Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI
1.1.1. Impetigo krustosa
Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis). lesi
pada kulit karena infeksi oleh staphylococcus aureus dan kelompok
streptococcus.1,
Impetigo krustosa adalah peradangan yang memberikan gambaran
vesikel yang dengan cepat berubah menjadi pustul dan pecah sehingga
menjadi krusta kering kekuningan seperti madu. Predileksi spesifik lesi
terdapat di sekitar lubang hidung, mulut, telinga dan anus.²
.
1.1.2. Ektima
Ektima ialah ulkus superfisial dengan krusta diatasnya di sebabkan oleh
infeksi oleh streptococcus. Sering diawali dengan trauma seperti gigitan
serangga , atau dermatitis. Kelainan kulit biasanya berlokasi di tungkai
bawah, yaitu tempat tang relatif banyak mendapat trauma. Lesi berupa
krusta tebal berwarna kuning dan lekat. Jika krusta diangkat tampak ulkus
dangkal.

1.1.3. Dermatitis kontak alergi


Dermatitis kontak merupakan dermatitis yang disebabkan oleh bahan/
atau substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis kontak alergi terjadi
pada seseorang yang telah mengalami sensititasi terhadap suatu bahan
penyebab/alergen.1
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah reaksi peradangan kulit
imunologik karena reaksi hipersensitivitas. Kerusakan kulit terjadi
didahului oleh proses sensititasi berupa alergen (fase sensititasi) yang
umumnya berlangsung 2-3 minggu. Bila terjadi pajanan ulang dengan
alergen yang sama atau serupa, periode hingga terjadinya gejala klinis
umumnya 24-48 jam (fase elisitasi). Alergen paling sering berupa bahan
kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da.2

1.2 SINONIM

1.2.1. Impetigo Krustosa

Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo tillbury fox.¹

1.2.2. Ektima

1.2.3. Dermatitis kontak alergi

Sinonim dermatitis ialah eksim, ada yang membedakan antara


dermatitis dan eksim, tetapi pada umumnya menganggap sama1

1.3 ETIOLOGI
1.3.1. Impetigo krustosa

Impetigo krustosa dapat disebabkan oleh staphylococcus aureus


dan/ atau Streptococcus B hemolitycus group A.3

1.3.2. Ektima

Streptococcus B hemolyticus.1

1.3.3. Dermatitis kontak alergi


Penyebab dermatitis kontak alergik adalah bahan kimia sederhana
dengan berat molekul rendah (< 1000 dalton), di sebut sebagai hapten,
bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum korneum
sehinggga mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup. Berbagai
faktor berpengaruh terhadap kejadian DKA, misalnya potensi
sensititasi, alergen, dosis per unitt area, luas daerah yang terkena, lama
pajanan, oklusi suhu, dan kelembaban.1

1.4 GEJALA KLINIS


1.4.1. Impetigo krustosa
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat
predileksi di wajah, yakni dari sekitar lubang hidung dan mulut, karena
dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa
eritema dan vesikelyang cepat memecah sehingga ketika penderita
datang berobat, yang terlihat hanyalah krusta tebal berwarna kuning
seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta
menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah. 1

1.4.2. Ektima

Tampak krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi di tungkai


bawah, yaitu tempat yang relatif banyak terdapat trauma. Jika krusta
diangkat lekat dan ternyata tampak ulkus yang dangkal.1

1.4.3. Dermatitis kontak alergi

Pasien umumnya mengeluh gatal, kelainan kulit bergantung pada


tingkat keparahan dan lokasi dermatitisnya pada stadium akut mulai
dengan makula eritematosa batas tegas, kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah dan
menyebabkan erosi atau eksudasi (basah). Pada DKA kronis, terlihat
kulit kering, berskuama, papul, likenifikkasi dan mungkin juga fisur,
berbatas tidak tegas.1

