Anda di halaman 1dari 32

Interaksi Obat

(Dra. Retno Gitawati, Apt., MS)

Pendahuluan.
Interaksi obat adalah keadaan dimana efek farmakologik (farmakodinamik
dan/atau farmakokinetik) dari suatu obat mengalami perubahan akibat berinteraksi
antar obat itu sendiri, ataupun dengan obat lain.

Perubahan yang terjadi dapat berupa efek yang memang dikehendaki


(Desirable Drug Interaction), misalnya terjadinya efek sinergistik (efek obat
meningkat karena adanya obat/senyawa lainnya); ataupun efek yang tidak
dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs), yang lazimnya
menyebabkan efek samping obat dan/atau toksisitas akibat meningkatnya kadar
obat di dalam plasma, atau menurunnya kadar obat dalam plasma sehingga hasil
terapi menjadi tidak optimal.

Obat yang dipengaruhi efeknya disebut “object drug” atau “index drug”,
sedangkan obat lainnya yang mempengaruhi disebut “precipitant drug”
- Contoh index drugs antara lain: antikoagulan (warfarin, kumarin), digoksin,
dilantin, obat-obat sitostatika, kontrasptik hormonal.
- Contoh precipitant drug antara lain: aspirin, fenilbutazon, sulfa
Warfarin yang diberikan bersama (concomitant) dengan aspirin menyebabkan efek
warfarin meningkat dan terjadi efek samping perdarahan hebat.

Selain interaksi antar obat (drug-drug interaction), dapat juga terjadi interaksi
antara obat dengan herbal/tanaman obat (drug-plant interactions), maupun antar obat
dengan makanan/minuman (drug-food interactions)
Contoh:
- Jika sedang minum obat-obat antidepresan golongan monoamine oxidase
inhibitors/MAOI (penghambat monoamin oksidase) tidak boleh makan makanan
yang mengandung tiramin (misalnya keju), karena dapat terjadi krisis hipertensi.
- Jika sedang minum obat antihiperlipidemia golongan statin tidak boleh bersamaan
dengan minuman grape fruit juice, karena efek samping statin akan meningkat
(terjadi rabdomyelitis).

Drug Interaction- 2012 1


Pada keadaan tertentu, interaksi dapat terjadi tanpa melibatkan efek apapun dari
suatu obat. Misalnya, adanya suatu obat dalam darah dapat mempengaruhi beberapa
jenis tertentu analisis laboratorium (analytical interference). Misalnya, vitamin C
dosis tinggi mempengaruhi analisis laboratorium untuk glukosa darah, hemoglobin,
dan nitrit dalam urin.

Interaksi tersebut di atas dapat terjadi karena pengguna-salahan (misuse) akibat


ketidaktahuan akan adanya zat aktif tertentu dalam suatu senyawa/tanaman/makanan
yang berinteraksi dengan obat yang diminum.
Oleh karena itu, adalah sangat penting memahami kemungkinan terjadinya interaksi
dalam penggunaan obat guna menghindari timbulnya efek samping yang merugikan
serta guna tercapainya hasil terapi yang optimal.

Implikasi klinis interaksi obat.

A. Interaksi obat yang tidak dikehendaki

Interaksi obat sering dianggap sebagai sumber terjadinya efek samping obat
(adverse drug reactions), yakni jika metabolisme suatu obat terganggu akibat adanya
obat lain dan menyebabkan peningkatan kadar plasma obat indeks sehingga terjadi
toksisitas.
Sebaliknya, interaksi antar obat juga dapat menurunkan kadar plsama obat
indeks sehingga efikasi obat tersebut menurun dan efek terapi tidak tercapai.
Interaksi obat demikian tergolong sebagai interaksi obat ”yang tidak dikehendaki”
atau Adverse Drug Interactions (ADIs). Meskipun demikian, beberapa interaksi obat
adakalanya tidak selalu harus dihindari karena tidak selamanya serius untuk
mencederai pasien.

Banyak faktor berperan dalam terjadinya interaksi obat yang tidak


dikehendaki (ADIs) yang bermakna secara klinik, antara lain faktor usia, faktor
penyakit, genetik, dan penggunaan obat-obat preskripsi bersama-sama beberapa obat-
obat OTC sekaligus.
1. Usia lanjut lebih rentan mengalami interaksi obat. Pada penderita diabetes
melitus usia lanjut yang disertai menurunnya fungsi ginjal, pemberian
penghambat ACE (misal: kaptopril) bersama diuretik hemat kalium (misal:

Drug Interaction- 2012 2


spironolakton, amilorid, triamteren) menyebabkan terjadinya hiperkalemia
yang mengancam kehidupan.
2. Beberapa penyakit seperti
 penyakit hati kronik dan kongesti hati menyebabkan penghambatan
metabolisme obat-obat tertentu yang dimetabolisme di hati. Pemberian
obat yang dimetabolisme di hati bersama dengan obat-obat yang
merupakan penghambat enzim pemetabolis hati (misalnya simetidin)
pada penderita kelainan fungsi hati menyebabkan metabolisme obat
terhambat sehingga toksisitasnya dapat meningkat.
 Pada penderita disfungsi ginjal, ekskresi aminoglikosida menurun
sehingga kadar obat ini dalam plasma meningkat. Pemberian relaksans
otot bersama aminoglikosida pada keadaan ini akan berinteraksi dan
dapat menyebabkan efek relaksans otot meningkat, kelemahan otot
meningkat, dan terjadi depresi pernapasan.
3. Faktor genetik a.l. polimorfisme adalah salah satu faktor genetik yang
berperan dalam interaksi obat. Pemberian fenitoin bersama INH pada
kelompok polimorfisme asetilator lambat dapat menyebabkan toksisitas
fenitoin meningkat.
4. Obat-obat OTC seperti antasida, NSAID dan rokok yang banyak digunakan
secara luas dapat berinteraksi dengan banyak sekali obat-obat lain.
5. Bentuk sediaan obat tertentu, misalnya tablet lepas–lambat (sustained
release tablet) akan berada lebih lama di dalam saluran cerna sehingga
memperbesar kemungkinan terjadinya interaksi jika diberikan bersamaan
dengan obat lain yang berpotensi berinteraksi.
6. Cara pemberian obat dapat mempengaruhi efektifitas obat tertentu jika
diberikan bersama makanan/minuman. Misalnya, tetrasiklin akan menurun
efektivitasnya jika diberikan bersama susu. Obat-obat hipnotik/sedatif akan
meningkat efeknya jika diminum bersama alkohol. Obat-obat penghambat
MAO jika diminum/diberikan bersama kopi, coklat, keju menyebabkan
hipertensi berat.
7. Urutan minum obat harus diperhatikan jika menggunakan lebih dari 1 jenis
obat yang kemungkinan berinteraksi. Pemebian masing-masing obat harus
diberi interval/jarak waktu 1 – 2 jam. Contoh, pemberian tetrasiklin dengan
antasida, tidak boleh bersamaan. Beri antasida terlebih dahulu, 2 jam

Drug Interaction- 2012 3


kemudian baru tetrasiklin diberikan. Demikian pula, beberapa obat tertentu
(misal antibiotika, statin) dapat terhambat absorpsinya jika diberikan secara
bersamaan dengan kaolin/pektin (anti diare).
8. Polifarmasi (penggunaan lebih dari satu jenis obat sekaligus/bersamaan)
memperbesar risiko terjadinya interaksi obat. Semakin banyak jumlah jenis
obat yang diberikan, semakin besar kemungkinan terjadi interaksi.
Kemungkinan banyaknya interaksi dijelaskan dengan rumus berikut:
Jumlah interaksi = ½ n (n – 1)
n = jumlah jenis obat.

Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi klinis jika:
1. obat indeks memiliki batas keamanan sempit (narrow margin of safety),
contoh antikoagulan (warfarin), antikonvulsan (fenitoin), digitalis
2. mula kerja (onset of action) obat cepat, terjadi dalam waktu 24 jam;
3. dampak ADIs bersifat serius atau berpotensi fatal dan mengancam
kehidupan, misalnya terjadi perdarahan berat karena antikoagulan diberikan
bersama dengan antiplatelet;
4. obat indeks dan presipitant lazim digunakan dalam praktek klinik secara
bersamaan dalam kombinasi, misalnya obat-obat psikotropik untuk gangguan
psikiatrik, .
Oleh karena memiliki implikasi klinis, maka dalam penggunaan bersama obat-obat
lain harus benar-benar diperhatikan kemungkinan terjadinya interaksi yang
merugikan.

