iii
ABSTRACT
Authenticity and the Variability of the External Characteristics of
Kampung
Chicken in the Area of Java
Ferlangga, B., R. H. Mulyono and R. Afnan
Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.
NIP: 19621124 198803 2 001 NIP: 19680625 200801 1 010
Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ……………………………………………………………. ii
ABSTRACT ……………………………………………………………… iv
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………… V
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………. Vi
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………. Vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. Viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... Ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………... Xii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... Xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... Xiv
PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1
Latar Belakang ……………………………………………………. 1
Tujuan …………………………………………………………….. 2
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 3
Klasifikasi Ayam …………………………………………………. 3
Karakteristik Genetik Ayam ……………………………………… 4
Sifat Kualitatif …………………………………………………….. 4
Ayam Kampung …………………………………………………... 4
Karakteristik Genetik ……………………………………... 5 Karakteristik
Warna dan Pola Bulu ………………………. 6
Karakteristik Bentuk Jengger ……………………………... 8
Karakteristik Warna Shank …………………………………… 9 Populasi dan
Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg …………... 9
Variabilitas Genetik ………………………………………………. 9
Heterosigositas ……………………………………………………. 10
MATERI DAN METODE ………………………………………………... 11
Lokasi dan Waktu ………………………………………………... 11
Materi ……………………………………………………………... 11 Ternak
Percobaan …………………………………………. 11
Alat ………………………………………………………... 11 Prosedur
…………………………………………………………... 11
Rancangan dan Analisis Data …………………………………….. 18
Perhitungan Frekuensi Gen Dominan dan Resesif
Otosomal ………………………………………………….. 18
Perhitungan Frekuensi Gen Alel Ganda ………………….. 18
Perhitungan Frekuensi Gen Dominan Terkait Kromosom
Kelamin …………………………………………………… 19
Perhitungan Nilai Introgresi Ayam Ras Unggul Luar
Negeri ……………………………………………………... 19
Kandungan Gen Asli Ayam Kampung …………………… 19 Frekuensi Gen Asli
Ayam Kampung (qN) ………………... 20
Perhitungan Variabilitas Genetik dalam Populasi ………... 20
Perhitungan Heterosigositas Harapan ( H ) ………………. 20
Perhitungan Rata-Rata Heterosigositas Harapan per
Individu (H) ………………………………………………. 21
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………... 22
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ……………………………….. 22 Ciamis,
Jawa Barat ……………………………………….. 22 Tegal, Jawa Tengah
………………………………………. 23
Blitar, Jawa Timur ………………………………………... 23
Asumsi Kondisi Populasi Ayam Kampung Pengamatan …………. 24
Karakter Genetik Eksternal Ayam Kampung Penelitian …………. 25
Frekuensi Gen Pengontrol Karakteristik Genetik Eksternal ……… 30 Laju
Introgresi Ayam Ras Unggul Luar Negeri ………………….. 32
Frekuensi Gen Asli ……………………………………………….. 34
Variabilitas Genetik Ayam Kampung berdasarkan
Karakteristik Kualitatif Eksternal ………………………………… 35
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………... 37
Kesimpulan ……………………………………………………….. 37
Saran ……………………………………………………………… 37
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 38
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 42
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
AutosomalBlitar ………………………………………………………………
pada Kelompok Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan 26
3. Dominasi Warna Dasar dan Pola Warna Bulu serta Bentuk Jengger pada
Ayam Kampung Penelitian Terdahulu dibandingkan
Nomor dengan Penelitian ini ……………………………………………... 27
linkedBlitar ………………………………………………………………
pada Kelompok Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan 28
RockIsland Red (BR) terhadap Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar …
(RIR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth 32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Illustrasi Ayam Hutan Merah Sumatra (Gallus gallus spadiceus) dan
