Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic heart
disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang
bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral sebagai akibat adanya
gejala sisa dari demam rematik. Di Srilangka pada tahun 1978 masih tercatat insidensi
jantung reumatik sebanyak 47 per 100.000 populasi, dan untuk umur 5-19 tahun tercatat
140 per 100.000 populasi. Penyakit jantung rematik terbanyak terdapat pada sentra
industri dengan populasi yang berlebih.
Di Yogyakarta pada dokumen medis RSUP Dr. Sardjito tahun 1993 di temukan
8,3% penderita RHD dari seluruh penderita kelainan penyakit jantung. Penyakit jantung
reumatik berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Streptococcus
Beta Hemolyticus Grup A. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik kemungkinan terdapat pada faktor
individu itu sendiri.
1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Apa itu RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak ?

1.2.2 Apa saja etiologi RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak ?

1.2.3 Bagaimana patofisiologi terjadinya RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak ?

1.2.4 Apa saja manifestasi klinis RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak ?

1.2.5 Bagaimana penatalaksanaan RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak?

1.2.6 Bagaimana pohon masalah RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak ?
1.3. Tujuan

1.3.1 Mengetahui tentang definisi RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak

1.3.2 Mengetahui tentang etiologi RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak

1.3.3 Mengetahui tentang patofisiologi RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak

1.3.4 Mengetahui manifestasi klinis RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak

1
1.3.5 Mengetahui penatalaksanaan RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak

1.3.6 Mengetahui pohon masalah RHD (Reumatik Heart Disease) pada anak

2
BAB II
KONSEP DAN PENYAKIT

2.1 Definisi RHD (Reumatik Heart Disease)

- Penyakit radang berulang akut yang terutama terjadi pada anak-anak usia 5-15 tahun
yang biasanya terjadi 1-5 minggu setelah infeksi streptococus (biasanya terjadi radang
tenggorokan). (Robbins dan Kumar, Buku Ajar Patologi edisi 4)
- Penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis
rematik akut yang berulang kali (Kapita Selekta jilid I edisi III).
- Kelainan jantung yang terjadi akibat demam reumatik atau kelainan karditis reumatik
(Taranta A dan Markowits, 1981).
2.2 Etiologi RHD (Reumatik Heart Disease)
Penyakit jantung reumatik berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas
oleh Streptococcus Beta Hemolyticus Grup A.
Faktor-faktor pada individu :
a. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-
laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis
kelamin.
b. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada
anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
c. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya penyakit jantung reumatik.

3
d. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katup jantung.
Kemungkinan ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik
fever.
e. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi
yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang
menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk
perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
2.3 Patofisiologi RHD (Reumatik Heart Disease)
Penyakit ini disebabkan karena infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus Grup
A.Bakteri ini akan menginfeksi saluran epitel pernapasan atas yaitu tenggorokan yang
nantinya akan menyebabkan peradangan dan infeksi pada tenggorokan sehingga
menyebabkan terjadinya faringitis dan tonsillitis. Akibat peradangan atau infeksi ini,
merangsang terbentuknya antibodi sehingga bereaksi dengan antigen streptokokus yang

4
mengakibatkan terjadinya reaksi antigen-antibodi. Akibat terjadinya reaksi imunologis
ini menyebabkan terjadinya demam reumatik. Demam reumatik bisa bersifat menetap
dan reversible. Demam reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele), sehingga
dalam serum penderita terdapat antibodi anti otot jantung. Hal ini menyebabkan
terjadinya peradangan pada katup jantung dan dapat pula disertai dengan gejala gejala
seperti karditis (kriteria mayor dan kriteria minor). Bila terdapat 2 kriteria mayor /1
kriteria mayor disertai dengan 2 kriteria minor akan mengakibatkan terjadinya pnyakit
jantung reumatik (RHD).

2.4 Manifestasi Klinis RHD (Reumatik Heart Disease)


Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi
dalam 4 stadium.
a. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup
A. Keluhannya :
Demam
Batuk
Rasa sakit waktu menelan
Muntah
Diare
Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat
b. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu,
kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
c. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan
menifestasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
Demam yang tinggi
Lesu
Anoreksia

5
Lekas tersinggung
Berat badan menurun
Kelihatan pucat
Epistaksis
Athralgia
Rasa sakit disekitar sendi
Sakit perut
d. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup dan tidak
menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala
sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya
kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung
reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
Manifestasi Klinis menurut Kriteria Jones (1982)yaitu:
a. Kriteria mayor :
1) Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi
besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku (poliarthritis migrans).
2) Karditis
` Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
3) Eritema marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak terasa nyeri dan
tidak terasa gatal.
4) Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki, tidak
nyeri tekan dan dapat bebas digerakkan.
5) Korea
Gerakan yang tidak disengaja pada sistem syaraf pusat
b. Kriteria Minor :
1) Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung reumatik
2) Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi dan pasien
kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
3) Demam tidak lebih dari 390celcius