B. Interaksi obat yang dikehendaki

Adakalanya penambahan obat lain (presipitan) justru diperlukan untuk


meningkatkan atau mempertahankan/memelihara (maintenance) kadar plasma
obat-obat tertentu sehingga diperoleh efek terapetik yang diharapkan. Selain itu,
penambahan obat lain diharapkan dapat mengantisipasi atau mengantagonis efek
obat (index drug) yang berlebihan.

Penambahan obat lain dalam bentuk kombinasi (tetap ataupun tidak tetap)
kadang-kadang disebut pharmacoenhancement, juga sengaja dilakukan untuk

Drug Interaction- 2012 4


mencegah perkembangan resistensi, meningkatkan kepatuhan, dan menurunkan
biaya terapi karena mengurangi regimen dosis obat yang harus diberikan.
Berikut adalah contoh-contoh interaksi antar obat yang diharapkan menghasilkan efek
yang dikehendaki:
Kombinasi anti-aritmia yang memiliki waktu paruh singkat (misalnya
prokainamid), dengan simetidin dapat mengubah parameter farmakokinetik
prokainamid. Simetidin akan memperpanjang waktu paruh prokainamid dan
memperlambat eliminasinya. Dengan demikian frekuensi pemberian dosis
prokainamid sebagai anti aritmia dapat dikurangi dari setiap 4-6 jam menjadi setiap 8
jam/hari, sehingga kepatuhan pasien dapat ditingkatkan.
Dalam regimen pengobatan HIV, diperlukan kombinasi obat-obat penghambat
protease untuk terapi HIV dengan tujuan mengubah profil farmakokinetik obat-obat
tersebut. Misalnya, penghambat protease lopinavir jika diberikan tunggal
menunjukkan bioavailabilitas rendah sehingga tidak dapat mencapai kadar plasma
yang memadai sebagai antivirus. Dengan mengombinasikan lopinavir dengan
ritonavir dosis rendah, maka bioavailabilitas lopinavir akan meningkat dan obat
mampu menunjukkan efikasi sebagai antiviral. Ritonavir dosis rendah tidak memiliki
efek antiviral namun cukup adekuat untuk menghambat metabolisme lopinavir di usus
dan hati.
Kombinasi obat-obat anti malaria dengan mula kerja cepat tetapi waktu
paruhnya singkat (misal, artemisinin) dengan obat anti malaria lain yang memiliki
waktu paruh lebih panjang (misalnya lumefantrin), akan meningkatkan efktivitas
obat anti malaria tersebut dan mengurangi relaps.
Kombinasi obat-obat anti tuberkulosis diharapkan akan memperlambat
terjadinya resistensi. Kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat untuk
mencegah perkembangnya resistensi.
Penambahan atau pemberian beberapa obat dalam kombinasi untuk
mengurangi dosis obat yang dibutuhkan atau mengurangi efek samping obat indeks.
Misalnya, kombinasi beberapa obat antihipertensi mengurangi dosis obat yang harus
diberikan sehingga efek samping berkurang; kombinasi levodopa dan karbidopa
untuk penyakit Parkinson mengurangi efek samping dari levodopa.
Pemberian obat presipitan sebagai antagonis atau antidotum untuk mengkonter
efek samping obat indeks adalah contoh lain dari interaksi antar obat yang
dikehendaki. Misalnya, pemberian antikolinergik untuk mengatasi efek samping

Drug Interaction- 2012 5


ekstrapiramidal dari obat-obat anti emetik dan anti psikotik; pemberian nalokson
untuk mengatasi overdosis opium; pemberian atropin untuk intoksikasi
antikolinesterase, pemberian adrenalin untuk mengatasi syok anafilaktik obat dsb.

Obat Indeks dan Obat Presipitan

Obat Indeks (index drugs) adalah obat yang diubah atau dipengaruhi efek
farmakologiknya oleh obat/bahan lain.
Ciri-ciri obat indeks sbb.:
a. Obat-obat dimana adanya perubahan sedikit saja pada dosis obat ® akan
berakibat terjadinya perubahan besar pada efek klinik obat tsb. Secara
farmakologik, obat-obat ini mempunyai kurva dosis respons tajam
dimana jika kadar obat berkurang sedikit saja, makan efikasi kliniknya
akan menurun cukup signifikan.
b. Obat2 yang memiliki low margin of safety / low toxic-therapeutic ratio.
Adanya peningkatan sedikit saja dosis/kadar obat tersebut ® dapat
menimbulkan peningkatan efek toksik yang signifikan.
Contoh obat indeks:
- Antikoagulan: warfarin, dikumarol
- Antikonvulsan: fenitoin
- Antiaritmia: lidokain, prokainamid
- Antidiabetik oral: tolbutamid, klorpropamid
- Antibiotika: aminoglikosida (gentamisin, vankomisin)
- Glikosida jantung: digoksin
- Imunosupresan: sikloserin
- Kontraseptik hormonal
- Obat-obat SSP: gol. benzodiazepin, litium
- Sitostatika: 5-fluorourasil, metotreksat
- Teofilin

Drug Interaction- 2012 6


Obat Presipitan (precipitant drugs) adalah obat lain yang mempengaruhi/
mengubah efek obat indeks.
Ciri-ciri obat presipitan sbb.:
a. Obat-obat yang mempunyai ikatan protein (albumin) kuat . Obat-obat
ini akan menggusur (displaced) obat lain (obat indeks) yang ikatan
proteinnya lebih lemah, sehingga kadar plasma obat yang ‘tergusur’ akan
meningkat.
Contoh obat presipitan dengan ciri ini adalah: aspirin, fenilbutazon, sulfa
b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang
(inducer) enzim-enzim pemetabolisme di hati.
enzyme inhibitor ® menghambat metabolisme obat indeks ® kadar
obat indeks ® toksisitas
contoh: fenilbutazon, simetidin, kloramfenikol, allopurinol
enzyme inducer ® mempercepat eliminasi (metabolisme) obat indeks
® kadar plasma obat indeks ¯ ® efikasi ¯
contoh: rifampisin, karmamazepin, fenitoin, fenobarbital
c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /mengubah fungsi ginjal sehingga
eliminasi obat-obat lain (obat indeks) akan dimodifikasi.
Contoh: probenesid, diuretika
Ciri-ciri obat presipitan seperti dijelaskan di atas adalah yang terkait dengan
interaksi secara farmakokinetik, terutama pada proses distribusi (ikatan protein),
metabolisme, dan ekskresi ginjal.

Mekanisme Interaksi Obat

Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yakni 1) interaksi


secara farmasetik (inkompatibilitas); 2) interaksi secara farmakokinetik dan 3)
interaksi secara farmakodinamik.

1. Interaksi farmasetik:
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat
langsung dan dapat secara fisika atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi,
perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat
menjadi tidak aktif. Sering terjadi pada pada obat-obat yang dicampur dalam cairan
secara bersamaan, misal dlm infus atau injeksi

Drug Interaction- 2012 7


Contoh: interaksi karbenisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan
larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl fisiologik,
terjadi presipitasi.
Interaksi farmasetik secara fisika, sangat bergantung pada sifat2 fisik dan bentuk
sediaan obat, terjadi saat pencampuran
Contoh:
a). obat berubah menjadi basah (higroskopis):
- K/Na bromida
- Pembebasan air kristal: Mg2SO4.7H2O + Na2CO3.H2O
- Terjadi campuran eutetik: menthol + camphor/thymol
b). Terjadi adsorpsi obat berkhasiat:
- Norit + papaverin, antibiotika ® adsorpsi bahan berkhasiat obat
- Kaolin, bolus alba ® menyerap obat lain
- Terjadi campuran eutetik: menthol + camphor/thymol

Interaksi farmasetik secara kimiawi yaitu jika terjadi reaksi kimia jika 2 atau lebih
obat dicampur, atau terbentuk zat baru dg khasiat berbeda dari bahan asal semula.
Contoh:
a) Terbentuk zat yang lebih toksik
- Acetosal + quinine ® quinotoxin
- Hg2Cl2 (Calomel) + KI ® Hg2I2
b) Terbentuk garam komplek yang tidak larut
- Tetrasiklin + garam kalsium (fosfat, karbonat) ® terbentuk senyawa
chelate yang tidak larut ® tidak dapat diabsorpsi ® tetrasiklin tidak aktif

2. Interaksi farmakokinetik:
Interaksi dalam proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi (ADME) yang terjadi di saluran cerna, hati, ginjal, dan dapat
meningkatkan ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat secara
farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak
berlaku) untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan
karena adanya perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik
yang berbeda. Contohnya, interaksi farmakokinetik oleh simetidin (H2-bloker) tidak

Drug Interaction- 2012 8


dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi farmakokinetik oleh terfenadin, aztemizole
(antihistamin non-sedatif) tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya.

