Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya


yang dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan
gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian
diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.1

Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan


pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda
(rosea).2

Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun.3 Wanita lebih sering


terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.2

Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.
Pitiriasis Rosea bisa didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu
makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe). Setelah itu muncul gatal
dan lesi di kulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti Pitiriasis
Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya.1

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi

Pitiriasis rosea yaitu erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai
dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan tungkai atas yang tersusun
sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.
Penyebabnya belum diketahui, diduga virus sebagai penyebab timbulnya erupsi.
Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit kulit yang paling sering
ditemukan pada praktek klinis.4 Riwayat perjalanan penyakit dan penemuan klinis
yang didapatkan hampir selalu sama. Anak ataupun dewasa muda yang terkena
penyakit ini, tidak merasakan gejala yang berarti, kemudian timbul bercak merah
dan bersisik yang bisa muncul di batang tubuhnya, paha atas, atau di daerah bahu.
Pitiriasis rosea mungkin akan lebih sulit untuk didiagnosa apabila lesi-lesi kecil
yang muncul setelah lesi pertama belum didapatkan secara klinis.4 Lesi yang
timbul bisa disalahartikan sebagai infeksi jamur atau dermatitis.5

2.2 Epidemiologi

Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35
tahun.4,5 Puncak insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun.6 Namun ada
juga yang mengatakan puncak insidensinya terdapat pada usia antara 15-40
tahun.3,7 Namun bagaimanapun penyakit ini bisa muncul dari usia 3 bulan
sampai dengan 83 tahun.4 Insidensnya meningkat terutama pada musim semi,
musim gugur, dan musim dingin.3,4,6,8,9 Penyakit ini terdapat di seluruh dunia
dan didapatkan kira-kira sebanyak 2% dari setiap kunjungan pasien yang berobat
jalan pada ahli penyakit kulit. Prevalensi terjadinya pitiriasis rosea lebih banyak
ditemukan pada golongan sosioekonomi masyarakat kelas menengah dan yang
kurang mampu.4 Insidens pada pria dan wanita hampir sama, walaupun sedikit
lebih banyak ditemukan pada wanita.3,4,6 Prevalensinya tidak dipengaruhi oleh

2
golongan ras tertentu. Penyakit ini biasanya bertahan antara 6-8 minggu, tapi
dapat juga didapatkan variasi lamanya sakit yang berbeda.4

2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui, walaupun sudah
dikemukakan beberapa dugaan penyebab timbulnya penyakit ini. Sudah lama
dipikirkan bahwa virus sebagai penyebab timbulnya penyakit ini, karena adanya
gejala prodromal yang biasa muncul pada infeksi virus bersamaan dengan
munculnya bercak kemerahan di kulit. Human herpes virus 7 telah dikemukakan
sebagai penyebabnya, namun beberapa penelitian telah gagal menunjukkan bukti-
bukti yang meyakinkan.6 Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini terfokus pada
peranan HHV-6 dan HHV-7 pada pitiriasis rosea. Dalam suatu penelitian, partikel
HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Partikel-partikel
virus ini ditemukan dalam jumlah banyak diantara serat-serat kolagen dan
pembuluh-pembuluh darah pada lapisan dermis atas dan bawah. Partikel virus ini
juga berada selang-seling diantara keratinosit dekat dengan perbatasan dermal-
epidermal.4
Watanabe dkk telah membuktikan kepercayaan yang sudah lama ada
bahwa pitiriasis rosea merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh virus.
Mereka mendemonstrasikan replikasi aktif dari HHV-6 dan HHV-7 dalam sel
mononuklear pada lesi kulit, hal ini sama dengan mengidentifikasi virus-virus
pada sampel serum pasien.3 Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan
didapatkan pada masa kanak-kanak awal dan tetap ada pada fase laten dalam sel
mononuklear darah perifer, terutama CD-4 dan sel T, dan pada air liur.3,4 Erupsi
kulit yang timbul dianggap sebagai reaksi sekunder akibat reaktivasi virus yang
mengarah pada terjadinya viremia.3,5,10 Sumber lain mengatakan beberapa
penulis menduga herpes simpleks virus 10 yang menjadi penyebabnya.8
Penelitian baru-baru ini menemukan bukti dari infeksi sistemik aktif HHV-
6 dan HHV-7 pada kulit yang kelainan, kulit yang sehat, air liur, sel mononuklear
darah perifer, dan serum dari pasien penderita pitiriasis rosea. Terdapat hipotesis
bahwa reaktivasi HHV-7 memicu terjadinya reaktivasi HHV-6. Namun apa yang

3
menjadi pemicu utama reaktivasi HHV-7 masih belum jelas. Pitiriasis rosea tidak
disebabkan langsung oleh infeksi virus herpes melalui kulit, tapi kemungkinan
disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit yang tersembunyi pada
waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain mengesankan reaktivasi virus mencakup
kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya pitiriasis rosea pada saat
status imunitas seseorang mengalami perubahan. Didapatkan sedikit peningkatan
insidens pitiriasis rosea pada pasien yang sedang menurun imunitasnya, seperti
ibu hamil, dan penerima transplantasi sumsum tulang.4
Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia dan Legionella
pneumonia telah dikemukakan sebagai agen penyebab pitiriasis rosea yang
berpotensi kuat, namun belum ada penelitian yang menunjukkan kenaikan kadar
antibodi yang signifikan terhadap mikroorganisme yang telah disebutkan di atas
pada penderita pitiriasis rosea.

