Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan
struktural ataupun fungsional jantung yang menyebabkan gangguan kemampuan
pengisian ventrikel dan ejeksi darah ke seluruh tubuh. Manifestasi yang khas pada
gagal jantung kongestif ialah dispnea, fatigue dan retensi cairan yang menyebabkan
edema paru dan edema perifer (AHA, 2001).
Diperkirakan 1-2% dari populasi dunia menderita penyakit gagal jantung
kongestif dengan prevalensi yang terus meningkat. Sekitar 5-10 orang diprediksi
menderita gagal jantung kongestif dari 1000 penduduk dunia (Mosterd, 2007). Di
Amerika Serikat, insidensi gagal jantung kongestif ditemukan sebanyak 500.000
orang dan prevalensi gagal jantung kongestif sebanyak 5 juta orang setiap tahun.
Angka mortalitas akibat gagal jantung kongestif juga cukup tinggi, kurang lebih
300.000 jiwa setiap tahun (AHA, 2001). Gagal jantung kongestif merupakan penyakit
yang bersifat progresif dengan gejala yang sangat mempengaruhi kondisi vital pasien
gagal jantung kongestif.
Kondisi ini mengharuskan pasien gagal jantung kongestif untuk menjalani
rawat inap. Dari tahun 1990-1999 insidensi rawat inap (hospitalization) di Amerika
Serikat sebanyak 810.000 hingga 1 juta jiwa, sedangkan prevalensi gagal jantung
kongestif yang menjalani rawat inap sebanyak 2.4 sampai 3.5 juta jiwa (Koelling et.
al, 2004). Pasien yang menjalani rawat inap dengan riwayat penyakit degeneratif
rentan untuk mengalami rawat inap ulang. Rawat inap ulang termasuk salah satu
faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien-pasien penyakit degeneratif. Pada
studi retrospektif yang dilakukan oleh Allaudeen tahun 2011 terdapat 17% pasien
yang mengalami rehospitalisasi setelah 30 hari keluar dari rumah sakit. Salah satunya
ialah gagal jantung kongestif. Pasien gagal jantung kongestif yang selesai menjalani

Judul : Congestive Heart Failure 1


Pembimbing : dr. Siska
rawat inap rentan untuk kembali menjalani rawat inap ulang akibat eksaserbasi dari
gejalayang ditimbulkan oleh gagal jantung kongestif (Tsuchihashi et. al, 2001).
Kejadian rawat inap ulang (readmission) akibat gagal jantung kongestif
meningkat dengan persentase 29-47% setelah 3-6 bulan keluar dari rumah sakit (Rich
et. al., 1995). Sedangkan di Yogjakarta, prevalensi pasien gagal jantung kongestif
yang menjalani rawat inap ulang dalam satu tahun sebesar 52.21% sementara yang
dirawat ulang lebih dari satu kali dalam waktu satu tahun sebesar 44.79% (Majid,
2010). Untuk Indonesia sendiri belum ada gambaran yang jelas mengenai prevalensi
kejadian rawat inap ulang khususnya untuk kota Medan.
Menurut studi yang dilakukan oleh Krumholz et. al. pada tahun 2000
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian rawat inap ulang
(readmission) diantaranya ialah infeksi (terutama infeksi saluran nafas seperti
pneumonia), infark miokard, disritmia jantung, ischemic heart disease, gagal ginjal
akut, dehidrasi, dan gagal nafas.
Menurut Majid dalam studi tahun 2010 mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif ialah
hipertensi, derajat penyakit, dukungan keluarga dan sosial, kepatuhan (terapi, diet dan
cairan tubuh), tingkat aktivitas dan istirahat serta tingkat kecemasan pasien gagal
jantung kongestif.

Judul : Congestive Heart Failure 2


Pembimbing : dr. Siska
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan
struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian
ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal dari gagal jantung
ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan pembatasan toleransi aktivitas dan retensi
cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini mempengaruhi
kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung.1
Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks akibat kelainan
jantung ataupun non-jantung yang mempengaruhi kemampuan jantung untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh seperti peningkatan cardiac output. Gagal
jantung dapat muncul akibat gangguan pada miokardium, katup jantung, perikardium,
endokardium ataupun gangguan elektrik jantung.2

2.2 Etiologi
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah3 :
a. Penyakit Jantung Koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita
penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi ventrikel
kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8 tahun akan
menderita penyakit gagal jantung kongestif. Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien
penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif. Bahkan dua per tiga
pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit
Jantung Koroner.

