Anda di halaman 1dari 52

BAB 2

LANDASAN TEORI

Museum pada umumnya dikenal masyarakat sebagai sebuah bangunan yang


menyimpan koleksi warisan budaya yang disimpan dan diabadikan dengan keamanan
khusus. Museum adalah jenis bangunan pameran yang digolongkan sebagai lembaga
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai sebuah obyek penelitian
sekaligus hiburan.

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1 Fungsi dan Tujuan
Museum merupakan institusi permanen yang memamerkan benda nyata kepada
masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan hiburan. Museum sendiri adalah
lembaga yang bersifat tetap, sehingga tidak mencari keuntungan dari masyarakat dan
terbuka untuk umum. Museum sendiri memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
mengumpulkan, menyimpan serta merawat suatu objek yang memiliki sangkut paut
dengan dengan hasil karya manusia yang akan dijadikan sebagai informasi pendidikan,
penelitian, dan hiburan bagi masyarakat.
Menurut Jonathan (2014), fungsi museum secara detail antara lain sebagai berikut :
1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alami dan budaya
2. Dokumentasi dan penelitan ilmiah
3. Konservasi dan peservasi
4. Penyebaran dan perataan ilmu secara umum
5. Pengenalan dan penghayatan kesenian
6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
7. Visualisasi warisan alam dan budaya
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia,
9. Pembangkit rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.2 Sejarah Museum


Istilah museum berasal dari kata "mouseion" dalam bahasa Yunani yang berarti
"yaitu kuil untuk sembilan dewi muse" yang tugas utamanya adalah menghibur. Dimana
dalam perkembangannya mouseion adalah tempat kerja ahli-ahli pikir zaman Yunani

7
8

kuno, mereka menggangap mouseion sebagai tempat penelitian dan pendidikan filsafat
sebagai ruang lingkup ilmu dan kesenian.
Tetapi lama-kelamaan museum yang awalnya sebagai tempat pengumpulan benda
dan alat yang diperlukan untuk penyelidikan ilmu dan kesenian perlahan berubah menjadi
tempat pengumpulan benda-benda yang dianggap aneh. Perkembangan ini meningkat
seiring abad pertengahan, saat itu museum disebut tempat penyimpanan benda-benda
pribadi milik pangeran, bangsawan, para pecinta seni, dan budaya serta para pencipta
ilmu pengetahuan. Dimana kumpulan benda yang ada mencerminkan minat dan perhatian
khusus dari pemilik benda.
Benda-benda seni ditambah dengan benda-benda yang dikumpulkan dari luar
Eropa merupakan modal yang sangat besar yang kemudian menjadi dasar pertumbuhan
museum-museum besar di Eropa. Awalnya museum ditutup secara umum yang kemudian
setelah zaman Renaissance di Eropa Barat, semakin tingginya minat orang-orang untuk
memperdalam dan memperluas pengetahuan mereka tentang manusia sehingga museum
di buka secara umum. Gejala berdirinya museum terlihat pada akhir abad ke-18 seiring
dengan perkembangan pengetahuan di Eropa, negeri Belanda yang merupakan negara
bagian Eropa dalam hal ini tidak ketinggalan dalam upaya mendirikan museum.

2.1.3 Perkembangan Museum


Perkembangan museum di Belanda sangat mempengaruhi perkembangan museum
di Indonesia. Diawali oleh seorang pegawai VOC yang bernama G.E Rumphius pada
abad ke-17 yang memanfaatkan waktunya untuk menulis tentang Ambonsche
Landbeschrijving yang antara lain memberikan gambaran tentang sejarah kesultanan
Maluku.
Sejarah perkembangan museum di Indonesia berawal dari kemerdekaan Indonesia
1945 keberadaan museum diabadikan pada pembangunan bangsa Indonesia. Para ahli dari
Belanda yang aktif di museum dan lembaga-lembaga yang berdiri sebelum 1945, masih
diizinkan tinggal di Indonesia dan terus menjalankan tugasnya. Namun di samping para
ahli dari Belanda, banyak juga ahli dari bangsa Indonesia yang menggeluti permuseuman
yang berdiri sebelum 1945 dengan kemampuan yang tidak kalah dari bangsa Belanda.
Pada tanggal 17 Sepetember 1962 museum yang sebelumnya dipegang oleh para
ahli Belanda diserahkan kepada pemerintahan Indonesia dengan nama Museum Pusat
dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Museum pusat diganti namanya
9

menjadi Museum Nasional pada 28 Mei 1979 dan Museum Nasional menjadi museum
pertama yang ada di Indonesia.

2.1.4 Jenis-Jenis Museum


Museum yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan melalui beberapa klasifikasi,
antara lain sebagai berikut :
1. Jenis museum berdasarkan koleksi yang dimiliki, terdapat dua jenis :
Museum Umum
Merupakan museum yang koleksi nya terdiri dari kumpulan bukti material
manusia dan lingkungan yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin
ilmu serta teknologi.
Museum Khusus
Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material yang
menunjang satu cabang ilmu saja.

2. Jenis museum berdasarkan kedudukannya terdapat tiga jenis antara lain :


Museum Nasional
Merupakan museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal
atau mewakili dengan bukti material manusia dan lingkunganya dari seluruh
wilayah Indonesia yang bernilai nasional.
Museum Propinsi
Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal dari
wilayah propinsi dimana museum tersebut berada.
Museum Lokal
Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili
dan berkaitan dengan bukti material manusia atau lingkungannya dari wilayah
kabupaten atau kotamadya dimana museum tersebut berada.

3. Berdasarkan tema dan benda koleksinya, museum dapat dikelompokkan menjadi:


Museum Seni Rupa
Museum Arkeologi dan Sejarah
Museum Sejarah Alam dan Ilmu Pengetahuan Alam
Museum Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
10

Museum Etnografi dan Antrapologi


Museum Khusus
Museum Regional
Museum Umum
Monumen dan Situs Sejarah
Aquaria dan Cagar Alam.

2.1.5 Tata Pameran Museum


Dalam menyajikan pameran di dalam museum, penyajian informasi merupakan
cara yang cukup efisien bagi museum dalam berkomunikasi kepada masyarakat. Sebuah
pameran yang direncanakan dengan matang tentu patut menjamin keterawatan koleksi
museum maupun keselamatan para pengunjung.
Pameran didalam museum merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi
dengan masyarakat sebagai pengunjung guna menyampaikan ide dan informasi yang
berkaitan dengan bukti kebudayaan manusia dan lingkungan melalui bantuan metode
dimensi dan visual.
1. Jenis Pameran
Jenis pameran di museum dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
Pameran Tetap
Merupakan pameran yang diadakan rutin berdasarkan jangka waktu yang
ditentukan setiap tahunnya. Tema pameran disesuaikan dengan jenis, visi dan
misi museum. Koleksi pameran yang ideal untuk disajikan adalah 25 sampai
dengan 40 persen dari koleksi yang dimiliki museum tersebut serta dilakukan
penggantian koleksi sesuai jangka waktu tertentu.
Pameran Temporer
Merupakan pameran koleksi yang dimiliki museum dalam jangka waktu yang
relatif sangat singkat. Pameran bertujuan untuk memberikan informasi dan
dimensi tambahan kepada masyarakat dengan tema yang khusus.

2. Metode Pameran :
11

Metode pendekatan secara intelektual, adalah cara penyajian benda-benda


koleksi museum yang mengungkapkan informasi tentang guna serta fungsi
benda tersebut
Metode pendekatan romantik (evokatif) adalah cara penyajian benda-benda
koleksi museum yang mengungkapkan suasana tertentu yang berhubungan
dengan benda-benda yang dipamerkan.
Metode pendekatan estetik, adalah penyajian benda-benda koleksi museum
yang mengungkapkan nilai artistik yang ada pada koleksi museum
Metode pendekatan simbolik, adalah penyajian koleksi museum dengan
menggunakan simbol-simbol tertentu sebagai media interpretasi pengunjung.
Metode pendekatan kontemplatif, adalah penyajian koleksi museum untuk
membangun imajinasi pengunjung terhadap koleksi yang dipamerkan.
Metode pendekatan interaktif, adalah penyajian koleksi museum dimana
pengunjung dapat berinteraksi langsung dengan koleksi yang dipamerkan.
Penyajian interaktif sendiri dapat berupa teknologi informasi.

2.1.6 Tata Cara Penyajian Koleksi Museum


Penyajian koleksi merupakan salah satu cara berkomunikasi antara pengunjung
dengan benda koleksi yang dilengkapi dengan teks, gambar, foto, ilustrasi dan pendukung
lainnya.
1. Prinsip-prinsip Penyajian Koleksi
Penataan koleksi di ruang pameran museum harus memiliki :
Sistematika atau alur cerita pada pameran, sangat diperlukan penyajian koleksi
di dalam ruang pameran, karena akan mempermudah komunikasi serta
penyampaian informasi koleksi museum terhadap masyarakat.
Koleksi yang mendukung alur cerita yang disajikan di ruang pameran harus
dipersiapkan semaksimal mungkin agar penyajian koleksi terlihat hubungan
dan keterkaitan yang jelas antar isi dari materi pameran.
2. Penataan Koleksi
Penataan dalam suatu pameran dapat disajikan antara lain :
Tematik, yaitu dengan menata materi pameran dengan tema dan subtema.
Taksonomik, yaitu menyajikan koleksi dengan kelompok atau sistem
klasifikasi.
12

Kronologis, yaitu menyajikan koleksi yang disusun menurut usianya dari yang
tertua hingga sekarang.