6
4) Leukositosis
5) Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
6) C-Reaktif Protein (CRF) positif
7) P-R interval memanjang
8) Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
9) Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
2.5 Penatalaksanaan RHD (Reumatik Heart Disease)
Penatalaksanaan penyakit jantung reumatik terdiri dari 2 tahapmenurut LAB/UPF Ilmu
Kesehatan Anak, 1994;88 adalah:
1. Pengobatan/ pencegahan medical
2. Pembedahan
Pengobatan medikal penderita penyakit jantung reumatik ditujukan pada penyulit yag
timbul.
a. Tanda keluhan/komplikasi:tidak perlu pengobatan
b. Gagal jantung
Tirah baring
Diit rendah garam,tinggi kalori
Digitalisasi
Deuretika
Vasodilator
c. Endokarditis bacterial subakut:
Antibiotika yang disesuaikan dengan kuman penyebabnya
d. Fibrilasi atrium:
Obat antiaritma
Defibrilasi DC
Bila pengobatan katup medical telah optimal, perlu dipertimbangkan tindakan
invasive/pembedahan untuk mengoreksi kelainan anatomic katup:
1. Valvuloplasti balon untuk stenosis mitral murni
2. pembedahan secara terbuak untuk mengoreksi atau mengganti katup mitral dan/atau
katup aorta bila katup sudah sangat rusak atau mengalami perkapuran.

7
2.6 Pohon Masalah RHD (Reumatik Heart Disease)

Streptococcus Beta
Hemolyticus Grup A.

Melekat pada sel epitel


saluran pernafasan bagian atas

Kemudian terjadi infeksi


saluran pernafasan bagian atas

Akibat peradangan merangsang


terbentuknya antigen- antibodi

Demam Rematik

Sistem imun baik bisa sembuh.


Sistem imun menurun, maka bisa
Menetap Reversible
berlanjut (berulang-ulang) dalam
jangka waktu yang lama.

mengakibatkan
gejala sisa
(sequele) peradangan pada katup jantung pnyakit jantung
dan disertai 2/1 kriteria mayor reumatik (RHD).
dan 2 minor

8
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Informasi Umum Pasien
(1) Identitas pasien dan penanggung
(2) Riwayat penyakit keluarga
(3) Status kesehatan saat ini
(4) Status kesehatan masa lalu
b. Pola Fungsi Kesehatan (11 Pola Fungsional Gordon)
(1)Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
- Cara pemeliharaan kesehatan dan persepsi keluarga pasien terhadap penyakit yang
dialami yang kurang tepat
(2)Pola Nutrisi/metabolic
- Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makan, mual/muntah
- Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan
- Penurunan BB yang cepat atau progresif
- Malnutrisi
- Dapat menunjukan adanya bising usus hiperaktif
- Penurunan BB: perawakan kurus, menurunnya lemah subkutan/masa otot.
- Turgor kulit buruk.
- Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
- Edema (umum, dependen)
(3)Pola eliminasi
- Penurunan berat badan
- Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
- Feses encer dengan/tanpa disertai mukus atau darah.
- Nyeri tekan abdominal.
- Lesi/abses rektal, perianal
- Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine.
(4)Pola aktivitas dan latihan
- Mudah lelah
- Berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya
- Progresi kelelahan/malaise
- Perubahan kedalaman pernafasan

9
- Bradipnea, dispnea, ortopnea, takipnea
- Peningkatan diameter anterior posterior
- Pernafasan cuping hidung
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan bibir mencucu
- Penggunaan otot aksesorius untuk bernafas
- Pasien mengatakan tidak bisa ke kamar mandi sendiri dan memakai pakaian sendiri,
pasien mengatakan susah keramas dan menggosok gigi sehingga membutuhkan bantuan
orang lain.
- Perubahan cara berjalan
- Pergerakan gemetar
- Keterbatasan melakukan keterampilan motorik kasar dan motorik halus
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat pergerakan, ketidakstabilan
postur, pergerakan lambat, dan tidak terkoordinasi
(5)Pola tidur dan istirahat
- Perubahan pola tidur
- Sulit untuk memulai tidur akibat nyeri yang dirasakan
- Sering terbangun dimalam hari
- Tidur kurang dari 6 jam setiap harinya
- Pasien tidak biasa tidur siang
- Pasien mengeluh nyeri pada sekitar umbilical sampai ke area diafragma, sendi
pergelangan tangan, pergelangan kaki, lutut, sikut yang muncul bergantian, pasien
tampak meringis akibat nyeri, tampak lesu, dan tidak bergairah (nyeri dikaji dengan
PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri).
- Mengekspresikan prilaku gelisah, waspada, iritabilitas, mendesah, merengek,
menangis
- Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
- Perilaku berjaga jaga melindungi area nyeri
- Diaforesis
- Perubahan tekanan darah, frekuensi jantung, dan frekuensi pernafasan
(6)Pola kognitif-perseptual
- Pusing/pening, sakit kepala.
- Pasien mengatakan tidak memahami mengenai pencegahan penyakitnya, perawatan
dan tindakan yang harus dilakukan

