedikit sampel
untuk pemeriksaan postmortem.
Penilaian anatomi janin yang tepat sebaiknya dilakukan sebelum evakuasi, dan
fetoskopi transabdominal adalah pilihan lain.5,7 Perkembangan dan perbaikan
teknologi ini kedepannya memperbolehkan visualisasi langsung dari janin dengan
endoskopi fiberoptic yang dapat langsusng menembus rongga amnion melalui
jarum berukuran 19 hingga 20-gauge8 dan dilakukan pada saat amniosentesis.
Namun, prosedur mikroendoskopi dengan endoskopi fleksibel berukuran 750 m
memiliki beberapa keterbatasan: kedalaman resolusi yang rendah (hingga 10 mm),
lapangan pandang yang sangat terbatas (berkisar 5 mm hingga 1 cm) dan
pencahayaan yang seringkali tidak mencukupi. Keterbatasan ini diakibatkan oleh
ketimpangan jumlah unit optik dan serabut cahaya yang dapat diakomodasi oleh
endoskopi (saat ini berjumlah 3000 serabut). Karenanya, visualisasi anatomi janin
hanya dapat dilakukan sebagian dan bergantung pada ultrasonografi dengan high-
resolution dan jarum yang langsung mengarah pada bagian tubuh fetus.
Mikroendoskopi terbaru (miniscope) yang diutarakan disini, memungkinkan
visualisasi yang lebih baik dengan peningkatan kedalaman (1-3 cm) dan 70o sudut
pandang (2 cm lapangan pandang pada kedalaman 1 cm). Selain itu, cahaya yang
dihantarkan oleh sumber cahaya memberikan gambaran yang jelas dari janin, dan
prosedur dapat dipersingkat.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai pemeriksaan dengan


metode ini.

(1) Ketelitian dalam pembuatan diagnosa kelainan janin pada trimester


pertama sangat penting8, karena bahkan pada trimester pertama,
fetoskopi hanya menawarkan pemeriksaan anatomi janin yang kurang
lengkap. Kelainan yang berhubungan dengan antomi internal janin
dapat luput dengan ultrasonografi pada trimester pertama. Sebagai
contoh, spina bifida tidak terdiagnosa pada kasus 1, akibat posisi
janin. Fetoskopi pada trimester pertama hanya mengarah pada bagian
yang sangat terbatas pada janin, dan harus dilakukan dengan panduan
ultrasonografi.
(2) Kemungkinan risiko gangguan pada perkembangan retina akibat
paparan cahaya putih embrioskopi atau fetoskopi masih
dipertanyakan; namun tidak ada kerusakan retina atau kelainan
perkembangan lainnya yang tampak pada embrio ayam9 atau domba10.
Data pada manusia masih terbatas, tetapi bayi yang lahir dengan
riwayat embrioskopi transservikal pada trimester pertama tidak
menunjukkan adanya kelainan penglihatan.11

(3) Risiko abortus setelah dilakukan prosedur, saat ini tidak diketahui.
Sebelum berkembangnya ultrasonografi dengan high-resolution,
fetoskopi transabdominal telah dilakukan dengan menggunakan
endoskopi berukuran 6 mm dan 2,2 mm untuk memeriksa janin pada
manusia dengan pengambilan sampel darah janin atau biopsi janin;
namun, angka kematian janin dulunya tinggi berkisar 4- 8%. Risiko
Abortus yang berhubungan dengan saat ini mungkin tidak sebanyak
prosedur amniosentesis pada trimester pertama (risiko meningkat
hingga 2- 3%).14 Mikroendoskopi yang semi fleksibel dimasukkan
melewati jarum berukuran 18-gauge dengan tambahan 1 menit untuk
prosedur amniosentesis, yang dapat dilakukan pada waktu yang sama.
Fetoskopi sebaiknya tidak dilakukan pada kasus dengan latar belakang
risiko dilakukannya amniosentesis di usia kehamilan yang sama. Akan
tetapi, hal ini tetap harus dibuktikan dan pasien harus diedukasi
karenanya, terutama apabila aplikasi teknik ini tersebar luas dalam
diagnosis dan terapi awal kelainan janin.15

Anda mungkin juga menyukai