Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. AT
Usia : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Sengkang

LAPORAN PSIKIATRIK

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama
Mengamuk
B. Riwayat Gangguan Sekarang
1. Keluhan dan Gejala
Pasien perempuan usia 36 tahun dibawa keluarganya untuk pertama kalinya
ke RSKD dengan keluhan utama mengamuk yang dialami sejak ± hari yang lalu.
Pasien mengamuk dengan memukul tetangga dengan tangan kosong karena ditegur
oleh tetangganya sehingga pasien marah. Pasien tertawa sendiri, bicara sendiri, dan
menangis tiba-tiba. Pasien berulang kali menyapu dan membersihkan dirinya.
Tidur teratu, makan teratur, jarang mandi. Pasien marah bila ditegur.
Perubahan perilaku pada pasien terjadi sejak Maret 2016 (± 18 bulan yang
lalu), pasien marah dan mengamuk setelah bermasalah dengan pagar batas rumah
dengan tetangga, sehingga pasien menjadi murung dan sedih, mengurung diri di
rumah. Pasien menjadi sering bicara sendiri, dan menjadi sulit tidur, selalu merasa
ada polisi yang akan menangkap dirinya dan takut untuk keluar rumah. Pasien
menjadi tidak ingin makan pemberian orang lain karena ingin diracun, sehingga
pasien makan hanya hasil masak sendiri. Pasien sulit tidur, makan dan mandi
teratur.
Sebelum sakit pasien orang yang mudah emosi, hubungan dengan keluarga
baik, mudah tersinggung. Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya dan tidak ada
yang mengalami gejala yang sama dalam keluarga.

2. Hendaya/disfungsi
Hendaya sosial (+)
Hendaya pekerjaan (+)
Hendaya pendidikan (+)

3. Faktor Stressor Psikososial


Perilaku pasien berubah setelah bermasalah dengan tetangga oleh karena persoalan
pagar batas rumah sehingga pasein marah dan mengamuk.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

 Riwayat Penyakit Dahulu


Trauma (-)
Kejang (-)
Infeksi (-)
 Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang. Pasien
juga tidak merokok.
 Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya
Pasien masuk rumah sakit jiwa untuk yang pertama kalinya.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak yang direncanakan dan dikehendaki. Pada masa
kehamilan ibu pasien, tidak ada penyakit yang diderita oleh ibu pasien. Pasien
lahir normal, cukup bulan dan persalinan dibantu oleh dukun di rumah. Tidak ada
kelainan fisik saat lahir.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien pada masa anak-anak awal sesuai
dengan perkembangan anak seusianya. Tidak ada masalah perilaku yang
menonjol.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)
Pasien tinggal bersama orang tuanya. Di Sekolah Dasar pasien memiliki prestasi
yang biasa-biasa saja. Pasien dikenal sebagai anak yang pendiam.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (Usia 12-18 tahun)
Pasien tinggal bersama orang tuanya dan tamat sekolah dasar. Pasien sempat
melanjutkan pendidikannya di jenjang SMP namun tidak tamat karena sangat
jauh dari rumah.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir Sekolah Dasar
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja.
c. Riwayat Pernikahan
Pasien belum pernah menikah
d. Riwayat Agama
Pasien beragama Islam, dan menjalankan ibadah agama dengan cukup baik.
e. Aktivitas Sosial
Pasien dikenal sebagai orang yang pendiam, mudah emosi dan gampang
tersinggung.

D. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien adalah anak keempat dari 5 bersaudara (♀, ♀, ♀, ♀, ♂). Hubungan pasien
dengan keluarga cukup baik. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada

E. Situasi Sekarang
Saat ini pasien tinggal bersama keluarga. Pasien tidak bekerja dan belum menikah

F. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien menganggap dirinya tidak sakit.
II. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Tampak seorang perempuan memakai baju kaos abu-abu kuning dan celana kuning
pendek, perawakan sedang, wajah sesuai umur dan perawatan diri kurang.
2. Kesadaran
Berubah
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Gelisah, terfiksasi.
4. Pembicaraan
Spontan, lancar, intonasi biasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Empati dan Perhatian
1. Mood: sulit dinilai
2. Afek: inappropriate
3. Empati: tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan: Sesuai dengan tingkat
pendidikan.
2. Daya konsentrasi: terganggu
3. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
4. Daya ingat:
a. Jangka Panjang : Baik
b. Jangka Sedang : Baik
c. Jangka Pendek : Baik
d. Jangka Segera : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: kurang
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : adanya halusinasi auditorik Pasien mendengar suara-
suara manusia, banyak orang yang sedang menceritainya. Ada pula halusinasi
olfaktorik dimana pasien merasa mencium bau tikus di sekitarnya.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus pikiran
a. Produktivitas : Cukup relevan
b. Kontinuitas : Baik
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi :
b. Gangguan isi pikiran : Waham persekutorik, dimana pasien merasa
yakin ada yang akan menangkap pasien serta meracuni pasien, sehingga ia
tidak ingin makan semua pemberian dari orang lain.

F. Pengendalian Impuls
Terganggu

G. Daya Nilai
1. Norma sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian realitas : Terganggu

H. Tilikan (Insight)
Derajat 1 (pasien tidak merasa dirinya sakit).

I. Taraf Dapat Dipercaya


Dapat dipercaya
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
1. Status Internus :
Keadaan umum tidak tampak sakit, kesadaran kompos mentis, tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, frekuensi pernafasan 20 kali/menit, suhu
tubuh 36,6 ° C.
2. Pem. Fisik, pem. Laboratorium dan penunjang lainnya tidak dilakukan.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien perempuan usia 36 tahun dibawa keluarganya untuk pertama kalinya
ke RSKD dengan keluhan utama mengamuk yang dialami sejak 1 hari yang lalu.
Pasien mengamuk dengan memukul tetangga dengan tangan kosong karena ditegur
oleh tetangganya sehingga pasien marah. Pasien tertawa sendiri, bicara sendiri, dan
menangis tiba-tiba. Pasien berulang kali menyapu dan membersihkan dirinya.
Tidur teratu, makan teratur, jarang mandi. Pasien marah bila ditegur.
Perubahan perilaku pada pasien terjadi sejak Maret 2016 (± 18 bulan yang
lalu), pasien marah dan mengamuk setelah bermasalah dengan pagar batas rumah
dengan tetangga, sehingga pasien menjadi murung dan sedih, mengurung diri di
rumah. Pasien menjadi sering bicara sendiri, dan menjadi sulit tidur, selalu merasa
ada polisi yang akan menangkap dirinya dan takut untuk keluar rumah. Pasien
menjadi tidak ingin makan pemberian orang lain karena ingin diracun, sehingga
pasien makan hanya hasil masak sendiri. Pasien sulit tidur, makan dan mandi
teratur. Sebelum sakit, pasien dulunya merupakan seorang yang pendiam dan
mudah tersinggung. Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya dan tidak ada yang
mengalami gejala yang sama dalam keluarga.
Dari pemeriksaan status mental didapatkan seorang perempuan dengan
perawatan diri kurang, kesadaran berubah, perilaku dan aktivitas psikomotor
gelisah, keadaan mood sulit dinilai, afek tumpul, dan empati tidak dapat
dirabarasakan, daya konsentrasi baik, orientasi waktu, tempat, dan orang baik, daya
ingat, dan pikiran abstrak baik, kemampuan menolong diri sendiri kurang. Adanya
halusinasi yang merasa pasien ingin dicelakai, Arus pikir dengan produktivitas
cukup, kontinuitas baik, dan tidak ditemukan hendaya berbahasa. Preokupasi ada
dan gangguan isi pikir ada berupa waham persekutorik. Pengendalian impuls
kurang, daya nilai terganggu. Tilikan derajat 1 dimana pasien tidak merasa dirinya
sakit dan secara umum yang diutarakan oleh pasien dapat dipercaya.
V. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis, didapatkan gejala klinis yang
bermakna yaitu gelisah yang memberat sejak ± 18 bulan yang lalu, sering mengamuk,
berbicara sendiri, mengurung diri, sulit tidur. Keadaan ini menimbulkan penderitaan
(distress) pada pasien dan keluarga serta terdapat hendaya (dissability) pada fungsi
psikososial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita gangguan jiwa.

Pada pemeriksaan status mental ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai
realita tidak dapat bekerja seperti biasa dan selalu merasa ingin dicelakai, serta
hendaya dalam fungsi sosial berupa ketidakmampuan membina relasi dengan orang
lain, sehingga didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik.

Pada pemeriksaan status internus dan neurologik tidak ditemukan adanya kelainan,
sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat disingkirkan dan
didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.

Dari alloanamnesis, autoanamnesis, dan pemeriksaan status mental didapatkan adanya


1 gejala yang jelas yaitu halusinasi berupa auditorik, ditambah dengan gejala lainnya
seperti adanya waham persekutorik, penarikan diri secara sosial menunjukkan bahwa
gejala- gejala tersebut sudah berlangsung lebih dari satu bulan, sehingga berdasarkan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III) diagnosis
diarahkan pada Skizofrenia

Adanya halusinasi berupa halusinasi auditorik yang menonjol dan adanya waham
persekutorik, berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ III) diagnosis diarahkan pada Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Axis II
Dari informasi yang didapatkan, belum cukup untuk mengarahkan pasien ke salah
satu ciri gangguan kepribadian

Axis III
Tidak ditemukan adanya diagnosis fisik lain
Axis IV
Faktor stressor psikososial tidak jelas

Axis V
GAF Scale 50-41 (gejala berat, disabilitas berat)

VI. DAFTAR PROBLEM

 Organobiologik
Tidak ditemukan adanya kelainan organobiologik pada pasien namun diduga
terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan
farmakoterapi
 Psikologik
Ditemukan adanya hendaya berat dalam mnerima realita sehingga menimbulkan
gejala psikologik yang membuat pasien membutuhkan psikoterapi
 Sosial
Ditemukan hendaya dalam bidang sosial sehingga pasien membutuhkan
sosioterapi.