Judul : Congestive Heart Failure 3


Pembimbing : dr. Siska
b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi
terjadinya gagal jantung. Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008
didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi.. Hipertrofi
ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan
ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif.
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan
oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy
terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan
salah satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated
cardiomiopathy berupa dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel
kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan
ukuran dan penambahan jaringan fibrosis. Hipertrophic cardiomiopathy merupakan
salah satu jenis cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan.
Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak
hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga terjadi
obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan komplians
ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan
ventrikel. Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik
dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak
ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan
gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal.
Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis,
Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif lainnya.
d. Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering menyebabkan
gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan
preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung

Judul : Congestive Heart Failure 4


Pembimbing : dr. Siska
memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi
ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung
kongestif.
e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa perlu
adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31% dari pasien gagal
jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan 60% pasien gagal
jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi.
Aritmia tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah
prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
f. Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial
fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang
menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung kongestif
yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat
yang memiliki efek toksik terhadap miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi
seperti doxorubicin dan zidovudine yang merupakan antiviral.
g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada wanita
belum ada fakta yang konsisten. Sementara diabetes merupakan faktor independen
dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif
melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu,
obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit
jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung kongestif.
Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko
yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung.

Judul : Congestive Heart Failure 5


Pembimbing : dr. Siska
Penyebab Gagal Jantung Kongestif
Main Cause
Ischemic Heart Disease (35-40%)
Cardiomiopathy expecially dilated (30-34%)
Hypertension (15-20%)
Other Cause
Cardiomyopathy undilated : Hyperttrophy/obstructive, restrictive
(amyloidosis, sarcoidosis)
Valvular heart disease (mitral, aortic, tricuspid)
Congenital heart disease (ASD,VSD)
Alcohol and drugs (chemotherapy-trastuzamab, imatinib)
Hyperdinamic circulation (anemia, thyrotoxicosis, haemochromatosis)
Right Heart failure (RV infarct, pulmonary hypertension, pulmonary
embolism, COPD
Tricuspid incompetence
Arrhythmia (AF, Bradycardia (complete heart block, the sick sinus
syndrome))
Pericardial disease (constrictive pericarditis, pericardial effusion)
Infection (Chagas disease)

2.3 Patogenesis
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak
bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan
hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung. Namun,
pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun gejala
simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh
yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri.4 Beberapa
mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin- Angiotensin-Aldosteron

Judul : Congestive Heart Failure 6


Pembimbing : dr. Siska
(RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan kontraksi miokardium.
Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan cara retensi cairan dan
garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan terjadi perangsangan
baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi
sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center yang akan
menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior. ADH
akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga reabsorbsi air
meningkat. Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi
simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan
kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan
garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi
neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan struktural jantung
serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif yang lebih lanjut.4

Judul : Congestive Heart Failure 7


Pembimbing : dr. Siska
Perubahan neurohormonal, adrenergic dan sitokin menyebabkan remodeling
ventrikel kiri. Remodeling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi miosit; (2) perubahan
substansi kontraktil miosit; (3) penurunan jumlah miosit akibat nekrosis, apoptosis
dan kematian sel autophagia; (4) desensitisasi beta adrenergic; (5) kelainan
metabolism miokardium; (6) perubahan struktur matriks ekstraselular miosit.
Remodeling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan massa, volume, bentuk,
dan komposisi jantung. Remodeling ventrikel kiri merubah bentuk jantung
menjadi lebih sferis sehingga beban mekanik jantung menjadi semakin meningkat.
Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurangi jumlah afterload yang mengurangi
stroke volume. Pada remodeling ventrikel kiri juga terjadi peningkatan end-diastolic
wall stress yang menyebabkan (1) hipoperfusi ke subendokardium yang akan
memperparah fungsi ventrikel kiri; (2) peningkatan stress oksidatif dan radikal bebas
yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel. Perubahan struktur jantung akibat remodeling
ini yang berperan dalam penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel kiri dan
overload hemodinamik. Ketiga hal diatas berkontribusi dalam progresivitas penyakit
gagal jantung.5

Judul : Congestive Heart Failure 8


Pembimbing : dr. Siska
2.4 Kriteria Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax,
EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 6

Kriteria Major :

1. Paroksismal nokturnal dispnea


2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.

Judul : Congestive Heart Failure 9


Pembimbing : dr. Siska
2.5 Klasifikasi
New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik6 :

Kelas I
Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas fisik. Aktivitas fisik tidak menyebabkan sesak
nafas, fatigue, atau palpitasi.
Kelas II
Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa nyaman saat
beristirahat tetapi saat melakukan aktivitas fisik mulai merasakan sedikit sesak,
fatigue, dan palpitasi
Kelas III
Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa nyaman saat istirahat namun
ketika melakukan aktivitas fisik yang sedikit saja sudah merasa sesak, fatigue, dan
palpitasi.
Kelas IV
Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat gejala bisa muncul dan jika
melakukan aktivitas fisik maka gejala akan meningkat.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan. 6

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :


Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin
serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil
lipid.

Judul : Congestive Heart Failure 10


Pembimbing : dr. Siska
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk
menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI
(ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan
kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.

