Anda di halaman 1dari 15

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diterima. Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah. Proses menua dimulai sejak lahir dan umumnya dialami
pada semua mahluk hidup (Nugroho, 2008).
Penuaan adalah normal dan tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Namun
demikian penuaan pada setiap individu akan berbeda tergantung pada stresor yang
mempengaruhi penuaan itu sendiri (Stanley & Patricia, 2006).

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan


Menurut Miller (1995) dalam Tamher, S dan noorkasiani (2009) faktor yang
mempengaruhi penuaan antara lain:
a. Psikologis
Komponen yang beperan adalah kapasitas penyesuaian diri yang terdiri atas
pembelajaran, memory (daya ingat), perasaan kecerdasan, dan motivasi.
Selain hal-hal tersebut, dari aspek psikologis dikenal isu yang erat
hubungannya dengan lansia yaitu teori mengenai timbulnya depresi, gangguan
kognitif, stress serta koping.
b. Biologis
Sebagaimana layaknya manusia yang tumbuh nsemakin lama semakin tua dan
proses penuaannya bukan karena evolusi akan tetapi karena proses biologis
dan keausan pada tubuh.

6
7

c. Sosial
Lingkungan sosial sangat mempengaruhi proses penuaan karena lingkungan
sosial yang nyaman dan bebas dari penyakit menular akan meningkatkan
derajat kesehatan.

2. Teori-teori proses menua


Menurut Nugroho (2008) secara individual tahap proses menua terjadi pada
orang dengan usia berbeda karena masing-masing lansia mempunyai kebiasaan
yang berbeda-beda dan tidak ada satu faktor pun ditemukan untuk mencegah
proses menua.
Teori kejiwaan sosial
1) Aktivitas atau kegiatan
a) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
b) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan dan ke lanjut usia.
c) Lansia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas selama mungkin dan secara mandiri.
2) Kepribadian berlanjut
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori atas, pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personaliti yang dimilikinya.
3) Teori pembebasan
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran
individu dengan individu lainnya, pada lanjut usia pertama diajukan oleh
Cumming dan Henry, teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepas diri dari kehidupan
8

sosialnya tahu menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini


mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss),
yakni: kehilangan peran, hambatan kontak sosial, berkurangnya komitmen.
Triple loss akan mempengaruhi konsep diri karena lansia merasa tidak berarti
karena kehilangan peran dan cendeung menarik diri dari lingkungan yang
menyebabkan lansia menjadi memiliki harga diri rendah.

3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia


Perubahan yang terjadi pada lanjut usia menurut Nugroho (2003) yaitu :
a. Perubahan fisik
1) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di
atas umur 65 tahun dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia
yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
2) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga menjadi
katarak yang menyebabkan gangguan penglihatan, hilangnya daya
akomodasi, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap,
menurunnya lapang pandang sehingga luas pandangnya berkurang luas.
Penurunan sisstem penglihatan dan pendengaran akan mempengaruhi
persepsi karena lansia tidak bisa membedakan objek dan mempengaruhi
konsep diri karena lansia merasa tidak berguna dengan penurunan yang
dialaminya.
9

b. Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori cocok
dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih cenderung
disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau penurunan kognitif
berkenaan dengan proses menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering
dikemukakan oleh manula, keluhan ini dianggap lumrah dan biasa oleh lansia,
keluhan ini didasari oleh fakta dari penelitian Cross sectional dan
longitudional didapatkan bahwa kebanyakan, namun tidak semua lansia
mengalami gangguan memori dan belajar dengan melanjutnya usia, terutama
setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ (intelegentia quotien) tidak berubah
dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
c. Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitas nya dan
identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun
(purna tugas), ia akan mengalami kehilangan finansial, status, teman dan
pekerjaan. Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia seseorang
biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat
dan lebih mementingkan tentang kematian itu sendiri serta kematian dirinya,
kondisi seperti ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan
mentalnya semakin memburuk, pada waktu kesehatannya memburuk mereka
cenderung untuk berkonsentrasi pada masalah kematian dan mulai
dipengaruhi oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung bertentangan
dengan pendapat orang yang lebih muda, dimana kematian bagi mereka
tampaknya masih jauh dan karena itu mereka kurang memikirkan tentang
kematian.
10

d. Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai sikap
mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain
kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam
hal ini dikenal apa yang disebut disengagement theory, yang berarti ada
penarikan diri dari masayarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Pemisahan
diri hanya dilakukan baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir
kehidupan lansia saja. Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungan yang baru. Karena telah lanjut usia mereka sering kali
dianggap terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang lamban dan kesigapan dan
kecepatan bertindak dan berpikir yang menurun. Daya ingat mereka memang
banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan dimensia, biasanya mereka
masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa
mengenal hal-hal yang baru terjadi.

Hal-hal yang berpengaruh terhadap psikologis pada lansia yaitu : kognisi,


moral dan konsep diri. Kognisi merupakan proses dimana input sensori
ditransformasikan atau disimpan dan didapatkan kembali, beberapa komponen
dari proses kognitif adalah persepsi, berfikir dan memori, semua bisa
dipengaruhi oleh perubahan pada lansia, mitos yang terdapat pada lanjut usia,
mereka tidak mampu atau tidak bisa untuk belajar, untuk mengingat dan untuk
berfikir sebaik sewaktu mereka masih muda, tetapi kenyatannya kebanyakan
orang tua masih bisa untuk belajar, berfikir dan mampu untuk menyimpan
kecerdasan atau intelegensi mereka. Moral merupakan suatu pedoman dan
pengendalian dalam berperilaku pada lansia, perilaku lansia semakin kekanak-
kanakan, moral merupakan kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup, ini
termasuk komponen emosional dari perilaku lansia itu sendiri sebagai
gambaran dari perasaan lansia di masa lalu, sekarang dan masa depan. Dalam
ulasan yang lebih luas tentang kesehatan dan penuaan tidak selalu dapat
11

disimpulkan bahwa penambahan usia dapat diterangkan dengan perubahan


dari kepuasan hidup, moral, kebahagiaan atau stress psikologis. Konsep diri
pada lansia dikaitkan dengan perilaku lansia, dimana akibat peningkatan umur
lansia cenderung menjadi introvet (menarik diri), lansia ingin mengungkapkan
pengalaman hidup yang selama ini ia alami, tetapi keluarga menganggapnya
sebagai orang yang cerewet dan cenderung menghindari, sehingga lansia
tersebut menjadi pendiam dan menarik diri, proses ini membentuk persepsi
seseorang tentang tubuhnya, persepsi ini mencakup tentang perubahan fisik
psikologis dan psikososial.

B. Konsep diri
1. Konsep diri pada lansia
Konsep diri didefinisikan sebagai semua ide, pikiran, perasaan keyakinan, dan
kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart, 2006). Ide-ide, pikiran
dan perasaan dan keyakinannya ini merupakan persepsi yang bersangkutan
dengan karakteristik dan kemampuan interaksi dengan orang lain dan lingkungan,
nilai yang dikaitkan dengan pengalaman dan objek sekitarnya serta tujuan dan
idealismenya (Sulistiyawati, 2005).

Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman
unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas
dunia. Konsep diri juga diartikan cara individu dalam melihat pribadinya secara
utuh menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual (Sunaryo, 2004).
Konsep diri pada lansia adalah cara pandang lansia melihat dirinya dan
lingkungan di sekitarnya yang terbentuk dari lahir dan pengalaman lansia itu
sendiri.
12

2. Komponen konsep diri


Menurut Stuart (2006) komponen konsep diri antara lain:
a. Citra tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya,
termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran,
fungsi, penampilan dan potensi. Citra tubuh dimodifikasi secara
berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan
standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Agar individu mampu
berrfungsi dan mendemonstraskan kecocokan antara persepsi diri dan ideal
diri, maka hendaknya ideal diri di tetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih
lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat
dicapai.
c. Harga diri
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis
seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi
adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa
sebagai seorang yang penting dan berharga.
d. Performa peran
Serangkaian pula perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang
ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan.
e. Identitas pribadi
Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut
sama artinya dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang.
13

Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus menerus berlangsung
sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri


Menurut Stuart & Sudden (1998) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori
perkembangan, Significant other (orang yang terpenting atau orang yang
terdekat) dan Self Perseption (persepsi terhadap diri sendiri).
a. Teori perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap
sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain.
Dalam melakukan kegiatan memiliki batasan diri yang terpisah dari
lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui
bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama pangilan, pengalaman
budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang
dinilai pada diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasikan potensi yang nyata.
b. Significant Other (orang yang terpenting atau terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang
lain, belajar diri sendiri melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain
yaitu dangan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan
orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaaruhi orang yang terdekat, remaja
dipengaruhi oleh orang yang terdekat dengan dirinya, pengaruh orang yang
dekat atau penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
c. Self Perseption (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaianya, serta persepsi
individu terhadap pengalamannya terhadap situasi tertentu. Konsep diri dapat
dibentuk melalui penanganan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga
konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku indvidu.
14

Individu dengan perikaku yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat
dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat diihat dari hubungan
individu dan sosial yang terganggu.

4. Pembagian konsep diri


Menurut Keliat (1992) konsep diri di bagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Konsep diri positif
Dasar dari perilaku individu yang lebih efektif terlihat dari kemampuan
interpesrsonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan dan
menunjukkan individu akan sukses dalam hidupnya.
b. Konsep diri negatif
Kebalikan dari konsep diri positif yang dilihat dari hubungan individu dan
sosial yang cenderung memiliki harga diri rendah, dan kekecauan identitas.

C. Persepsi diri pada lansia


Persepsi diri adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
rangsang diri yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan
sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas yang integrated pada dalam diri
individu yang merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
indera, proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, apabila waktu individu
menerima stimulus melalui alat indera seperti mata, telinga, hidung, pengecap dan
peraba yang digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu (Walgito,
2003). Persepsi diri juga dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang
melalui panca indera dengan didahului oleh perhatian sehingga individu mampu
mengetahui, mengartikan tentang hal yang di amati, baik yang ada di luar maupun
dalam diri individu (Sunaryo, 2004). Persepsi diri pada lansia adalah proses
pengorganisasian terhadap rangsangan yang diterima lansia melalui panca indera
baik rangsangan dari luar maupun rangsangan dari diri lansia sendiri.
15

1. Macam-macam persepsi diri


Ada dua macam persepsi menurut Sunaryo (2004) yaitu :
a. External perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
datang dari luar individu.
b. Self perseption yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
datang dari dalam individu, dalam hal ini yang menjadi obyek adalah dirinya
sendiri

2. Syarat-syarat terjadinya persepsi diri


Menurut Sunaryo (2004) syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut :
a. Adanya obyek yang di persepsikan
Obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.
Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga datang
dari individu yang bersangkutan yang berlangsung mengenai syaraf penerima
yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus dapat dari luar
individu. Kerusakan sistem penglihatan mempengaruhi lansia untuk
membedakan objek yang ada.
b. Alat indera atau reseptor
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Pada
lansia yang mengalami penurunan alat indera akan mempengaruhi persepsi
terhadap objek yang ada.
c. Diperlukan adanya perhatian
Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka
mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari
seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan
obyek. Lansia cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif cenderung
sulit untuk konsentrasi.
16

d. Ada syaraf sensoris


Sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat
kesadaran). Dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk
mengadakan respon.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diri


Menurut Notoatmodjo (2003) persepsi ditentukan oleh dua faktor:
a. Faktor internal
Yaitu faktor dimana dalam diri individu akan mempengaruhi individu
mengadakan persepsi.
b. Faktor eksternal
1) Faktor stimulus itu sendiri
Agar stimulus dapat dipersepsikan, maka stimulus harus cukup kuat,
stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus
yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran yang sudah
dapat dipersepsikan oleh individu. Kejelasan stimulus akan banyak
berpengaruh dalam persepsi dan stimulus yang kurang jelas juga akan
mempengaruhi dalam ketepatan persepsi.
2) Faktor lingkungan dimana persepsi berlangsung
Lingkungan atau situasi khususnya yang melatar belakangi stimulus juga
akan berpengaruh dalam persepsi, lebih-lebih bila obyek persepsi adalah
manusia, obyek dan lingkungan yang sulit dipisahkan.