10
- Pasien tampak bertanya pencegahan, perawatan dan pengobatannya.
(7)Pola persepsi diri/konsep diri
- Ide paranoid
- Ansietas yang berkembang bebas
- Harapan yang tidak realistis
(8)Pola seksual dan reproduksi
- Menurunnya libido untuk melakukan hubungan seks.
(9)Pola peran-hubungan
- Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
- Perubahan pada interaksi keluaga/orang terdekat
- Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
(10) Pola manajemen koping stress
- Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, misal dukungan keluarga,
hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distres spiritual
- Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa
bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi
- Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri
- Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata yang kurang.
(11) Pola keyakinan-nilai
- Mengungkapkan kurang dapat menerima (kurang pasrah)
- Mengungkapkan kurangnya motivasi
- Mengungkapkan kekurangan harapan, cinta, makna hidup, tujuan hidup,
ketenangan (mis. Kedamaian)
- Mengungkapkan marah kepada Tuhan, ketidakberdayaan, penderitaan
- Ketidakmampuan berintrospeksi, mengalami pengalaman regiositas, berpartisipasi
dalam aktivitas keagamaan, berdoa
- Meminta menemui pemimpin keagamaan
- Perubahan yang tiba tiba dalam praktik spiritual
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas tidak berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen
menuju paru-paru
2. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses
inflamasi, destruksi sendi.

11
3. Hypertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi
penyakit.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan metabolisme basal terganggu
3.3 Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Dx1: Setelah diberikan askep 1 Evaluasi frekuensi 1. Respon pasien
Ketidakefektifan selama 2x24 jam pernapasan dan bervariasi.
pola nafas tidak diharapkan pola nafas kedalaman. Catat Kecepatan dan
berhubungan efektif dengan kriteria upaya pernapasan, upaya mungkin
dengan hasil : contoh adanya meningkat karena
ketidakadekuatan Pasien tidak sesak nafas dispnea, nyeri, takut,
oksigen menuju Frekuensi pernapasan penggunaan otot demam,
paru-paru normal (16-24 kali bantu pernapasan, penurunan volume
permenit) pelebaran nasal. sirkulasi
(kehilangan darah
2. Kolaborasidalam atau cairan),
pemasangan akumulasi secret,
kembali selang hipoksia atau
dada atau distensi gaster.
torakosentesis bila 2. Reekspansi
diindikasikan paru dengan
pelepasan
akumulasi darah
atau udara dari
tekanan negative
pleural.
Dx2: Tujuan : nyeri dapat1. 1. Kaji keluhan11. 1. membantu
Nyeri akut/kronis berkurang/hilang nyeri, catat lokasi dalam
berhubungan Kriteria hasil: dan intensitas ( memetukankebutu
dengan distensi1. 1. Menunjukkan nyeri skala 0-10).Catat han dan
jaringan oleh berkurang/hilang faktor yang manajemen nyeri
akumulasi 2) 2. Terlihat rileks, dapat memcepat dan dan keefektifan
cairan/proses tidur/istirahat tanda sakit non program.
inflamasi, destruksi3) 3. Berpartisipasi dalam verbal.
sendi. aktifitas sesuai
2. 2 . Biarkan2. 2. Pada penyakit
kemampuan. pasien mengambil yang berat torah
posisi yang baring sangat
nyaman. diperlukan untuk
membatasi
3. 3. Beri obat nyeri/cidera
sebelum berlanjut.

