Anda di halaman 1dari 3

TAHAP PERKEMBANGAN MORAL

Menurut LAWRENCE KOHLBERG

Perkembangan moral melalui kognisi (cognitive moral development)


Kohlberg menekankan aspek kognitif dari moral. Maksudnya, kemampuan seseorang
untuk menilai apakah suatu perbuatan atau sikap bermoral atau tidak bermoral sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan orang itu mengenai, misalnya, konsekuensi akibat perbuatan
atau sikap itu, atau kesesuaian perbuatan atau sikap itu dengan kaidah-kaidah moral atau
sikap itu BELUM SELESAI . misalnya, dalam menjawab pertanyaan mengapa tidak boleh
mencuri, seorang anak akan menjawab bahwa kalau mencuri akan ditangkap polisi. Atas
dasar yang sama seorang dewasa tidak akan melanggar lampu lalu lintas bila ada polisi yang
menjaga, tetapi akan melanggarnya bila ia yakin tak ada polisi yang menjaga. Ini berarti,
pertimbangan moral pelaku-pelaku itu didasarkan pada rasa takut konsekuensi riil/konkret,
yang akan menimpa dirinya, bukan pada kesadaran moral yang lebih dalam/luhur. Menurut
tahap perkembangan moral dari Kohlberg, pertimbangan moral mereka berada pada tahap 1.
Kohlberg mengidentifikai 6 tahap perkembangan moral yang terkumpul dalam 3
tingkat. Tiap tingkat terdiri dari 2 tahap yang berututan. Pencapaian tahap yang lebih rendah
merupakan prasyarat untuk mencapi tahap berikutnya yang lebih tinggi. Tingkat dan tahap-
tahap itu adalah berikut ini.

Tingkat Pra-konvensional
Pada tingkat ini anak peka terhadap peraturan-peraturan yang berlatarbelakang
budaya dan terhadap penilaian baik/jahat, benar/salah, yang diartikan dari sudut akibat-akibat
fisik suatu perbuatan/tindakan, atau dari sudut enak/tidaknya akibat-akibat itu (misalnya,
ganjaran, hukuman, disenangi/tidak disenangi orang lain), atau dari sudut ada/tidak adanya
kekuasaan fisik pada pihak yang memberikan peraturan atau penilaian. Tahap-tahapnya
adalah;
Tahap 1 : Orientasi kepada hukuman dan kepatuhan
Bagi mereka yang perkembangan moralnya berada pada tahap ini, benar/salahnjya
suatu perbuatan/tindakan diukur dari ada/tidak adanya hukuman nyata (real) terhadap
perbuatan/tindakan itu. Kepatuhan mereka kepada hukuman/peraturan/tatakrama bertujuan
menghindari hukuman, dan bukan karena rasaa hormat terhadap nilai-nilai atau azas-azas
moral yang melandasi hukum/peraturan/tatakrama itu. Jadi, menghidari hukuman dan tunduk
pada peraturan dianggap sebagai suatu yang berharga pada dirinya sendiri (ansich).
Diberbagai masyarakat yang sudah diterliti (A.S.,Mexico, Inggris, Turki, Israel, Taiwan,
Indonesia) pertimbangan moral seperti ini merupakan ciri perkembangan moral anak kecil
(<6tahun), walaupun ada juga orang dewasaa yang sebagian beasr pertimbangan moralnya
masih seperti ini.
Tahap 2 : Orientasi kepada alat pemuas kebutuhan (berdasarkan pada adanya timbal
balik)
Bagi merak yang perkembangan moralnya berada pada tahap ini, perbuatan/tindakan
yang benar adalah perbuatan/tindakan yang dapat berfungsi sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan sendiri, dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain (dalam suatu transaksi
timbal balik yang memberikan juga keuntungan/manfaat konkret yang lebih kurang
seimbang kepada individu itu). Hubungan antar manusia dianggap sebagai hubungan orang di
pasar, di mana dijumpai unsur-unsur adil (fair) yang timbal balik, yang dipahami secara fisik
dan pragmatis, dan bukan karena didasarkan pada nilai-nilai yang lebih luhur seperti
kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan. Tahap ini lazim terdapat pada anak-anak berusia
1.k. 6-7 tahun di masyarakat-masyarakat yang sudah diteliti (lihat tahap 1), walaupun banyak
juga orang dewasa yang sebagian besar pertimbangan moralnya masih seperti ini.