3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan
bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura.
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab
nonkardiak pada gejala pasien.

4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan
menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/
Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan
fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup
dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan
dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada
pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk
menilai gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga
bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat
penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan
analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard
dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai
fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena
EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan.
Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki
beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh

Judul : Congestive Heart Failure 11


Pembimbing : dr. Siska
perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada
regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan
rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi
sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara


non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut
maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis,
meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya
kondisi.7

Terapi : 7

a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada
gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter
pada gagal jantung ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.

Judul : Congestive Heart Failure 12


Pembimbing : dr. Siska
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis Angiotensin II,
diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik
lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit


diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid.
Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik
intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat kalium,
spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada
pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal, dan pada
gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai
dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian dimulai
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol,
bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat
ACE dan diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi terhadap
ACE ihibitor.

Judul : Congestive Heart Failure 13


Pembimbing : dr. Siska
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi
sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli
serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan
aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia
ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia
yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan
untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak
dapat digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari)


dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek
dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta
meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita
dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,


takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan
hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta
cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul

Judul : Congestive Heart Failure 14


Pembimbing : dr. Siska
pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel)
atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum
ventrikel pasca infark.

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana


memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan
hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.
Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring
gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi
jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan,
semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan
merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki
asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter.

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan


venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop
diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini
dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga
harus dihindari bila memungkinkan.

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam


penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri
dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan
tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan
dapat diulang sesuai kebutuhan.

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta


tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal
jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang

Judul : Congestive Heart Failure 15


Pembimbing : dr. Siska
lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis
pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan
arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama
pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada


gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis
hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan
fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit.

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide


adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.
Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat
menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,
aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan
pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume
karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1
menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit.

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang
disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator
digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg.
Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan
pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan
afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan
arteri rata - rata > 65 mmHg.

Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah


splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor
adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian

Judul : Congestive Heart Failure 16


Pembimbing : dr. Siska
5 15 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan
meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan
merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan
vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2
3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt.
Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih
tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt.

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi


AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering
digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk
terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi
penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg
bolus 10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25
0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt.

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang


disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok
kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan
tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah
epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05
0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.

2.8 Prognosa
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun
bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada
pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai
dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan

Judul : Congestive Heart Failure 17


Pembimbing : dr. Siska
kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit),
insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.
Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark
miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah
akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat. 8

Judul : Congestive Heart Failure 18


Pembimbing : dr. Siska
BAB III

KESIMPULAN

Gagal jantung (heart failure) adalah kumpulan sindroma klinis yang


kompleks yang diakibatkan oleh gangguan struktur ataupun fungsi dan menyebabkan
gangguan pengisian ventrikel atau pemompaan jantung. . Disfungsi yang terjadi pada
gagal jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Penyebab
tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup mitral atau
aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium primer. Penyebab tersering
gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan
peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa
disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau
pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri
pulmonalis atau tricuspid. Tatalaksana gagal jantung yakni dengan Farmakologi dan
nonfarmakologi.

Judul : Congestive Heart Failure 19


Pembimbing : dr. Siska
DAFTAR PUSTAKA

1
American Heart Association, 2001. Evaluation and Management of Chronic Heart
Failure in the Adult. Available from :
http://circ.ahajournals.org/content/104/24/2996.full.pdf [Accessed 23 Maret
2017]

2
Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2007. Management of Chronic Heart
Failure. Available from : http://www.sign.ac.uk/pdf/sign95.pdf [Accessed 23
Maret 2017]

3
Hellermann, J.P., Goraya, T.Y., Jacobsen, S.J., Weston, S.A., Reeder, G.S.,
Gersh,B.J., Redfield, M.M., Rodheffer, R.J., Yawn, B.P., Roger, V.L., 2003.
Incidence of heart failure after myocardial infarction: is it changing over time?.
Am. J. Epidemiology 157 (12): 11011107. Available from:
http://m.aje.oxfordjournals.org/content/157/12/1101.long?view=long&pmid=127
96046.

4
Mann, D.L., 2007. Pathophysiology of Heart Failure. In: Braunwald, E., et. al., Ed.
Braundwalds Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. Ed. 8th,
Philadelphia, Elsevier Saunders, 541-560.

5
Mann, D.L. 2010. Heart Failure and Cor Pulmonale. In : Harrisons
Cardiovascular Medicine Ed. 17th .

6
Sudoyo, W Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publihing

7
PAPDI. 2016. Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktis
Klinis. Jakarta: Interne Publishing

8
Braimbridge, M V. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Penerbit Eirlangga

Judul : Congestive Heart Failure 20


Pembimbing : dr. Siska

Anda mungkin juga menyukai