Ayam Hutan Merah Jawa (Gallus gallus bankiva) serta Ayam
Hutan Hijau (Gallus varius) ………………………………………... 3
2. Illustrasi Ayam Rhode Island Red ………………………………………
5
3. Illustrasi Ayam White Leghorn ………………………………………….
6
Nomor
4. Illustrasi Ayam Barred Plymouth Rock ………………………………...
6
5. Corak dan Kilau Warna Bulu pada Plymouth Rock dan Wyandotte ..
7
6. Pola Warna Bulu Kolombian pada Plymouth Rock dan Wyandotte ..
7
7. Illustrasi Bentuk Jengger Single dan Pea pada Ayam ……………...
8
8. Warna Bulu Ayam Kampung pada Jantan dan Betina ……………...
12
9. Pola Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina ……………...
13
10. Corak Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina …………….
14
11. Kilau Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina ……………..
15 12. Bentuk Jengger Ayam Kampung pada Jantan dan Betina
…………. 16
13. Warna Shank Ayam Kampung pada Jantan dan Betina …………….
17 14. Peta Lokasi Desa Tanjung Manggu, Sindangsara, Kabupaten
Ciamis, Jawa barat …………………………………………………. 23
15. Desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal Jawa Tengah ……………..
24
16. Desa Duren, Talun, Blitar, Jawa Timur……………………………..
25 DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Redterhadap Ayam Kampung p (SR), White Leghorn (WL) dan ada Lokasi
PenelitianBarred Plymouth Rock …………………. (BR) 51
10. Perhitungan Frekuensi Gen Asli yang Tidak Dimasuki Bangsa Ayam
Unggul Eropa dan Amerika Rhode Island Red (SR), White Leghorn (pada
Lokasi PenelitianWL) dan Barred Plymouth Rock
…………………………………... (BR) terhadap Ayam Kampung ...............
52
11. Perhitungan Heterosigositas (h) pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan
Blitar ……………………………………………………........... 54
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
2
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Ayam
Gambar 1. Illustrasi (a) Ayam Hutan Merah Sumatera ( Gallus gallus spadiceus ) (b)
Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus bankiva ) (c) Ayam Hutan Hijau
(Gallus varius)
Sumber : Avianweb (2010)
merah Sumatra (Gallus gallus spadiceus), ayam hutan merah Jawa (Gallus
gallus bankiva) dan ayam hutan hijau (Gallus varius) merupakan ayam hutan.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam lokal Indonesia berjarak genetik yang lebih
dekat dengan ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah
Jawa (Gallus gallus javanicus) dibandingkan ayam hutan hijau (Gallus varius).
Gambar 1 menyajikan ilustrasi ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan
ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus) serta ayam hutan hijau
(Gallus varius).
Sifat Kualitaitf
Sifat kualitatif adalah sifat yang dapat dibedakan dengan jelas seperti warna
bulu, sifat tanduk dan tidak bertanduk, cacat (kelainan) atau protein-protein
tertentu dalam darah. Seekor hewan dapat jelas dikelompokkan atas dasar sifat
kualitatif. Sifat kualitatif bila dibandingkan dengan sifat kuantitatif (sifat
produksi) kurang bernilai ekonomi (Martojo, 1992). Sifat kualitatif
dipengaruhi satu atau beberapa pasang gen yang bersifat non-aditif dan sedikit
sekali dipengaruhi lingkungan serta diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih
kelompok yang memiliki perbedaan jelas antara satu sama lain (Noor, 2004).
Ayam Kampung
Ciri-ciri ayam Kampung menurut Mansjoer (1985) adalah berukuran tubuh
kecil dan laju pertumbuhan lambat jika dibandingkan dengan ayam ras luar
negeri. Perbedaan lain adalah mutu genetik ayam Kampung belum
ditingkatkan, tetapi memiliki asal-usul yang sama yaitu ayam hutan. Menurut
Hardjosubroto dan Astuti (1977), ayam Kampung dikenal sebagai ayam sayur
yang masih setengah liar. Ayam Kampung dapat dijumpai di seluruh pelosok
Indonesia. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam Kampung memiliki tubuh
kecil, produktivitas rendah, bobot badan relatif ringan serta memiliki sifat
keindukan dan mengeram yang baik. Mansjoer (1985) menyatakan bahwa
ayam Kampung yang dipelihara di pedesaan secara tradisional mencapai
dewasa kelamin pada umur 6-7 bulan, dengan bobot badan dewasa
berkisar 1,4-1,6 kg; produksi telur 10 butir per periode bertelur atau 40-45
butir/tahun.
