Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Apendiks merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari

bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Apendiks besarnya sekitar

kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian

usus lainnya. Apendiks banyak mengandung kelenjar yang senantiasa

mengeluarkan lendir dan dipercaya sebagai sistem imun. Apendisitis merupakan

peradangan pada usus buntu/apendiks. Apendisitis adalah peradangan akibat

infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa

mengakibatkan terjadinya nanah (pus) (Arisandi, 2008).

Sedangkan menurut Jong (2004) apendisitis merupakan kasus infeksi

intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada

negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet

serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan) bila dibandingkan dengan

masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat. Appendiksitis dapat

terjadi pada semua tingkat usia, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah

40 tahun.

Perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama

untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit ini paling sering di jumpai pada

dewasa muda antara umur 13-30 tahun (Smeltzer, 2002). Satu dari 15 orang

pernah menderita Apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat pada laki

laki usia 13-15 tahun dan perempuan 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak

menderita apendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun.

Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak umur di bawah 2 tahun

(Smeltzer, 2002).

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat ber

kembang menjadi abses, peritonitis bahkan shock. Insiden perforasi adalah 10%

sampai 32% dan yang tertinggi adalah pada anak kecil dan lansia. Perforasi terjadi

secara umum 24 pertama setelah awal nyeri. Angka kematian yang timbul akibat

terjadi perforasi adalah 10-15% dari kasus yang ada. Sedangkan angka kematian

pasien apendisitis akut adalah 0,2% 0,8%. yang berhubungan dengan

komplikasi penyakitnya dari pada akibat intervensi tindakan. (Sjamsuhidayat,

2005).

Pengobatan apendisitis dapat melalui dua cara yaitu operasi dan non operasi,

pada kasus ringan apendisitis dapat sembuh hanya dengan pengobatan tetapi

untuk apendisitis yang sudah luas infeksinya maka harus segera di lakukan

operasi apendiktomi. Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat

apendisitis yang meradang (Smeltzer, 2002). Pembedahan segera di lakukan untuk

mencegah ruptur, terbentuknya abses atau terjadi peradangan pada selaput perut

(peritonitis). (Smeltzer, 2002). Hasil akhir operasi pun dapat berbeda-beda

tergantung dari tingkat keparahan, komplikasi setelah operasi antara lain

perdarahan, perlengketan organ dalam, atau infeksi pada daerah operasi.

Untuk mencegah komplikasi tersebut maka di perlukan suatu proses

penyembuhan luka yang cepat untuk segera memperbaiki struktur jaringan

sehingga fungsi dari jaringan tersebut dapat normal kembali. Sebenarnya

penyembuhan luka dapat terjadi secara cepat jika berada dalam kondisi yang
3

normal, tetapi proses penyembuhan luka akan terhambat apabila mengalami

berbagai macam gangguan dan komplikasi seperti infeksi dan isufisiensi vaskuler

pada luka tersebut. (Ismardianita, 2003).

Penyembuhan yang diharapkan berada dalam batas ideal apabila suatu

penyembuhan luka sempurna dengan regenerasi yang cepat. Penyembuhan

sempurna terkadang sulit terjadi karena proses penyembuhan sangat dipengaruhi

oleh berbagai faktor lokal dan sistemik. Penyembuhan luka dapat dihambat oleh

beberapa faktor, antara lain: infeksi, diet, usia, defisiensi vitamin C, penyakit

sistemik seperti diabetes mellitus dan anemia, suplai darah dan oksigen yang tidak

adekuat, stress emosional dan pergerakan jaringan, malnutrisi, ketidakseimbangan

elektrolit, serta dapat dihambat oleh konsumsi steroid jangka panjang. (Sudiono.

2003).

Mengingat masalah proses penyembuhan luka sangat complicated (rumit)

maka sangatlah diperlukan teknik yang tepat dalam perawatan luka, dan yang

terpenting adalah penggunaan bahan yang tepat dalam perawatan luka. Dalam

perawatan luka hal ini sangat penting karena apabila tidak tepat dapat

mengakibatkan luka sulit sembuh dan memungkinkan terjadinya infeksi.

Di Rumah Sakit Marinir Cilandak Jakarta, dokter Ahli bedah umum

merekomendasikan menggunakan Povidone-Iodine 10% dalam perawatan luka

post-operasi Apendisitis di hari ke 3 (tiga) sampai dengan hari ke- 4 atau ke-5.

Tujuan yang diharapkan dari tindakan ini agar pasien yang menjalani operasi

dapat cepat sembuh dan tidak terlalu lama menjalani rawat inap di rumah sakit.

Secara umum, Povidone-Iodine mempunyai sifat antiseptik (membunuh

kuman) baik bakteri gram positif maupun negatif. Akan tetapi Povidone-Iodine
4

juga bersifat iritatif dan lebih toksik bila masuk ke pembuluh darah. Dalam

penggunaannya dipilih Povidone-Iodine 10% karena Povidone-Iodine dalam

konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit. Selain itu Povidone-Iodine

dalam penggunaan yang berlebihan dapat menghambat proses granulasi luka.

