Anda di halaman 1dari 4

Menggagas Paradigama Pembangunan

Masyarakat Desa
(Resensi Buku Revolusi dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya
kepada Rakyat)
01 Desember 2014 05:53:40 Dibaca : 99

Walaupun masa orde baru telah berakhir, perilaku pemimpin daerah bukan berarti berubah.
Kehadiran seorang pemimpin sering kali masih berwujud semu dibalik posisi kekuasaan
sebagai “pejabat tertinggi” di suatu daerah. Pemimpin daerah muncul hanya berbentuk simbolis
ketika perayaan serimonial acara demi acara untuk memberikan pidato, melambaikan tangan,
dan mengumbar senyum kepada rakyatnya. Tak jarang setelah rakyatnya tertimpa bencana
alam dan sudah lelah menangis terseduh-seduh mengharapkan bantuan, barulah pemimpin
daerah hadir seperti superhero yang menyelamatkan korban pada puncak penderitaan.
Sedangkan, apabila diminta untuk membuat kegiatan rutin dan produktif seperti kegiatan
ekonomi pertanian, sang pemimpin begitu sulit untuk dimintai bantuan.
Seperti yang diungkapkan Sutoro Eko (2013) dalam tulisannya “Membuat Desentralisasi dan
Demokrasi Lokal Bekerja”, setelah era orde baru berakhir, masa reformasi yang melahirkan
otonomi daerah justru menghadirkan perubahan yang tidak pasti, keterkejutan, euforia, dan
juga kerentanan. Kondisi tersebut membuat rakyat berharap bahwa otonomi daerah akan
mendorong kemajuan di daerah menjadi lebih baik, mendekatkan dan memperbaiki pelayanan
publik, kinerja birokrasi, memberdayakan masyarakat, memberantas korupsi dan lain-lain.
Namun faktanya berkata lain. Rakyat harus meratapi kenyataan sembari menggigit jarinya
sendiri dan terkejut melihat pemimpin lokal tak ubahnya mirip singa sang raja hutan yang ingin
menerkam si kelinci, kijang, banteng yang sebenarnya bagian dari rakyat hutan itu sendiri. Tak
peduli akan kinerja pegawai di daerah, janji melayani masyarakat, penetapan alokasi anggaran
yang tak memihak rakyat, bahkan aturan hukum pun diterabas.
Model kepemimpinan simbolis seperti itu tidak sedikit kita jumpai di negeri ini. Namun, bukan
berarti tak ada pemimpin yang memperhatikan keberadaan rakyatnya. Dr. Yansen TP.,
M.Si sebagai Bupati di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara menegaskan bahwa dia
hadir untuk masyarakat dengan paradigama pembangunan “GERDEMA” atau Gerakan Desa
Membangun. Tidak hanya sebatas konsep atau slogan semata, Dr. Yansen TP., M.Si juga
menuliskan gagasan tentang GERDEMA dalam sebuah buku berjudul “Revolusi dari Desa:
Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya Kepada Rakyat.”