Dermatitis kontak alergi, terjadi berdasarkan mekanisme


hipersensitivitas tipe IV. Terdapat tiga tipe sesuai dengan perjalanan
penyakit, yaitu akut (eritem, edema, papul, vesikel, bula); sub akut (
eritem edema ringan dengan krusta); kronik (hiperpigmentasi,
likenifikasi,dan skuamasi). Lokasi dermatitis umumnya terjadi pada
daerah yang berkontak dengan bahan penyebab dan berbatas relatif
tegas, kecuali untuk bahan yang bersifat gas, uap karena dapat juga
mengenai daerah yang tertutup pakaian.2
1.5 PENUNJANG DIAGNOSA
1.5.1. Impetigo krustosa dan Ektima
Pemeriksaan penunjang seperti pewarnaan gram, biakan kuman, dan
tes serologi serta histopatologi.4
1.5.2. Dermatitis kontak alergi
Pemeriksaan penunjang adalah uji tempel. Terdapat 2 cara yaitu
terbuka dan tertutup, dengan prinsip menempelkan alergen yang di
curigai sebagai penyebab pada kulit dalam waktu 24-48 jam , bila
positif (sebagai agen penyebab) akan timbul dermatitis.3

1.6 DIAGNOSIS BANDING


1.6.1. Impetigo krustosa
Ektima.1

1.6.2. Ektima
Impetigo krustosa. Persamaannya, kedua duanya berkrusta berwarna
kuning. Perbedaannya, impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi
di wajah, dan dasarnya ialah erosi. Sebaliknya ektima terdapat pada
anak maupun dewasa, tempat predileksi ditungkai bawah, dan dasarnya
ialah ulkus.1

1.6.3. Dermatitis kontak alergi


Kelainan kulit pada DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, gambaran klinis dapat menyerupai dermatitis
atopi, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis.
Diangnosis banding yang terutama ialah DKI. Pada keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu di pertimbangkan untuk menentukan,
apakah dermatitiis tersebut merupakan dermatitis kontak alergi.1
1.7 PENGOBATAN
1.7.1. Impetigo krustosa dan Ektima
1.7.1.1. Penatalaksanaan Farmakoterapi2
a. Topikal
 Bila banyak pus/krusta, dilakukan kompres terbuka dengan
permanganaskalikus (PK) 1:5000 atau yodium povidon 7,5% yang
dilarutkan 10 kali.
 Bila tidak tertutup pus/ krusta di birikan salap atau krim asam
fusidat 2% atau mupirosin 2%, dioleskan 2-3 kali sehari selama 7-
10 hari.
b. antibiotik oral dapat diberikan dari salah satu golongan di bawah ini:
 penisilin yang resisten terhadap penisilinase, seperti : oksasilin,
kloksasilin, diklosasilin dan flukosasilin.
- Dosis dewasa : 3x 250-500 mg/hari, selama 5-7 hari,
- Dosis anak :50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 5-7
hari.
 Amoksisilin dengan asam klavulanat
- Dosis dewasa : 3 x 250-500 mg
- Dosis anak : 25 mg/kgBB/ hari terbagi dalam 3 dosis, selama 5-7
hari
 Klindamisin 4 x 150 mg/ hari, pada infeksi berat, dosisnya 4 x 300-
450 mg/ hari
 Eritromisin : dosis dewasa: 4 x 250-500 mg/ hari, anak: 20-50
mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis, selama 5-7 hari
 Sefalosporin, misalnya sefadroksil dengan dosis 2x 500 mg atau
1000 mg/ hari.2
1.7.1.2. Non Farmakoterapi2
 Terapi suportif dengan menjaga higiene, nutrisi, dan stamina tubuh.
 Konseling dan edukasi
Edukasi pasien dan keluarga untuk pencegahan penyakit dengan
menjaga kebersihan diri dan stamina tubuh
1.7.2. Dermatitis kontak alergi
1.7.2.1. Farmakoterapi2
a. Topikal (2 kali sehari)
 Pelembab krim hidrofilik urea 10%
 Kortikosteroid : desonid krim 0,05% (catatan : bila tidak
tersedia dapat di gunakan fluosinolon asetonid krim
0,025%)
 Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi, dapat di berikan golongan betametason
valeratkrim 0,1% atau metametason furoat krim 0,1%)
 Padakasus infeksi sekunder, perlu di pertimbangkan
pemberian antibiotik topikal.
b. Oral sistemik
 Antihistamin hidroksisin 1 x25 mg/hari selama
maksimal 2 minggu atau
 Loratadin 1x 10 mg/ hari selama maksimal 2 minggu.