4
Karakteristik Genetik
Ayam domestikasi memiliki 78 buah kromosom yang terdiri atas 38 pasang
otosom (kromosom tubuh) dan sepasang kromosom kelamin (Lasley, 1978).
Menurut Weiner (1994), susunan kromosom kelamin pada ayam berkebalikan
dengan kromosom mamalia. Ayam betina memiliki dua buah kromosom
kelamin yang berbeda (ZW), sedangkan pada jantan sama (ZZ). Stanfield
(1985) menyatakan bahwa ayam jantan disebut juga homogametic male,
sedangkan betina heterogametic female. Ayam Kampung di Indonesia
memiliki 50% gen asli dengan ciri-ciri pola bulu liar (e+), kerlip bulu keemasan
(ZS), warna shank hitam (Zid) dan bentuk jengger pea (P), sedangkan 50%
sisanya merupakan campuran dari bangsa ayam unggul Eropa dan Amerika
seperti Australope, New Hampshire, White Cornish, Rhode Island Red, White
Leghorn dan Barred Plymouth Rock (Nishida et al., 1980). Menurut Nishida et
al. (1980), gen I dan B pada ayam Kampung menunjukkan introgresi
(pemasukan darah) ayam ras unggul luar negeri. Gen pengontrol karakteristik
genetik eksternal pada Rhode Island Red, White Leghorn dan Barred Plymouth
Rock berturut-turut adalah ii ee ss bb IdId pp, II EE SS bb IdId pp dan II EE SS
BB IdId pp; sedangkan ayam Kampung adalah ii e+e+ ss bb idid PP, yaitu
dengan fenotip bulu berwarna, pola bulu liar dan keemasan, warna shank
(ceker) hitam atau abu-abu dan bentuk jengger pea (kacang kapri). Gambar 2
menyajikan illustrasi ayam unggul Rhode Island Red. Gambar 3 menyajikan
illustrasi ayam unggul White Leghorn. Gambar 4 menyajikan illustrasi ayam
unggul Barred Plymouth Rock.
6
Sumber: Sarawikinia (2009)
7
gen I (warna bulu putih), B (warna bulu lurik) dan S (kilau bulu perak) yang
ditemukan pada frekuensi rendah pada ayam Kampung, juga dimiliki ayam
White Leghorn dan Barred Plymouth Rock. Gambar 5. menyajikan corak dan
kilau warna bulu pada ayam White Leghorn dan Barred Plymouth Rock.
Gambar 5 menyajikan corak dan kilau warna bulu pada Plymouth Rock dan
Wyandotte.
(a) (b)
Gambar 5. Corak dan Kilau Warna Bulu pada (a) Plymouth Rock (B)
Wyandotte Sumber: Chicksinthecity (2011), backyardpoultry (2009).
8
perkawinan (Hutt, 1949). Kusuma (2002) melaporkan bahwa persentase
kerlip bulu perak ditemukan pada ayam Kampung sebesar 69,81%.
(a) (b)
Gambar 6. Pola Warna Bulu Kolumbian pada (a) Plymouth Rock (b)
Wyandotte
Sumber: Chickensrule (2012), Backyards chickens (2012)
Gen kerlip bulu keperakan (S) dan keemasan (s) merupakan gen
terkait kelamin atau sex-linked (Hutt, 1949). Gen hitam dan putih dapat
mempengaruhi gen keperakan dan keemasan dengan persilangan berulang
antara ayam Brown Leghorn dan Collumbian Wyandotte melalui uji
perkawinan (Hutt, 1949). Kusuma (2002) melaporkan bahwa persentase
dengan kerlip bulu perak ditemukan pada ayam Kampung sebesar 69,81%.