GERDEMA : Paradigama Pembangunan untuk Masyarakat Desa


Beberapa waktu belakangan ini, beberapa pemimpin daerah mulai menunjukkan taringnya
untuk membangun daerah yang dipimpinnya. Kegiatan mereka sering diliput oleh media massa.
Lihat saja bagaimana ketegasan Ahok yang baru saja menggantikan Jokowi dan dilantik
menjadi gubernur, dia dengan tegas mengatakan akan melaporkan bawahannya yang
terkindikasi korupsi. Dari Bandung, ada Ridwan Kamil sebagai walikota yang secara bertahap
membuat wajah kota menjadi lebih ramah dengan dibangunnya taman-taman kota, sehingga
warga memiliki tempat bermain dan berekreasi. Dari Surabaya Tri Rismaharini, dikenal sebagai
walikota dia sering turun sendiri memperhatikan nasib masyarakat miskin kota. Deretan nama
tadi merupakan sosok dari sekian banyak pemimpin daerah dengan label “kota” yang begitu
kental namanya dikenal oleh khalayak. Namun kemana pemimpin daerah-daerah lainnya,
terutama dari wilayah yang sebagian besar daerahnya berkarakter pedesaan. Seolah-olah
mereka tersingkir oleh bisingnya kondisi kota.
Tidak perlu khawatir, sosok yang giat berpikir untuk membangun daerah yang dipimpinnya tidak
hanya berasal dari kota. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dia adalah Dr. Yansen
TP.,M.Si yang berasal dari Kabupaten Malinau yang sebagian wilayahnya berbatasan langsung
dengan Malaysia. Tidak seperti tiga orang pemimpin yang saya sebutkan sebelumnya, Bupati
Kabupaten Malinau ini jarang muncul di televisi nasional. Meski begitu, dia bukan tipe pemimpin
sembarangan. Pada tahun 2013, konsep pembangunan yang diusungnya termasuk dalam
penerima penghargaan Innovative Government Award dari Kementerian Dalam Negeri.
Masalah kepemimpinan bukan soal berapa sering dia menunjukkan parasnya di depan publik,
namun seberapa jauh dia bekerja keras untuk membangun daerah yang dipimpinnya.
Dia berupaya mengatasi permasalahan kemiskinan, pengangguran, kualitas sumberdaya
manusia yang rendah dan keterbatasan informasi. Menurutnya, setelah ditelisik ternyata
permasalahan pembangunan bukan hanya disebabkan dari kondisi masyarakat, melainkan juga
pada kebijakan-kebijakan yang tidak tepat. Sebagai anak bangsa, dia merasa wajib dan
bertanggung jawab untuk mendorong dan melakukan sesuatu yang inovatif, kreatif untuk
mengubah wajah negeri ini. Lalu apa yang dia tawarkan untuk mengatasi permasalahan yang
terjadi pada program pembangunan?
Dr. Yansen TP., M.Si menjelaskan bahwa landasan pembangunan seharusnya percaya kepada
masyarakat. Kesejahteraan rakyat dapat meningkat jika mereka dilibatkan dan berpartisipasi
aktif dalam pembangunan. Untuk melaksanakan hal tersebut, dia menawarkan paradigma
dengan nama “Gerakan Desa Membangun” atau disebut GERDEMA.
Menurutnya, GERDEMA adalah sebuah paradigma baru dalam pembangunan. Konsep ini
didasari pada kepercayaan seorang pemimpin akan kemampuan rakyatnya untuk turut
berpartisipasi dalam membangun desa. Sementara, peran pemerintah daerah hanyalah
membimbing, mengarahkan, dan mendukung penuh kepada rakyat untuk menggali setiap
potensi sumberdaya yang dimiliki. Sebagai pemimpin, Yansen memberikan kepercayaan untuk
mewujudkan keberdayaan (empower) dalam pembangunan melalui program-program
pemberdayaan (empowerment program).
Konsep GERDEMA dibangun atas dasar perenungan panjang untuk memahami persoalan
mendasar kenapa berbagai konsep pembangunan begitu sulit diterapkan untuk mengeluarkan
masyarakat dari jerat kemiskinan. Yansen menyadari dalam pembangunan daerah, pemimpin
beserta aparatnya dan rakyat tidak bisa diposisikan dalam “ruang” yang berbeda. Menurut
Yansen, sebuah program akan mendapatkan hasil yang optimal dan terukur jika didasarkan
pada visi bersama yang dipahami oleh segenap pemangku kepentingan. Sehingga, semua
program pembangunan mempunyai irama dan tujuan yang sama, yaitu demi kesejahteraan
rakyat.
Atas dasar tujuan kesejahteraan rakyat dan dari pengalamannya, Yansen yang telah menjadi
birokrat selama 26 tahun menjadikan GERDEMA sebagai visi pembangunan Kabupaten
Malinau. Visi Kepala Daerah Malinau tahun 2011-2016 yaitu “Terwujudnya Kabupaten
Malinau yang Aman, Nyaman, dan Damai Melalui Gerakan Desa Membangun.” Dia
meyakini hal tersebut sebagai bentuk kepercayaan dari rakyat untuk menjalankan tugas dan
tanggung jawab memimpin daerahnya.
Lalu, demi mendukung visi pemerintahan, Yansen membuat empat indikator strategis sebagai
pilar utama pembangunan di Kabupaten Malinau, yaitu:
1. Pembangunan infrastruktur daerah; sebagai upaya untuk mewujudkan akses antar
desa, kecamatan, dan kabupaten, serta memaksimalkan aspek asesibilitas dan
produktifitas di semua sektor.
2. Membangun sumberdaya Manusia; untuk mendukung pembangunan daerah semua
unsur dilibatkan, terdiri dari unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah
daerah tidak hanya fokus pada peningkatan kualitas birokrasi, namun juga berusaha
memperbaiki kualitas dari sektor swasta dan masyarakat.
3. Membangun ekonomi daerah melalui sektor ekonomi kerakyatan; Kabupaten Malinau
memiliki potensi alam dari hasil hutan seperti rotan. Pemerintah daerah berusaha untuk
untuk menghidupkan usaha kerajinan rotan dengan dukungan memberi layanan
perkreditan tanpa agunan dan bunga sebagai modal usaha. Pemerintah juga turut
membantu pengrajin rotan dalam memasarkan produknya.
4. Membangun Sektor Kepemerintahan; Kebijakan ini diawali dengan melakukan
penyesuaian terhadap mekanisme, fungsi, dan tugas Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD). Pemerintah daerah juga memperkuat dan memperbesar bobot
penyelenggaraan pemerintahan pada tingkat kecamatan dan desa (hal. 23-30).
Empat pilar utama pembangunan tersebut dirancang agar terdapat keseimbangan antara
tuntutan masyarakat dengan kemampuan perangkat daerah dalam melayani masyarakat. Dia
berupaya mengubah pola pikir dalam jajaran birokrasi tidak hanya menjalankan program yang
disiapkan pemerintah, namun bekerja untuk kepentingan rakyat.
Langkah yang dilakukan Yansen sebagai penulis buku ini cukup menarik, dia mencoba
menjelaskan bahwa permasalahan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia
merupakan mata rantai dari ketidakmampuan institusi negara untuk melayani rakyat secara
maksimal. Dia menjadikan sumber daya manusia dan sektor pemerintahan menjadi pilar untuk
keberhasilan pembangunan di daerah.