D. Posbindu
1. Definisi posbindu
Posbindu adalah pos pembinaan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu
wilayah yang digerakkan oleh masyarakat, dari kebijakan pemerintah melalui
pelayanan kesehatan dan di selenggarakan melalui program Puskesmas dengan
17

melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi
sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi, 2008).

2. Tujuan posbindu
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga
terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b. Mendekatkan pelayanan serta meningkatkan peran serta masyarakat dan
swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi
antara masyarakat usia lanjut,
c. Untuk memperoleh peningkatan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usia
lanjut untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna bagi kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaanya di tengah-tengah
masyarakat.

3. Sasaran Pembinaan posbindu


Menurut Depkes, RI (2001) Sasaran Pembinaan posbindu
a. Sasaran langsung
Sasaran pembinaan langsung meliputi Kelompok usia 45-59 tahun, kelompok
usia lanjut 60-69 tahun, dan kelompok usia lanjut resiko tinggi usia lebih dari
70 tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
b. Sasaran tidak lansung
Sasaran pembinaan tidak langsung meliputi Keluarga di mana usia lanjut
berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut berada, organisasi sosial yang
bergerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut, masyarakat luas dan
petugas kesehatan yang melayani kesehatan usia lanjut.
18

4. Upaya kegiatan usia lanjut


a. Pemeriksaan fisik yang meliputi: pemeriksaaan urin, darah, pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan nadi pemeriksaan status gizi, pengukuran barat
badan dan tinggi badan, pemberian makanan tambahan.
b. Pemeriksaan aktivitas sehari-hari seperti: makan/minum, berjalan, mandi,
berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil.
c. Pemeriksaan status mental: pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional
d. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila ditemukan ada kelainan.
e. Penyuluhan kelompok, konseling kesehatan sesuai masalah yang dihadapi
lansia
f. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas kesehatan bagi anggota
kelompok lansia yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan
kesehatan masyarakat (public health nursing)
g. Kegiatan olah raga antara lain senam lanjut usia, gerak jalan santai, dan
sebagainya untuk meningkatkan kebugaran.
h. Kegiatan non kesehatan berupa kegiatan kerohaniaan, arisan, forum diskusi
kegiatan ekonomi produktif, penyaluran hobi.
i. Kegiatan inovatif: kegiatan yang bertujuan untuk mencegah kepikunan, yang
pada dasarnya melatih fungsi syarat motorik seperti:bercerita, bernyanyi,
pemainan kata, permainanan kata, permainan angka, permainan huruf,
menggambar, catur, rekreasi.
5. Kendala pelaksanaan posbindu
a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posbindu
b. Jarak rumah dengan lokasi posbindu yang jauh dan sulit di jangkau
c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan
lansia untuk datang di posbindu
d. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posbindu.
19

E. Kerangka Teori

Proses Menua:
-Perubahan Fisik
- Perubahan Mental
- Perubahan Psikososial
Faktor konsep diri :
- Perubahan Psikologis
1. Teori perkembagan
2. Significant Other (orang
Konsep diri
yang terpenting atau
1. Citra tubuh
terdekat)
2. Ideal diri
3. Self Perseption
3. Harga diri
(persepsi diri sendiri)
4. Peran
5. Identitas pribadi

Gambar 2.1 : Kerangka Teori

(Nugroho, 2002: Sulistiyawati, dkk 2005)

F. Kerangka Konsep

Variabel dependen Variabel independen

Persepsi lansia tentang


proses menua
Keikutsertaan lansia di
posbindu
Konsep diri

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep


20

G. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu :
1. Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah persepsi lansia tentang proses menua
dan konsep diri
2. Variabel Indipenden (bebas)
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Keikutsertaan lansia di posbindu
H. Hipotesis
Ada perbedaan antara persepsi lansia tentang proses menua dan konsep diri pada lansia
yang mengikuti posbindu dan tidak mengikuti posbindu

Anda mungkin juga menyukai