9
Gambar 7. Illustrasi Bentuk Jengger (A) Single pada Ayam Jantan (B) Single
pada
Ayam Betina (C) Pea pada Ayam Jantan (D) Pea pada Ayam Betina Sumber:
GeoChemBio (2009)
jengger rose dan pea bila disilangkan akan menghasilkan hibrida dengan
bentuk jengger walnut (Ensminger, 1992). Alel R maupun P dimiliki ayam
yang berjengger buah kenari atau walnut. Jika ayam hanya memiliki alel R,
maka ayam tersebut berjengger rose, dan jika hanya memiliki alel P, maka
jengger ayam tersebut berbentuk kacang kapri. Jika ayam tidak memiliki alel
R dan P, maka ayam tersebut berjengger tunggal atau single (Minkema, 1993).
Frekuensi bentuk jengger pea ditemukan tinggi pada ayam Kampung (Kusuma,
2002). Gambar 7 menyajikan illustrasi bentuk jengger ayam single dan pea.
10
Populasi dam Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg
Populasi adalah kelompok besar individu yang memiliki bangsa dan spesies
tertentu (Noor, 2004). Menurut Noor (2004) keseimbangan Hardy-Weinberg
pada frekuensi gen dominan dan resesif pada suatu populasi yang cukup besar
tidak akan berubah dari satu generasi ke generasi lainnya jika tidak ada seleksi,
migrasi, mutasi, dan genetic drift. Keadaan populasi yang demikian disebut
dalam keadaan equilibrium (dalam keadaan seimbang).
Variabilitas Genetik
Keragaman genetik adalah perbedaan genotipe antara individu-individu
ternak yang tidak memiliki hubungan kekerabatan (Noor, 2004). Menurut
Hashiguchi et al. (1982) variabilitas genetik dalam suatu populasi ditentukan
dengan menghitung proporsi lokus polimorfik (Ppoly), rata-rata heterosigositas
harapan per individu (H) dan jumlah alel-alel efektif per lokus (Ne).
Heterosigositas
Menurut Nei (1987), heterosigositas didefinisikan sebagai keragaman yang
dihitung berdasarkan frekuensi gen pada populasi yang melakukan perkawinan
secara acak. Rata-rata heterosigositas harapan per individu adalah rata-rata
proporsi heterosigositas per lokus pada populasi yang melakukan perkawinan
secara acak.
Jika dua alel pada kromosom homolog terdiri atas jenis yang berbeda, maka
individu tersebut memilikin genotip heterosigot (Weiner, 1994). Menurut
Ardiansyah (2001), perbedaan heterosigositas warna bulu ayam Kampung
antara Kampung Ciletuh Ilir dan Cengal Kecamatan Leuwiliang diduga terjadi
karena perlakuan peternak di Kampung Ciletuh Ilir lebih mengarah ke seleksi
terhadap pola wama bulu kolumbian, melalui proses seleksi tersebut
menyebabkan heterosigositas ayam Kampung di Kampung Ciletuh Ilir
menurun, walaupun proses seleksi tersebut belum terproses dengan baik. Hasil
penelitian Hamdiah (2005) menyatakan bahwa nilai heterosigositas rataan sifat
genetik eksternal pada ayam Kampung berkisar antara 0,3204-0,3755.
11
MATERI DAN METODE
Materi
Ternak Percobaan
Materi yang digunakan adalah ayam Kampung pada kondisi dewasa tubuh
(umur 6-7 bulan dan bobot badan berkisar 1,4-1,6 kg), sebanyak 329 ekor yang
terdiri atas 105 ekor jantan dan 224 ekor betina. Tabel 1 menyajikan jumlah
jantan dan betina pada masing-masing lokasi penelitian.
Alat
Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar
-----------------------------------(ekor)----------------------------------
♂ 48 20 37
♀ 54 89 81
Alat yang digunakan adalah tabel pengamatan, alat tulis dan kamera digital. Tabel
pengamatan berisi data mengenai sifat genetik eksternal ayam Kampung, yang meliputi
warna bulu, pola warna, corak warna, kilau warna, bentuk jengger dan warna shank.