12
aktifitas/latihan 3. 3. Menigkatkan
yang direncanakan. relaksasi,mengura
ngi ketegangan
4 4. Observasi gejala otot/spasme.
kardinal. 4. 4. Gejala
kardinal
menunjukkan
keadaan fisik dari
organ-organ vital
tubuh, juga dapat
memberikan
gambaran kondisi
pasien.
Dx 3: Hypertermi Setelah diberikan askep 1. Kaji TTV Pantau 1. Demam yang
berhubungan selama 1x24 jam suhu pasien (derajat kembali normal
dengan kerusakan diharapkan suhu tubuh dan pola) dalam periode 24
kontrol suhu kembali normal dengan perhatikan jam
sekunder akibat out come : menggigil atau 2. Dapat membantu
infeksi penyakit. Suhu tubuh pasien diaforesis. mengurangi
normal (36,8 -37,2 ) C - 2. Berikan demam. Catatan :
Pasien tidak menggigil kompres mandi penggunaan air es
hangat mungkin
menyebabkan
kedinginan,
peningkatan suhu
secara actual.
3. Digunakan
3. Kolaborasi untuk mengurangi
- Berikan demam dengan
antipiretik, aksi sentralnya
misalnya : ASA pada hipotalamus,
(aspirin), meskipun demam
asetaminofen mungkin dapat
(Tylenol). berguna dalam
membatasi
pertumbuhan
organisme, dan
meningkatkan
outodestruksi dari
sel-sel yang
terinfeksi.
Dx4: Setelah diberikan askep 1. Periksa tanda vital 1. Hipertensi

Intoleransi aktivitas selama 2x24 jam, sebelum dan segera ortostatik dapat

13
berhubungan diharapkan pasien dapat setelah a terjadidengan
dengan melakukan aktivitas ktivitas, khususnya aktivitas karena
metabolisme basal dengan mandiri bila pasien efek obat
terganggu dengan kriteria hasil : menggunakan (vasodilasi),
1. Pasien tidak mudah vasolidator, perpindahan
lelah diuretik, penyekat cairan (diuretik)
2. Pasien tidak nyeri beta. atau pengaruh
3. Pasien tidak - Catat respon fungsi jantung
menangis kardiopulmonal 2. Pasien dapat
4. Pasien tidak lemas terhadap aktifitas, kembali
5. Pasien tidak pucat catat takikardi, beraktivitas
disritmia, dispnea, meskipun hanya
berkeringat, pusat. di tempat tidur
2. Evaluasi 3. Peningkatan
peningkatan bertahap pada
intoleran aktivitas. aktivitas
3. Kolaborasi menghindari kerja
Implementasikan jantung/konsumsi
program rehabilitasi oksigen
jantung/aktifitas. berlebihan.

3.4 Implementasi
Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap diagnosa yang diangkat
dengan memperhatikan kemampuan pasien dalam mentolerir tindaka
n yang akan dilakukan.
3.5 Evaluasi
No. Hari/Tanggal
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx Jam
1. Pola nafas tidak efektif - S : Pasien tidak sesak nafas
berhubungan dengan lagi
ketidakadekuatan oksigen - O : Frekuensi pernapasan
menuju paru-paru. normal ( 16-20 kali permenit)
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.

14
2. Nyeri akut/kronis -S:-
berhubungan dengan distensi - O :Pasien tidak meringis
jaringan oleh akumulasi kesakitan dan menangis
cairan/proses inflamasi, - A : Tujuan tercapai.
destruksi sendi.. - P : Pertahankan kondisi pasien..
3. Hypertermi berhubungan - S:-
dengan kerusakan kontrol - O : Suhu tubuh pasien normal
suhu sekunder akibat infeksi (36,8-37,2C)
penyakit. Pasien tidak menggigil
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.
4. Intoleransi aktivitas - S :-
berhubungan dengan -O:
metabolisme basal terganggu. Pasien tidak meringis kesakitan
Pasien tidak lemas
Pasien tidak pucat
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
- RHD (Reumatic Heart Desease) adalah enyakit radang berulang akut yang terutama
terjadi pada anak-anak usia 5-15 tahun yang biasanya terjadi 1-5 minggu setelah infeksi
streptococus (biasanya terjadi radang tenggorokan). (Robbins dan Kumar, Buku Ajar
Patologi edisi 4)
- Penyakit jantung reumatik berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas
oleh Streptococcus Beta Hemolyticus Grup A.
Faktor-faktor pada individu : Jenis kelamin, Umur, Keadaan gizi dan lain-lain, Reaksi
autoimun, Faktor genetik
Faktor-faktor lingkungan : Keadaan sosial ekonomi yang buruk, Iklim dan geografi,
Cuaca
-Penatalaksanaan penyakit jantung reumatik terdiri dari 2 tahapmenurut LAB/UPF Ilmu
Kesehatan Anak, 1994;88 adalah: Pengobatan/ pencegahan medical dan Pembedahan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA.
Jumiarni Ilyas,dkk (1993), Asuhan Kesehatan Anak Dalam Kontek
Keluarga,PusatPendidikan Tenaga Kesahatan Dep. Kes RI, Jakarta
LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak (1994), Pedoman Diagnosis Dan Terapi, Rumah Sakit
Umum Daerah Dokter Soetomo, Surabaya
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Edisi III EGC ,Jakarta.
Poestika S, Sarodja RM (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

16

Anda mungkin juga menyukai