Penataan koleksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan panel, panel secara
umum dikelompokan menjadi dua, yaitu :
Teks dinding (introductory label) yang memuat informasi tentang pengenalan
pameran yang diselenggarakan, tema dan subtema pameran, kelompok
koleksi.
Label individu yang berisi nama serta keterangan secara singkat mengenai
koleksi yang dipamerkan. Informasi yang disampaikan berisi keterangan yang
bersifat deskriptif dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan alur cerita.

( Gambar 2.1 Sudut Pandang dan Tata Letak Panel )

Panel sendiri berfungsi untuk menggantung atau menaruh koleksi yang bersifat
dua dimensi yang dapat dilihat dari sisi depan maupun belakang. Label juga terkadang
hanya digunakan untuk menempelkan label atau koleksi penunjang lainnya seperti peta,
grafik dan sebagainya.
13

( Gambar 2.2 Contoh Panel pada Museum )


Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Hal.20

( Gambar 2.3 Panel dan Ukuran )


Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Hal. 23

'

( Gambar 2.4 Konstruksi Panel yang Kokoh dan Berdiri Tegak Lurus )
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Hal.31
14

( Gambar 2.5 Mengkombinasikan Panel dengan Alas Kaki )


Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Hal.32-35

Penggunaan vitrin cukup diperlukan pada ruang pameran museum untuk


meletakkan benda-benda koleksi yang pada umumnya tiga dimensi dan relatif cukup
penting serta mudah untuk dipindahkan. Vitrin sendiri berfungsi sebagai pelindung
koleksi dari gangguan tangan manusia yang dapat menyebabkan kerusakan pada benda
koleksi maupun kelembapan udara, faktor cahaya dan perubahan suhu ruangan. Vitrin
terbagi menjadi dua jenis, yaitu vitrin tunggal dan vitrin ganda. Vitrin tunggal berfungsi
sebagai almari untuk memajang saja, sedangkan vitrin ganda berfungsi sebagai lemari
pajang dan sekaligus tempat menyimpan benda koleksi.
15

(Gambar 2.6 Vitrin Tunggal dan Vitrin Ganda)


Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Hal.37

( Gambar 2.7 Ukuran Vitrin yang Penting Diperhatikan )


Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Hal.39

(Gambar 2.8 Vitrin Tepi)


Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Hal.40
16

(Gambar 2.9 Vitrin Sudut)


Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Hal.45

Pedestal atau alas koleksi, meletakkan koleksi berbentuk tiga dimensi. Koleksi
yang diletakkan bernilai tinggi dan berukuran besar tentu perlu ekstra pengamanan,
seperti diberi jarak yang cukup aman dari jangkauan pengunjung.

( Gambar 2.10 Pedestal beserta benda koleksi )


Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Hal.47

2.1.7 Fungsi dan Tujuan Museum


a. Fungsi Museum
Museum sebagai tempat menyimpan, merawat, mengamankan serta
memanfaatkan koleksi museum yang berupa benda cagar budaya, museum
berfungsi sebagai :
Memberikan pemahaman serta informasi kepada masayarakat dan sivitas
akademika tentang eksistensi dan peran museum
Tempat yang tepat serta cukup terjamin keamanannya dalam menyimpan
warisan budaya yang ada di Indonesia
Museum dapat menjadi visualisasi budaya di masa yang lalu, karena dapat
menceritakan secara visual masa-masa terdahulu
Dapat menjadi pusat dokumentasi dan penelitian, dengan adanya barang era
terdahulu yang dapat dilakukan penelitian untuk kemudian dapat diaplikasikan
17

Menjadi pusat perkenalan kebudayan antar daerah di Indonesia. Dengan


melihat warisan budaya terdahulu, pengunjung dapat melihat setiap warisan
kebudayaan dari tiap daerah yang disimpan di dalam museum

b. Tujuan Museum
Tujuan museum dilihat dari berbagai aspek antara lain adalah sebagai pusat
informasi bagi sebagian besar masyarakat, serta membina nilai-nilai budaya untuk
memperkuat harga diri dan jiwa nasionalis masyarakat sendiri. Tujuan lain dari
museum ialah sebagai sarana rekreasi (entertaiment) serta edukasi bagi
masyarakat dalam memperluas pengetahuan masyarakat.

2.1.8 Klasifikasi Fasilitas


Pembagian fasilitas untuk melengkapi setiap aktivitas yang ada di dalam museum
dapat dibagi menjadi enam, antara lain :
a. Fasilitas Umum
Berfungsi menampung aktivitas umum yang ada di dalam museum sebelum
memasuki fasilitas lainnya
b. Fasilitas Pameran
Berfungsi menampung aktivitas utama berupa kegiatan pameran yang tetap
maupun temporer dan merupakan bagian yang cukup besar
c. Fasilitas Administrasi
Berfungsi menampung kegiatan para petugas administrasi yang mengelola
keuangan, surat-menyurat, registrasi, ketenagakerjaan, serta keamanan
museum
d. Fasilitas Pendidikan
Berfungsi menampung kegiatan pendidikan yang ada di museum, yang
berbeda dengan fasilitas pameran
e. Fasilitas Penelitiaan dan Perawatan Koleksi Museum
Berfungsi menampung kegiatan penelitiaan baik di dalam museum maupun
penelitiaan di luar museum serta menampung kegiatan perbaikan koleksi
museum yang rusak yang dipersiapkan untuk pameran dan sebagainya
f. Fasilitas Servis
18

Berfungsi menampung kegiatan perbaikan, pemeliharaan, kebersihan dan


pengawasan terhadap koleksi museum

2.1.9 Persyaratan Umum


Persyaratan Berdirinya sebuah Museum :
1. Lokasi yang strategis
Lokasi dipilih berdasarkan kepentingan masyarakat umum, bukan berdasarkan
kepentingan dari pendiri museum. Lokasi harus terletak jauh dari pusat
industri yang merupakan lokasi yang kurang sehat bagi masyarakat
2. Persyaratan Bangunan
Persyaratan bangunan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Persyaratan Umum
Pembagian fungsi dan aktivitas ruang yang harus diatur
Sistem keamanan
Kepadatan dan keramaian situasi museum
Pintu masuk hanya diperuntukkan bagi para pengunjung
Pintu masuk khusus diperuntukkan bagi petugas museum, para
karyawan museum
b. Persyaratan Khusus
Bangunan utama museum harus menjadi wadah kegiatan pameran yang
ada baik pameran tetap atau temporer
Bangunan auditorium harus memiliki bahan akustik yang baik agar
suara tidak keluar ke area lainnya serta dapat dijadikan sebagai ruang
yang fungsional seperti ruang pertemuan atau diskusi
Bangunan khusus yang memiliki akses masuk yang khusus serta
memiliki sistem keamanan yang baik
Bangunan administrasi yang lokasinya harus strategis dalam mencapai
bangunan lainnya
3. Persyaratan Ruang
Ruang pameran sebagai fungsi utama dari museum memiliki beberapa
persyaratan teknis yang cukup penting diperhatikan antara lain :
a. Pencahayaan dan Penghawaan
19

Dalam sebuah ruangan, pencahayaan dan penghawaan adalah


aspek yang paling utama yang sangat penting untuk diperhatikan untuk
menjaga koleksi museum agar tetap utuh. Museum disarankan memiliki
tingkat kelembapan 50% dengan suhu mencapai 21C-26C. Sedangkan
intensitas pencahayaan umumnya berkisar 60 lux dengan meminimalisir
radiasi sinar ultraviolet dari luar ruangan. Penggunaan cahaya pada
museum memiliki beberapa ketentuan antara lain, pnggunaan cahaya
buatan.
Pemakaian cahaya buatan pada ruang museum perlu
dipertimbangkan tetapi seringkali penggunaan cahaya buatan tidak
terkontrol. Intensitas cahaya yang tidak terbatas akan merusak koleksi
yang ada pada museum karena intensitas cahaya yang berlebihan dapat
menyebabkan objek menjadi kekeringan. Akibatnya koleksi museum dapat
pecah.
Lampu yang digunakan pada ruang pameran sebaiknya
menggunakan lampu TL dan lampu pijar yang ditempatkan di dalan vitrin.
Sedangkan lampu yang tidak ditempatkan diluar vtirin disarankan untuk
diarahkan ke benda koleksi yang dipamerkan. Lampu TL yang digunakan
harus ditutupi oleh tutup VV.
Lampu TL digunakan untuk menyinari benda yang peka terhadap
cahaya antara lain; lukisan dan kain yang menampilkan keindahan.
Sedangkan lampu pijar biasanya memantulkan cahaya yang gemerlap jika
menyinari benda-benda yang mengkilat yang digunakan pada vitrin seperti
batu-batu permata, perhiasan berlian. Selain menggunakan lampu TL,
disarankan juga menggunakan lampu spotlight pada sudut-sudut tertentu.
Dalam menerangi sebuah objek agar merata, cahaya tidak boleh berjarak
terlalu dekat dari jarak serta tinggi tempat sumber cahaya tersebut
dipasangkan, sehingga bagian yang ditembak cahaya dapat menampilkan
kejelasan objek.
20

( Gambar 2.11 Pencahayaan Alami )


b. Ergonomi dan Tata Letak
Agar pengunjung yang datang dapat melihat dan mengamati
koleksi yang dipamerkan secara jelas maka tata letak objek yang
dipamerkan sangat berperan penting. Maka daripada itu tata letak koleksi
museum memiliki beberapa standar antara lain, ukuran panel.
Tinggi panel sangatlah berpengaruh penting bagi para pengunjung
yang sedang mengamati sebuah pameran, untuk itu tinggi panel harus
disesuaikan dengan tinggi orang Indonesia. Jika tinggi orang Indonesia
rata-rata antara 160cm sampai dengan 170cm dengan kemampuan gerak
leher manusia mencapai 30, maka tinggi panel bisa mencapai 200cm
hingga 210cm dengan alas terendah antara 65-70cm dengan tebal panel 10-
20cm untuk dua tampak. Selain itu tetap memperhitungkan luas ruang dan
bentuk bangunan dimana panel akan diletakkan.