Prosedur
Pengamatan karakter genetik eksternal ayam Kampung meliputi jenis kelamin,
warna bulu, pola warna, corak warna, kilau warna, bentuk jengger dan warna shank.
Warna bulu meliputi bulu berwarna (selain putih) dan putih. Gambar 8 menyajikan
warna bulu ayam Kampung jantan dan betina.
13
(a) Bulu Putih pada Jantan (b) Bulu Berwarna pada Jantan
Gambar 8. Warna Bulu Ayam Kampung (a) Bulu Putih pada Jantan (b) Bulu
Berwarna pada Jantan (c) Bulu Putih pada Betina (d) Bulu Berwarna
pada Betina
Sumber: Dinas Peternakan (2011)
Pola warna bulu meliputi hitam, liar dan kolumbian. Gambar 9 menyajikan
illustrasi ayam Kampung dengan pola warna bulu hitam, liar dan kolumbian. Corak
warna bulu meliputi burik dan polos. Gambar 10 menyajikan illustrasi ayam
Kampung dengan corak warna bulu burik dan polos. Kilau warna bulu meliputi
perak dan emas. Gambar 11 menyajikan illustrasi ayam Kampung dengan kilau
warna bulu perak dan emas. Bentuk jengger meliputi kacang kapri dan tunggal.
Gambar 12 menyajikan illustrasi ayam Kampung dengan bentuk jengger kacang
kapri dan tunggal. Warna shank meliputi kuning putih dan hitam abu-abu. Gambar
14
13 menyajikan illustrasi ayam Kampung dengan
warna shank kuning putih dan
hitam abu-abu.
15
Gambar 9. Pola Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Hitam pada Jantan
(b) Kolumbian pada Jantan (c) Liar pada Jantan (d) Hitam pada
Betina (e) Kolumbian pada Betina (f) Liar pada Betina
Sumber : Dinas Peternakan (2011)
16
(a) Burik pada Jantan (b) Polos pada Jantan
Gambar 10. Corak Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Burik pada
Jantan (b) Polos pada Jantan (c) Burik pada Betina (d) Polos pada
Betina
17
(a) Perak pada Jantan (b) Emas pada Jantan
Gambar 11. Kilau Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Perak pada
Jantan (b) Emas pada Jantan (c) Perak pada Betina (d) Emas pada
Betina
Sumber : Dinas Peternakan (2011)
18
(a) Bentuk Jengger Pea pada Jantan (b) Bentuk Jengger Single pada Jantan
(c) Bentuk Jengger Pea pada Betina (d) Bentuk Jengger Single pada Betina
Gambar 12. Bentuk Jengger Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Bentuk
Jengger Pea pada Jantan (b) Bentuk Jengger Single pada Jantan (c)
Bentuk Jengger Pea pada Betina (d) Bentuk Jengger Single pada
Betina
Sumber: Dinas Peternakan (2011)
19
(a) Shank Kuning Putih pada Jantan (b) Shank Hitam Abu-Abu pada Jantan
(c) Shank Kuning Putih pada Betina (d) Shank Hitam Abu-Abu pada Betina
Gambar 13. Warna Shank Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Shank Kuning
Putih pada Jantan (b) Shank Hitam Abu-Abu pada Jantan (c) Shank
Kuning Putih pada Betina (d) Shank Hitam Abu-Abu pada Betina
Sumber : Dinas Peternakan (2011)
Pada penelitian ini diasumsikan bahwa gen-gen yang mewakili sifat tersebut
pada masing-masing populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar dalam
keadaan kesetimbangan Hardy-Weinberg. Frekuensi gen sifat-sifat tersebut dihitung
berdasarkan Stanfield (1982). Laju introgresi, kandungan gen asli dan frekuensi gen
asli ayam Kampung pada masing-masing lokasi pengamatan, dihitung berdasarkan
Nishida et al. (1980).