2.4 Gejala Klinis

Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea
didahului dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus
respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal.6 Sumber lain
menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala
prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam,
malaise, dan artralgia.4 Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter
berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara
bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna
pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.4,6,8,10

Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother


plaque/Medalion.6,9 Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-
94%, dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan
adanya Herald patch.4 Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama
cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut
dengan “Hanging curtain sign”. Herald patch ini akan bertahan selama satu

4
minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru
akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat.3 Namun kemunculan dan
penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam
hingga sampai 3 bulan.4 Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga
plak berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink
salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan
khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya.5,6 Umum ditemukan
beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih
tenang.6

Gambar 2. Herald Patch

(http://www.everydayhealth.com/skin-and-beauty-pictures/skin-condition-
pityriasis-rosea.aspx)

Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana ia


mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam
stadium yang berbeda. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan
menghilang setelah 2-4 minggu.4 Sumber lain yang menyebut erupsi kulit akan
menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu.3 Namun pada beberapa kasus

5
dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan.4,6 Lesi-lesi ini muncul terutama pada
batang tubuh dengan sumbu panjang sejajar pelipatan kulit.8 Tampilannya tampak
seperti pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree appearance). Hal ini
membingungkan karena susunan lesi yang muncul membentuk garis yang
mengarah ke bawah dari columna vertebra bila dilihat dari belakang, namun jika
dilihat dari depan maka garisnya mengarah ke atas dari sentral abdomen. Hal ini
nampak tidak sesuai jika kita bandingkan dengan arsitektur dari pohon natal
sebenarnya. Tapi bagaimanapun, terlepas dari tampilan lesi yang mirip dengan
pohon natal, terbalik ataupun tidak, tidak diragukan lagi Herald patch merupakan
lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.5

Gambar 3. Inverted Christmas Tree

(http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515)

Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang
muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan
wajah.5 Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela
paha, atau aksila. Pada daerah ini lesi berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang
bergabung dengan tepi yang tidak rata sehingga sangat mirip dengan Tinea
corporis. Gatal ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat timbul

6
gejala.3 Gatal merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi
parah pada 25% pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan
basah, berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25%
penderitanya tidak merasakan gatal.4 Relaps dan rekurensi jarang sekali
ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan.3 Efek dari terapi yang berlebih atau
adanya dermatitis kontak, umum ditemukan.8

Terkadang pitiriasis rosea bisa muncul dalam bentuk distribusi yang tidak
khas, dan penegakan diagnosanya tergantung dari manifestasi klinis yang ada dan
lesi utama berupa Herald patch. Predileksi tempat yang atipikal mencakup telapak
kaki, wajah, scalp, dan genitalia. Sebagai tambahan, multipel Herald patch
ditemukan pada 5,5% kasus. Yang lebih tidak umum lagi, jenisnya sendiri tidak
khas, contohnya ruam kulit bisa dikelilingi oleh vesikel-vesikel.

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis


Patogenesis pityriasis rosea masih belum diketahu. Berdasarkan
sejarahnya, pityriasis rosea diduga disebabkan oleh agen infeksius, dikarenakan
kemiripan ruamnya dengan ruam yang diakibatkan oleh virus, jarang terdapat
kasus berulang diduga karena respon imun yang bertahan lama setelah episode
pertama, kejadiannya yang terjadi pada musim-musim tertentu, terjadinya di
beberapa komunitas, dan timbulnya gejala seperti flu pada beberapa pasien.2
Bukti ilmiah yang didapatkan bahwa Pityriasis rosea adalah kelainan kulit yang
dihubungkan dengan reaktivasi HHV 7 dan HHV 6 (kadang-kadang oleh
keduanya). RNA messenger pada HHV 7 dan sedikit HHV 6, serta protein pada
HHV 7 dan sedikit HHV 6 didapatkan pada leukosit-leukosit yang menyebar
pada perivascular pasien pityriasis rosea dan tidak ditemukan pada orang sehat
maupun pasien penyakit peradangan kulit yang lain. DNA HHV 7 dan HHV 6
ditemukan pada saliva pasien pityriasis rosea yang tidak didapatkan pada infeksi
primer HHV 7 dan HHV 6.Diambil secara bersamaan, data ini menguatkan
pernyataan bahwa pityriasis rosea merupakan sistemik reaktivasi dari HHV 6 dan
HHV 7.Pasien-pasien pityriasis rosea viremik, yang mungkin dapat menjelaskan
hubungannya dengan gejala seperti flu pada beberapa pasien dan mereka secara