1.7.2.2. Non farmakologi2

 Pasien perlu mengidentifikasi faktor resiko, menghindari


bahan bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia,
mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan PH netral dan
mengandung pelembab serta memakai alat pelindung diri
untuk mengindari kontak alergen saat bekerja.
 Konseling dan edukasi
1. Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah
saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
2. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan dan sepatu boot.
3. Memodifikasi lingkungan tempat kerja

BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN


a. Nama : An. B.M.
b. Nama orang tua : Tn. R. M
c. Umur : 2,2 tahun
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Agama : Kristen Protestan
f. Suku : Papua
g. Pekerjaan :-
h. Alamat : Perumahan Pemda Pasir II
i. Status : Belum Menikah
j. Tanggal masuk : 27-02-2017

2.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke Poli Penyakit Kulit dan Kelamin dengan keluhan
Luka dan bekas luka pada telinga, hidung, kepala, dan kaki kiri di sertai
rasa gatal.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan orang tuanya dengan keluhan luka dan bekas
luka pada telinga, hidung, mata kepala, dan kaki. Ibu pasien mengatakan
Luka pertama kali timbul pada telinga sejak 2 minggu yang lalu, dengan
didahului bintil-bintil berair yang disekitarnya terdapat bercak bercak
merah, kulit di sekitar lesi lecet dan kemudian menjadi koreng yang
berwarna merah . Luka mengering dan membentuk kerak yang berwarna
kuning. Pasien merasa gatal. Ibu pasien mengatakan pasien sering
mengkonsumsi mie instan dan telur. Ibu pasien juga mengatakan pasien
demam. Sebelumnya ibu pasien sudah membawa pasien berobat ke
puskesmas sejak 1 minggu yang lalu namun tidak ada perubahan. Ibu
pasien tidak mengingat obat yang di berikan dari puskesmas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan dan sakit seperti ini


sebelumnya

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda Vital
- Keadaan umum : tampak sakit ringan
- Kesadaran : compos mentis
- Tekanan darah : dalam batas normal
- Nadi : dalam batas normal
- Respirasi : dalam batas normal
- Suhu : dalam batas normal
2. Status Generalis
a. Kepala : simetris (+), kelainan (-)
b. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
(-/-), pupil isokor D=S
c. Telinga : deformitas (-), sekret (-)
d. Hidung : deviasi (-)
e. Mulut : kandidiasis oral (-), tonsil (T1=T1), lidah kotor (-)
f. Leher : trakea letak normal, pembesaran KGB (-)
g. Thorax
1) Pulmo
- inspeksi : simetris, ikut gerak napas, retraksi interkostalis (-)
Jejas (-)
- palpasi : vocal fremitus (D=S)
- perkusi : sonor di kedua lapang paru
- auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
2) Cor
- inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V garis midklavikula
sinistra
- perkusi : pekak (batas jantung dalam batas normal)
- auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-) S3 gallop (-)
3) Abdomen
- inspeksi : tampak datar, jejas (-)
- auskultasi : bising usus (+) normal 3x/15 dtik
- palpasi : nyeri tekan (-)
- perkusi : Tympani
4) Ektremitas : akral hangat, capillary refill time < 2 dtk, edema
(-)
3. Status Dermatologis
a. Distribusi : Bilateral
b. Lokasi : Regio dorsum pedis samapai malleolus lateralis
kanan dan kiri terdapat macula besar (patch) berbentuk ireguler
berbatas tidak tegas
c. Efloresensi : Makula besar (patch) hipopigmentasi berbentuk
ireguler, berbatas tegas, skuama hipopigentasi berbentuk ireguler,
berbatas tegas

2.4 DIAGNOSIS KERJA


- Impetigo krustosa
- Ektima
- Dermatitis kontak alergi

2.5 DIAGNOSIS BANDING


- Dermatitis atopi
- Dermatitis numularis
- Dermatitis seboroik
- Dsoriasis
- Dermatitis kontak iritan

2.6 PENATALAKSANAAN

Farmakologi

- Eritromicin 140 mg/ hari


- CTM 1/3 tablet
- Metilprednisolon 1/3 tablet
- Fusycom salap
- Nacl 0,9%

2.7 PROGNOSIS
- Ad bonam

BAB III

PEMBAHASAN
Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa pasien An. B.M. berusia 2,2 tahun
didiagnosis dengan impetigo krustosa, ektima dan dermatitis kontak alergi.
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
Berdasarkan anamnesis, Pasien datang dengan ibunya dengan keluhan luka dan
bekas luka pada telinga, hidung, mata kepala, dan kaki. Ibu pasien mengatakan
Luka pertama kali timbul pada telinga sejak 2 minggu yang lalu, dengan didahului
bintil-bintil berair yang disekitarnya terdapat bercak bercak merah, kulit di sekitar
lesi lecet dan kemudian menjadi koreng yang berwarna merah . Luka mengering
dan membentuk kerak yang berwarna kuning. . Sebelumnya ibu pasien sudah
membawa pasien berobat ke puskesmas sejak 1 minggu yang lalu namun tidak ada
perubahan. Ibu pasien tidak mengingat obat yang di berikan dari puskesmas. Pasien
baru pertama kali mengalami kelainan pada kulit seperti ini. Ibu pasien mengatakan
pasien sering mengkonsumsi mie instan dan telur.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan efloresensi makula eritematosa, dengan