20
Pendugaan nilai variabilitas genetik pada masing-masing lokasi penelitian ditentukan
dengan menggunakan rumus hetrosigositas harapan per individu (h) dan rata-rata
heterosigositas harapan per individu (H). Perhitungan dilakukan berdasarkan
Hasiguchi et al. (1982). Jarak genetik antara populasi ayam Kampung pada lokasi
pengamatan dihitung berdasarkan metode Nei (1987).
q = q2 p =1 -
q Keterangan:
q = frekuensi gen resesif otosomal p =
frekuensi gen dominan otosomal
21
Perhitungan tersebut dilakukan pada sifat warna bulu dan bentuk jengger.
Gen dominan warna bulu putih dan gen resesif bulu berwarna dihitung pada
sifat warna bulu; sedangkan gen dominan bentuk jengger kacang kapri dan gen
resesif bentuk jengger tunggal dihitung pada sifat bentuk jengger.
q= q + r2 - r p=
1-q-r Keterangan:
p= frekuensi gen alel I ; q= frekuensi gen alel II dan r= frekuensi gen alel III
Perhitungan tersebut dilakukan pada sifat pola warna bulu. Gen hitam
dominan penuh terhadap gen liar dan gen kolumbian. Gen liar dominan
terhadap gen kolumbian.
Perhitungan Frekuensi Gen Dominan Terkait Kromosom Kelamin
Frekuensi gen dominan terkait kelamin dihitung berdasarkan rumus yang
disarankan oleh Stanfield (1982) sebagai berikut:
Perhitungan tersebut dilakukan pada sifat corak warna bulu, kilau warna bulu
dan warna shank. Gen dominan corak warna bulu burik dan gen resesif corak
warna bulu polos dihitung pada sifat corak warna bulu. Gen dominan kilau
warna bulu perak dan gen resesif kilau warna bulu emas dihitung pada sifat
kerlip warna bulu. Gen dominan warna shank kuning-putih dan gen resesif
warna shank hitam-abu-buhijau dihitung pada sifat warna shank.
22
QWL = qId
QNH = qId - qB
QBR = qB - qI
Keterangan:
QWL = nilai introgresi ayam White Leghorn
QNH = nilai introgresi ayam New Hampshire QBR
= nilai introgresi ayam Barred Plymouth Rock qI
= frekuensi gen warna putih qB = frekuensi
gen corak bulu lurik qId = frekuensi gen warna
shank kuning atau putih
qp(N) = qp – qId
23
frekuensi gen corak bulu lurik qid = frekuensi gen
warna shank kuning/putih qid = frekuensi gen warna
shank hitam/abu-abu qp = frekuensi gen bentuk
jengger kapri qp = frekuensi gen bentuk jengger
tunggal
H = 1 − qi2
i
Keterangan:
Keterangan:
H = rata-rata heterosigositas harapan per individu r =
jumlah lokus
24
Simpangan baku (SE) heterosigositas dan rata-rata hetrosigositas dihitung
sebagai akar dan ragam menurut rumus yang disarankan oleh Nei (1987):
SE (h) =
Keterangan:
SE(h) = simpangan baku heterosigositas
n = jumlah ayam yang diamati qi
= frekuensi gen ke-i
SE(H) = hi −rH
Keterangan:
SE(H) = simpangan baku rata-rata heterosigositas
R = jumlah lokus yang diamati hi =
heterosigositas tiap lokus
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian Ciamis, Jawa Barat
Kabupaten Ciamis merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan
sekitar 244.479 Ha. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada koordinat
108o 20"-108o 40" BT dan 7o 40" 20"-7o 41" 20" LS, rataan suhu harian per
tahun 2030 oC; dengan tingkat kelembaban udara 75,8% (Dinas Propinsi Jawa
Barat, 2010).
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa,
Imbanagara Ciamis, Jawa Barat. Gambar 14 menyajikan peta lokasi Desa
Tanjung Manggu, Sindangsara, Kabupaten Ciamis.