Dalam perawatan luka secara umum biasanya menggunakan Povidone-Iodine

10%. (Siswandono, 2004).

Oleh karena itu dengan proposal penelitian ini peneliti akan mencoba

mengadakan sebuah kajian mengenai efektifitas penggunaan Povidone-Iodine

10% terhadap proses penyembuhan luka. Termasuk didalamnya akan dibahas

mengenai definisi luka, klasifikasi luka perawatan luka dan faktor-faktor yang

mempengaruhi proses penyembuhan luka Sampai dengan hari ke delapan .

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan data diatas bahwa mendekati 80% ahli bedah di Rumah Sakit

Marinir Cilandak Jakarta Selatan menggunakan Povidone-Iodine 10% sebagai

kompres pada luka post operasi apendisitis dan 20% menggunakan NaCl 0,9 %.

Hari ke tiga post operasi di ruang Bougenvile dilakukan perawatan luka

menggunakan Povidone-Iodine 10% hingga hari ke empat masih

direkomendasikan, akan tetapi bilamana luka kering dan pasien akan diijinkan

untuk rawat jalan maka luka di rawat menggunakan chlorampenicol salf 2%. Pada

hari ke enam sampai dengan hari ke delapan pasien kontrol di ruang poli bedah

dan dilakukan perawatan luka, sebagai antiseptiknya masih tetap menggunakan

Povidone-Iodine 10%.
5

Melihat beragamnya antiseptik yang digunakan, maka peneliti tertarik untuk

meneliti seberapa efektifkah perawatan luka dengan menggunakan Povidone-

Iodine 10% terhadap proses penyembuhan luka post-operasi apendisitis di ruang

Bougenville dan Poli Bedah Rumah Sakit Marinir Cilandak.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

efektivitas penggunaan Povidone-Iodine 10% dalam penyembuhan luka post

operasi apendisitis.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi pasien yang dilakukan apendiktokmi.

b. Mengidentifikasi jenis kelamin pasien post apendiktomi.

c. Mengidentifikasi pekerjaan pasien post apendiktomi.

d. Mengidentifikasi pendidikan pasien post apendiktomi.

e. Mengidentifikasi waktu penyembuhan luka post-operasi apendisitis.

f. Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi pada luka post-operasi apendisitis.

g. Mengidentifikasi efektifitas penggunaan Povidone-Iodine 10% terhadap

penyembuhan luka post-operasi apendisitis.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan

masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan mutu pelayanan perawatan.


6

1. Bagi Rumah Sakit

Memberikan gambaran dan masukan mengenai efektivitas perawatan luka

menggunakan Povidone-Iodine10% dalam proses penyembuhan luka post

operasi Apendisitis di ruang rawat inap Rumah Sakit Marinir Cilandak,

sehingga pemberi pelayanan keperawatan dapat mempertahankan dan

meningkatkan Standart Operating Prosedur khususnya untuk pelaksanaan

perawatan luka operasi.

Dapat meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan dalam proses

percepatan penyembuhan luka dengan menggunakan Povidone-Iodine 10%.

Dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan, khususnya dalam keperawatan sistem integumen dan pencegahan

terjadinya infeksi luka dengan penggunaan Povidone-Iodine 10%

Sebagai masukan untuk menyusun program yang akan datang dalam usaha

pencegahan infeksi dan peningkatan derajat kesehatan.

2. Bagi pasien

Membantu dalam upaya proses penyembuhan luka operasi dan peningkatan

kesejahteraan pasien melalui percepatan proses penyembuhan luka post

operasi.

3. Bagi institusi pendidikan

Masukan bagi institusi pendidikan untuk mengetahui teknik perawatan luka

yang baik sehingga mempercepat proses penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya infeksi.
7

4. Bagi peneliti

Menambah pengalaman dan pengetahuan dalam perawatan tentang

keperawatan integumen serta faktor faktor yang mempengaruhinya.

5. Bagi Akademis

Peneliti mampu melakukan penelitian yang diperlukan dalam penyelesaian

tugas akademis dan Mengetahui Efektivitas Povidone-Iodine 10% dalam

proses penyembuhan luka dengan baik

Dapat digunakan sebagai sumber informasi dan referensi dalam

meningkatkan kualitas perawatan luka sesuai dengan teknik yang tepat agar

dapat mencegah terjadinya infeksi luka dan mempercepat penyembuhan

luka.

6. Hasil penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan masukan untuk

penelitian selanjutnya dibidang keperawatan medikal bedah pada umumnya dan

perawatan sistem integumen khususnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian hanya membahas tentang Efektifias Povidone-Iodine

10% dalam proses penyembuhan luka di ruang rawat inap Bougenvile Rumah

Sakit Marinir Cilandak. Dan dalam hal ini peneliti hanya membahas tentang luka

sayat elektif atau luka insisi (luka bersih).

Anda mungkin juga menyukai