Revolusi untuk Rakyat


Kunci GERDEMA terletak pada rakyat. Posisi rakyat sebagai pelaksana sekaligus penerima
manfaat dari program pembangunan. Paradigma pembangunan GERDEMA berusaha
meningkatkan andil masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan di desa. GERDEMA juga
berupaya mendorong para elit desa untuk mengubah cara pandang mereka terhadap
masyarakat. Yansen menekankan esensi GERDEMA berpusat pada rakyat. Terdapat tiga hal
yang menjadi esensi konsep GERDEMA, yakni:
 Gerakan itu berasal dari rakyat: Masyarakat terlibat langsung melakukan evaluasi,
pemetaan, dan mengartikulisikan potensi serta permasalahan di desa untuk ditetapkan
sebagai meteri perencanaan melalui mekanisme kerja Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Desa (LP3MD)
 Gerakan itu dilakukan oleh rakyat: Kegiatan pembangunan desa dilakukan oleh
masyarakat dengan memahami kekuatan dan kelemahan yang mereka miliki.
 Gerakan itu Menghasilkan Manfaat untuk Masyarakat Desa: Setiap desa memiliki
kebutuhan yang beragam dan sering kali tidak sama antara satu dengan desa lainnya.
Maka hasil pembangunan tidak bisa diukur dengan indikator yang sama. Masyarakat
setempatlah yang mengukur tingkat keberhasilan pembangunan yang sudah mereka
jalankan.
Esensi GERDEMA merujuk pada posisi masyarakat yang harus menjalankan dan merasakan
sendiri hasil dari pembangunan, karena hanya merekalah yang paling tahu bagaimana cara
mengelola nilai dan potensi yang ada di desa untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Namun, ada persoalan yang menurut saya harus diperhatikan pemerintah daerah mengenai
pengelolaan desa yang berkarakter berbeda, dengan potensi, dan kebutuhan pendanaan yang
juga cenderung berbeda. Bagaimana mewujudkan rasa keadilan antar desa, jika pemerintah
mengalokasikan anggaran kepada desa dengan jumlah yang berbeda?
Untuk menjawab hal tersebut, Yansen menjelaskan bahwa seluruh aktivitas pembangunan
APBD merupakan input dari hasil perencanaan pembangunan desa melalui mekanisme
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Pra-Musrembangdes dan Musrembang) yang
dilaksanakan setiap tahun oleh seluruh desa. Jadi, pelaksanaan pembangunan desa
berdasarkan kebutuhan masyarakat, mempertimbangkan aspek aksesibilitas, serta memiliki
kemampuan untuk pengembangan wilayah dan pengembangan produk unggulan setiap
daerah.
GERDEMA menjadikan desa sebagai pusat aktivitas pemerintahan, kegiatan pembangunan
dan pelayanan publik. Kegiatan program pemerintahan daerah bukan isapan jempol semata,
pemerintah membuktikan dapat mempercayai desa sebagai pelaksana dan penanggung jawab
program. Pemerintah Kabupaten Malinau membangun dan membentuk sumber daya manusia,
menyerahkan berbagai urusan dan menyediakan dana untuk dikelola desa dengan nominal
sebesar Rp1,2 miliar pada 2014. (Hal.57-58).
Untuk memaksimalkan pembangunan di daerah, pemerintah percaya sepenuhnya kepada
masyarakat. Hal tersebut sangat penting untuk mendorong rasa percaya diri masyarakat untuk
terlibat dalam pembangunan. Selain itu, menitipkan urusan tertentu kepada pemerintahan desa
dalam mengelola potensi kekuatan yang dimilikinya. Lalu bagaimana memaksimalkan peran
masyarakat dan aparat desa dalam pembangunan di desa? Menurut Yansen, konsekuensi
untuk menjalankan GERDEMA adalah harus bekerja keras untuk membentuk, mendidik, dan
mendorong melalui pembinaan yang berkelanjutan terhadap kemampuan aparatur pemerintah,
masyarakat dan sektor swasta. Namun kunci dari keberhasilan GERDEMA terletak pada
pemimpin puncak yaitu bupati. Pemimpim puncak harus mempu membuat GERDEMA dapat
mengubah banyak hal, bukan hanya berupa sistem set, namun juga mindset dan culture set.
Yang semuanya bermuara pada capaian GERDEMA dalam pembangunan demi kepentingan
rakyat.
Wujud Capaian GERDEMA
Dalam praktiknya sebagai model aplikatif, GERDEMA memiliki nilai capaian ideal bagi desa
yang mandiri dalam kapasitas mental, moral birokrasi, dan pembangunan desa. Saya
menuliskan 4 diantaranya capaian GERDEMA, antara lain:
1. Terjadinya interaksi dan sinergi hubungan kerja dari birokrasi desa menjadi cermin yang
hakiki dari pemerintahan desa sebagai penyelenggara ke-pentingan rakyat, sebagaimana
disyaratkan oleh Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
2. Terwujudnya transparansi di Desa. Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan dengan
sifat keterbukaan, menjadikan masyarakat dapat mengakses semua informasi secara
langsung, tentang segala sesuatu dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. terutama
menyangkut kebijakan publik seperti rencana pembangunan yang menggunakan dana
masyarakat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
3. Tumbuhnya pemberdayaan desa. Masyarakat harus diberdayakan dalam segala sektor,
tanpa kecuali, termasuk kemampuan dalam merencanakan, mengelola, melaksanakan,
dan mengawasi serta mengendalikan program pembangunan.
4. Bertumbuhnya Sektor Produksi di Desa. Ciri yang sangat meninjol menunjukkan
keberhasilan GERDEMA adalah terjadinya pertumbuhan kehidupan ekonomi rakyat
dengan basis produksi di desa.
Selain itu, GERDEMA sebagai model pembangunan bertujuan mengembalikan nilai-nilai luhur
yang hidup dalam masyarakat, seperti ramah tamah, toleransi, kekeluargaan, musyawarah dan
gotong royong. GERDEMA menghadirkan kembali nilai-nilai tersebut di tengah masyarakat.
Dari uraian tulisan ini dapat dibuktikan bahwa GERDEMA berdampak terhadap terjadinya
perilaku positif dan bermanfaat dalam membentuk kemampuan penyelenggaraan pemerintah
desa. Syaratnya, dengan memberi kepercayaan dan pendampingan yang terus menerus
kepada pemerintah desa. Kemampuan penyelenggaraan dengan kertelibatan semua pihak
menjadi tujuan utama suksesnya Gerakan Desa Membangun. Kabupaten Malinau merupakan
gambaran keberhasilan pembangunan desa melalui Gerakan Desa Membangun (GERDEMA).

Saran : Berikan Ruang Masyarakat untuk Bercerita Pengalamannya


Ketika memulai membaca buku ini, saya berharap dapat memperoleh pengalaman dari
masyarakat desa terlibat dalam proses GERDEMA. Apalagi terdapat testemoni dari beberapa
kepala desa dan aparatur pemerintahan daerah, serta dua orang profesor sebagai pembuka
untuk mensarikan isi buku ini. Namun sayangnya penjabaran tentang kegiatan masyarakat
desa tidak saya peroleh dari buku ini. Menurut saya buku ini akan lebih menarik, jika terdapat
cerita dari masyarakat desa untuk memperluas sudut pandang bagaimana GERDEMA berhasil
mendorong pembangunan kondisi pedesaan di Kabupaten Malinau. Apalagi kalau potensi dan
kemampuan masing-masing desa dapat diceritakan dengan corak khas budaya dan adat
istiadat yang menjadi unsur kekayaan di Kabupaten Malinau.
Data Buku
Judul: Revolusi dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat
Penulis: Dr.Yansen TP., M.Si
Editor: Dodi Mawardi
Penerbit: Elex Media Komputindo (Kompas Gramedia)
Cetakan: 2014
Tebal: xxviii + 180 halaman
ISBN: 978-602-02-5099-1

Anda mungkin juga menyukai