VII. PROGNOSIS
 Faktor pendukung:
- Dukungan dari keluarga yang baik untuk kesembuhan pasien
- Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

 Faktor penghambat:
- Stressor psikososial tidak jelas
- Pasien menolak penuh bahwa dirinya sakit
Dari faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa prognosis nya adalah dubia.

VIII. PEMBAHASAN/ TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan buku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa


(PPDGJ III):

Skizofrenia dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria :


 Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau ‘deteriorating’) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik,
dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang
tidak wajar (inappropriate) or tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a) - “thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun
kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal” : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya, (withdrawal); dan
- “thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan
tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence” : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
-“delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang ‘dirinya’ secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh/ anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan
khusus);
-“delusional perception” : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c) halusinasi auditorik :
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari
dunia lain).
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, atupun disertai oleh ide- ide berlebihan (over
valued-ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu- minggu atau berbulan- bulan terus menerus;
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
g) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, stupor;
h) Gejala- gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
 Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal)
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.

Skizofrenia Paranoid (F20.0) dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria :

 Memenuhi kriteria umun diagnosis skizofrenia.


 Sebagai tambahan :
- halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

Pada pasien ditemukan adanya halusinasi auditorik yaitu adanya


halusinasi auditorik Pasien merasa orang-orang yang ada disekitarnya
menceritainay, ingin mengambil barang-barangnya dan ingin mencelakainya
dan ditemukan pula adanya waham kejaran diamana pasien merasa ingin
dicelakai. Selain itu pasien menutup diri dari lingkungan sosial.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
Skizofrenia. Adanya gejala dari halusinasi yang menonjol disertai waham serta
tidak ditemukannya gejala khas yang mengarah ke subtipe skizofrenia lainnya
maka pasien didiagnosis sebagai Skizofrenia Paranoid.
Medikasi yang diberikan adalah antipsikosis. Sindrom psikosis terjadi
berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter dopamine yang meningkat
(hiperaktivitas sistem dopaminergik sentral). Mekanisme kerja obat anti psikosis
tipikal adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak,
khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D2 reseptor
antagonist)sehingga efektif untuk gejala “positif”, sedangkan obat anti psikosis
atipikal disamping berafinitas terhadap dopamine D2 reseptor, juga terhadap
serotonin 5 HT2 reseptor (serotonin-dopamin antagonist) sehingga efektif juga
untuk gejala “negatif”. Risperidon dan clozapine adalah jenis obat dari golongan
anti psikosis atipikal yang memiliki waktu paruh yang singkat dan berdasarkan usia
pasien yang masih tergolong muda maka pasien diberikan golongan obat atipikal
untuk mencegah timbulnya efek samping berupa gangguan fungsi kognitif.
Selain itu, terapi juga disertai dengan intervensi psikososial untuk memperkuat
perbaikan klinis. Penatalaksanaan psikososial umumnya lebih efektif pada saat
penderita berada dalam fase akut. Terapi berorientasi keluarga dapat dilakukan
dengan memberikan penjelasan tentang gangguan yang dialami pasien dan
menciptakan suasana yang baik agar dapat mendukung proses pemulihan pasien.
Dengan melihat faktor-faktor pendukung dan penghambat
penyembuhannya dimana faktor pendukungnya berupa : adanya dukungan dari
keluarga yang baik untuk kesembuhan pasien; riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga tidak ada dan faktor penghambat kesembuhannya yang lebih banyak
yaitu: stressor psikososial tidak jelas; pasien menolak penuh bahwa dirinya sakit
maka prognosis pasien ini adalah dubia.

IX. RENCANA TERAPI


- Psikofarmakoterapi :
 Haloperidol 1,5 mg 3x1
 Chlorpromazin 100 mg 0-0-1
 Trihexyphenidil 2 mg 2x1
 Injeksi Lodomer jika pasien menolak minum obat/oral.

- Psikoterapi Supportif :
 Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaan dan keluhannya sehingga pasien merasa lega.
 Konseling : memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien
sehingga dapat membantu pasien dalam memahami penyakitnya dan
bagaimana cara menghadapinya dan menganjurkan untuk berobat teratur.
 Sugestif : Menanam kepercayaan dan meyakinkan bahwa gejalanya akan
hilang dengan meningkatkan motivasi diri pasien.
 Sosioterapi : memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan
orang-orang disekitarnya sehingga mereka dapat memberikan dukungan
moral dan menciptakan lingkungan yang kondusif agar dapat membantu
proses penyembuhan.

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan pasien dan perkembangan penyakitnya, efektivitas terapi serta
tanda-tanda munculnya efek samping obat yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Saddock, BJ. Saddock, VA. 2014. Buku Ajar Psikiatri Klinis : Gangguan teror tidur. Hal

346 – 347. Jakarta : EGC

2. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-

V. Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya.

Jakarta : PT Nuh Jaya.

3. Guyton, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi ke-11.

Jakarta: EGC

4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar Psikiatri. Edisi ke 2. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013
5. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga
UniversityPress; 2009. hlm. 356-60

Anda mungkin juga menyukai