7
umum tidak memiliki sel-sel epitel yang terinfeksi pada lesi kulitnya, yang
menjelaskan sulitnya virus-virus ini dideteksi oleh mikroskop electron dan PCR.2
2.6 Faktor Resiko
Para ahli mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga berhubungan
dengan timbulnya pitiriasis rosea, diantaranya:
• Faktor cuaca. Hal ini karena pitiriasis rosea lebih kerap ditemukan pada musim
semi dan musim gugur.
• Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti bismuth, barbiturat, captopril,
mercuri, methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin,
tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.
• Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi,
dermatitis seboroik, acne vulgaris) dikarenakan pitiriasis rosea dijumpai pada
penderita penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne vulgaris
dan ketombe.

2.7 Diagnosa
A. Anamnesis
Gejala konstitusi pada umumnya tidak terdapat. Pada sebagian kecil pasien
dapat terjadi gejala menyerupai flu termasuk malese, nyeri kepala, nausea, hilang
nafsu makan, demam dan atralgia. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan.
B. Pemeriksaan Fisis
Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umunya di badan, soliter,
berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira 3 cm. Ruam terdiri atas eritema
dan skuama halus di pinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu.
Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran yang
khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya sejajar dengan
kosta sehingga menyerupai pohon cemara terbalik. Lesi tersebut timbul serentak
atau dalam beberapa hari. Tempat predileksi pada batang tubuh, lengan atas
bagian proksimal dan tungkai atas. Selain itu juga dapat terjadi di sekitar oral,
lidah dan pipi. Menurut sumber lain lesi tersebut dapat tersebar di seluruh tubuh
terutama pada tempat yang tertutup pakaian.
C. Pemeriksaan Penunjang

8
Evaluasi yang tepat meliputi uji floresen antibodi langsung dari eksudat
lesi, uji VDRL, atau dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap.

2.8 Diagnosis Banding

1. Sifilis stadium II (yang paling penting)

Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya pada sifilis
sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki, membran mukosa,
mulut, serta adanya kondiloma lata atau alopesia.4,9,10 Tidak ada keluhan gatal
(99%). Ada riwayat lesi pada alat genital.8 Tes serologis terhadap sifilis perlu
dilakukan terutama jika gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald
patch.

2. Psoriasis gutata

Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi (plak)
dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar
lentikuler disebut sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi
Streptococcus di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili,
terutama pada anak dan dewasa muda.

3. Lichen planus

Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular. Lesinya memiliki lebih banyak papul
dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran mukosa mulut dan bibir.

4. Dermatitis numularis

9
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat menyerupai
pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan predileksi tempatnya pada
tungkai, daerah yang biasanya jarang terdapat lesi pada pitiriasis rosea.6

5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)

Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin didapatkan
“cigarrete paper” atrofi. Penyakit ini dapat berkembang menjadi mikosis
fungoides.8

6. Dermatitis seboroik

Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama dan
ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi tempat di
sternum, regio intercapsular, dan permukaan fleksor dari persendian-persendian.

7. Tinea corporis

Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat menyerupai tinea
corporis.4 Tinea corporis juga memiliki lesi papuloeritemaskuamosa yang
bentuknya anular, dengan skuama, dan central healing.6 Namun pada tepinya bisa
terdapat papul, pustul, skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada
infeksi jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau pada
kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea.4 Tinea corporis jarang
menyebar luas pada tubuh.

8. Pitiriasis versikolor

Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih, atau coklat
berbentuk anular dengan skuama.4 Skuama halus tampak terlihat saat
pemeriksaan menggoreskan kuku jari pada lesi.8 Diagnosa dapat ditegakkan
dengan mencari adanya hifa dan spora pada skuamanya dengan menggunakan
lampu Wood dan larutan KOH.4

9. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat

10
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini.10 Setelah
diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi timbulnya erupsi kulit
mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang sekarang. Gambaran klinisnya
ialah lesinya tampak lebih besar dengan skuama yang menutupi hampir seluruh
lesi, sedikit yang ditemukan adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan
adanya lesi pada mulut berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan,
erupsi kulit mirip pitiriasis rosea karena obat yang berlangsung lama dikatakan
ada hubungannya dengan AIDS.

