Anda di halaman 1dari 14

Nurul Annisa

240210150028

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Praktikum yang dilakukan kali ini adalah mengenai bagaimana cara


pencegahan pencoklatan enzimatis dalam pengolahan sayuran dan buah-buahan.
Praktikum ini bertujuan untuk memperlajari prinsi-prinsip pencegahan pencoklatan
enzimatis dan cara pelaksanaannya dan memilih cara pencegahan pencoklatan
enzimatis yang tepat dan melaksanakannya dengan baik dan benar. Sampel yang
digunakan dalam praktikum kali ini yaitu apel, pir, terong, kentang, dan pisang.
Pengujian yang dilakukan terhadap sampel tersebut diantaranya yaitu pengurangan
kontak dengan logam, pengurangan kontak dengan oksigen, dan inaktivasi enzim
polifenol oksidase (PFO).
Reaksi pencoklatan dapat terjadi apabila sayur atau buah terpotong,
terbelah, tergigit, atau dengan cara apapun yang dapat menyebabkan luka pada
sayur dan buah tersebut. Akibat yang timbul dari reaksi ini menyebabkan warna
sayur, buah atau umbi menjadi berwarna kecoklatan sehingga disebut sebagai reaksi
pencoklatan. Reaksi pencoklatan dapat terjadi dengan ada atau tidaknya enzim.
Browning enzymatic atau reaksi pencoklatan enzimatis merupakan proses kimia
yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang
menghasilkan pigmen warna coklat atau melanin (Winarno, 1995). Kerja
polifenolase bersifat merusak dan menghasilkan pencoklatan dalam jaringan
tumbuhan yang memar dan rusak, namun reaksi ini bermanfaat pada pemrosesan
teh dan kopi. Struktur fenol tersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Fenol


(Sumber: dokumentasi pribadi, 2016)

Enzim polifenol oksidase tersebut terdapat pada hampir semua tumbuhan.


Reaksi pencoklatan akan megubah struktur kuinol menjadi kuinon (Richardson,
1991). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Nurul Annisa
240210150028

OH O

OH O
-2H
Oksidasi

Kuinol Kuinon
Gambar 2. Struktur kuinon
(Sumber: dokumentasi pribadi, 2016)

enzim
protein + O2 + o-difenol fenol + kuinon + H2O
monofenol
Mencegah atau meminimumkan pencoklatan enzimatik jaringan tumbuhan
yang rusak dapat menggunakan beberapa cara. Cara yang pertama adalah
meenghilangkan oksigen molekul. Sedangkan, cara lainnya adalah menambahkan
senyawa pereduksi yang dapat mencegah penumpukan o-kuinon. Perlakuan panas
jug efektif dalam penginaktifan enzim. Senyawa pengikat logam dapat
menginaktifkan enzim dengan mengikat logam yang diperlukan oleh enzim itu
(Tranggono dan Sutardi, 1989).

4.1 Pengurangan Kontak dengan Logam


Prosedur yang dilakukan pada perlakuan ini adalah menggunakan dua jenis
pisau, yaitu pisau besi dan pisau stainless. Sampel yang akan digunakan dicuci dan
dikupas, kemudian diiris tipis menggunakan pisau besi dan stainless steel,
pemotongan menggunakan pisau besi diperkirakan akan membuat warna bahan
yang dipotong menjadi lebih coklat dibandingkan dipotong dengan menggunakan
pisau stainless steel. Hal tersebut dapat disebabkan karena besi dapat mempercepat
reaksi pencoklatan dan mudah mengoksidasi dibandingkan dengan baja. Setelah di
iris tipis, kemudian didiamkan selama 15 menit, dan diamati perubahan
kenampakan warna sampel yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang
diakibatkan dari penggunaan jenis pisau yang berbeda.
Waktu pencoklatan pada sampel buah atau sayur dengan menggunakan jenis
pisau yang berbeda akan berbeda. Pemotongan dengan pisau stainless steel yang
terbuat dari baja umumnya cenderung tidak bereaksi dengan bahan yang
dipotongnya, sedangkan pemotongan yang dilakukan dengan menggunakan pisau
Nurul Annisa
240210150028

