Rico dan Isteri menikah, tetapi tidak memiliki anak. NPWP hanya dimiliki Rico sebagai kepala
keluarga. Rico bekerja di PT. Sumber Makmur. Penghasilan netto tahun 2015 yang diperoleh
Rico sebesar Rp. 100.000.000,-. Sedangkan istrinya bekerja di PT. Maju Terus dengan
penghasilan netto setahun Rp. 50.000.000,-. Atas penghasilan mereka sudah di potong pajak oleh
pemberi kerja dengan perhitungan sebagai berikut:
Suami
Penghasilan Netto 100.000.000
PTKP (K/0) (26.325.000)
Penghasilan Kena Pajak 73.675.000
PPh Terutang setahun
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 23.675.000 = 3.551.250
Jumlah 6.051.250
Isteri
Penghasilan Netto 50.000.000
PTKP (TK/0) (24.300.000)
Penghasilan Kena Pajak25.700.000
PPh Terutang setahun
5% x 25.700.000 1.285.000
Sementara jika isteri Rico memiliki NPWP sendiri, maka penghitungan PPh terutangnya akan
digabung.
Jumlah 9.906.250
Perhitungan untuk SPT tahunan PPh suami
PPh terutang
(100.000.000/150.000.000) x 9.906.250 6.604.167
Kerdit pajak PPh 21 (6.051.250)
PPh kurang bayar 552.917
Dari ilustrasi di atas dapat dilihat jika isteri memiliki NPWP sendiri ada kekurangan pajak
sebesar Rp. 2.570.000,- yang harus dibayar Rico dan isteri. Sementara jika NPWP hanya dimiliki
oleh Rico maka tidak ada kekurangan pajak, karena telah dipotong perusahaan.
Dengan menyandingkan konsekuensi pengenaan pajak jika isteri memiliki NPWP sendiri
terpisah dari suami, akan jadi pertimbangan Wajib Pajak sebelum memutuskan apakah sebaiknya
isteri ber-NPWP sendiri atau tidak. Sehingga kasus Rico tak perlu terulang.