2.9 Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang
asimptomatik.3 Penatalaksanaan pada pasien yang datang berobat pertama kali:
 Non – Farmakologi
• Jaga hygiene dan sanitasi
• Jangan menggaruk
• Mencuci dan membersihkan badan dengan bahan yang lembut
• Mandi dengan sabun yang mengandung moistirizer
• Menjemur dibawah sinar matahari
 Farmakologi
a. Sistemik : anti gatal (anti histamin) Cetirizine 10 mg 1 × 1 tab.
Bila terdapat gejala menyerupai flu dan/atau kelainan kulit luas dapat
diberikan asiklovir 5 × 800 mg per hari selama 1 minggu.
b. Topikal : bedak kocok yang mengandung asam salisilat 2% atau mentol
1%.
 Edukasi pasien
Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang dan
apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan hatinya dengan
meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan sendirinya dan tidak
bersifat menular.

11
• Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap
ada setelah 3 bulan lebih dari re-evaluasi dan akan bijaksana jika dipikirkan
adanya diagnosa lain.

2.10 Komplikasi
Gatal yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan
eksema dan infeksi sekunder akibat garukan.

2.11 Prognosis
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan, biasanya dalam waktu 3-
8 minggu. Beberapa kasus menetap sampai 3 bulan. Dapat terjadi hipo atau
hiperpigmentasi pasca inflamasi sementara yang biasanya hilang tanpa bekas.
Pitiriasis rosea jarang kambuh, tetapi dapat terjadi kekambuhan pada 2% kasus.

12
BAB III
KESIMPULAN

Pitiriasis rosea adalah kelainan kulit yang termasuk dalam golongan


dermatosis papuloeritroskuamosa yang sering ditemukan, sifatnya akut, self
limiting disease, tidak menular, dan biasanya didapatkan pada anak-anak dan
dewasa muda. Etiologinya masih belum diketahui, namun dalam suatu penelitian,
partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Dimana
virus-virus ini memang ditemukan pada masa kanak-kanak awal dan tetap ada
pada fase laten. Namun apa yang menjadi penyebab reaktivasi virus ini belum
diketahui. Ada juga beberapa jenis obat yang menimbulkan erupsi kulit mirip
dengan pitiriasis rosea, antara lain barbiturate, captopril, senyawa emas, clonidine
dan lain sebagainya seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan.

Erupsi kulit pada pitiriasis rosea memiliki ciri khas tertentu, dimana lesi
primernya ialah lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem yang nantinya
akan membesar hingga kira-kira berukuran 2-10 cm berbentuk oval, berwarna
kemerahan dengan skuama tipis dan bisa terdapat koleret di tepinya. Lesi primer
ini disebut sebagai Herald patch/Mother plaque/Medalion. Satu sampai dua
minggu setelah lesi primer timbul akan diikuti dengan munculnya lesi-lesi lain
berupa makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm berwarna
kemerahan atau dapat juga berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang
berkulit gelap, dengan koleret dari skuama di bagian tepinya.

Predileksi tempat yang paling banyak ditemukan yaitu pada batang tubuh,
kemudian juga di lengan atas dan paha atas. Beberapa kasus menunjukkan lesi
menyebar hingga ke leher, aksila dan sela paha. Namun jarang menyebar hingga
ke wajah, lengan bawah dan tungkai bawah.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Sterling, J.C.Virus Infections. In : Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffiths C,


Eds.Rook’s textbook of dermatology8thEdition. United Kingdom : Wiley
Blackwell; 2010. P. 33.78-81

2. Blauvelt, A. Pityriasis Rosea. In : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest


BA, Paller AS, Leffell DJ, Eds.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
7th Edition. New York : McGraw Hills Company;2008. p. 362-66

3. James WD, Berger TG, Elston DM, Eds. Pityriasis Rosea, Pityriasis Rubra
Pilaris, and Other Papulosquamous and Hyperkeratotic Diseases.In :Andrew’s
Diseases of The Skin: Clinical Dermatology 10th Edition. USA : Elsevier
Saunders; 2006. p. 208-09

4. Henderson David, Usatine Richard P. Pityriasis Rosea. Dalam: Usatine Richard


P,Smith Mindy Ann, Mayeaux Jr. E.J. editor. The Color Atlas of Family
Medicine.USA: McGraw Hill. 2009: 630-33

5. Habif TP, Ed. Psoriasis and Other Papulosquamous Diseases. In :Clinical


Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th Edition.
Philadelphia :Mosby; 2004. p. 246-49

6. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada


tanggal 15 Agustus 2011.

7. Wolff K, Johnson RA, Eds. Miscellanous Inflammatory Disorders, Sexually


Transmited Infections, Fungal Infections of The Skin and The Hair.In
:Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 6th Edition.
New York : Mc Graw Hills Company; 2009. p.122-24, 705 & 925

8. Millikan LE. Pityriasis Rosea.In : Frankel DH, Ed. Field Guide to Clinical
Dermatology. 2nd Edition. New York : Lippincot Williams & Wilkins; 2006.
Ch. 21

14

Anda mungkin juga menyukai