besi akan membuat reaksi menjadi lebih cepat karena besi cepat bereaksi dan mudah
mengoksidasi dibandingkan dengan baja (pisau stainless steel). Hasil pengamatan
yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kontak dengan Besi
Sampel Stainless Steel Besi
Apel Kuning kecoklatan +++ Kuning kecoklatan ++++
Pir Putih kecoklatan + Putih kecoklatan ++
Terong Putih bercak cokelat ++ Putih bercak cokelat +
Kentang Kuning cerah Kuning kecoklatan
Pisang Kuning bercak cokelat Kuning bercak hitam
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 1 menunjukkan bahwa secara


keseluruhan sampel buah dan sayur yang di potong menggunakan pisau besi
memberikan perubahan warna yang lebih coklat dibandingkan dengan
menggunakan pisau stainless. Namun, hasil yang diperoleh pada sampel terong
berbeda yaitu sampel yang dipotong menggunakan pisau stainless menunjukkan
warna yang lebih coklat dibandingkan dengan menggunakan pisau besi. Hal ini
dapat disebabkan karena pisau stainless yang digunakan kurang bersih atau masih
terdapat zat lain yang masih menempel pada permukaan pisau, sehingga ketika
digunakan mempercepat reaksi enzimatis pada terung tersebut.
Pencoklatan pada sampel apel, pir, dan pisang sangat terlihat karena
dagingnya yang berwarna putih, sehingga mempermudah dalam pengamatan.
Pencoklatan pada sampel kentang berlangsung lambat karena kentang termasuk
dalam jenis umbi-umbian. Komposisi umbi umbian yang merupakan susunan dari
pati yang cukup padat menyebabkan oksigen lebih sulit mengalami kontak dengan
senyawa fenol yang terdapat di dalamnya untuk menghasilkan pencoklatan
enzimatis.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hasil pengamatan
secara keseluruhan yang diperoleh telah sesuai dengan literatur, penggunaan pisau
besi membuat pencoklatan pada sampel buah dan sayur menjadi lebih cepat
dibandingkan dengan pisau stainless steel, karena besi dapat mempercepat reaksi
pencoklatan dan mudah mengoksidasi dibandingkan dengan baja. Senyawa logam
Fe yang berasal dari pisau besi akan mengkatalis reaksi pencoklatan dengan
oksigen. Logam transisi seperti Fe atau Cu yang merupakan katalisator kuat meski
Nurul Annisa
240210150028

dalam jumlah kecil. Logam transisi memiliki elektron yang tidak berpasangan
sehingga sangat reaktif dalam mengkatalisis reaksi oksidasi maupun reduksi. Hal
ini juga disebabkan karena aktivitas kresolase dimana terbentuknya kompleks
protein-tembaga dengan menggabungkan satu molekul oksigen dengan protein
tempat atom kupro yang berdampingan terikat.
Perlunya mengurangi kontak langsung dengan logam pada pemotongan
buah dan sayur disebabkan karena sebagian besar buah dan sayur memiliki
kandungan asam sehingga bersifat korosif terhadap berbagai jenis logam. Buah dan
sayur yang dipotong menggunakan pisau besi akan lebih cepat mengalami
pencoklatan karena enzim polifenolase yang menyebabkan peristiwa pencoklatan
lebih cepat bereaksi pada buah atau sayuran yang jaringannya telah rusak. Enzim
polifenolase dapat mengoksidsasi senyawa fenol menjadi o-kuinon. Enzim ini juga
melakukan aktivitas katekolase yang melibatkan pengoksidasian dua molekul o-
difenol menjadi dua molekul o-kuinon, mengakibatkan reduksi satu molekul
oksigen menjadi dua molekul air.
Pisau besi lebih cepat bereaksi karena pada pisau besi permukaannya tidak
dilindungi apapun sehingga mudah bereaksi dengan oksigen dan membentuk
lapisan Fe2O3 atau hidroksida yang terus menerus bertambah seiring dengan
berjalannya waktu. Sedangkan pisau stainless steel mengandung paling sedikit 10%
krom pada permukaannya, krom ini akan bereaksi dengan oksigen yang ada di air
dan udara membentuk sebuah lapisan yang sangat tipis dan stabil yang mengandung
produk dari proses karat/korosi yaitu metal oksida dan hidroksida. Krom, bereaksi
dengan oksigen, memegang peranan penting dalam pembentukan lapisan korosi ini.
Terbentuknya enzim polifenol oksidase pada besi dapat menghasilkan
reaksi pencoklatan. Reaksi ini dapat meyebabkan warna coklat karena adanya
pelepasam hydrogen untuk membentuk senyawa dopakrom berwarna merah yang
mempunyai cincin heterosiklik yang berasal dari rantai sisi asam amino karboksilat.
Dopakrom selanjutnya mengalami polimerisasi membentuk melanin berwarna
coklat (Tranggono, 1990). Apabila enzim tersebut mengalami kontak dengan
oksigen di udara maka fenolase akan mengkatalisis konversi biokimia dari
komponen fenolik yang ada pada sampel yang diamati sehingga komponen tersebut
Nurul Annisa
240210150028

berubah menjadi pigmen coklat atau melanin. Komponen fenolik dalam buah atau
sayuran berupa flavonoid.