batas Sirkumkrip disekitar vesikel, tampak juga Erosi , eksoriasi, dan ulkus yang
berdarah, juga terdapat krusta tebal tebal pada ulkus yang sudah mengering..
distribusi lesi multiple pada regio Regio aurikularis dextra, sekitar regio nasal
inferior, regio parietalis, sekitar regio orbitalis dextra, regio parietalis, dan regio
cruris anterior dan lateral.

gambaran efloresensi dan predileksi pada pasien sesuai dengan efloresensi pada
penyakit kulit yang di sebabkan oleh bakteri (pioderma), yaitu impetio krustosa dan
Ektima.

Impetigo krustosa, hanya terdapat pada anak, tempat predileksi di wajah, yakni
dari sekitar lubang hidung dan mulut, hal ini sesuai dengan usia dan tempat
predileksi lesi kulit pada pasien. Kelainan kulit impetigo krustosa berupa eritema
dan vesikel yang cepat memecah, lesi mengering dan terdapat krusta tebal
diatasnya, sesuai dengan efloresensi pada pasien.

Ektima terdapat pada anak maupun dewasa. Tampak krusta tebal berwarna
kuning, biasanya berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak
terdapat trauma. Jika krusta diangkat lekat dan ternyata tampak ulkus yang dangkal.
Tempat predileksi dan Gambaran lesi ektima Sesuai dengan eflorensi lesi pada
pasien, dimana terdapat Ulkus dengan krusta tebal diatasnya, dan tempat predileksi
pada pasien juga ditungkai bawah (regio kruris dekstra anterior dan lateral).

Dermatitis kontak Alergi didiangnosa berdasarkan anamnesis, dimana pasien


sering mengkonsumsi supermi dan telur, hal ini dapat memicu terjadinya dermatitis
alergi, misalnya pada orang orang yang hipersensitive terhadap zat yang terdapat
pada bahan makanan tertentu. Pasien umumnya mengeluh gatal, kelainan kulit
bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi dermatitisnya pada stadium akut
mulai dengan makula eritematosa batas tegas, kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah dan menyebabkan
erosi atau eksudasi (basah).

Penatalaksanaan Pasien ini dengan memberikan obat sistemik berupa antibiotik,


antihistamin dan kortikosteroid. Pasien di berikan antibiotika sistemik oleh karena
lesi pada kulit banyak, sehingga akan lebih efektif dalam pengobatan pasien.
Antihistamin di berikan untuk mengatasi reaksi atau gejala alergi pada pasien.
Kortikosteroid sistemik juga diberikan karena mempunyai efek antiinflamasi dan
imunosupresan. Pasien juga di berikan antibiotik topikal asam fusidat dan NaCL
untuk membersihkan krusta. Pasien dan keluarga untuk pencegahan penyakit
dengan menjaga kebersihan diri dan stamina tubuh. dan menghindari makanan yang
dapat memicu alergi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, Sri Adi. Suria Djuanda. Dermatitis in Djuanda A, et al. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2013.
2. Harahap, M. Liken Simplek Kronik in Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates.
2000. Jakarta. (16-17)
3. Siregar RS. Neurodermatitis Sirkumskripta in Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit. EGC. 2005. Jakarta. (129-131)
4. Hogan DJ. Lichen Simplex Chronicus. diunduh dari
emedicine.medscape.com/article/1123423-overview#a0199
5. Wolff, Klaus. Lichen Simplek Chronic / Prurigo Nodularis in Fitspatricks’s
Dermatology In General Medicine. Edisi ke-7. Mc Graw Hill Medical. New
York.
6. Mansjoer, Arief. dkk. Neurodermatitis Sirkumskripta in Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius. 2000. Jakarta. (3) (89)
7. Abidin Zaenal, et al.2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai