Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

Skabies

Disusun Oleh:
Eva Yuliana Choandra
11-2015-383

Pembimbing:
dr. Nirmawati Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 4 DESEMBER 2017 – 6 JANUARI 2018
RUMAH SAKIT RS SARTIKA ASIH BANDUNG
LAPORAN KASUS

I. PENDAHULUAN
Skabies merupakan penyakit kulit menular akibat infestasi tungau Sarcoptes
scabiei var hominis (S. scabiei) yang membentuk terowongan pada lapisan stratum
korneum dan stratum granulosum pejamu. S. scabiei termasuk parasit obligat pada
manusia. Skabies menjadi masalah yang umum di dunia, mengenai hampir semua
golongan usia, ras, dan kelompok sosial ekonomi. Kelompok sosial ekonomi rendah
lebih rentan terkena penyakit ini (Stone et al., 2008 ).
Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terkena skabies.
Prevalensi cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan terutama di daerah yang padat
penduduk. Skabies mengenai semua kelas sosial ekonomi, perempuan dan anak-anak
mengalami prevalensi lebih tinggi. Prevalensi meningkat di daerah perkotaan dan
padat penduduk. Pada musim dingin prevalensi juga cenderung lebih meningkat
dibandingkan musim panas (Stone et al., 2008). Di Brazil Amerika Selatan prevalensi
skabies mencapai 18 % (Strina et al., 2013), di Benin Afrika Barat 28,33 % (Salifou et
al., 2013), di kota Enugu Nigeria 13,55 % (Emodiet al., 2013), di Pulau Pinang
Malaysia 31 % (Zayyid et al., 2013).
Di indonesia prevalensi skabies masih cukup tinggi. Menurut Departemen
Kesehatan RI 2008 prevalensi skabies di Indonesia sebesar 5,60-12,95 % dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Tiyakusuma dalam penelitiannya di
Pondok Pesantren As-Salam Surakarta, menemukan prevalensi skabies 56,67 % pada
tahun 2010.

II. IDENTITAS PASIEN


- Nama : An. K N S
- RM : SA 144565
- Usia / tanggal lahir : 16 / 01 / 2011
- Alamat : 6 tahun 11 bulan
- Status : BPJS
- Pekerjaan : Pelajar
- Tanggal pemeriksaan: 6 Desember 2017
ANAMNESIS
( Alloanamnesis tanggal 6 Desember 2017 )
Keluhan Utama : Gatal pada daerah sekitar penis bintil-bintil yang terasa gatal pada seluruh
tubuh, ekstremitas atas dan bawah kanan dan kiri, serta penis sejak 2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poliklinik RS Bhayangkara Sartika Asih dengan keluhan bintil-bintil
yang terasa gatal terutama pada daerah sekitar penis, sela jari kedua tangan, kedua lipat siku,
kedua lutut, dan perut sejak 2 minggu SMRS. Bintil kemerahan sebesar ujung jarum pentul
dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke telapak
tangan, lipat siku dan sela jari tangan kiri, perut, dan kedua lutut. Pasien juga mengaku ada
bintil kemerahan yang serupa pada penis. Keluhan gatal dirasakan sepanjang hari dan semakin
hebat terutama pada malam hari sehingga membuat pasien menggaruk kulit hingga timbul luka
akibat garukan dan mengeluarkan nanah. Pasien sudah pergi ke puskesmas dekat rumahnya
dan hanya diberi hidrokortison topikal. Demam dialami pasien selama 2 hari sekitar 3
minggu yang lalu. Riwayat alergi seperti asma, alergi makanan, dan alergi obat serta benda
asing disangkal pasien.
Kakak pasien tinggal di pesantren bersama teman-temannya dan menginap di
rumah selama beberapa hari, teman2 kakak pasien dan adik pasien mengaku juga
mengalami hal serupa. Selama 2 minggu terakhir, adik pasien dan ayahnya juga mulai
mengalami hal serupa.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien belum pernah dirawat
inap sebelumnya maupun menjalani tindakan operasi.

Riwayat Keluarga
Ayah pasien mengalami hal serupa. Tidak ada riwayat penyakit tertentu seperti
diabetes mellitus dan hipertensi.

Riwayat Sosial & Kebiasaan


Kakak pasien tinggal di pesantren dan mengganti sprei setiap 2 bulan atau 3 bulan
sekali. Mengganti pakaian setiap hari dua kali, mandi dua kali sehari, dan mencuci seluruh
pakaian selama satu minggu setiap hari Sabtu.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan, benda asing (debu, dll),
maupun makanan (makanan laut, dll)

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan umum : tampak sakit ringan


Kesadaran : kompos mentis
Tanda-tanda vital
Nadi : 78x per menit, reguler
Pernafasan : 16 kali per menit, reguler
o
Suhu : 36,4 C
STATUS LOKALIS
Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam, tipis, terdistribusi merata,
rambut tidak mudah tercabut, tidak ada kelainan kulit
Mata : Konjungtiva tidak anemis, mata tidak cekung
Telinga : Posisi daun telinga normal
Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada nafas cuping
hidung
Mulut : Mukosa bibir lembab, mukosa rongga mulut lembab, tidak ada celah
palatum, ukuran lidah normal.
Dada : Bentuk normal, tidak terdapat deformitas, penonjolan,
pembengkakan
Paru : Tidak dilakukan
Jantung : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, CRT <2 detik
STATUS DERMATOLOGIS

 Distribusi : Generalisata
 Lokasi : Regio Penis, Regio abdomen, Regio Kubiti dextra dan sinistra, Regio
palmar dextra dan sinistra, Regio interdigitalis dextra dan sinistra.
 Permukaan : papul eritema multiple, bentuk bulat, berbatas tegas
Lokasi Efloresensi Gambar
Regio Kubiti dextra dan Papul eritema multiple,
sinistra
bentuk bulat, berbatas tegas

Regio palmar dextra dan Papul eritema multiple,


sinistra bentuk bulat, berbatas tegas
Regio abdomen Papul eritema multiple,
bentuk bulat, berbatas tegas
Regio Penis Papul eritema multiple,
bentuk bulat, berbatas tegas
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

DIAGNOSIS KERJA
- Skabies dengan infeksi sekunder

DIAGNOSIS BANDING
- Prurigo hebra
- Pedikulosis korporis
- Dermatitis
RESUME
-
Pasien, laki-laki, 16 tahun, datang ke poliklinik RSUS dengan keluhan bintil-bintil
yang terasa gatal terutama pada sela jari kedua tangan, kedua lipat siku, kedua lutut, dan
perut sejak 3 bulan SMRS. Bintil kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal
dari sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke telapak tangan, lipat
siku dan sela jari tangan kiri, perut, dan kedua lutut. Pasien juga mengaku ada bintil
kemerahan yang serupa pada penis. Keluhan gatal dirasakan sepanjang hari dan semakin
hebat terutama pada malam hari sehingga membuat pasien menggaruk kulit hingga timbul
luka akibat garukan dan mengeluarkan nanah. Demam dialami pasien selama 2 hari, 3
minggu SMRS.
-
Pasien tinggal di pesantren bersama teman-temannya dan mengaku bahwa separuh
dari teman kamarnya juga mengalami hal serupa. Selama 1 bulan terakhir ini saat libur
lebaran, pasien kembali ke rumah dan mengaku bahwa ayahnya juga mulai mengalami hal
serupa.
-
Berdasarkan status dermatologis, terdapat papul eritema multipel, bentuk bulat,
berbatas tegas, pustul, ekskoriasi, krusta pada regio interdigitalis, palmar, dan kubitus
dekstra sinistra, abdomen, vertebralis, penis, serta patelaris dekstra sinistra.

TATALAKSANA
Edukasi:

- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularanny


- Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular
- Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan
tempat tinggal
- Mencuci selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir dengan
menggunakan air panas 5 hari terakhir
- Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
- Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan risiko infeksi
- Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita keluhan
yang sama
- Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim yang
dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika terkena air harus
diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh tubuh saat malam hari menjelang
tidur dan didiamkan selama 8 jam hingga keesokan harinya. Obat digunakan
1x seminggu dan dapat diulang seminggu kemudian.
Terapi Farmakologis:
A. Topikal
Permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10 jam,
satu kali dalam seminggu
B. Sistemik
Anti histamin: Cetirizine tab 1x1
Antibiotik: Cefadroxil 2x200mg

PROGNOSIS
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : ad bonam
- Ad sanationam : ad bonam
III. PEMBAHASAN

Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
3
terhadap terhadap Sarcoptes scabei var. hominis dan produknya.