4.2 Pengurangan Kontak dengan Oksigen


Pencoklatan pada buah dan sayur dapat dipengaruhi oleh oksigen. Hal
tersebut disebabkan karena oksigen diperlukan dalam reaksi pencoklatan bersama
dengan enzim polifenol untuk berhubungan dengan substrat dalam menghasilkan
pigmen warna coklat (melanin). Menurut Zulfahnur (2009), oksigen merupakan
salah satu faktor utama pada reaksi enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatik
membutuhkan tiga agen utama yaitu oksigen (dibantu katalis Cu+), enzim (PFO)
serta komponen fenolik (Tranggono dan Sutardi, 1989). Secara normal, sel
memisahkan enzim dari komponen fenolik, tapi ketika buah atau sayuran dipotong
atau memar, enzim dan fenol bereaksi dengan kehadiran oksigen membentuk
produk yang kecoklatan.
Mekanisme reaksi pembentukan melanin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Reaksi pertama merupakan pengubahan p-cresol menjadi 4-methylcathecol.
Hasilnya yaitu 4-methylcathecol yang tidak stabil dan mengalami oksidasi
nonenzimatis oleh oksigen dan terpolimerisasi membentuk melanin. Reaksi kedua
adalah cathecol menjadi o-benzoquinone. Hasilnya yaitu o-benzoquinone bereaksi
dengan grup amino dari residu lisin protein.
Pengurangan kontak bahan dengan oksigen ini dilakukan dengan cara
melakukan perendaman bahan dalam berbagai larutan, yaitu larutan garam 2,5%,
larutan gula 20%, dan air, serta dilakukan pengujian tanpa dilakukan perendaman.
Prosedur yang dilakukan pada percobaan ini yaitu dengam cara mencuci dan
membersihkan sampel terlebih dahulu, bertujuan agar sampel yang diujikan
merupakan kandungannya bukan kotoran yang menempel. Kemudian memotong
sampel menggunakan pisau stainless sebelum direndam dalam berbagai larutan
tersebut. Perendaman sampel dalam larutan tersebut seharusnya dapat mengurangi
pencoklatan enzimatis karena perendaman dapat menyebabkan oksigen sulit
mengalami kontak dengan substrat yang merupakan salah satu pemicu terjadinya
pencoklatan enzimatis. Sehingga dengan perendaman ini diharapkan warna sampel
dapat dipertahankan. Kemudian didiamkan selama 15 menit dan diamati
Nurul Annisa
240210150028

pencoklatan dari segi warna sampel tersebut. Hasil pengamatan yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Kontak dengan O2
Sampel Tanpa Direndam air Larutan Larutan gula
direndam garam 2,5% 20%
Apel Kuning Kuning Kuning Kuning
kecoklatan
+++
Pir Putih Putih Putih Putih
kecoklatan kecoklatan + kecoklatan ++
+++
Terong Putih bercak Putih bercak Putih cokelat Putih bercak
cokelat ++++ cokelat +++ + cokelat ++
Kentang Kuning Kuning cerah Kuning cerah Kuning cerah
kecoklatan +++ ++++ +++
Pisang Kuning putih Kuning Kuning Kuning
bercak cokelat keputihan ++ keputihan keputihan
+++ ++++
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 2 menunjukkan bahwa semua


sampel buah dan sayur tanpa direndam sangat terlihat perubahan warna
pencoklatannya. Hal tersebut dapat disebabkan karena sampel buah dan sayur
tersebut tidak mendapat perlakuan sehingga tidak ada yang menghambat terjadinya
reaksi pencoklatan. Sedangkan, sampel yang direndam menggunakan air mulai
mengurangi terjadinya pencoklatan yang ditunjukkan dengan perbedaan warna
sampel buah dan sayur yang tanpa direndam dengan direndam air menghasilkan
warna yang lebih sedikit cerah karena kontak dengan oksigen di udara telah
berkurang, namun masih ada oksigen yang terlarut dalam air walaupun jumlahnya
sedikit. Sehingga, reaksi pencoklatan enzimatis masih dapat terjadi.
Pencoklatan enzimatis juga terjadi pada sampel yang direndam
menggunakan larutan garam dan gula. Sampel buah dan sayur yang direndam
menggunakan larutan gula mengalami pencoklatan enzimatis yang lebih cepat
dibandingkan dengan menggunakan larutan garam. Hal tersebut dapat disebabkan
karena daya ikat larutan garam terhadap oksigen lebih kuat dibandingkan dengan
daya ikat gula yang mengakibatkan kontak antara substrat dengan oksigen ketika
direndam dengan larutan garam akan lebih kecil jika dibandingkan dengan
perendaman dengan larutan gula.
Nurul Annisa
240210150028

Sehingga, dapat disimpulkan dari hasil pengamatan pengurangan kontak


oksigen secara keseluruhan larutan yang paling baik dalam mencegah pencoklatan
rata-ratanya yaitu larutan garam, kemudian larutan gula, dan air. Larutan gula,
garam, maupun air dapat masuk dengan cepat ke dalam jaringan dan sel secara
osmosis sehingga oksigen dalam jaringan keluar menurunkan konsentrasi oksigen
terlarut dan menurunkan kecepatan difusi oksigen dari udara menuju jaringan buah.
Menurut literatur Tranggono dan Sutardi (1989) menyatakan bahwa pengeluaran
oksigen dari jaringan buah dan sayur cenderung membuat keadaan menjadi
anaerobiosis khususnya untuk produk pangan yang akan disimpan lama yang
berarti menghasilkan metabolit abnormal, sehingga memungkinkan terjadinya
kerusakan jaringan.

4.3 Inaktivasi Enzim PFO (Enzim Polifenol Oksidase)


Penggunaan panas dan perendaman pada beberapa larutan tertentu dapat
mengendalikan pencoklatan enzimatis dengan menonaktifkan enzim polifenol
oksidase. Penggunaan panas pada suhu tinggi dan waktu yang sesuai akan
menghambat fenolase dan enzim lain yang ada dalam bahan pangan. Penggunaan
panas yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu blansing.
Prinsip pencegahan pencoklatan enzimatis didasarkan pada usaha inaktivasi
enzim polifenol-oksidase. Jaringan tanaman utuh terdapat polifenol oksidase dan
substrat fenolik yang dipisahkan oleh struktur sel sehingga pencoklatan tidak
terjadi. Pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan
kerusakan integritas jaringan tanaman seringkali mengakibatkan enzim dapat
kontak dengan substrat. Substrat untuk polifenol oksidase dalam tanaman biasanya
asam amino tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, dan
asam klorogenat (Tranggono, 1990).
Prosedur praktikum terhadap inaktivasi enzim yaitu dengan cara mencuci
dan membersihkan sampel terlebih dahulu, bertujuan agar sampel yang diujikan
merupakan kandungannya bukan kotoran yang menempel. Kemudian sampel diiris
dengan pisau stainless. Pengujian inaktivasi enzim ini terdapat 3 macam pembagian
yaitu tanpa perendaman, perendaman dengan larutan selama 15 menit, dan blansing
jika sampel yang digunakan sayuran maka dilakukan blansing selama 3 menit, dan
Nurul Annisa
240210150028