3. Interaksi farmakodinamik:
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada
sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
yang aditif, potensiasi, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar
plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya
dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi (class effect), karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek
farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat
diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja
obat.
Contoh interaksi obat pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya:
interaksi antara β-bloker dengan agonis-β2 pada penderita asma; interaksi antara
penghambat reseptor dopamin (haloperidol, metoclopramid) dengan levodopa pada
pasien parkinson.
Beberapa contoh interaksi obat secara fisiologik serta dampaknya antara lain
sebagai berikut: interaksi antara aminoglikosida dengan furosemid akan
meningkatkan risiko ototoksik dan nefrotoksik dari aminoglikosida; β-bloker dengan
verapamil menimbulkan gagal jantung, blok AV, dan bradikardi berat; benzodiazepin
dengan etanol meningkatkan depresi susunan saraf pusat (SSP); kombinasi obat-obat
trombolitik, antikoagulan dan anti platelet menyebabkan perdarahan.
Penggunaan diuretik kuat (misal furosemid) yang menyebabkan perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit seperti hipokalemia, dapat meningkatkan toksisitas
digitalis jika diberikan bersama-sama. Pemberian furosemid bersama relaksan otot
(misal, d-tubokurarin) menyebabkan paralisis berkepanjangan. Sebaliknya,
penggunaan diuretik hemat kalium (spironolakton, amilorid) bersama dengan
penghambat ACE (kaptopril) menyebabkan hiperkalemia. Kombinasi antihipertensi
dengan obat-obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) yang menyebabkan retensi
garam dan air, terutama pada penggunaan jangka lama, dapat menurunkan efek
antihipertensi.

Drug Interaction- 2012 9


Pasien Berisiko
Kelompok pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami interaksi obat adalah sebagai
berikut:
1. Pasien geriatrik (usia lanjut > 65 th)
2. Pasien pediatrik (neonatus dan infant)
3. Pasien sakit berat/kritis (critically ill patients)
4. Pasien HIV/AIDS
5. Pasien pasif (passive patiens)
6. Penyalah-guna Obat (Drug abusers)

1. Usia Lanjut:
Pada proses penuaan (degeneratif) yang normal atau normal aging, terjadi
penurunan fungsi-fungsi fisiologi tubuh dan penurunan homeostatis. Hal ini
menyebabkan terjadinya perubahan dalam parameter farmakokinetik dan
farmakodinamik obat, yang berakibat terjadinya perubahan respons tubuh terhadap
obat-obat yang diberikan, dan akan mempermudah terjadinya reaksi efek samping
obat (adverse drug reaction) ataupun peningkatan toksisitas.
Selain itu, adanya berbagai penyakit yang diderita sekaligus (multiple
diseases) pada kelompok usia lanjut menyebabkan penggunaan berbagai macam obat
sekaligus (polifarmasi) yang akan memperbesar risiko terjadinya interaksi obat.

Beberapa perubahan parameter farmakokinetik akibat perubahan fungsi fisiologis


pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
Absorpsi Oral: perubahan fungsi fisiologis di saluan cerna pada usia lanjut antara lain
menurunnya sekresi asam lambung, sehingga pH lambung meningkat (lebih basa); hal
ini menyebabkan penurunan disolusi obat-obat a.l. ketokonazol, itrakonazol dan
preparat besi, yang berpengaruh pada absorpsinya.
Pada usia lanjut, area absorpsi usus mengalami penurunan (20-30%), demikian juga
aliran darah (40%) dan motilitas saluran cerna, serta transport aktif. Hal ini berakibat
pada menurunnya absorpsi beberapa obat, antara lain vitamin (B1, B12), zat besi dan
kalsium.

Drug Interaction- 2012 10


Metabolisme lintas pertama: dipengaruhi oleh perubahan fungsi fisiologis yang
antara lain menurunnya aliran darah hepar. Hal ini berpengaruh terhadap
metabolisme obat-obat yang memiliki ratio ekstraksi tinggi (> 0.7) (misalnya,
propranolol, metoprolol, labetalol, calcium channel blocker, morfin) dimana
bioavailabilitas obat-obat tsb. akan meningkat signifikan.

Distribusi obat: pada usia lanjut mengalami perubahan yang disebabkan karena:
- menurunnya total body water (10-15%), berpengauh pada obat-obat yang
larut dalam air (misalnya: simetidin, antipirin, alcohol), dimana volume
distribusi obat tsb. (Vd) menurun ® berakibat pada peningkatan kadar
plasma obat.
- menurunnya Lean body mass (10-15%), berpengaruh terhadap volume
distribusi (Vd) digoksin (menurun) sehingga kadar plasma meningkat ®
dibutuhkan pengurangan loading dose.
- menurunnya Body fat : menurunya lemak tubuh berpengaruh pada obat-
obat yang larut dalam lemak (tiopental, diazepam, klobazepam,
klordiazepoksid), dimana volume distribusi obat tsb.meningkat, dan
menyebabkan peningkatan t ½ obat-obat tersebut.

Ikatan Protein Plasma: pada usia lanjut mengalami perubahan yang disebabkan
karena:
- menurunnya plasma albumin (6-20%), berpengaruh pada obat-obat asam
yang terikat kuat dengan albumin (a.l. fenilbutazon, salisilat, naproksen,
fenitoin, asam valproat, warfarin). Berkurangnya ikatan protein ®
menyebabkan fraksi obat bebas meningkat ® risiko ES meningkat.
- meningkatnya a -1-acidglycoprotein plasma, berpengaruh pada obat-obat
basa yg terikat kuat dg protein tsb. (a.l. propranolol, lidokain, imipramin),
menyebabkan peningkatan ikatan obat-protein ® sehingga fraksi obat
bebas menurun ® efektivitas obat menurun.

Metabolisme Hepar: perubahan metabolisme obat pada usia lanjut disebabkan oleh
adanya perubahan fisiologis yaitu:
- Perubahan enzim pemetabolisme (dari segi jumlah dan aktivitasnya)
- Penurunan massa hepar ® sehingga jumlah obat yang dimetabolisme
menurun

Drug Interaction- 2012 11


- Penurunan aliran darah hepar (35%), menyebabkan menurunnya perfusi
hepar (10-15%)
Obat-obat yang dipengaruhi adalah obat basa yang dimetabolisme oleh enzim hepar,
a.l. propranolol, labetalol, calcium channel blocker, kuinidin, teofilin, barbiturat,
benzodiazepin, anti depresan trisiklik (ADT). Klirens hepar obat-obat ini menurun
sehingga ® t ½ obat meningkat.

Ekskresi Ginjal : pada usia lanjut mengalami perubahan yang disebabkan karena:
- menurunnya massa ginjal (25-30%)
- menurunnya renal blood flow (1% per tahun setelah usia 40 th)
- menurunnya GFR (Glomerular Filtration Rate) (35%)
Obat-obat yang dipengaruhi adalah obat yang dieliminasi via ginjal yaitu:
ACE-Inhibitor, HCT, atenolol, sotalol, prokainamid, digoksin, furosemid, simetidin,
ranitidin, metformin, aminoglikosida, litium. Klirens ginjal obat-obat ini menurun
sehingga ® t ½ obat meningkat.