( Gambar 2.12 Ukuran Peletakkan Panel )


Sumber : Buku Pedoman Tata Pameran di Museum
21

c. Sirkulasi Gerak pada Ruang Pameran


Jalur sirkulasi pada ruang pameran harus dapat membantu serta
mempermudah para pengunjung untuk melihat dan memahami koleksi
museum yang dipamerkan. Alur sirkulasi gerak pada ruang pameran pada
umumnya bergantung kepada alur cerita yang disampaikan pada pameran.

( Gambar 2.13 Alur Sirkulasi Ruang Pameran )


Sumber : Buku Kecil Tapi Indah

Alur sirkulasi memiliki beberapa tipe, diantara lain :

Linear
Semua jalan pada dasarnya linear, yang dimaksud disini adalah jalan
lurus yang dapat menjadi unsur pembentuk utama deretan ruang.

( Gambar 2.14 Alur sirkulasi linear )


22

Radial
Pola radial memiliki jalan yang berkembang dari atau menuju sebuah
pusat.

( Gambar 2.15 Alur sirkulasi radial )


Spiral
Pola Spiral adalah suatu jalan menerus berasal dari titik pusat, berputar
mengelilinginya dan bertambah jauh darinya.

( Gambar 2.16 Alur sirkulasi spiral )

Network
Pola network (jaringan) terdiri dari beberapa jalan yang
menghubungkan titik-titik terpadu dalam ruang.

( Gambar 2.17 Alur sirkulasi network )


23

Campuran
Suatu bangunan pada umumnya memiliki suatu kombinasi dari pola-
pola diatas. Untuk menghindari terbentuknya orientasi yang
membingungkan, dibentuk aturan urutan utama dalam sirkulasi
tersebut.

(Gambar 2.18 Alur Sirkulasi Campuran)

Museum yang baik tentu sangat memperhatikan syarat-syarat yang dapat


memberikan jaminan bahwa terselenggaranya semua aktivitas museum dapat berjalan
dengan baik. Syarat-syarat antara lain :
1. Museum harus mempunyai ruang kerja bagi konservator yang dibantu oleh
perpustakaan dan staff administrasi.
2. Museum mempunyai ruangan untuk koleksi penyelidikan (refrence collection)
yang disusun menurut sistem dan metode yang khas bagi ilmu yang mencakup koleksi
tersebut.
3. Museum harus dilengkapi dengan laboratorium yang bertugas mencari cara
merawat benda koleksi, menghindarkan benda tersebut dari kerusakan.
4. Museum harus mempunyai ruangan untuk pameran berkala (temporary exhibition)
yang sifatnya lebih khusus, tetapi tetap jelas dan diselenggarakan secara konstruktif
sehingga terasa manfaatnya bagi masyarakat.
5. Museum harus mempunyai studio dengan perlengkapan pemotretan dan alat-alat
audio visual lainnya, studio untuk membuat reproduksi, atau memperbaiki benda
koleksi yang tidak utuh.
6. Museum harus mempunyai ruang penerangan dan pendidikan, yang dapat
memberikan kesempatan kerja bagi anggota staff ilmiah yang ditugaskan menyusun
acara-acara kunjungan, ceramah dan film.
24

7. Museum yang koleksinya dapat menyelenggarakan pameran keliling yang


memamerkan benda-benda koleksinya ke kota-kota lain sehingga dapat dinikmati
masyarakat luas.

2.1.10 Sistem Pengamanan dan Pemeliharaan


Museum
1. Sistem Pengamanan dan Pemeliharaan
Museum
a. Sistem Pengamanan Dalam Museum
Selain menggunakan pengamanan fisik, museum sebaiknya juga
menggunakan perangkat elektronik (Pedoman Museum Indonesia,
2008). Perangkat elektronik yang digunakan dalam pengamanan museum
meliputi :
Kontrol panel, sebagai pusat dari semua
kegiatan pada suatu sistem pengamanan elektronik, bekerja sesuai
dengan program yang telah diatur sebelumnya.
Kontak magnetik, alat ini akan bekerja
jika jendela, pintu atau vitrin rusak, maka alarm akan berbunyi.
Kawat (wiring), aliran melalui kawat
diletakkan di pintu atau penutup dan tombol akan bergerak bila pintu
terbuka.
Detektor getar, alarm akan berbunyi
apabila jendela atau vitrin memperoleh tingkat getaran yang tidak
normal.
Detektor kaca pecah, alat ini akan
mendeteksi pada frekuensi kaca pecah, seperti jendela atau vitrin.
Sensor infra merah pasif, sensor ini
didesain untuk mendeteksi panas tubuh dan ditempatkan di sekitar
koridor atau galeri dengan sensor layar alarm.
Detektor asap, sensor ini mendeteksi asap
jika terjadi kebakaran dan membunyikan alarm. Biasanya dilengkapi
alat penyemprot air (water sprinkle) dan sistem prevensi gas.
25

Sensor pendeteksi aktivitas, sensor


gelombang mikro atau ultra sonic dapat mendeteksi gerakan di sekitar
area deteksi. Alat ini dapat digunakan bersamaan dengan sensor infra
merah pasif untuk pengecekan silang dalam sistem pengamanan.
Dual tone sounder, berfungsi untuk
memberikan peringatan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di
dalam ruangan yang telah diproteksi alarm.
Close circuit television (CCTV) terdiri
dari Kamera, video switcher, TV monitor, stabilizer, video recorder.
Alat ini tidak dapat dijadikan sebagai petugas satpam, tetapi harus tetap
dipantau secara kesinambungan, bila terjadi hal yang mencurigakan,
pemantau harus segera menghubungi petugas satpam terdekat lokasi
yang dicurigai.

b. Sistem Pemeliharaan Museum


Sistem pemeliharaan museum erat kaitannya dengan konservasi preventif,
hendaknya dalam melakukan hal tersebut memperhatikan lingkungan
makro (gedung museum dan ruangan) dan lingkungan mikro (vitrin dan
lemari koleksi), selain itu penempatan juga perlu dipertimbangkan secara
matang (Pedoman Museum Indonesia,2008).

c. Penempatan koleksi di museum dapat berada di :


Ruang pamer (display)
Untuk koleksi yang dipamerkan, biasanya berada di dalam ruangan dan
di luar ruangan, untuk koleksi di dalam ruangan biasanya ditempatkan
di dalam vitrin dan di luar vitrin.
Ruang simpan (storage)
Koleksi di luar ruang simpan biasanya berada di dalam ruangan
tertutup dan berada di dalam rak-rak atau diletakkan di lantai.
Keadaan transisi
Koleksi transisi adalah koleksi yang dipersiapkan untuk dipindahkan.
Pemindahan koleksi dapat berupa pindah lokal (dari suatu ruangan ke
ruangan lain), ataupun dipinjam oleh museum lain untuk di pamerkan
26

di dalam kota, luar kota, dalam negeri dan luar negeri melalui
transportasi darat, udara dan laut.

2. Cara konservasi preventif dalam mengatasi faktor penyebab kerusakan adalah


:
a. Pengaturan letak koleksi
Pengaturan posisi koleksi museum terhadap temperatur dan
kelembaban. Misalnya pengaturan posisi koleksi museum terhadap
sumber cahaya agar tidak terlalu dekat dengan lampu dan jendela.
Terlebih koleksi organik jenis kertas, tekstil dan kayu. Begitu pula
letak koleksi museum dari lantai harus lebih dari 20 cm.
Pengaturan posisi antar koleksi museum. Misalnya posisi koleksi
dalam penyimpanan tidak diperkenankan diletakkan dalam posisi
bersinggungan, bertumpukan, menggantung atau terlipat. Bila terpaksa
bersinggungan harus disekat. Khusus koleksi tekstil dan logam
dibungkus dengan kertas bebas asam.

b. Pengendalian
Kelembaban udara, pengendalian kelembaban relatif dapat dilakukan
dengan alat dehumidifier untuk mengatur fluktuasi kelembaban.
Temperatur udara, pengendalian udara dapat dilakukan dengan cara
pengaturan fluktuasi suhu melalui penggunaan air conditioning(AC)
dan alat sirkulasi udara untuk membuat aliran udara dalam ruang
penyimpanan koleksi dan ruang pamer.
Pencahayaan, pengendalian pencahayaan dilakukan dengan cara
pengaturan cahaya agar tidak langsung mengenai koleksi. Lampu yang
digunakan dalam ruangan dan vitrin harus diberi filter untuk mencegah
sinar ultra violet mengenai koleksi. Bagi koleksi yang sensitif, nilai
intensitas cahaya yang diberikan adalah maksimum 30 luks dan untuk
koleksi yang tidak sensitif maksimum 200 luks.
c. Air, pengendalian air dilakukan dengan cara :
Meletakkan koleksi, yang berada di luar vitrin, tidak langsung terkena
dinding atau lantai agar terhindar dari kapilaritas air tanah.
27

Memperhatikan tetesan air yang bocor yang berasal dari AC.