jika sampel yang digunakan buah maka dilakukan blansing selama 2 menit. Sampel
yang tidak direndam, dibiarkan tanpa perlakuan. Larutan yang digunakan untuk
sampel yang direndam yaitu larutan metabisulfit 0,1%, asam askorbat 2%, dan asam
sitrat 2%. Sampel yang telah di iris dilakukan proses blansing dengan menggunakan
cara yaitu kukus dan rebus. Perbedaan jenis pemblansingan tersebut karena
umumnya buah-buahan memiliki kandungan air yang tinggi maka, apabila
dilakukan blansing rebus jaringan buah akan rusak dan air dalam buah banyak yang
keluar sehingga tekstur buah akan menjadi lembek. Setelah dikukus atau direbus
kemudian direndam dengan menggunakan air es selama 3 menit untuk
memberhentikan reaksi enzimatis akibat pemanasan. Kemudian berbagai perlakuan
tersebut sampel diamati dari segi warna warna dan tekstur setelah 15 menit.
Natrium metabisulfit (garam sulfit) salah satu inhibitor yang merupakan
monofenol pertama kali dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan
kemudian dioksidasi menjadi kuinon. Mekanisme kerja metabisulfit sebagai
senyawa antibrowning yaitu dengan cara membentuk ikatan disufida dengan enzim
PFO sehingga menghambat pengikatan dengan oksigen. Selain itu, sulfit juga dapat
bereaksi dengan quinon yang dihasilkan dari oksidasi senyawa fenolik sehingga
menghambat polimerisasi quinon membentuk pigmen coklat/melanin. Menurut
Margono (1993) dengan adanya metabisulfit pada buah dan bahan pangan akan
tampak lebih segar, cerah, dan lambat sekali mengalami pencoklatan.
Asam askorbat adalah senyawa pereduksi kuat bersifat asam di alam,
membentuk garam netral dengan basa, dan memiliki kelarutan air yang tinggi.
Asam askorbat dan serta turunannya merupakan antioksidan. Asam askorbat
bertindak sebagai antioksidan karena oksigen akan mengoksidasi askorbat bukan
senyawa fenolik sehingga dapat menghambat atau menurunkan terjadinya reaksi
pencoklatan. Kelebihan yang dimiliki asam askorbat antara lain, tidak berpengaruh
pada flavor produk akhir, tidak menyebabkan korosi pada logam, dan merupakan
vitamin C (Taufiq, 2008).
Asam sitrat yaitu senyawa intermediet dari asam organik berbentuk kristal
atau serbuk putih. Sifat asam sitrat diantaranya yaitu mudah larut dalam air, spiritus,
dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh
kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat
Nurul Annisa
240210150028

merupakan agen pengkelat. Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena


dapat mengkompleks ion tembaga yang berperan sebagai katalis dalam reaksi
pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan
cara menurunkan pH seperti halnya pada asam asetat sehingga enzim PFO menjadi
inaktif (Winarno, 1992). Hasil pengamatan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Penonaktifan Polifenol Oksidase
Perendaman Pemblansingan
Param Tanpa Asam
Sampel Meta Vit. C
eter dirend sitrat Kukus Rebus
bisulfit 2%
am 2%
Apel Warna Kuning Putih Kuning Putih Putih -
kecokla kehijau cerah kehijau kekuni
tan an an ngan
Tekstur Keras Keras + Keras Keras Lunak -
++++ +++ ++
Pir Warna Putih Putih Putih Putih Putih -
kecokla kekunin kecokl
tan gan atan
Tekstur Keras + Keras + Keras + Keras + Keras -
Terong Warna Hijau Putih Putih Putih - Hijau
kecokla hijau hijau hijau kecokla
tan +++ ++ bercak bercak tan
cokelat cokelat
+ ++
Tekstur Keras Keras Keras Keras - Lunak
+++ ++ ++++ berair
Kentang Warna Kuning Kuning Kuning Kuning - Kuning
kecokla pucat cerah pucat + pucat
tan ++ ++
Tekstur Keras Keras Keras + Keras - Lunak
++++ ++ ++ +
Pisang Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kunin -
kecokla cerah g
tan ++ pucat
Tekstur Lunak Lunak Lunak Lunak Lunak -
++
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016

Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 3 menunjukkan bahwa apel


yang direndam dengan larutan natrium metabisufit dan asam sitrat memliki warna
yang menyerupai warna awal. Perendaman menggunakan vitamin C berwarna
kuning cerah, sedangkan tanpa perlakuan menghasilkan warna kuning kecoklatan.
Nurul Annisa
240210150028

Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel apel telah dihambat reaksi pencoklatannya
dengan perendaman menggunakan larutan metabisulfit dan asam sitrat.
Sampel pir juga menunjukkan hal yang sama yaitu terlihat lebih efektif
menghambat pencoklatan dengan menggunakan larutan metabisulfit dan asam
sitrat. Sampel terong tanpa perlakuan menghasilkan warna hijau kecoklatan,
sedangkan perendaman menggunakan metabisulfit menghasilkan warna putih
hijau. Hal tersebut berbeda dengan perendaman menggunakan vitamin C dan asam
sitrat yang tetap menghasilkan warna coklat. Sehingga, dapat disimpulkan pada
sampel terong penghambatan pencoklatanya lebih efektif menggunakan larutan
metabisulfit. Sampel kentang dan pisang terlihat lebih cerah dengan perendaman
menggunakan vitamin C. Secara keseluruhan setelah dilakukan perendaman
dengan berbagai larutan anti coklat, tekstur sampel yang diperoleh adalah tetap
keras. Hal itu berarti bahwa larutan tersebut dapat mempertahankan tekstur sampel.
Blansing merupakan salah satu cara untuk mencegah terbentuknya warna
coklat pada sayur atau buah. Karena proses pemanasan dapat membuat enzim PFO
menjadi inaktif. Berdasarkan hasil pengamatan proses blansing telah menghambat
pencoklatan pada sampel buah dan sayur, kecuali pada pir dan terong yang masih
menghasilkan warna coklat. Hal tersebut dapat disebabkan karena proses blansing
yang dilakukan terlalu cepat atau tidak sesuai. Tekstur yang diperoleh setelah
diblansing menjadi lunak. Tekstur blansing kukus tidak terlalu lunak dibandingkan
dengan blansing rebus. Tekstur lunak yang terjadi pada blansing rebus tersebut
dikarenakan air perebus masuk ke dalam jaringan bahan sehingga sampel bahan
melunak.
Berdasarkan hasil pengamatan yang terdapat pada tabel 4 dapat disimpulkan
bahwa perendaman dengan menggunakan larutan tersebut berguna untuk mencegah
pencoklatan pada buah dan sayur. Berdasarkan hasil pengamatan, urutan
keefektifan larutan untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis adalah natrium
metabisulfit > asam askorbat > asam sitrat.
Selain cara yang telah dilakukan pada praktikum, pencoklatan enzimatis
menurut Richardson (1991) dapat dikendalikan dengan cara, sebagai berikut:
1. Pemanasan: blansing dan pasteurisasi
Contoh: puree pear
Nurul Annisa
240210150028

Pemanasan 80 C selama 8 detik aktivitas fenolase tinggal nya.


Pemanasan 90 C selama 8 detik aktivitas fenolase hilang.
2. Penggunaan SO2 (sulfur dioksida)
Penggunaan SO2 dalam bentuk natrium sulfit, natrium bisulfit, natrium
metabisulfit merupakan inhibitor fenolase. Kerugian menggunakan SO2
dapat merusak Vitamin B1 (thiamin).
3. Pembebasan O2
Merendam bahan dalam air, misalnya kentang. Dapat dilakukan dengan
perlakuan vakum dan pemakaian listrik.
4. Pemakaian NaC1 0,1%.
5. Metilasi subtrat fenolase
Aktivitas enzim relative
Katekol = quaiakol
Asam kafeat - = asam fenilat bukan substrat fenolase
(3-ketogiutamat) = quinat
asam klorogenat = asam 3 feruloil + 5 adenosilmetionin
6. Penggunaan asam
Menurunkan pH sehingga aktivitas enzim tidak optimal.
Nurul Annisa
240210150028

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah megetahui cara
pencegahan pencoklatan enzimatis yang tepat dengan:
Pengurangan kontak dengan logam untuk menghambat reaksi pencoklatan
lebih efektif menggunakan pisau stainless.
Pengurangan kontak dengan oksigen untuk menghambat reaksi pencoklatan
lebih efektif meggunakan larutan garam 2,5%.
Perendaman sampel untuk inaktivasi enzim PFO (Polifenol Oksidase)
berdasarkan urutan keefektifannya adalah metabisulfit > asam askorbat >
asam sitrat. Blansing dapat menghambat reaksi pencoklatan, tetapi tidak
dapat mempertahankan tekstur sampel.

5.2 Saran
Pemilihan sampel sebaiknya dengan cara mencari sampel yang berwarna
cerah sehingga dapat mempermudah dalam pengamatan perubahan warna
kecoklatan pada sampel tersebut.
Nurul Annisa
240210150028

DAFTAR PUSTAKA

Margono, T. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita


dalam Pembangunan PDII-LIPI, Jakarta

Richardson, T. 1991. Enzymes O.R. Ed Food Chemistry Principles on Food Sci.


Marcel Dekker Inc, New York.

Taufiq, Rachmat. 2008. Browning pada Makanan. Available at:


http://taufiq80.multiply.com/journal/item/10 (diakses 30 November 2016)

Tranggono. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca-Panen. Pusat antar Universitas


Pangan dan Gizi, Yogyakarta.

Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca-Panen. Pusat antar
Universitas Pangan dan Gizi, Yogyakarta.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Zulfahnur, R. R. 2009. Jurnal Ilmiah: Mempelajari Pengaruh Reaksi Pencoklatan


Enzimatis pada Buah dan Sayur. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nurul Annisa
240210150028

Anda mungkin juga menyukai