Contoh-contoh interaksi obat pada usia lanjut dengan adanya penyakit:

1. Ulkus peptik + Antikoagulan atau NSAID ® meningkatkan terjadinya


perdarahan lambung

2. Gangguan/insufisiensi ginjal kronik + NSAID, atau aminoglikosida, atau


bahan kontras media ® dapat terjadi gagal ginjal akut

3. Diabetes mellitus + diuretik, atau kortikosteroid ® meningkatkan


hiperglikemia

4. Hipokalemia + digoksin ® meningkatkan kejadian aritmia jantung

5. Hipertensi + NSAID, atau phenilpropanol amin (PPA) ® peningkatan


tekanan darah

6. Hipotensi postural + diuretik, atau antidepresan trisiklik (ADT), atau a-


bloker ® dapat terjadi sinkop, terjatuh, fraktur

Beberapa jenis obat yang merupakan komposisi/komponen obat flu pada obat-obat
OTC dapat berinteraksi dan berisiko menimbulkan ESO pada usia lanjut, misalnya:

Drug Interaction- 2012 12


- antihistamin (difenhidramin), memiliki ES antikolinergik, pada usia lanjut
dapat menyebabkan peningkatan retensi urin, konstipasi, pandangan (mata)
kabur, glaukoma, mulut kering, gangguan memori.

- nasal dekongestan/a agonis (fenilpropanol amin, fenilefrin, pseudo


efedrin), pada usia lanjut dapat meningkatkan tekanan darah.

2. Pasien Pediatrik.

Interaksi obat dapat terjadi pada setiap tahap proses farmakokinetik, misalnya
pada tahap absorpsi. Pada neonatus dan bayi (infant), belum sempurnanya fungsi-
fungsi fisiologis tubuh menyebabkan terjadinya perubahan dalam parameter
farmakokinetik obat.
Absorpsi obat: pengaruh masih terbatasnya motilitas usus dan lambatnya
pengosongan lambung menyebabkan tercapainya kadar plasma obat berlangsung
lebih lambat. Contoh, absorpsi menurun pada obat-obat parasetamol, fenobarbital,
fenitoin.
Adanya obat/zat lain seperti kalsium, zat besi, mangan, senyawa Al, akan
menurukan laju kecepatan dan jumlah (rate & extent) absorpsi obat sefalosporin
dan fluorokuinolon.

Metabolisme obat: interaksi paling sering terjadi dengan melibatkan enzim-enzim


pemetabolisme hati, terutama sistem enzim CYP yang pada pediatrik masih belum
mature (immature). Obat-obat inhibitor enzim (e.g. simetidin, omeprazol,
eritomisin, siprofloksasin) sering dipreskripsi utk anak ® dapat menghambat
metabolisme obat-obat a.l. teofilin, kodein, kortikosteroid, metronidazol ®
sehingga toksisitas obat-obat ini akan meningkat. Obat-obat induktor enzim (e.g.
fenobarbital, rifampisin, fenitoin, karbamazepin) ® akan meningkatkan
metabolisme obat-obat indeks, sehingga kadar plasma dan efek obat akan menurun.
Data tentang pengaruh enzim hati pada pediatrik masih terbatas antara lain karena
adanya issue etik dimana studi-studi yang melibatkan subyek anak sangat terbatas.

Ekskresi ginjal: proses maturasi fungsi ginjal pada pediatrik berlangsung bertahap
dan mencapai kematangan dalam waktu 1 sampai 2 tahun. Glomerulus Filtration
Rate (GFR) pada neonatus hanya 30 – 40% GFR orang dewasa. Obat-obat yang
dieliminasi via ginjal (e.g. aminoglikosid, penisilin, metotreksat) perlu
diperhatikan untuk penyesuaian dosis. Eliminasi obat-obat tersebut terhambat,

Drug Interaction- 2012 13


dapat menyebabkan intoksikasi. Contoh: Metotreksat + salisilat ® sekresi tubular
metotreksat dihambat menyebabkan toksisitas metotraksat meningkat.

3. Pasien sakit berat/kritis (critically ill patients)


Terjadi perubahan fisiologi pada satu atau beberapa sistem organ tubuh akibat
penyakit berat yang dideritanya, misalnya pada pasien dengan penyakit ginjal,
hepar, paru, jantung, dementia-alzheimer, miastenia gravis yang memerlukan
beberapa jenis obat. Digunakannya beberapa jenis obat menyebabkan interaksi
obat meningkat, selain itu karena penyakitnya indeks terapi obat menyempit.
Adanya perubahan efek obat yang relatif kecil akan bermakna klinik dan
menimbulkan adverse drug reaction (ADR), toksisitas, serta menurunnya efikasi.

4. Pasien HIV/AIDS:
Pada pasien ini risiko gagal fungsi organ meningkat akibat berbagai infeksi
oportunis. Pasien akan sering menerima obat-baru baru (yang masih minim
informasi) dalam jumlah banyak sehingga akan meningkatkan risiko interaksi
obat, dan meningkatkan efek toksik.

5. Pasien pasif (passive patiens) :


Pasien pasif adalah pasien yang tidak memahami alasan pengobatan yang
diberikan padanya, misalnya pasien psikiatri, pasien usia lanjut yang tanpa
pendampingan. Penggunaan obat pada pasien ini berisiko untuk terjadinya
ketidak-rasionalan dan interaksi antara lain karena masalah-masalah
compliance/adherence (ketidak-patuhan).
Pada prinsipnya, dokter dan farmasis harus bertanggung jawab dalam menangani
passive patient, meminimalkan dosis dan jumlah pengobatan untuk mengurangi
risiko yang tidak dikehendaki.

6. Penyalah-guna Obat (Drug abusers) :


Penyalahguna obat seringkali juga mengkonsumsi rokok, alkohol, obat-obat
psikotropik/narkotik dan OTC dalam jumlah besar. Oleh karena itu risiko
terjadinya interaksi obat meningkat, dengan konsekuensi adverse events juga
meningkat.

Interaksi Obat dalam Saluran Cerna

Drug Interaction- 2012 14


Interaksi obat yang terjadi pada saat absorpsi di saluran cerna berlangsung melalui
beberapa mekanisme atau akibat beberapa hal antara lain:
1. Interaksi yang langsung terjadi sebelum obat diabsorpsi
2. Adanya perubahan pH cairan saluran cerna
3. Adanya perubahan dalam pengosongan lambung dan motilitas saluran cerna
4. Adanya hambatan transpor aktif saluran cerna
5. Adanya perubahan flora normal usus
6. Adanya pengaruh makanan

1. Interaksi Langsung
Merupakan interaksi secara fisik atau kimiawi antar obat dalam lumen saluran
cerna sebelum obat diabsorpsi. Interaksi terjadi pada obat-obat yang diberikan per
oral yang absorpsinya lewat membran mukosa. Interaksi ini dapat dihindarkan atau
sangat berkurang jika obat yang berinteraksi diberikan dengan jarak waktu
minimal 2 jam.
Interaksi obat yang terjadi langsung akan menyebabkan penurunan laju/kecepatan
dan jumlah (rate and extent) absorpsi obat
- Untuk obat yang diberikan single dose (misalnya, hipnotik, analgetik)
dimana diharapkan kadar plasma obat yang tinggi harus cepat dicapai,
maka jika kecepatan (rate) absorpsi menurun ® jumlah (extent) obat yang
diabsorpsi juga menurun sehingga kadar plasma yang adekuat tidak
tercapai ® terjadi kegagalan terapi
- Untuk obat yang diberikan secara kronik / regimen multiple dose
(misalnya, antikoagulan) dimana kecepatan (rate) absorpsi tidak penting,
maka jumlah total obat yg diabsorpsi (extent) tidak terlalu dipengaruhi

Berikut adalah tabel contoh interaksi obat secara langsung:

Tabel 1. Beberapa Contoh Interaksi Obat secara Langsung

Drug Interaction- 2012 15


OBAT INDEKS OBAT PRESIPITAN EFEK INTERAKSI
Tetrasiklin kation multivalen Ca+2, Mg2+, Terbentuk kelat yang tidak
Al3+ (dalam antasid), Ca2+ diabsorpsi ® jumlah obat
dalam susu, Fe2+ indeks yang diabsorpsi ¯
Digoksin, tiroksin, asam Kolestiramin Terbentuk kompleks dengan
valproat, siklosporin kolestiramin ® absorpsi obat
indeks ¯
Penisilamin, anti infeksi Antasid mengandung Al, Mg; Terbentuk komplek kelat sukar
gololongan kuinolon makanan, preparat besi larut ® absorpsi obat indeks ¯
(siprofloksasin)
Digoksin, linkomisin Kaolin, pektin Obat indeks di adsorpsi ® juml
obat indeks yang diabsorpsi ¯

2. Adanya perubahan pH cairan saluran cerna


Obat melintasi membran mukosa secara difusi pasif, absorpsinya ditentukan
oleh jumlah obat yang tidak terion dan kelarutan dalam lemak. Absorpsi
dipengaruhi akan oleh pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH cairan saluran
cerna dan formulasi obat. Pemberian obat yang dapat mengubah pH cairan saluran
cerna akan mempengaruhi absorpsi. Berikut adalah contoh interaksi obat yang
dipengaruhi oleh perubahan pH cairan saluran cerna.