Tingkat konvensional
Pada tingkat ini memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok, atau bangsa,
dianggap sebagai sesuatu yang berharga pada dirinya sendiri (an sich), tanpa mempedulikan
akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh sikap itu. Sikap ini bukan hanya mau
menyesuaikan diri dengan harapan-harapan kelompok tertentu atau dengan ketertiban sosial,
tetapi juga ingin setia, ingin menjaga, menunjang, dan memberi pembenaran (justification)
kepada ketertiban itu, dan ingin mengindentifikasikan diri dengan orang-orang atau
kelompok tertentu. Tahap-tahap dari tingkai ini adalah:
Tahap 3 : Orientasi kepada pesetujuan oleh kelompok dan kepada niat
Bagi mereka yang perkembangan moralnya berada pada tahap ini, perbuatan yang
benar adalah perbuatan yang disetujui olek kelompok dan perbuatan yang dilandasi oleh
niat baik. Pada mereka yang berada pada tahap ini terlihat banyak usaha menyesuaikan diri
dengan gambaran-gambaran stereotip yang dianut oleh mayoritas, atau dengan tingkah
laku yang dianggap lazim (perkembangan mode). Tingkah laku sering dinilai menurut
niatnya. Mereka beruaha diterima oleh lingkungan dengan bersikap baik. Di berbagai
masyarakat yang sudah diteliti (lihat tahap 1), tahap ini lazim terdapat pada anak dan remaja
berusia 10-16 tahun, disamping pada orang dewasa.
Contoh: mengikuti mode, menghukum anak berlebihan karena berniat baik. Semua niat baik
dianggap benar.
Tahap 4 : Orientasi kepada hukum dan ketertiban masyarakat
Bagi mereka yang perkembangan moralnya berada pada tahap ini, perbuatan yang
benar adalah melakukan kewajiban, menunjukkan rasa hormat kepada otoritas, dan
mentaati peraturan serta memelihara ketertiban sosial yang sudah ada demi peraturan dan
ketertiban itu sendiri. Di berbagai masyarakat yang sudah diteliti (tahap 1), tahap ini lazim
terdapat setelah usia 16 tahun dan merupakan tahap tertinggi untuk sebagian besar
individu dewasa normal.
Contoh: saat perang dia melihat musuh tergeletak tak berdaya, dia membunuh musuh itu.

Tingkat Pasca-Konvensional (perjanjian dalam masyarakat)


Pada tingkat ini terlihat usaha yang jelas untuk mengartikan nilai-nilai moral dan
prinsip-prinsip yang sahih serta dapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas kelompok atau
orang yang memegang prinsip-prinsip tersebut, dan terlepas dari keterkaitan individu dengan
kelompok. Tahap-tahapnya adalah;

Tahap 5 : Orientasi kepada kontrak sosial


Bagi mereka yang perkembangan moralnya berada pada tahap ini, perbuatan yang
benar cnederung dimengerti dari segi hak-hak individual yang umum dan dari patokan-
patokan yang sudah dikaji dengan kritis dan disetujui masyarakat. Ada kesadaran jelas
bahwa nilai-nilai dan opini pribadi bersifat relatif, dan karena itu diperlukan peraturan
prosedural untuk mencapai konsensus. Di luar yang sudah diatur oleh hukum, persetujuan
bebas dan kontrak merupakan unsur pengikat kewajiban. Menurut mereka, bila perlu hukum
dapat diubah berdasarkan pertimbangan rasional demi kemaslahatan masyarakat (jadi,
tidak secara kaku mau mempertahankannya seperti pada tahap 4). Walaupun lazimnya tahap
ini terdapat pada orang-orang dewasa tertentu, tahap ini dijumpai juga pada beberapa
remaja (13-16 tahun) dan bahkam pada individu yang menurut umurnya masih termasuk
anak-anak (sekitar 10 tahun).
Contoh : saat perang dia melihat musuh tergeletak tak berdaya, dia tidak membunuh
musuhnya, dan hanya melewatkannya saja.

Tahap 6 : Orientasi kepada prinsip etik universal


Bagi mereka yang perkembangan moralnya berada pada tahap ini, perbuatan yang
benar ditentukan oleh keputas hati nurani (conscience) sesuai prinsip-prinsip etik yang
dipilih sendiri dengan berpedoman kepada pemahaman-menyeluruh (comprehensiveness)
yang logik, universalitas dan keajegan (consistency). Di sini terkandung prinsip universal
mengenai keadilan, kesamaan hak azasi manusia, dan penghormatan kepada martabat
manusia sebagai individu. Persentase individu yang mencapai tahap ini sangat kecil. Sama
seperti tahap 5, tahap 6 dijumpai juga pada beberapa remaja (13-16 tahun) dan bahkan pada
individu-individu yang menurut umurnya masih tergolong anak-anak (sekitar 10 tahun),
walaupun lazimnya tahap ini terdapat pada orang-orang dewasa tertentu.

Anda mungkin juga menyukai