Etiologi
Sarcoptes scabiei var hominis berkembangbiak hanya pada kulit manusia.
Sarcoptes scabiei merupakan Arthropoda yang masuk ke dalam kelas Arachnida, sub kelas
Acari (Acarina), ordo Astigmata dan famili Sarcoptidae. Sarcoptes scabiei merupakan
tungau putih, kecil, transparan, berbentuk bulat agak lonjong, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau betina besarnya 2 kali daripada yang jantan. Adapun jenis
Sarcoptes scabei var. animalis yang kadang-kadang bisa menulari manusia terutama bagi
1,3,4
yang memelihara hewan peliharaan seperti anjing

1
Gambar 1. Morfologi Sarcoptes scabei.

Cara Penularan

Penularan skabies pada manusia dapat melalui kontak langsung dengan penderita
(kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual.
Penularan skabies pada manusia juga dapat secara tidak langsung melalui pakaian, handuk,
sprai dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita. Jumlah rata-rata
tungau pada awal infestasi adalah sekitar lima sampai sepuluh ekor. Tungau S. scabiei
1,3,8
hidup dari sampel debu penderita, lantai, furniture dan tempat tidur.
Klasifikasi

Skabies dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu sebagai berikut:


1. Typical scabies (sedikit tungau, allergic component prominent)

2. Transient scabies (allergic component prominent, tungau menghilang


dengan cepat)
5
3. Crusted scabies (jumlah tungau yang sangat banyak).

Patogenesis

Setelah terjadi perkawinan (kopulasi) biasanya tungau jantan akan mati, namun
kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh
betina. Setelah tungau betina dibuahi, tungau ini akan membentuk terowongan pada kulit
sampai perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum dengan panjangnya 2-3 mm
perhari serta bertelur sepanjang terowongan sampai sebanyak 2 atau 4 butir sampai sehari
mencapai 40-50 butir. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva
yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva tersebut sebagian ada yang tetap tinggal dalam
terowongan dan ada yang keluar dari permukaan kulit, kemudian setelah 2-3 hari masuk ke
stadium nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Waktu
yang diperlukan mulai dari telur menetas sampai menjadi dewasa sekitar 8-12 hari.3,4

Siklus hidup tungau paling cepat terjadi selama 30 hari dan selama itu juga tungau-
tungau tersebut berada dalam epidermis manusia. Tungau yang berpindah ke lapisan kulit
teratas memproduksi substansi proteolitik (sekresi saliva) yang berperan dalam pembuatan
terowongan dimana saat itu juga terjadi aktivitas makan dan pelekatan telur pada
terowongan tersebut. Tungau-tungau ini memakan jaringan-jaringan yang hancur, namun
tidak mencerna darah. Feses (Scybala) tungau akan ditinggalkan di sepanjang perjalanan
tungau menuju ke epidermis dan membentuk lesi linier sepanjang terowongan.1,6
7
Gambar 2. Penularan Skabies.

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga oleh penderita
sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan
ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Sensitisasi
terjadi pada penderita yang terkena infeksi scabies pertama kali. Pada saat itu kelainan
kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain.
3
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Apabila terjadi immunocompromised pada host, respon imun yang lemah akan gagal dalam
mengontrol penyakit dan megakibatkan invasi tungau yang lebih banyak bahkan dapat
menyebabkan crusted scabies. Jumlah tungau pada pasien crusted scabies bisa melebihi 1
6
juta tungau.

Manfestasi Klinis
Ketika seseorang terinfestasi oleh scabies untuk yang pertama kalinya, gejala
biasanya tidak nampak hingga mencapai 2 bulan kemudian (2-6 minggu) setelah
terinfestasi. Namun bagaimanapun, seseorang yang terinfestasi masih bisa menyebarkan
scabies ini kepada orang lain. Jika seseorang telah pernah menderita scabies sebelumnya,
gejala akan muncul dengan segera (1-4 hari) setelah terekspos. Seseorang yang terinfestasi
scabies juga dapat menularkan penyakitnya, walaupun mereka tidak memiliki gejala lagi.
Hal ini berlaku sampai scabies pada penderita tersebut diberantas beserta tungau dan telur-
telurnya.7

Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal sebagai
berikut:
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab. Gejala ini adalah yang sangat
menonjol.3
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu juga dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi,
yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau,
tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).3
3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm,
pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.

Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi
dan lain-lain). Umumnya tempat predileksi tungau adalah lapisan kulit yang tipis,
seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak
depan, pinggang, punggung, pusar, dada termasuk daerah sekitar alat kelamin pada
pria dan daerah periareolar pada wanita . Telapak tangan, telapak kaki, wajah, leher
dan kulit kepala adalah daerah yang sering terserang tungau pada bayi dan anak-
anak.1,3
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik.3
1
Gambar 2. Ruam pada scabies.