Tabel 2. Beberapa Contoh Interaksi Obat yang dipengaruhi perubahan pH

OBAT (A) OBAT (B) EFEK INTERAKSI


Aspirin Antasida, NaHCO3 Disolusi (A) ® kecepatan abs (A)
Eritromisin Antasida pH lambung ® absorpsi obat (A)

Tablet Besi Antasida pH lambung ® absorpsi obat (A)


Tablet Besi Vitamin C pH lambung ¯ ® absorpsi obat (A) ¯
Tetrasiklin NaHCO3 Kelarutan (A) ¯ ® absorpsi obat (A) ¯
Glibenklamid, glipizid, Antasida, H2-blocker, pH lambung ® absorpsi obat (A)
tolbutamid proton pump inhibitor
Ketokonazol, itrakonazol Antasida, H2-blocker, pH lambung ® absorpsi obat (A) ¯
(basa lemah) proton pump inhibitor
Seruroksim asetil, Obat-obat yg pH lambung ® absorpsi obat (A) ¯
Sefrodoksim proksetil meningkatkan pH
(butuh deesterifikasi pd suasana cairan saluran cerna
asam sebelum diabsorpsi)
Note: H2 –blocker, misalnya simetidin, ranitidin; proton pump inhibitor misalnya, omeprazol
3. Adanya perubahan dalam pengosongan lambung dan motilitas saluran cerna

Drug Interaction- 2012 16


Perubahan motilitas saluran cerna berakibat pada perubahan kecepatan/laju
pengosongan lambung. Interaksi obat yang terkait dengan perubahan motilitas
saliran cerna bergantung pada karakteristik disolusi, kelarutan obat, dan kecepatan
pelepasan obat dari bahan pembawanya. Interaksi demikian akan berpengaruh
terhadap laju/kecepatan (rate) dan jumlah (extent) absorpsi obat, yakni dapat
meningkat atau menurun.

- Obat yang mempercepat/memperpendek waktu pengosongan lambung


(misalnya, metoklopramid) ® akan mempercepat absorpsi obat lain
- Obat yang memperlambat/memperpanjang waktu pengosongan lambung
(misalnya, antihistamin, antikolinergik, analgetik narkotik, antidepresan
trisiklik) ® akan memperlambat absorpsi obat lain

Usus halus (intestin) adalah tempat absorpsi utama dari semua obat. Absorpsi di
intestin berlangsung jauh lebih cepat daripada absorpsi di lambung, semakin cepat
obat sampai di intestin, maka laju absorpsi makin cepat demikian juga jumlah obat
yang diabsorpsi makin meningkat.

Dari lambung, obat akan masuk ke intestin dan ‘transit’ di sana untuk waktu
tertentu. Waktu transit intestinal adalah lama waktu yang dibutuhkan oleh
obat/zat untuk berada (singgah) di intestin, yang biasanya tidak mempengaruhi
absorpsi obat di intestin, kecuali untuk:

- Obat-obat yang sukar larut dalam saluran cerna: digoksin, kortikosteroid


- Obat yang sukar diabsopsi: dikumarol
- Obat yang diabsorpsi secara aktif hanya di satu segmen intestine saja:
missal Fe dan riboflavin (di segmen intestin bagian atas); vitamin B12 (di
ileum)

Berikut adalah contoh interaksi obat yang dipengaruhi oleh perubahan waktu
pengosongan lambung dan waktu transit usus.

Tabel 3. Beberapa Contoh Interaksi Obat yang dipengaruhi oleh perubahan


waktu pengosongan lambung dan transit usus

Drug Interaction- 2012 17


OBAT (A) OBAT (B) EFEK INTERAKSI
Antikolinergik, levodopa Obat (A) memperpanjang waktu
antidepresan trisiklik pengosongan lambung ® bioavailabilitas
obat (B) ¯
Al(OH)3 INH, klorpromazin idem
Litium klorpromazin idem
Antikolinergik digoksin Obat (A) memperpanjang waktu transit
usus ® bioavailabilitas obat (B)
Antidepresan trisiklik dikumarol idem
Metoklopramid parasetamol, Obat (A) mempercepat waktu
diazepam, pengosongan lambung ® mempercepat
propranolol absorpsi obat (B)
Metoklopramid levodopa Obat (A) mempercepat waktu
pengosongan lambung ® bioavailabilitas
obat (B)
Metoklopramid digoksin Obat (A) memperpendek waktu transit
usus ® bioavailabilitas obat (B) ¯
Mg(OH)2 digoksin, prednison,
dikumarol idem

4. Adanya hambatan transpor aktif saluran cerna


Transporter di saluran cerna protein yang berperan dalam transpor aktif (up-take
dan efflux) zat/obat dari saluran cerna melalui membran mukosa saluran cerna
Protein Uptake transporter di saluran cerna, antara lain adalah:
- OATP (Organic Anionic Transporting Polypeptide): untuk anion organik
- OCT (Organic Cationic Transporter): untuk kation organik
Protein Efflux transporter (terdapat di usus, hati, ginjal, sel endotel) adalah:
- P-glikoprotein (P-gp)

Adanya hambatan pada transporter OATP, OCT oleh suatu zat/obat ® berakibat
terjadinya penurunan atau peningkatan kadar plasma/biovailabilitas obat yang
merupakan substrat transporter tersebut, contoh:
- jus buah grapefruit adalah inhibitor OATP; obat-obat betabloker,
fexofenadin (= substrat OATP) jika diberikan bersama jus grapefruit,
maka kadar plasma/bioavailitas obat-obat tersebut akan menurun.
- Siklosporin (inhibitor OATP) jika diberikan bersama atorvastatin
(substrat OATP) ® makan bioavailabilitas atorvastatin meningkat.

Drug Interaction- 2012 18


Adanya penghambatan pada transporter P-glikoprotein (P-gp) oleh suatu
zat/obat ® berakibat terjadinya penurunan atau peningkatan kadar
plasma/biovailabilitas obat yang merupakan substrat transporter tersebut, contoh:
- Ketokonazol, kuinidin, amiodaron (= inhibitor P-gp) jika diberikan
bersama digoksin (= substrat P-gp) ® maka akan terjadi peningkatan
absorpsi dan kadar plasma digoksin, terjadi penurunan ekskresi empedu
dan penurunan sekresi tubular proximal digoksin ® terjadi gagal jantung.

5. Adanya perubahan flora normal usus


Flora normal usus berperan dalam: Sintesis vit.K, metabolisme obat, hidrolisis
glukuronid, konversi obat menjadi komponen aktif
Perubahan flora usus (terjadi supresi) dapat terjadi misalnya akibat penggunaan
antibiotika broad spectrum (tetrasiklin, kloramfenikol, ampisilin). Contoh
interaksi akibat perubahan flora usus:
- Koagulan oral (Vit. K) diberikan bersama antibiotika broad spectrum ®
kadar plasma vitamin K menurun ® efektivitas vit. K menurun, dan
terjadi perdarahan
- Efektivitas sulfasalazin menurun ® karena tidak terjadi konversi obat
tersebut menjadi komponen aktif akibat adanya perubahan flora usus
(karena pemberian antibiotika broad spectrum)

6. Adanya pengaruh makanan


Adanya makanan yang diberikan bersama obat berpengaruh terhadap kinetik dari
beberapa obat berikut, yaitu akan:
- meningkatkan absorpsi: HCT, nitrofurantoin, fenitoin, halofantrin,
mebendazol
- menurunkan absorpsi obat: parasetamol, aspirin, INH, rifampisin, tetrasiklin
- menurunkan metabolisme lintas pertama: propranolol, metoprolol,
hidralazin ® sehingga bioavailabilitas obat-obat tersebut meningkat
- Makanan berlemak akan meningkatkan sekresi asam empedu:
- bioavailabilitas griseofulvin, danazol, spironolakton
- ¯ bioavailabilitas neomisin, kanamisin (insoluble).
Interaksi Obat terkait proses Distribusi Obat

Drug Interaction- 2012 19


Distribusi obat adalah proses suatu obat yang secara reversibel meninggalkan
aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan / atau ke sel-sel jaringan.
Interaksi obat yang tejadi dalam proses distribusi berlangsung sewaktu terjadi
transportasi obat dalam darah.