Menempatkan saluran pembuangan air tidak melewati ruang pamer.
d. Api, pengendalian api dilakukan dengan cara :
Melengkapi museum dengan smoke detector, hydrant, tabung
pemadam kebakaran.
Memberi tanda larangan merokok pada setiap ruangan.
e. Kriminalitas, pengendalian kriminalitas di museum dilakukan dengan
memenuhi persyaratan pembuatan vitrin. Yaitu :
Bobot yang sukar untuk dipindahkan.
Bahan yang tidak mudah rusak.
Terkunci dengan baik sehingga sukar untuk dibongkar.
Semua permukaan tertutup kaca sehingga tidak mudah dipecahkan.
Menempatkan koleksi jauh dari tangan pengunjung dan memberi
penghalang fisik.
Pengamanan juga dapat dilakukan dengan menggunakan pembatas
psikologis.
Melakukan penitipan tas terutama untuk pengunjung

2.2 Tinjauan Umum Film


2.2.1 Pengertian Film
Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan
suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. Pesan
film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut.
Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik itu pesan
pendidikan, hiburan dan informasi. Pesan dalam film adalah menggunakan mekanisme
lambang lambang yang ada pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara, perkataan,
percakapan dan sebagainya.
Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap massa yang
menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu gambar dan suara yang
hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam waktu singkat.
Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang
dapat menceritakan kehidupan dan bahkan dapat mempengaruhi audiens.
28

Pada dasarnya film dapat dikelompokan ke dalam dua pembagian dasar, yaitu
kategori film cerita dan non cerita. Pendapat lain menggolongkan menjadi film fiksi dan
non fiksi. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang, dan
dimainkan oleh aktor dan aktris. Pada umumnya film cerita bersifat komersial, artinya
dipertunjukan di bioskop dengan harga karcis tertentu atau diputar di televisi dengan
dukungan sponsor iklan tertentu. Film non cerita adalah film yang mengambil kenyataan
sebagai subyeknya, yaitu merekam kenyataan dari pada fiksi tentang kenyataan.

2.2.2 Sejarah Film Indonesia


Film Indonesia awalnya dibangun oleh para pedagang China yang pada 1930-an
merupakan pemilik bioskop, pemodal, dan penonton film. Merekalah yang meletakan
dasar perfilman kita, sehingga bisa dimengerti bila sekarang film-film nasional cenderung
mengejar sisi komersial dan mengabaikan segi kesenian. Sekadar meniru film yang
sedang laris, tanpa perlu bersusah payah memikirkan bagaimana sisi estetikanya.
Film cerita lokal pertama yang berjudul Loetoeng Kasaroeng ini diproduksi oleh
NV Java Film Company. Film lokal berikutnya adalah Eulis Atjih yang diproduksi oleh
perusahaan yang sama. Setelah film kedua ini diproduksi, kemudian muncul perusahaan-
perusahaan film lainnya seperti Halimun Film Bandung yang membuat Lily van Java dan
Central Java Film Coy (Semarang) yang memproduksi Setangan Berlumur Darah.
Industri film lokal sendiri baru bisa membuat film bersuara pada tahun 1931. Film
ini diproduksi oleh Tans Film Company bekerjasama dengan Kruegers Film Bedrif di
Bandung dengan judul Atma de Vischer. Selama kurun waktu itu (1926-1931) sebanyak
21 judul film (bisu dan bersuara) diproduksi. Jumlah bioskop meningkat dengan pesat.
Filmrueve (majalah film pada masa itu) pada tahun 1936 mencatat adanya 227 bioskop di
Indonesia.
Perfilman Indonesia kini makin gencar mencari tempat di hati penonton
negerinya sendiri. Hal ini terbukti dengan meningkatnya produksi film, yaitu
meningkatnya frekuensi kemunculan film-film baru. Sekarang tidak jarang di satu studio
film kita menyaksikan dua atau tiga film Indonesia diputar dalam waktu yang bersamaan.
Pemandangan yang memberikan setitik harapan bagi perkembangan sinema Indonesia
sebagai bagian dari ekspresi budaya bangsa.
Selain itu, film-film Indonesia juga mulai mendominasi bioskop-bioskop di
Indonesia dibandingkan film luar negeri. Saat ini hampir 75% film yang yang
ditayangkandi sebuah bioskop adalah film Indonesia. Kemudian, minat penonton
29

Indonesia terhadap terhadap film buatan negerinya sendiri juga mengalami peningkatan.
Ditambah lagi menjamurnya sineas-sineas Indonesia yang berbakat dan potensial dalam
mengemas sebuah cerita ke dalam film sehingga mampu membangkitkan gairah penonton
Indonesia untuk menonton film buatan negerinya sendiri.

( Gambar 2.19 Cover Film Lewat Djam Malam )


Sumber : kvltmagz.com

Pada awalnya mereka, sineas-sineas muda, membuat film-film pendek yang


ditayangkan ditelevisi dengan durasi dua jam dikurangi durasi tayangan iklan yang
kemudiandisebut sebagai Film Televisi (FTV). Film-film yang mereka buat
cukupmengagetkan karena tema yang mereka angka walaupun hanya tema-
tema percintaan, entah cinta remaja atau cinta keluarga, dikemas dengan apik.Teknik-
teknik pengambilan kamera, penyusunan dialog, pemilihan setting ,dan pemunculan
karakter-karekter bisa dibilang sangat baik. Kemudian, perkembangan ini sampai
sekarang sudah mulai merambah ke jenjang yanglebih tinggi, yaitu film bioskop.

2.2.3 Jenis-jenis Film


1. Film Horor
Film jenis ini biasanya bercerita tentang hal-hal mistis, supranatural, berhubungan
dengan kematian, atau hal-hal di luar nalar yang lain. Film horor ini memang
dibuat menyeramkan agar pentonton ketakutan.
2. Film Drama
Film dengan kategori ini termasuk lebih ringan dibanding dengan film horor.
Umumnya bercerita tentang suatu konflik kehidupan. Macam- macam film drama
bisa kita kategorikan sesuai dengan tema atau ide ceritanya.
3. Film Romantis
Film yang berkisah tentang konflik percintaan antar manusia. Contohnya adalah
Romeo and Juliet (1968). Dan yang terkenal di Indonesia adalah Ada Apa Dengan
Cinta (2002)
30

(Gambar 2.20 AADC - Film Romantis )


Sumber : ivanyys.com

4. Film Drama Keluara


Film ini umumnya memiliki kisah yang cukup ringan, ide cerita dan konfliknya
mudah diselesaikan. Film jenis ini juga cocok untuk ditonton anak kecil.
5. Film Kolosal
Kolosal sendiri berarti luar biasa besar. Film jenis ini umumnya diproduksi
dengan dana yang sangat banyak dan melibatkan banyak sekali pemain, mulai dari
pemeran utama sampai figuran. Biasanya, film kolosal hampir selalu bertema
sejarah atau zaman kuno yang menampilkan adegan peperangan besar-besaran.
Contohnya adalah Gladiator (2000) dan The Last Samurai (2003).
6. Film Thriller
Tak sedikit yang mengkategorikan film thriller sebagai film horor, hal ini
mungkin dikarenakan film thriller sama-sama membuat jantung berdebar seperti
saat menonton film horor. Bedanya, film thriller tidak berkisah tentang sesuatu
yang mistik atau supranatural yang menjadi ciri khas film horor. Film thriller
sendiri dapat diartikan sebagai film yang mendebarkan. Macam-macam film
thriller yang banyak beredar biasanya berkisah tentang petualangan hidup
seseorang atau pengalaman buruk tertentu yang kadang berkaitan dengan
pembunuhan.
7. Film Fantasi
Tema atau konflik dari film jenis ini tak terlalu berbeda dengan jenis film yang
lain. Yang paling membedakan film fantasi dengan film lain adalah setting atau
latar belakang serta karakter tokoh unik, yang tidak ada di dunia nyata. Setting
waktu film fantasi biasanya masa lampau atau masa depan, tapi ada juga yang
bersetting masa sekarang. Contohnya adalah Harry Potter yang populer.
8. Film Komedi
31

Sama seperti film fantasi, inti film komedi bisa sama dengan jenis film lain. Yang
berbeda adalah adanya unsur komedi atau kelucuan yang bisa membuat penonton
tertawa.
9. Film Misteri
Film misteri adalah film yang mengandung unsur teka-teki. Film jenis ini cukup
banyak peminatnya karena alur film yang tidak mudah untuk ditebak. Para
penonton pun dipastikan betah mengikuti cerita karena jawaban teka-teki akan
disuguhkan di akhir film.
10. Film Action/Laga
Seperti namanya, film ini mengandung aksi-aksi yang menegangkan. Biasanya
ada banyak adegan perkelahian, saling kejar-kejaran, atau aksi menggunakan
senjata api.

( Gambar 2.21 The Raid - Film Laga )


Sumber : blackfilm.com

11. Sci Fi (Science Fiction)


Sebenarnya Sci-Fi mencakup tema- tema yang luas dan mempunyai subgenre-
subgenre yang mengakibatkan sulit untuk didefinisikan secara jelas. Sci-Fi sendiri
adalah salah satu genre dari cerita fiksi (fiction) yang mempunyai ciri khusus yaitu
elemen imajinasinya berkaitan erat dan mempunyai kemungkinan untuk
dijelaskan menggunakan science atau kemajuan teknologi yag berdasarkan pada
hukum alam yang dituangkan pada postulat-postulat science.
12. Film Animasi / Kartun
Film kartun dalam sinematografi dikategorikan sebagai bagian yang integral film
yang memiliki ciri dan bentuk khusus. Film secara umum merupakan serangkaian
gambar yang diambil dari obyek yang bergerak. Gambar obyek tersebut kemudian
32

diproyeksikan ke sebuah layar dan memutarnya dalam kecepatan tertentu


sehingga menghasilkan gambar hidup. Film kartun dalam sinematografi adalah
film yang pada awalnya dibuat dari tangan dan berupa ilustrasi di mana semua
gambarnya saling berkesinambungan.
13. Film Pendek
Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Di banyak negara seperti
Jerman, Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan juga Indonesia, film cerita
pendek dijadikan laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi seseorang /
sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film
ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang/kelompok
yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik.
Sekalipun demikian, ada juga yang memang mengkhususkan diri untuk
memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok ke rumah-rumah
produksi atau saluran televisi.
14. Film Panjang
Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film
yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Beberapa film,
misalnya Dances With Wolves, bahkan berdurasi lebih 120 menit. Film-film
produksi India rata-rata berdurasi hingga 180 menit.
15. Film Dokumenter
Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk
berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tak pernah lepas
dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau
kelompok tertentu. Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal hal senyata
mungkin.
33

( Gambar 2.22 Film Negeri DiBawah Kabut - Film Dokumenter )


Sumber : wasabiwhatsupbali.wordpress.com

2.2.4 Langkah Pembuatan Film


Dalam pembuatan sebuah film, ada beberapa langkah yang harus ditempuh
sebagai proses tahapan pembuatan film agar terselesaikan. Berikut adalah tahapan
pembuatan film :
2.2.4.1 Tahap Pra Produksi
Tahap pra produksi dalam pembuatan film adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Tujuan dan Ide Pembuatan Film
Sebelum membuat cerita film, kita harus menentukan tujuan pembuatan
film. Jika tujuan telah ditentukan maka semua detail cerita dan pembuatan film
akan terlihat dan lebih mudah. Jika perlu diadakan observasi dan pengumpulan
data. Bisa dengan membaca buku, artikel atau bertanya langsung kepada
sumbernya. Ide film dapat diperoleh dari berbagai macam sumber antara lain,
Pengalaman pribadi penulis yang menghebohkan, percakapan atau aktivitas
sehari-hari yang menarik untuk di film kan, seperti Cerita rakyat atau dongeng,
biografi seorang terkenal atau berjasa, adaptasi dari cerita di komik, cerpen,
atau novel.
2. Menyiapkan Naskah Skenario
Jika penulis naskah sulit mengarang suatu cerita, maka dapat mengambil
cerita dari cerpen, novel atau pun film yang sudah ada dengan diberi adaptasi
yang lain. Setelah naskah disusun maka perlu diadakan Break down naskah.
34

Break down naskah dilakukan untuk mempelajari rincian cerita yang akan
dibuat film.
3. Merekrut Pekerja Film
Merekrut pekerja film dilakukan dengan beberapa tahap, antara lain :
Menyeleksi kru dari tiap departemen.
Menentukan kru dari hasil show reel ( report produksi).
Menetapkan komposisi kru berdasarkan anggaran.
Menyusun tim produksi. Tim produski terdiri dari 2, yaitu Tim Non
Artistik (meliputi Produser, Eksekutif Produser, Line Produser, Produksi
Manager dan Unit Manajer) ; dan Tim Artistik (meliputi Sutradara,
Asisten Sutradara dan Pencatat Skrip, Penata Kamera, Asisten Kamera
dan Still Photo, Penata Artistik, Penata Rias dan Busana,Penata Lampu,
Penata Suara dan Penata Musik, Penata Editing).
4. Menyusun Jadwal dan Budgeting
Jadwal disusun secara rinci dan detail, kapan, siapa saja, biaya dan
peralatan apa saja yang diperlukan, dimana serta batas waktunya. Termasuk
jadwal pengambilan gambar juga, scene dan shot keberapa yang harus diambil
kapan dan dimana serta artisnya siapa. Lokasi sangat menentukan jadwal
pengambilan gambar. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menyusun alokasi
biaya:
Penggandaan naskah skenario film untuk kru dan pemain
Penyediaan kaset video
Penyediaan CD blank sejumlah yang diinginkan.
Penyediaan property, kostum, make-up
Honor untuk pemain, konsumsi
Akomodasi dan transportasi.
Menyewa alat jika tidak tersedia.
5. Hunting Lokasi
Memilih dan mencari lokasi/setting pengambilan gambar sesuai naskah.
Untuk pengambilan gambar di tempat umum biasanya memerlukan surat ijin
tertentu. Akan sangat mengganggu jalannya shooting jika tiba-tiba diusir
dipertengahan pengambilan gambar karena tidak memiliki ijin.
35

Dalam hunting lokasi perlu diperhatikan berbagai resiko seperti


akomodasi, transportasi, keamanan saat shooting, tersedianya sumber listrik,
dll. Setting yang telah ditentukan skenario harus betul-betul layak dan tidak
menyulitkan pada saat produksi. Jika biaya produksi kecil, maka tidak perlu
tempat yang jauh dan memakan banyak biaya.
6. Menyiapkan kostum dan Property
Memilih dan mencari pakaian yang akan dikenakan tokoh cerita beserta
propertinya. Kostum dapat diperoleh dengan mendatangkan desainer khusus
ataupun cukup membeli atau menyewa namun disesuaikan dengan cerita
skenario. Kelengkapan produksi menjadi tanggung jawab tim property dan
artistik.
7. Menyiapkan Peralatan
Untuk mendapatkan hasil film/video yang baik maka diperlukan peralatan
yang lengkap dan berkualitas dalam pengarapan sebuah film.
8. Casting Pemain
Memilih dan mencari pemain yang memerankan tokoh dalam cerita film.
Dapat dipilih langsung atau pun dicasting terlebih dahulu. Casting dapat
diumumkan secara luas atau cukup diberitahu lewat rekan-rekan saja.
Pemilihan pemain selain diperhatikan dari segi kemampuannya juga dari segi
budget/pembiayaan yang dimiliki.

2.2.4.2 Tahap Produksi


Tahap Produksi adalah proses yang paling menentukan keberhasilan
penciptaan sebuah karya film. proses yang dalam kata lain bisa disebut dengan
shooting (pengambilan gambar) ini dipimpin oleh seorang sutradara, orang yang
paling bertanggung jawab dalam proses ini. orang yang ikut dalam proses ini
antara lain kameraman atau DOP (Director Of Photography) yang mengatur
cahaya, warna, dan merekam gambar. Artistik yang mengatur set, make up,
wardrobe, Soundman yang merekam suara dan sebagainya.
Tahapan ini dimana hampir seluruh team work mulai bekerja. Seorang
sutradara, produser atau line produser sangat dituntut kehandalannya untuk
mengatasi kru dalam tiap tahap ini. Beberapa faktor penting yang perlu
diperhatikan adalah :
Manajemen Lapangan
36

Manajemen lapangan mencakup beberapa hal, yaitu: Manajemen lokasi


(perijinan, keamanan, keselamatan); Talent koordinasi (koordinasi kostum,
make up dll); Manajemen waktu (koordinasi konsumsi, kecepatan kerja,
penyediaan alat); Crew koordinasi (koordinasi para kru)
Attitude dalam bekerja merupakan hal yang sangat penting. Kesabaran,
pengertian dan kerjasama merupakan attitude yang diperlukan untuk mencapai
sukses. Berdoa sebelum bekerja dan briefing sebelum memulai merupakan hal
yang baik untuk menyatukan semangat, visi dan attitude yang diinginkan.
Jangan pernah kehilangan control emosi pada saat syuting. Apalagi semua
bekerja dengan keterbatasan waktu.

Tahap produksi dalam pembuatan film adalah sebagai berikut :


1. Shooting
Tahap ini adalah tahap dimana kepiawaian sutradara, DOP, dan kru sangat
menentukan. Kualitas gambar adalah selalu ingin kita capai. Oleh karena itu
penguasaan kamera dan pencahayaan sangatlah penting. Untuk mencapai hasil
maksimal dengan alat yang kita gunakan, ada beberapa hal yang harus kita
ketahui, antara lain :
- Shooting Outdoor
Shooting outdoor biasa menekan budget, namun harus berhati-hati
melakukannya karena sangat bergantung dari keadaan cuaca saat syuting
dilakukan. Beberapa yang harus dipersiapkan saat syuting outdoor adalah,
cahaya matahari (hard, soft); reflector (silver, gold); hujan buatan; camera
setting (irish, speed, white balance, focus); crowd control (working with
ekstras)
37

( Gambar 2.23 Shooting Outdoor )


Sumber : dikiumbara.wordpress.com

- Shooting Indoor
Shooting indoor lebih cepat terkontrol daripada shooting outdoor, namun
dibutuhkan peralatan yang cukup lengkap. Antara lain : penggunaan
lighting sederhana, penggunaan filter, make up, pemilihan background dan
monitor.

( Gambar 2.24 Shooting Indoor )


Sumber : kofindo.blogdetik.com

2. Visual Efek
38

Beberapa trik mudah untuk dilakukan untuk membuat video kelihatan lebih
menarik antara lain dengan :
- reserve motion
- fast motion (normal lipsync)
- slow motion (normal lipsync)
- crhoma key (blue screen)
3. Tata Setting
Set construction merupakan bangunan latar belakang untuk keperluan
pengambilan gambar. Setting tidak selalu berbentuk bangunan dekorasi tetapi
lebih menekankan bagaimana membuat suasana ruang mendukung dan
mempertegas latar peristiwa sehingga mengantarkan alur cerita secara
menarik.
4. Tata Suara
Untuk menghasilkan suara yang baik maka diperlukan jenis mikrofon yang
tepat dan berkualitas. Jenis mirofon yang digunakan adalah yang mudah
dibawa, peka terhadap sumber suara, dan mampu meredam noise (gangguan
suara) di dalam dan di luar ruangan.
5. Tata Cahaya
Penataan cahaya dalam produksi film sangat menentukan bagus tidaknya
kualitas teknik film tersebut. Seperti fotografi, film juga dapat di ibaratkan
melukis dengan menggunakan cahaya. Jika tidak ada cahaya sedikitpun maka
kamera tidak akan dapat merekam objek.
Penataan cahaya dengan menggunakan kamera video cukup
memperhatikan perbandingan Hi light (bagian ruang yang paling terang) dan
shade (bagian yang tergelap) agar tidak terlalu tinggi atau biasa disebut hight
contrast. Sebagai contoh jika pengambilan gambar dengan latar belakang lebih
terang dibandingkan dengan artist yang sedang melakukan acting, kita dapat
gunakan reflektor untuk menambah cahaya.
Reflektor dapat dibuat sendiri dengan menggunakan styrofoam atau
aluminium foil yang ditempelkan di karton tebal atau triplek, dan ukurannya
disesuaikan dengan kebutuhan. Perlu diperhatikan karakteristik tata cahaya
dalam kaitannya dengan kamera yang digunakan. Lebih baik sesuai ketentuan
buku petunjuk kamera minimal lighting yang disarankan. Jika melebihi
39

batasan atau dipaksakan maka gambar akan terihat seperti pecah dan tampak
titik-titik yang menandakan cahaya under.
Perlu diperhatikan juga tentang standart warna pencahayaan film yang
dibuat yang disebut white balance. Disebut white balance karena memang
untuk mencari standar warna putih di dalam atau di luar ruangan, karena
warna putih mengandung semua unsur warna cahaya.
6. Tata Kostum
Pakaian yang dikenakan pemain disesuaikan dengan isi cerita.
Pengambilan gambar dapat dilakukan tidak sesuai nomor urut adegan, dapat
meloncat dari scene satu ke yang lain. Hal ini dilakukan agar lebih mudah,
yaitu dengan mengambil seluruh shot yang terjadi pada lokasi yang sama.
Oleh karenanya sangat erlu mengidentifikasi kostum pemain. Jangan sampai
adegan yang terjadi berurutan mengalami pergantian kostum. Untuk
mengantisipasinya maka sebelum pengambilan gambar dimulai para pemain
difoto dengan kamera digital terlebih dahulu atau dicatat kostum apa yang
dipakai. Tatanan rambut, riasan, kostum dan asesoris yang dikenakan dapat
dilihat pada hasil foto dan berguna untuk shot selanjutnya.
7. Tata Rias
Tata rias pada produksi film berpatokan pada skenario. Tidak hanya pada
wajah tetapi juga pada seluruh anggota badan. Tidak membuat untuk lebih
cantik atau tampan tetapi lebih ditekankan pada karakter tokoh. Jadi unsur
manipulasi sangat berperan pada teknik tata rias, disesuaikan pula bagaimana
efeknya pada saat pengambilan gambar dengan kamera. Membuat tampak tua,
tampak sakit, tampak jahat/baik, dll.

2.2.4.3 Tahap Pasca Produksi


Tahap pasca produksi dalam pembuatan film adalah sebagai berikut :
1. Proses Editing
Proses editing merupakan usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan
film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Dalam kegiatan ini seorang
editor akan merekonstruksi potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru
kamera. Tugas editor antara lain sebagai berikut:
- Menganalisis skenario bersama sutradara dan juru kamera mengenai
konstruksi dramatisnya.
40

- Melakukan pemilihan shot yang terpakai (OK) dan yang tidak (NG) sesuai
shooting report.
- Menyiapkan bahan gambar dan menyusun daftar gambar yang
memerlukan efek suara.
- Berkonsultasi dengan sutradara atas hasil editingnya.
- Bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan semua materi gambar
dan suara yang diserahkan kepadanya untuk keperluan editing.

2. Review Hasil Editing


Setelah film selesai diproduksi maka kegiatan selanjutnya adalah pemutaran
film tersebut secara intern. Alat untuk pemutaran film dapat bermacam-macam,
dapat menggunakan VCD/DVD player dengan monitor TV, ataupun dengan PC
(CD-ROM) yang diproyeksikan dengan menggunakan LCD (Light Computer
Display). Pemutaran intern ini berguna untuk review hasil editing.
Jika ternyata terdapat kekurangan atau penyimpangan dari skenario maka
dapat segera diperbaiki. Bagaimanapun juga editor juga manusia biasa yang pasti
tidak luput dari kelalaian. Maka kegiatan review ini sangat membantu tercapainya
kesempurnaan hasil akhir suatu film.

(Gambar 2.25 Tugas Departemen Editing)


Sumber : job description pekerja film
41

2.3 Tinjauan Khusus


Agar mendapatkan referensi lebih mengenai museum film serta perancangan
kedepan bisa berjalan dengan baik, maka dilakukan kegiatan survei ke beberapa institusi
terkait seperti museum dan gedung film. Diantaranya adalah Museum Nasional Indonesia,
Museum Antara, dan Gedung Sinematek Indonesia.

2.3.1 Museum Antara


Museum Antara berlokasi di Jalan Antara no.59, Jakarta Pusat. Museum yang
dibangun sejak awal abad 20 ini masih digunakan hingga saat ini dan menjadi galeri foto
jurnalistik dan kafe. Museum ini juga sering digunakan sebagai tempat para jurnalis untuk
memamerkan hasil foto.

Gambar 2.26 Tampak Depan Museum Antara

2.3.1.1 Sejarah Museum Antara


Museum Antara yang juga kantor berita Antara didirikan tahun 1937 oleh
Adam Malik, Soemanang, A.M Sipahoetar dan Pandoe Kartawagoena ketika
semangat kemerdekaan nasional digerakkan oleh para pemuda pejuang. Gedung
Antara yang terletak di daerah Pasar Baru ini merupakan bangunan bersejarah
karena menyebarluaskan Proklamasi Kemerdekaan RI pada tahun 1945.
Layaknya museum, gedung ini menyimpan serta memamerkan berbagai
benda peninggalan wartawan sejak tahun 1945-1950. Karena kurang lebih
setengah abad, Antara sebagai salah satu kantor berita terbesar di dunia saat itu
bertekad untuk selalu menghadirkan berita dan foto mengenai peristiwa-peristiwa
penting secara lengkap dan cepat ke seluruh dunia.
Didukung dengan teknologi yang cukup canggih pada masa itu, Antara
memiliki jaringan komunikasi yang dapat menjangkau seluruh pelosok tanah air
42

dan dunia. Antara memiliki biro di setiap provinsi sertwa beberapa perwakilan di
setiap kabupaten. Agar dapat menyajikan berita luar negeri dengan persepsi
nasional., Antara mengendalikan biro di New York, Canberra, Kuala Lumpur,
Kairo dan Sana'a.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi global,
Antara juga menjalin kerjasama dengan baik secara komersial maupun non
komersial dengan kantor berita di seluruh dunia seperti AAP (Australia), Reuters
(Inggris), AFP (Perancis), Xinhua(Cina), dan lain-lainnya. Antara juga aktif dalam
berbagai organisasi regional maupun internasional, seperti ANEX (Asean News
Exchange), OANA (Organization of Asia Pacific News Agencies) dan NANAP
(Non-Aligned News Agencies Pool).
Sebagian besar dari misi sosial budaya, Antara mengelola galeri foto
jurnalistik (GFJA). Galeri ini telah banyak dikunjungi dan telah dikenal di
mancanegara, Belanda dan Australia pernah menyumbangkan foto-foto yang
dipamerkan di GFJA. Selain itu GFJA juga pernah bekerjasama dan
menyelenggarakan kursus foto jurnalistik.
Pada bulan Desember 2008, Direktorat Pemberitaan Antara meraih
sertifikasi ISO 9001-2000. ISO 9001-2000 merupakan sebuah penjelasan atas
persyaratan yang harus dipenuhi untuk sebuah sistem manajemen dengan mutu
yang baik. Ini merupakan bukti nyata bahwa semua individu di dalam Antara
berkomitmen untuk memperluas transformasi manajemen agar sistem manajemen
mutu dapat lebih kuat dari sebelumnya.

2.3.1.2 Visi dan Misi


Visi dari Museum Antara adalah menjadi penyedia jasa informasi
multimedia, pencerah dan duta informasi Indonesia. Dan untuk mendukung visi
tersebut maka mempunyai misi :
1. Penyedia jasa informasi dan komunikasi yang berorientasi pasar untuk
berbagai pemangku kepentingan yang dijalankan dengan tata kelola yang baik
dan berstandar internasional
2. Menjalankan aktivitas pembangunan karakter masyarakat berbasis
pengetahuan
3. Menyiarkan informasi untuk pencitraan Indonesia di luar negeri
4. Mengembangkan jurnalisme Indonesia.
43

2.3.1.3 Fungsi dan Tugas Pokok


Museum Antara sekarang memprioritaskan pelatihan bagi para jurnalis
kantor berita dan media untuk menghasilkan sebuah materi fotografi yang layak
publikasi dan layak dokumentasi serta mempunyai nilai berita dan nilai informasi
yang tinggi diperlukan suatu keterampilan dan kemampuan fotografi yang
memadai.
Maka daripada itu tujuan pelatihan dikhususkan memberikan pengetahuan
dan keterampilan dasar penguasaan teknik dan teori fotografi khususnya fotografi
jurnalistik. Selain itu sebagai fungsi utama dari museum, Antara juga menyimpan
benda koleksi peninggalan kantor Antara jaman dahulu yang dipamerkan kepada
masyarakat luas terkait sejarah gedung Antara terdahulu.

2.3.1.4 Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan di Museum Antara antara lain pameran galeri
foto yang wajib dan terus berlangsung hingga saat ini, dan ruang serba guna di
gedung sayap kanan yang berfungsi sebagai kafe dan biasa digunakan sebagai
acara talkshow, atau pertemuan komunitas dan pelatihan foto jurnalistik Antara
yang dikepalai oleh kantor berita Antara.

2.3.1.5 Fasilitas dan Ruang Khusus


Fasilitas dan ruang khusus terdiri :
1. Entrance
Entrance merupakan tempat masuk pengunjung, Museum Antara memiliki
dua pintu masuk utama pada sisi depan gedung karena Museum Antara
merupakan dua gedung yang digabungkan fungsinya, tetapi untuk setiap
harinya hanya satu pintu utama yang dibuka sebagai tempat masuk para
pengunjung.
44

Gambar 2.7 Pintu masuk utama Museum Antara


Sumber: Yoseph, 2015
2. Galeri Foto Jurnalistik
Setelah memasuki pintu utama, yang langsung dilihat oleh pengunjung
adalah galeri foto jurnalistik, dimana terdapat banyak foto jurnalis dengan tata
cahaya yang fokus terhadap foto-foto.

Gambar 2.8 Galeri foto Jurnalistik


Sumber : Yoseph, 2015

Gambar 2.29 Galeri Foto Jurnalistik


Sumber : Yoseph, 2015

3. Ruang Serba Guna dan Caf


Ruang serba guna berada di sayap kanan dari gedung antara, jika saat
masuk dan melewati galeri foto pengunjung berada di sayap kiri gedung.
Ruang serba guna biasa menjadi tempat pertemuan para komunitas dan acara
talkshow seputar jurnalistik yang diadakan
45

Gambar 2.30 Ruang serba guna


Sumber : Yoseph, 2015

Gambar 2.31 Ruang serba guna


Sumber : Yoseph, 2015

4. Area Pameran Museum


Lantai dua pada gedung dipakai sebagai museum, pada lantai dua terdapat
area duduk untuk menjamu tamu yang datang serta terdapat panel-panel yang
berisi kisah Pergerakan Nasional. Pada area ini juga disimpan peralatan
pengirim Morse yang dipakai memancarkan berita proklamasi ke seluruh
dunia, tustel dan mesin ketik kepunyaan Adam Malik, peralatan produksi dan
komunikasi yang pernah dipakai Antara.
46

Gambar 2.32 Ruang Tamu Museum


Sumber : Yoseph, 2015

Gambar 2.33 Panel Museum


Sumber : Yoseph, 2015

2.3.1.6 Elemen Interior


Elemen interior terdiri dari :
1. Lantai
Pada gedung ini, lantai dasar memakai keramik. Dan lantai dua yang
berbeda dengan menggunakan parket kayu agar beberapa koleksi yang
langsung bersentuhan dengan lantai tidak cepat berkarat karena kelembapan
lantai.
47

Gambar 2.34 Lantai dasar Gambar 2.35 Lantai dua


Sumber : Yoseph, 2015 Sumber : Yoseph, 2015

2. Dinding
Untuk dinding tidak ada penggunaan material khusus, hanya menggunakan
bata yang dicat putih dan sebagian area yang menggunakan gypsum.

Gambar 2.36 Dinding Galeri Gambar 2.37 Dinding Cafe


Sumber : Yoseph, 2015 Sumber : Yoseph, 2015

3. Ceiling
Pada ruang serba guna ceiling berbentuk kotak dalam jumlah banyak yang
merupakan balok dengan cat putih. Sedangkan pada lantai dua di area
museum, penggunaan berbagai macam warna pada ceiling ditampilkan.
Ditambah dengan ornamen bola dunia yang terdapat pada saat menaiki tangga
menuju lantai dua.
48

Gambar 2.38 Detail ceiling cafe Gambar 2.39 Detail ceiling Museum lantai 2
Sumber : Yoseph, 2015 Sumber : Yoseph, 2015

4. Pencahayaan
Pencahayaan pada tiap ruang berbeda-beda sesuai kebutuhan. Pada ruang
galeri menggunakan lampu LED untuk menyoroti foto-foto pada galeri.
Sedangkan pada ruang serba guna/cafe hanya menggunakan lampu downlight
dibagian tengah ruang. Dan pada ruang museum, pencahayaan berasal dari
lampu LED, pada waktu siang cahaya alami membantu masuknya cahaya
sehingga ruang museum tidak tampak gelap.

Gambar 2.40 Pencahayaan pada caf Gambar 2.41 Pencahayaan pada Museum
Sumber : Yoseph, 2015 Sumber : Yoseph, 2015

5. Penghawaan
Sistem penghawaan yang digunakan adalah AC central yang disalurkan
ketiap ruangan kedalam gedung. Penghawaan cukup sejuk dikarenakan
masing-masing ruang tidak terlalu besar dan tinggi ceiling yang standar
sehingga AC sangat membantu penghawaan pada tiap ruang.
49

2.3.2 Museum Nasional Indonesia

Gambar 2.42 Museum Nasional


Sumber : Yoseph, 2015

Museum Nasional merupakan salah satu gedung peninggalan kolonial Belanda


adalah sebuah lembaga warisan budaya dan pusat informasi edukatif dan rekreatif yang
berperan menyimpan dan melestarikan benda warisan budaya bangsa Indonesia. Hingga
saat ini koleksi yang dikelola kurang lebih berjumlah 141.899 benda yang terdiri atas
tujuh jenis koleksi yaitu prasejarah, arkeologi, keramik, numismtik, heraldik, sejarah,
etnografi dan geografi.
Museum Nasional merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara,
diresmikan pada tahun 1868 oleh Persatuan Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia, tapi
secara institusi museum ini lahir pada tahun 1778 saat pembentukkan Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen oleh pemerintah Belanda. Saat ini Museum
Nasional lebih dikenal sebagai Museum Gajah semenjak patung gajah yang dihadirkan
oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada 1871 berdiri di bagian depan museum.
Berbagai benda yang dipamerkan di museum ini menjawab kehidupan pra sejarah
nenek moyang kita dulu bahkan mengenal peradaban bangsa lain. Berbagai benda
prasejarah yang dipamerkan mulai dari zaman batu seperti arca-arca kuno, prasasti hingga
senjata purba yang berasal dari pelosok Nusantara. Sedangkan koleksi etnografi museum
ini merupakan yang terlengkap di dunia.

2.3.2.1 Sejarah Museum Nasional


Pada tanggal 24 April 1778 dengan dibentuknya sebuah wadah
perkumpulan intelektual dan ilmuwan Belanda yang berada di Hindia Belanda, di
50

kota Batavia yang bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en


Wetenschappen yang merupakan perkumpulan warga Batavia tentang seni dan
ilmu pengetahuan. Lembaga ini bertujuan mempromosikan penelitian dalam bidan
seni dan ilmu pengetahuan.
Salah seorang pendirinya adalah J.C.M Radermacher menyumbangkan
bangunan yang merupakan museum dan perpustakaan bagi masyarakat. Karena
semakin meningkatnya jumlah koleksi dari hari ke hari, Jenderal Sir Thomas
Stamford Raffles pada awal abad ke 19 membangun tempat baru di Jalan
Majapahit no.3 dan menamakannya Literary Society. Kemudian pada periode
berikutnya tahun 1862 pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk
membangun gedung museum yang baru yang tidak hanya berfungsi sebagai
kantor tetapi juga sebagai tempat perawatan dan memamerkan koleksi yang ada.
Pada tanggal 29 Februari 1950 lembaga ini menjadi Lembaga Kebudayaan
Indonesia dan selanjutnya pada tanggal 17 September 1962 diserahkan kepada
pemerintah Indonesia dan menjadi museum pusat. Berdasarkan keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 092/0/1979 tanggal 28 Mei 1979 menjadi
Museum Nasional.

2.3.2.2 Visi dan Misi


Visi Museum Nasional adalah memberdayakan museum untuk
kepentingan manusia, alam dan lingkungan. Sedangkan misi yang ingin dicapai
adalah :
1. Meningkatkan peran museum di masyarakat dan apresiasi masyarakat
terhadap museum
2. Meningkatkan profesionalisme permuseuman dan citra museum
3. Mengakomodasi permasalahan dan memperjuangkan kepentingan
permuseuman.

2.3.2.3 Fungsi dan Tugas Pokok


Museum Nasional sebagai lembaga resmi pemerintah di bawah Direktorat
Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata menjadi
pusat penelitian dan studi warisan budaya bangsa Indonesia. Museum Nasional
sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan
51

kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan


nasional serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa.
Museum Nasional berfungsi sebagai pusat informasi khasanah budaya
bangsa Indonesia yang bersifat edukatif kultural juga menyebarluaskan informasi
kepada masyarakat baik melalui pameran, penerbitan buku atau brosur dan
program kegiatan umum. Dalam mengadakan suatu kegiatan, museum ini selalu
mengupayakan pendeketan yang bersifat adaptif dan dapat diterima sesuai
tingkatan masyarakat.

2.3.2.4 Kegiatan
Selain dapat menikmati peninggalan prasejarah di museum ini,
pengunjung dapat meniti kehidupan nenek moyang sebelum mengenal tulisan di
jaman prasejarah, mengenal peradaban bangsa lain hingga kerajaan-kerajaan
terkuat di Asia Tenggara. Museum Nasional juga rutin mengadakan kegiatan lain
diluar pameran, diantaranya seperti acara talkshow, acara penghargaan dan masih
banyak lagi.

2.3.2.5 Elemen Interior


Elemen Interior terdiri dari :
1. Lantai
Untuk lantai, bagian dalam museum menggunakan material granit
berwarna cream. Penggunaan granit ini membuat ruangan tampak seragam
dengan konsep yang diterapkan.

Gambar 2.43 Lantai gedung Museum Nasional


Sumber : Yoseph, 2015
2. Dinding
52

Pada dinding museum, di dominasi oleh bata yang dilapisi cat warna putih
dan warna lain yang tetap natural, dan untuk beberapa area sudut
menggunakan granit yang seragam dengan lantai.

Gambar 2.44 Penggunaan Granit Gambar 2.45 Penggunaan cat


Sumber : Yoseph, 2015 Sumber : Yoseph, 2015

3. Ceiling
Pada ceiling museum tidak menggunakan trap-trap pada area pameran,
museum hanya menggunakan up ceiling di bagian tertentu seperti lobi dan
area khusus lainnya.

Gambar 2.46 Penggunaan up ceiling


Sumber : Yoseph, 2015

4. Pencahayaan
Dilihat dari pencahayaan, museum menggunakan cahaya buatan tetapi
dibantu cahaya alami yang dapat masuk kedalam ruangan. lighting tampak
53

fleksibel dengan penggunaan lampu LED pada fokus benda pameran dan
penggunaan lampu fluorescent dan downlight untuk membantu penerangan
interior museum.

Gambar 2.47 Penggunaan lampu downlight


Sumber : Yoseph, 2015

Gambar 2.48 Penggunaan lampu LED


Sumber : Yoseph, 2015
54

Gambar 2.49 Cahaya Alami dalam ruangan


Sumber : Yoseph, 2015
5. Penghawaan
Karena interior museum tertutup dan tidak semi outdoor sama sekali,
penghawaan dalam museum menggunakan AC central di setiap area ruangan.
Tanpa adanya udara yang masuk dari luar, tidak membuat penghawaan di
dalam ruangan tampak panas.

2.3.3 Sinematek Indonesia


Sinematek merupakan sebuah lembaga swasta non-profit yang bertujuan untuk
mengumpulkan dan melestarikan berbagai artefak terkait dengan perfilman nasional,
mulai dari film, skenario, majalah, kliping, biografi, data organisasi dan perusahaan film,
peralatan hingga undang-undang perfilman dan peraturan pemerintah.
Lembaga ini mulai dirintis pada akhir tahun 1970 oleh sineas (Alm.) H.Misbach
Yusa Biran dengan membuat pusat dokumentasi film di Institut Kesenian Jakarta. Dan
pada tanggal 20 Oktober 1975 dengan dukungan dari pemerintah pada saat itu, Sinematek
Indonesia berdiri.
Sinematek Indonesia adalah lembaga arsip film pertama di Asia Tenggara,
penggunaan nama Sinematek diilhami dari Cinematheque Francaise. Indonesia
menggunakan istilah Sinematek dengan tujuan untuk menghilangkan kesan bahwa
lembaga ini lembaga pasif dan hanya berurusan dengan benda kuno. Karena lembaga
Sinematek Indonesia merupakan suatu aktifitas kebudayaan yang aktif, maka lazimnya
menjadi pusat studi dan pusat aktifitas pengembangan budaya sinema.
Sejak 1995, Sinematek Indonesia berada dibawah lingkungan yayasan PPHUI
(Pusat Perfilman H.Usmar Ismail). Mulai tahun 1977 Sinematek Indonesia ikut
55

bergabung dengan FIAF (Federation Internationale des Archives du Film), dan juga
tergabung dalam SEAPAVAA (South East Asia-Pacific Audio Visual Achives
Association). Sehingga Sinematek Indonesia dari semula telah mempunyai hubungan
internasional yang cukup luas.
Di tengah maraknya teknologi informasi dengan minimnya dukungan secara
finansial dari pihak pemerintah, tetapi tetap bertahan demi berlangsungnya upaya
melestarikan sejarah sekaligus aset seni dan budaya yang tak ternilai sehingga dapat
dimanfaatkan oleh generasi bangsa saat ini dan yang akan datang.

Gambar 2.50 Gedung Perfilman H.Usmar Ismail


Sumber : remedy2011
2.3.3.1 Sejarah Sinematek Indonesia
Sinematek Indonesia dirintis sejak Januari 1971 dalam lingkungan LPKJ
(sekarang IKJ) dengan nama sebelumnya Pusat Dokumentasi Film. Yang
sebelumnya bukan arsip film melainkan menghimpun dokumen-dokumen untuk
kepentingan penulisan sejarah film Indonesia yang diajarkan di LPKJ. Dan setelah
mendapatkan orientasi di Netherlands dan negara Eropa lainnya muncul gagasan
mendirikan sebuah arsip film.
Pada tanggal 20 Oktober 1975 berdiri Sinematek Indonesia dengan surat
keputusan dari Gubernur DKI bersamaan dengan berdirinya gedung/lembaga
Pusat Perfilman H.Sofia W.D. Sinematek Indonesia merupakan penghimpuan dan
kepala Sinematek merupakan pimpinan Pusat Perfilman. Pusat Perfilman
menyedikan fasilitas ruangan bagi sekertariat semua organisasi perfilman dan
yayasan artis film.
56

Sejak Juli 1997, Sinematek Indonesia berada di gedung baru Pusat


Perfilman H.Usmar Ismail di Jalan HR. Rasuna Said, kav C-22 Kuningan, Jakarta.
Sinematek dibagi menjadi beberapa lantai, kantor sekretariat dan dokumentasi
berada di lantai 4, perpustakaan berada di lantai 5 serta ruang penyimpanan dan
perawatan benda berada di lantai dasar (basement).

2.3.3.2 Fungsi dan Tugas Pokok

Sejalan dengan sejarah kelahiran serta tempat lahirnya film Indonesia,


maka Sinematek berbeda dengan arsip film lainnya di dunia, yang lebih bersifat
sebagai sarana studi serta berupaya mengembangkan perfilman nasional
khususnya menunjang bidang studi dan apreasiasi.

Sejak awal koleksi Sinematek merupakan penunjang terpenting bagi studi


film di Institut Kesenian Jakarta, merupakan satu-satunya andalan bagi mereka
yang ingin mendapatkan panorama mengenai film Indonesia. Seluruh acara
panorama film Indonesia di semua festival internasional berasal dari koleksi
Sinematek.

Kini Sinematek secara relatif merupakan sumber data terlengkap mengenai


film dan perfilman Indonesia. Maka studi mengenai perfilman dapat dicari di
perpustakaan Sinematek. Sinematek juga selalu mengikuti acara pameran dan
kegiatan lainnya setiap FFI.

2.3.3.3 Elemen Interior

Elemen Interior terdiri dari :

1. Lantai

Lantai menggunakan keramik putih ukuran 30x30, karena bangunan ini sudah
cukup lama terlihat tidak ada perubahan atau renovasi yang dilakukan.
57

Gambar 2.51 Lantai Gedung Sinematek


Sumber : Yoseph, 2015

2. Dinding

Dinding pada gedung Sinematek semua menggunakan bata dengan finishing


cat putih, tidak ada dinding yang berbeda. Dikarenakan tidaka ada renovasi
untuk membuat gedung tampak lebih hidup.

3. Ceiling

Untuk bagian ceiling ruangan, semua menggunakan gypsum tanpa adanya


ceiling yang berinovasi.

Gambar 2.52 Ceiling Gedung


Sumber : Yoseph, 2015
58

4. Pencahayaan

Karena hampir tidak adanya cahaya alami yang dapat masuk kedalam gedung,
maka cahaya buatan berperan penuh sebagai sumber pencahayaan dengan
menggunakan lampu fluorescent dan downlight.

5. Penghawaan

Gedung sepenuhnya menggunakan AC sentral pada tiap ruang, terlebih lagi


pada ruangan arsip film yang membutuhkan suhu yang dingin agar film yang
disimpan tidak cepat rusak dan asam.

Gambar 2.53 AC sentral pada ruang Arsip Film


Sumber : Yoseph, 2015

Anda mungkin juga menyukai