1
Gambar 3. Kanalikuli pada Scabies.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menemukan tungau dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1.Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang baru.
hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10% kemudian
ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah. mikroskop. Diagnosis scabies
1
positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung pada kertas putih kemudian dilihat
3
dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsy irisan, yaitu lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan
3
tipis dengan pisau kemudian diperiksa dengan mikroskop cahaya.
3
4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok papula
menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang telah tertutup dengan tinta
didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta diusap/ dihapus
dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam
1
terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig-zag.

Strategi lain untuk melakukan diagnosis scabies adalah videodermatoskopi, biopsi


kulit dan mikroskopi epiluminesken. Videodermatoskopi dilakukan menggunakan sistem
mikroskop video dengan pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima
menit. Umumnya metode ini masih dikonfirmasi dengan basil kerokan kulit. Pengujian
menggunakan mikroskop epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari dermis superfisial
dan memerlukan waktu sekitar lima menit serta mempunyai angka positif palsu yang
rendah. Kendati demikian, metode-metode diagnosis tersebut kurang diminati karena
memerlukan peralatan yang mahal.

Diagnosis Banding

Penyakit skabies juga ada yang menyebutnya sebagai the great imitator karena
dapat mencakup hampir semua dermatosis pruritik berbagai penyakit kulit dengan keluhan
gatal. Adapun diagnosis banding yang biasanya mendekati adalah prurigo, pedikulosis
2,3
corporis, dermatitis dan lain-lain.
Penatalaksanaan

Pilihan obat scabisida harus memperhitungkan efektivitas dan toksisitas.


Penatalaksanaan juga harus melibatkan orang-orang yang berhubungan dekat atau
pasangan seksual. Adapun syarat obat yang ideal adalah yang efektif terhadap semua
tungau, tidak menimbulkan iritasi, tidak bersifat toksik, tidak berbau, tidak kotor, tidak
2,3
merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya pun relatif murah.

Pengobatan standar skabies pada manusia yang sering diberikan adalah bensil
bensoat, crotamiton, lindan, permetrin, dan ivermectin . Wendel dan Rampalo (2002)
melakukan tinjauan tingkat kesembuhan penderita skabies dengan berbagai macam obat
1,8
seperti yang ditunjukkan pada table berikut.
1
Tabel 1. Tinjauan Tingkat Kesembuhan Skabies dengan Berbagai Macam Obat.

Kombinasi antara bensil bensoat memberikan tingkat kesembuhan mencapai 100%.


Bensil bensoat 25% dikenal juga dengan nama "Balsem Peru" dan telah digunakan sekitar 65
tahun yang lalu. Obat ini diaplikasikan dengan cara dioles pada kulit yang terserang skabies
dan dibiarkan hingga 24 jam. Efek samping bensil bensoat yang dilaporkan adalah timbulnya
diare dan iritasi kulit pada menit pertama pasca pengolesan. Bensil bensoat dianjurkan untuk
diencerkan apabila digunakan oleh penderita skabies pada anak dan dewasa yang kulitnya
1,3
sensitif.

Crotamiton 10% (Eurax) adalah obat scabies yang cukup aman bagi anak dengan efek
samping yang minimal. Obat ini mempunyai dua efek yaitu sebagai antiskabies dan
1,3
antupruritik. Obat ini harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.

Gamma benzene hexachloride 1% adalah insektisida organofosfat untuk


pengobatan skabies dengan tingkat kesembuhan mencapai 96 - 98%. Obat ini
mempengaruhi sistem saraf dan terbukti berbahaya bagi janin dan anak bahkan dapat
menyebabkan terjadinya idiosyncratic aplastic anemia. Oleh karena itu, lindan tidak
dianjurkan untuk digunakan ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah umur dua tahun dan
penderita dengan dermatitis yang luas termasuk penderita dengan gangguan syaraf. Lindan
tidak dianjurkan setelah mandi dengan air hangat karena kulit masih mengalami
vasodilatasi sehingga penyerapan berjalan cepat dan sangat membahayakan. Resistensi S.
scabiei secara in vitro dan in vivo terhadap lindan telah dilaporkan oleh Hernandez (1983)
dan Chosidow (2000). Lindan dilarang beredar di beberapa negara termasuk Australia
1
karena efek samping yang membahayakan bagi pengguna.