Distribusi obat berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh, ada 2 fase yaitu :


- Distribusi obat ke dalam organ yang perfusinya sangat baik, misal: jantung, paru-
paru, ginjal, hati dan otak
- Distribusi ke jaringan yg perfusinya kurang baik, misal: jaringan lemak, tulang,
otot, kulit dan jaringan ikat.
Parameter yang berperan dalam proses distribusi dan transportasi obat dalam
darah antara lain adalah : volume distribusi (Vd), aliran darah, permeabilitas kapiler,
derajat ikatan protein plasma.
Volume distribusi (Vd):
adalah volume (hipotetik) dimana obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh.
Vd berguna untuk memperkirakan kadar plasma obat jika jumlah obat dalam
tubuh diketahui.
Besar volume distribusi dihitung dengan rumus:
Vd = D/C, dimana C = kadar obat dalam plasma dan D = jumlah/banyaknya
obat dalam tubuh.
- Vd berguna untuk memperkirakan dosis yang dibutuhkan untuk
mencapai kadar plasma obat tertentu.
- Vd menunjukkan luasnya distribusi dan pengikatan dari obat
 Jika obat diakumulasi di jaringan ® maka obat yang beredar di
plasma berkurang ® Vd besar
 Obat yang terikat kuat protein plasma ® memiliki Vd kecil
Protein plasma
Plasma darah mengandung 93% air dan 7% bahan-bahan terlarut terutama
protein. Fraksi protein terpenting adalah albumin (5% dari plasma) yang akan
berikatan dengan obat. Protein terdapat dalam plasma dan jaringan. Jenis protein
penting yang dapat berikatan dengan obat adalah:
1. Albumin: mengikat obat bersifat asam, obat netral dan zat endogen
2. a1-acid glycoprotein (AGP): mengikat obat-obat bersifat basa (misal,
propranolol) dan hormon

Drug Interaction- 2012 20


3. Corticosteroid Binding Globulin (CBG): mengikat kortikosteroid
4. Sex Steroid Binding Globulin (SSBG): proteinn yang khusus mengikat hormon
sex, terutama testoteron dan estradiol.

Tempat (site) protein albumin berikatan dengan obat dikenal ada beberapa, yaitu:
- Warfarin site: mengikat warfarin, fenilbutazon, fenitoin, asam valproat,
tolbutamid, sulfonamid, bilirubin
- Diazepam site: mengikat diazepam dan benzodiazepin lainnya, asam2
kaboksilat (terutama NSAID), penisilin & derivatnya
- Asam-asam lemak mempunyai tempat ikatan yang khusus pada albumin

Protein plama (pp) berfungsi untuk pengikatan dan transport obat dan zat-zat
endogen. Obat yang terikat protein plasma (obat-pp) berada dalam keseimbangan
dengan fraksi obat bebas (tidak terikat pp); fraksi obat bebas ini bersifat aktif secara
farmakologis.
Pengikatan obat oleh protein plasma mempengaruhi ‘nasib’ obat di dalam tubuh,
yakni mempengaruhi lama dan intensitas kerja obat tsb. Adanya fraksi obat bebas
dalam sirkulasi darah mempengaruhi kecepatan eliminasi.
Konsekuensi dari adanya ikatan obat dengan protein plasma (obat-pp) berpengaruh
terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Aktifitas farmakologi: hanya obat bebas yang dapat berdifusi melalui barrier
membran menuju ke organ target dan berinteraksi dengan reseptor, sehingga
menghasilkan efek farmakologi (baik berupa efikasi/efektifitas ataupun
toksisitas)
2. Distribusi obat: ikatan obat-pp yang kuat akan membantu distribusi obat
untuk sampai ke organ target yang jauh dari tempat pemberian
3. Biotransformasi obat: ikatan obat-pp membatasi obat yang dibiotransformasi
dengan lambat (misalnya, warfarin, fenilbutazon)
4. Ekskresi ginjal: ikatan obat-pp membatasi kecepatan filtrasi melalui
glomerulus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat- protein plasma:

Drug Interaction- 2012 21


- Umur: pada neonatus dan usia lanjut, ikatan protein umumnya tidak kuat
sehingga lebih banyak fraksi obat bebas.
- Adanya variasi individu dalam pengikatan obat basa-protein plasma,
disebabkan oleh faktor genetik
- Pengaruh penyakit
- Adanya obat lain, berisiko terjadinya interaksi
Kepentingan Klinik Ikatan Obat- PP
1. Interaksi Obat
- Karena jumlah protein plasma terbatas, maka dapat terjadi kompetisi
antara obat bersifat asam dan obat bersifat basa untuk berikatan dengan
protein yang sama
- Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein plasma, maka
suatu obat dapat ‘digusur’ (displaced) dari ikatannya dengan protein oleh
obat lain sehingga kadar fraksi obat bebas yang tergusur meningkat dan
efek farmakologinya juga meningkat.
- Obat dengan ikatan protein kuat akan menggusur obat lain yang ikatan
proteinnya lebih lemah.
2. Dampak klinik akibat interaksi ini penting jika:
- obat yang ‘tergusur’ mempunyai ‘margin of safety’ sempit ® sehingga
peningkatan kadar fraksi obat bebas menyebabkan efek toksik meningkat
- Obat yang ‘tergusur’ mempunyai ikatan obat-pp cukup kuat (³ 85%),
dengan Vd kecil, dan terutama obat yang bersifat asam ® sedikit saja obat
ini dibebaskan, maka akan meningkatkan kadar fraksi bebasnya hingga 2 –
3 kali lipat
3. Adanya kelainan/penyakit yang diderita:
- Hipoalbuminemia: kondisi ini menyebabkan ikatan obat-albumin
berkurang, sehingga fraksi obat bebas akan meningkat dan efek
farmakologinya meningkat.
- Penyakit ginjal (gagal ginjal akut, kronik, nefrosis) ® pada kondisi ini
terjadi hipoalbuminemia dan uremia, sehingga dapat terjadi akumulasi
metabolit yang akan berkompetisi dengan obat dalam berikatan dengan
albumin. Hal ini menyebabkan ikatan obat-pp berkurang, sehingga fraksi
obat bebas meningkat dan efek farmakologi meningkat.

Drug Interaction- 2012 22


- Sirosis hati: pada kondisi ini terjadi hipoalbuminemia dan
hiperbilirubinemia. Bilirubin berkompetisi dengan obat untuk berikatan
dengan albumin ® menyebabkan ikatan obat-pp berkurang, sehingga
kadar fraksi obat bebas meningkat dengan konsekuensi efek farmakologi
juga meningkat.

Tabel 4. Interaksi Obat terkait Ikatan Protein

OBAT A OBAT B EFEK INTERAKSI


(DISPLACED DRUG) (DISPLACING)

Warfarin dan other Fenilbutazon, Perdarahan ,


highly albumin bound Oksifenbutazon Hiperprotrombinemia
Asam Mefenamat,
Salisilat
Sufafenazon
Asam etakrinat
Asam nalidiksat
Klofibrat
Tolbutamid, Hipoglikemia
klorpropamid idem
Metotreksat (Mtx) Salisilat Pansitopenia (ES Mtx)
Sufonamid

Implikasi adanya ikatan obat-protein pada terapi obat


- Jika ikatan obat-albumin subnormal, maka dosis obat pada pemberian
single dose harus kecil
- Obat yang memiliki afinitas tinggi terhadap albumin dan memiliki Vd
kecil maka dosis obat pada pemberian kronik harus disesuaikan

Interaksi Obat pada tahap Metabolisme

Drug Interaction- 2012 23


Metabolisme obat adalah perubahan struktur kimia obat yg terjadi dlm tubuh
dan dikatalisis oleh enzim. Proses metabolisme mengubah molekul obat menjadi lebih
polar sehingga lebih mudah di ekskresikan oleh ginjal, dan proses ini sangat penting
dalam mengakhiri kerja obat, mengubah obat menjadi metabolitnya yang inaktif.
Adanya variabilitas yang besar pada metabolisme obat untuk setiap individu
yang antara lain karena pengaruh faktor genetik, lingkungan, dan status penyakit,
menyebabkan pemberian obat dengan dosis yang sama akan menghasilkan respons
yang bebeda pada tiap individu.
Reaksi biokimia yang terjadi pada metabolisme terdiri atas 2 fase reaksi yaitu:
- Reaksi fase I: meliputi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Fase ini mengubah obat
menjadi metabolit polar yang inaktif, kurang aktif atau lebih aktif dari senyawa
induknya
- Reaksi fase II: adalah reaksi konjugasi obat atau hasil metabolit obat dengan
substrat endogen. Reaksi konjugasi menghasilkan senyawa yang jauh lebih polar
dan akan jauh lebih mudah dieliminasi/ekskresikan.