Adanya efek samping terhadap lindan, pengobatan diarahkan pada penggunaan


permetrin 5% (Lyclear). Obat ini terbilang lebih mahal dari obat skabies di atas dan
banyak digunakan di Australia, United Kingdom dan Amerika selama lebih dari dua puluh
tahun. Dosis tunggal yang digunakan mempunyai efek yang mirip dengan lindan, yaitu
memberikan kesembuhan sekitar 97,8%. Efek permetrin dilaporkan lebih balk daripada
crotamiton dan sebaiknya dibiarkan selama delapan sampai sepuluh jam berada di kulit,
kemudian dapat dicuci. Pengobatan dapat diulang dalam waktu satu minggu. Obat ini
dilaporkan lebih aman khususnya bagi anak-anak, tidak menyebabkan reaksi silang dengan
1,3,8
kulit, tetapi dapat menyebabkan diare dan kejang-kejang.
Ivermectin adalah antibiotik lakton makrosiklik dari kelompok avermectin yang
diisolasi dari bakteri Streptomyces avermectalis. Obat ini menunjukkan spektrum yang
luas untuk parasit baik arthropoda maupun nematoda dan telah banyak digunakan untuk
pengobatan skabies pada hewan serta manusia. Dosis tunggal ivermectin 200 tg/kg mampu
menyembuhkan skabies pada penderita HIV dan skabies krustasi. Selain khasiatnya
sebagai anti skabies, ivermectin juga dilaporkan efektif untuk mengurangi kejadian infeksi
sekunder karena bakteri Streptococcus pyoderma yang menyertai skabies. Efek samping yang
ditimbulkan setelah pengobatan adalah sakit perut dan muntah serta hipotensi (tekanan darah
menurun). Ruam-ruam merah akan meningkat pada tiga hari pertama pascapengobatan juga
sering dialami penderita scabies. Ivermectin tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak dengan
1
bobot badan kurang dari lima belas kilogram.

Obat alternatif lainnya adalah presipitasi sulfur 6% di dalam petrolatum . Obat ini
dilaporkan aman bagi ibu hamil, ibu menyusui dan anak yang berumur kurang dari dua
tahun . Penggunaan sulfur 6% setiap malam selama tiga kali berturut-turut dan
membilasnya setelah 24 jam, memberikan hasil yang memuaskan. Namun demikan, obat
1,3
ini kurang diminati karena meninggalkan noda dan kotor serta bau yang menyengat.

Pencegahan

Diagnosis dini dan penatalaksanaan dengan scabisida yang efektif untuk penderita
dan kontak seksual/ rumah tangga merupakan kunci pencegahan. Pencegahan skabies pada
manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan penderita dan
mencegah penggunaan barang-barang penderita secara bersama-sama. Pakaian, handuk
dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita harus diisolasi dan
dicuci dengan air panas . Pakaian dan barang-barang asal kain dianjurkan untuk disetrika
sebelum digunakan . Sprai penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal tiga
hari sekali . Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air (bantal, guling, selimut)
disarankan dimasukkan ke dalam kantung plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci
kering atau dijemur di bawah sinar matahari sambil dibolak batik minimal dua puluh menit
1,2
sekali.

Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang sehat akan
mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S. scabiei. Umumnya, penderita masih
merasakan gatal selama dua minggu pascapengobatan. Kondisi ini diduga karena masih
adanya reaksi hipersensitivitas yang berjalan relatif lambat. Apabila lebih dari dua minggu
masih menunjukkan gejala yang sama, maka dianjurkan untuk kembali berobat karena
kemungkinan telah terjadi resistensi atau berkurangnya khasiat obat tersebut. Kegagalan
pengobatan pada skabies krustasi secara topikal diduga karena obat tidak mampu
1
berpenetrasi ke dalam kulit akibat tebalnya kerak.

Prognosis

Keberhasilan pengobatan skabies dan pemberantasan penyakit tersebut tergantung


pada pemilihan efektif, pemakaian obat yang benar, serta menghilangkan faktor
3
predisposisi.
Daftar Pustaka
1. Wardhana, AH. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini dan Masa
Datang. 2006. Bogor: Balai Penelitian Veteriner.

2. Herman, MJ. Cermin Dunia Kedokteran: Penyakit Hubungan Seksual


Akibat Jamur, Protozoa dan Parasit. 2001. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi - Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Rl.

3. Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Tim Penyusun Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2005. Surabaya:
Airlangga University Press.

5. Speare, Richard. Advice on Scabies Diagnosis and Management. The SA


Department of Health: James Cook University

6. Cordoro, KM. Dermatologic Manifestations of Scabies. 2009. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article . Diunduh tanggal 17 Desember 2017.

7. Centers for Disease Control and Prevention. Parasites Scabies. 2010.


Available at: http://www.cdc.gov/. Diunduh tanggal 17 Desember 2017.

8. Chosidow,O. Scabies, New England Journal of Medicine. 2006. Available


from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/354/16/1718. diunduh
tanggal 17 desember 2017.

Anda mungkin juga menyukai