Diagram Metabolisme Obat

Konsekuensi proses metabolisme obat akan menghasilkan:


- Senyawa / metabolit inaktif
- Metabolit aktif
- Senyawa mirip dengan senyawa induk (parent drug)
- Senyawa yang lebih aktif dibandingkan parent drug
- Senyawa lain dengan efek baru

Drug Interaction- 2012 24


- Metabolit yang toksik

Proses metabolisme berlangsung di mikrosom hati dan sitosol. Proses oksidasi di


mikrosom hati diperantarai olehsistem enzim sitokrom P450 (CYP). Aktivitas CYP
dapat dirangsang (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh zat kimia (obat) tertentu.
Sietem enzim sitokrom P450 (CYP) mempunyai beberapa isoform/isozim, antara lain
yang terpenting dalam proses metabolisme obat adalah: CYP3A; CYP2D6;
CYP1A2 ; CYP2C9 ; dan CYP2C19. Penulisan (nomenklatur) sitokrom P450
berdasarkan genetik, dan tidak mempunyai implikasi fungsional. Contoh, CYP2D6
CYP = sitokrom P450
2 = genetic family
D = genetic sub-family
6 = gen spesifik
Sistem CYP terutama mempengaruhi (memetabolisme) substrat enzim mikrosomal
tdi hati. CYP3A adalah isozim yang memetabolisme sebagian besar (± 60%) obat
pada manusia, selain di mikrosom hati juga ditemukan di intestinal dan ginjal.
CYP2D6: adalah CYP yang pertama kali dikenal, juga dinamakan ‘debrisokuin
hidroksilase’.

Obat-obat yang merupakan substrat CYP3A a.l.


- Ca-channel blocker (sebagian besar)
- Benzodiazepin (sebagian besar)
- HIV protease inhibitor (sebagian besar)
- Statin (HMG-Co-A reductase inhibitor)
- Non-sedating antihistamins (sebagian besar)
- Cisapride
- Steroid (estradiol)
Obat-obat yang merupakan substrat CYP2D6 a.l.
- kodein
- beta blocker (banyak)
- Antidepresan trisiklik (banyak)

Obat-obat yang merupakan substrat CYP2C9 a.l.


- Kebanyakan NSAID, termasuk Cox-2

Drug Interaction- 2012 25


- Fenitoin
- S-warfarin (bentuk aktif warfarin)
Obat-obat yang juga dimetabolisme (merupakan substrat) CYP2C19 a.l.
- diazepam
- fenitoin
- omeprazol
Obat-obat yang dimetabolisme (merupakan substrat) CYP1A2:
- teofilin
- imipramin
- propranolol
- klozapin

Interaksi obat dalam proses metabolisme terutama terjadi karena adanya:


- Hambatan proses metabolisme
- Induksi proses metabolisme
- Adanya perubahan aliran darah hati
- Gangguan dalam ekskresi bilier (empedu) dan siklus enterohepatik

Hambatan proses metabolisme


Tergantung jenis obatnya (substrat), hambatan terhadap enzim
pemetabolisme obat dapat menyebabkan: efek terapetik menurun, atau efek toksik
senyawa yang tidak dimetabolisme meningkat

Obat-obat yang merupakan inhibitor CYP3A a.l.: Ketokonazol, itrakonazol,


flukonazol, simetidin, klaritromisin, eritromisin, troleandromisin, (grape fruit juice)
Obat-obat yang merupakan inhibitor CYP lainnya adalah,: flukonazol (CYP2C9);
omeprazol, INH, ketokenazol (CYP2C19); antibiotik fluorokuinolon (ofloxacin),
simetidin, flufoksamin (CYP1A2).

Tabel 5. Interaksi Obat terkait Hambatan Metabolisme

Drug Interaction- 2012 26


SUBSTRAT INHIBITOR EFEK INTERAKSI
CYP3A CYP3A
Terfenadin, Konsentrasi substrat ® QT interval
Astemizol, Ketokonazol, memanjang ® aritmia ventrikular
Norastemizol, itrakonazol, eritromisin, (torsades de pointes) ® fatal
Loratadin, klaritromisin, simetidin,
Cisaprid grape fruit juice

Felodipin, idem bioavailabilitas substrat


Siklosporin
Statin Konsentrasi substrat ® ES (miopati,
idem rhabdomyelitis)
Benzodiazepin idem ES Drowsiness

SUBSTRAT INHIBITOR EFEK INTERAKSI


CYP2D6 CYP2D6
Antipsikotik, Kuinidin, Konsentrasi substrat ® efek sedasi
Antidepresan trisiklik Haloperidol,
Fluoksetin,
Paroksetin
Simetidin, Ritonavir

Betabloker, Sildenafil idem Konsentrasi substrat ® hipotensi

Kodein tidak dapat diubah menjadi


Kodein idem bentuk metabolit aktif ® efek ¯

SUBSTRAT INHIBITOR EFEK INTERAKSI


CYP2D6 CYP2D6
NSAID, Konsentrasi substrat ® ES
COX-2 inhibitor Flukonazol
(celecoxib, rofecoxib
Fenitoin Flukonazol Konsentrasi substrat ® ES

Warfarin Konsentrasi substrat ® ES ®


Flukonazol
terjadi perdarahan

Induksi proses metabolisme

Drug Interaction- 2012 27


Zat penginduksi (induktor) dapat menginduksi enzim tanpa perlu menjadi
substratnya. Jika pajanan induktor dihentikan, maka efek induksi akan hilang secara
bertahap. Beberapa obat ada yang bersifat auto induktor, yang dapat merangsang
metabolismenya sendiri sehingga timbul toleransi.
Obat-obat yang merupakan induktor CYP450 antara lain adalah:
- rifampisin, deksametazon, fenitoin
- etanol
- Asap rokok/hidrokarbon polisiklik aromatik
- St.John Wort (Hypericum perforatum, herba antidepresan)

Tabel 6. Interaksi Obat terkait Induksi Metabolisme

SUSTRAT CYP INDUKTOR CYP EFEK INTERAKSI


Kontraseptik oral rifampisin Kadar estrogen ¯ ® kegagalan terapi
Siklosporin Fenitoin, Kadar siklosporin ¯ ® penolakan organ
Karbamazepin, transplan (transplant rejection)
St. John Wort
Parasetamol Alkohol (kronik) hepatotoksisitas pada dosis kecil

Kortikosteroid Fenitoin, Rifampisin Metabolisme kortikosteroid ® gagal


terapi

Perubahan aliran darah hepar.


Perubahan aliran darah hepar berpengaruh pada obat-obat dengan ratio ekstraksi
hepar tinggi, contohnya lidokain, propranolol (obat indeks).
- Jika obat-obat ini (sebagai obat indeks) diberikan bersama obat-obat yang
menurunkan aliran darah hepar (contoh, betabloker lainnya), maka klirens obat
indeks akan menurun.
- Jika obat-obat tsb. diberikan bersama obat-obat yang dapat meningkatkan alir
darah hepar (contoh, isoproterenol, nifedipin), maka klirens obat indeks akan
meningkat.

Gangguan ekskresi empedu / bilier

Drug Interaction- 2012 28


Diketahui ada 3 transporter yang berperan untuk sekresi bilier (biliary secretion)
yaitu:
- P-glikoprotein (P-gp) untuk kation organik (misalnya kuinidin) yang dapat
menurunkan biliary excretion digoksin
- P-gp untuk anion organik (misalnya, probenecid), dapat menurunkan biliary
excretion rifampisin
- P-gp untuk konjugat (misalnya, glukuronid atau glutation konjugat)

Gangguan sirkulasi enterohepatik (EHC)


Obat terkonjugasi yang dihidrolisis oleh flora usus, parent drug nya di reabsorbsi
akan mengganggu siklus enterohepatik (EHC).
Antibiotika spektrum luas menekan flora usus, mengganggu EHC ® dapat
menyebabkan kegagalan kontrasepsi.

Interaksi Obat pada Ginjal (tahap Ekskresi)

Proses ekskresi obat dantabolitnya menunjukkan berakhirnya aktivitas serta


keberadaan obat dalam tubuh. Molekul obat yang masuk ke dalam tubuh dikeluarkan
kembali melalui berbagai mekanisme, tergantung apakah obat mengalami absorpsi
atau tidak. Obat yang tidak diabsorpsi, setelah pemberian oral akan dikeluarkan dari
tubuh bersama feses, contohnya norit, sulfaguanidin (SG), Al(OH)3 . Sedangkan obat
yang diabsorpsi akan masuk ke sirkulasi sistemik, setelah proses metabolisme
selanjutnya akan diekskresi/eliminasi dari tubuh bersama berbagai cairan tubuh
melalui beberapa rute, yaitu melalui urin (ginjal), ASI, saliva, kulit, atau organ
genitalia. Molekul obat dieliminasi dari dalam tubuh melalui biotransformasi menjadi
senyawa inaktif.

Organ yang berperan dalam proses ekskresi melalui urin adalah ginjal. Ginjal
berperan dalam homeostasis volume dan komposisi cairan extra selular melalui
mekanisme filtrasi glomerulus, sekresi tubular dan re-absorpsi tubular. Nefron, adalah
unit fungsional dari ginjal yang menentukan eliminasi dan re-absorpsi dari zat/obat
(terdapat sekitar 1 juta nefron untuk setiap ginjal). Sementara itu satu unit nefron
terdiri dari:

Drug Interaction- 2012 29


- Bagian kapiler (kapsul Bowman) dengan glomerulur, aferent & eferent
arteriol ® yang berfungsi untuk filtrasi glomerulus.
- Bagian tubular terdiri dari
 Tubular convoluted proximal (loop Henle), berfungsi untuk sekresi
aktif;
 Distal convoluted tube, berfungsi untuk reabsorpsi pasif dan aktif
Setelah keluar dari nefron, sisa zat/obat yang terlarut akan dikumpulkan dalam
collecting duct (kandung kemih) dan selanjutnya dieksresikan bersama urin.

Interaksi obat dalam tahap ekskresi ginjal dapat terjadi oleh karena:
1. Adanya gangguan/kerusakan fungsi ginjal akibat obat (due to drug-induced
renal impairment). Obat yg menyebabkan kerusakan ginjal antara lain adalah
aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B. Obat-obat yang dieliminasi oleh
ginjal (aminoglikosida, digoksin, flusitosin) jika ada gangguan fungsi ginjal
konsentrasinya akan meningkat dan menyebabkan toksisitas meningkat.

2. Adanya kompetisi pada tahap sekresi aktif tubuli ginjal (Competition for
active renal tubular secretion).
3. Adanya perubahan pH urin.
Perubahan ini akan menghasilkan klirens ginjal yang berarti secara klinik
hanya bila:
- Fraksi obat yg diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (> 30%)
- Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 – 10 atau asam lemah dengan
pKa b 3,0 – 7,5
Contoh:
Asam lemah (pKa 3 – 7,5) misalnya NaHCO3 akan meningkatkan pH
urin, sehingga ionisasi obat seperti fenobarbital/ salisilat meningkat ®
ekskresi meningkat. Contoh: pada intoksikasi fenobarbital/salisilat, urin
dibuat basa dengan NaHCO3 agar ekskresi fenobarbital/salisilat
ditingkatkan sehingga intoksikasinya dapat berkurang.
Basa lemah (pKa 7,5 – 10) misalnya NH4Cl menurunkan pH urin ®
ionisasi metabolit amfetamin (pseudoefedrin) ditingkatkan ® ekskresi
pseudoefedrin meningkat

Drug Interaction- 2012 30


4. Adanya perubahan aliran darah ginjal
Aliran darah di ginjal terutama dipengaruhi oleh produksi prostaglandin di
ginjal. Jika sintesis prostaglandin dihambat (misal oleh pemberian NSAID)
maka ® akan menurunkan ekskresi beberapa obat, misalnya litium (obat
psikiatrik untuk gejala ‘manic depression’), diekskresi terutama via ginjal
sehingga jika ekskresinya dihambat ® kadar serum litium meningkat dan
terjadi intoksikasi.

Tabel 7. Interaksi Obat terkait perubahan Ekskresi Ginjal

OBAT INDEKS O.PRESIPITAN EFEK INTERAKSI


Sefalosporin, Probenesid Kadar plasma obat indeks ® kemungkinan
Dapson, tokisitas
Indometasin,
Penisilin.
Metotreksat (Mtx) Salisilat, Kadar plasma Mtx ® toksisitas Mtx
beberapa NSAID lain

Asetoheksamid Fenilbutazon Efek hipoglikemik dan lebih lama akibat


Glibenklamid ekskresi ginjal ¯
Tolbutamid

Beberapa Contoh Interaksi obat dengan Diuretik.


1. Diuretik hemat Kalium (spironolakton, amilorid, triamteren) dengan
suplemen Kalium dan garam Kalium:
- Memberikan efek aditif
- Diuretik hemat K + suplemen K ® menyebabkan hiperkalemia, dengan
tanda-tanda antara lain terjadi kelemahan otot, fatigue, paraestesia
(kesemutan), bradikardi, syok, dan EKG abnormal
- Hindarkan pemberian suplemen K pada pasien yang sedang mendapat
terapi diuretik hemat K kecuali jika pasien mengalami hipokalemia (kadar
K rendah)
2. Diuretik dengan trimetoprim (TMP)/kotrimoksazol:
- Pemberian secara bersamaan menghasilkan efek aditif.
- Tiazid + TMP / koktimoksazol ® terjadi penurunan kadar plasma Na
(hiponatremia) dengan tanda-tanda a.l.: nausea, anoreksia

3. Furosemid dengan Kloralhidrat (obat hipnotik-sedatif)

Drug Interaction- 2012 31


- Mekanisme belum diketahui secara pasti.
- Diduga:
 furosemid menggeser asam trikloroasetat (metabolit kloralhidrat)
dari ikatan protein plasma dan akan menggeser hormon tiroksin
 terjadi perubahan pH plasma sehingga terjadi peningkatan kadar
tiroksin bebas
- Furosemid injeksi (bukan per oral) diberikan bersama Kloralhidrat
menyebabkan ® berkeringat, hotflush, takikardi, gelisah. Reaksi ini cepat
terjadi (± 15 menit). Hindarkan pemberian furosemid IV pada pasien
setelah mendapatkan kloralhidrat

4. Furosemid dengan Kolestiramin/kolestipol


Kolestiramin /kolestipol adalah resin penukar anion yang akan mengikat
furosemid di usus sehingga absorpsi dan efek furosemid menurun. Absorpsi
furosemid relatif cepat, sehingga jika akan diberikan bersamaan, harus
diberikan 2-3 jam sebelum pemberian kolestiramin/ kolestipol.
5. Furosemid diberikan bersama Klofibrat pada pasien nefrotik sindrom akan
meningkatkan diuresis dan gejala muskular. Mekanisme: peningkatan diuresis
terjadi akibat kompetisi dan pergeseran furosemid oleh klofibrat dari ikatan
protein plasma. Klofibrat menyebabkan gejala muskular, yang dapat
diperparah pada kondisi hilangnya Na & K via urin (akibat diuresis) dan akan
meningkatkan t ½ klofibrat (16 jam menjadi 36 jam).

6. Furosemid diberikan bersama makanan, akan menurunkan bioavailabilitas


dan efek furosemid . Mekanisme interaksi ini belum jelas. Penanganannya
adalah dengan menghindari pemberian furosemid bersama makanan, yaitu
dengan memberikan jarak waktu pemberian 2 – 3 jam.

7. Furosemid, bumetanid diberikan bersama Indometasin/ NSAID lain.


Efek diuretik furosemid akan menurun dengan mekanisme sebagai berikut:
Diuretik menyebabkan ekskresi Na. Adanya gangguan sintesis prostaglandin
di ginjal oleh pemberian NSAID ® menyebabkan penurunan diuresis dan
aliran darah ginjal. Jika penggunan bersama tidak bisa dihindarkan, berikan
interval waktu pemberian obat.-

Drug Interaction- 2012 32

Anda mungkin juga menyukai