27
Blitar, Jawa Timur
Kabupaten Blitar memiliki ketinggian sekitar 167 m dpl. Luasan Kabupaten
Blitar adalah 1.588,79 km2. Kabupaten Blitar terletak di sebelah selatan garis
khatulistiwa yaitu pada 111o40'-112o10' BT dan 78o58'-8o9' LS. Kabupaten
Blitar terletak pada kawasan selatan yang berbatasan langsung dengan
Samudera Indonesia. Suhu harian per tahun berkisar antara 18-30 oC dengan
kelembaban 60%-94% (Dinas
Pemerintah Kabupaten Blitar, 2011). Penelititian dilakukan di Desa Duren,
Talun, Blitar, Jawa Timur. Desa Duren merupakan suatu desa yang kecil
dengan ladang persawahan yang luas. Gambar 16 menyajikan peta lokasi Desa
Duren, Talun, Blitar, Jawa Timur.
28
Asumsi Kondisi Populasi Ayam Kampung Pengamatan
Populasi ayam Kampung pada penelitian ini diasumsikan pada kondisi
keseimbangan Hardy-Weinberg. Noor (2004) menyatakan bahwa frekuensi
gen dominan dan resesif pada suatu populasi yang cukup besar tidak akan
berubah dari satu generasi ke generasi lain jika tidak ditemukan seleksi,
migrasi, mutasi dan genetic drift. Populasi ayam Kampung yang diamati,
diasumsikan tidak mengalami seleksi, tidak ditemukan ayam Kampung yang
keluar dan masuk lokasi pengamatan, tidak mengalami mutasi dan tidak
ditemukan faktor kebetulan (genetic drift). Penentuan asumsi tersebut
dilakukan karena pada kenyataannya peternak ayam Kampung telah
melakukan secara tidak langsung seleksi terhadap warna bulu untuk
memperoleh produktivitas ayam Kampung (produksi daging dan telur) yang
tinggi. Sistem pemeliharaan ayam Kampung diasumsikan sama yaitu semi-
intensif. Pemberian pakan tidak dapat diukur karena dilakukan secara
tradisional. Perbedaan ditemukan hanya pada manajemen penetasan.
Penetasan ayam Kampung di Ciamis dan Tegal, masih tradisional. Ayam
ditetaskan secara alami. Pengeraman dilakukan pada setiap induk yang
dimiliki. Penetasan ayam Kampung di Blitar sudah lebih maju yaitu dengan
pendirian breeder di lokasi pengamatan di bawah pengawasan HIMPULI
(Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia). Perkawinan dilakukan secara
alami, telur-telur tetas dikumpulkan ditetaskan pada mesin tetas secara kolektif.
29
dasar, pola bulu dan bentuk jengger pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan
Blitar; diperlihatkan dengan ketidakseragaman kualitatif. Sifat berwarna pada
warna dasar bulu ditemukan lebih banyak pada ayam Kampung Ciamis, Tegal
dan Blitar. Hal yang sama ditemukan pada sifat pola warna bulu liar dan bentuk
jengger pea.
30
Karakter Lokus Ciamis Tegal Blitar Total
Genetik Genotipe
Eksternal (Fenotipe)
Autosomal
-------------------(ekor)------------------
II,Ii atau I_(Putih) 4 9 100 9 109 22
Warna Bulu I,i (I>i) ii (Berwarna)
Dasar 98 307
329
Total 102 109 118
P,p PP, Pp atau P_ 83 99 115 297
Bentuk
(P>p) (Pea) pp
Jengger
(Single) 19 10 3 32
329
Total 102 109 118
Keterangan: tanda > menunjukkan urutan dominasi (hirarki)
Menurut Nishida et al. (1980), sifat berwarna pada warna dasar bulu dan pola warna
liar serta bentuk jengger pea ditemukan banyak pada ayam Kampung, sedangkan
menurut Mansjoer (1985) dan Saputra (2010), sebagian ayam Kampung banyak
memiliki sifat warna dasar berwarna dan pola bulu kolumbian. Dijelaskan bahwa
bentuk jengger pea menurut Mansjoer (1985) ditemukan terbanyak dan bentuk jengger
single ditemukan terbanyak menurut Saputra (2010). Widiastuti (2005) menyatakan
bahwa ayam Kampung memiliki warna dasar bulu berwarna, pola warna hitam dan
bentuk jengger pea. Tabel 3 menyajikan rekapitulasi hasil pengamatan warna bulu
dasar, pola warna dan bentuk jengger berdasarkan urutan dominasi pada penelitian
terdahulu, yang dibandingkan dengan penelitian ini.
Tabel 3. Dominasi Warna Dasar dan Pola Warna Bulu serta Bentuk Jengger pada
Ayam Kampung Penelitian Terdahulu dibandingkan dengan Penelitian ini
31
Warna Dasar Pola Warna Bentuk Jengger
Nishida et al. (1980) Berwarna Liar Pea
Mansjoer (1985) Berwarna Kolumbian Pea
Widiastuti (2005) Berwarna Hitam Pea
Saputra (2010) Berwarna Kolumbian Single
Penelitian ini Berwarna Liar Pea
Perbedaan dominasi ketiga sifat tersebut disebabkan perbedaan sampel yang
digunakan. Sampel ayam Kampung yang digunakan pada penelitian ini berasal dari
ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar; pada penelitian Mansjoer (1985) dari daerah
Bogor, Jawa Barat dan penelitian Saputra (2010) berasal dari Karanganyar, Jawa
Tengah penelitian Nishida et al. (1980) berasal dari hampir semua daerah di Indonesia
(Aceh, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura,
32
Bali, Lombok, Sulawesi dan Sumbawa), penelitian Widiastuti (2005) dari
daerah Seragen, Jawa Tengah dan Magetan, Jawa Timur. Pengamatan sifat
warna dasar bulu, pola warna dan bentuk jengger ayam Kampung Ciamis,
Tegal dan Blitar dapat mewakili ayam Kampung Indonesia, karena bersesuaian
dengan penelitian Nishida et al. (1980).
Karakter genetik eksternal sex-linked ayam Kampung Ciamis, Tegal dan
Blitar yang meliputi corak warna bulu, kilau warna bulu dan warna shank,
disajikan pada Tabel 4. Pada tabel ini juga disajikan lokus dan genotipe dari
masing-masing karakter genetik eksternal tersebut. Variasi fenotipik pada
masing-masing sifat tersebut diperlihatkan dengan ketidakseragaman
kualitatif. Bulu polos dan bulu emas serta warna shank kuning-putih
mendominasi ayam jantan pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar.
Bulu polos ditemukan banyak pada ayam
Kampung betina Ciamis dan Blitar, tetapi tidak demikian pada ayam Kampung
Tegal. Kilau warna perak pada betina ditemukan dominan pada ayam
Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Ayam Kampung Ciamis betina memiliki
jumlah ayam dengan warna shank kuning-putih dan hitam abu-abu yang sama,
sedangkan shank warna kuning-putih ditemukan lebih banyak pada ayam
Kampung Tegal betina.
33
34
Ayam Kampung betina Blitar memiliki shank warna kuning-putih yang lebih sedikit.
Tabel 5 menyajikan rekapitulasi dominasi sifat corak dan kilau warna bulu serta warna
shank. Hasil penelitian ini bersesuaian dengan Saputra (2010) yang menyatakan
bahwa dominasi bulu polos, perak dan warna shank kuning-putih ditemukan banyak
pada ayam Kampung.
Tabel 5. Derajat Dominasi Corak dan Kilau Warna Bulu serta Warna Shank pada
Ayam Kampung Penelitian Terdahulu dibandingkan dengan Penelitian ini
Corak Bulu Kilau Bulu Warna Shank
35
Sampel ayam Kampung yang berbeda memberikan hasil yang berbeda pula.
Mansjoers (1985) menggunakan sampel ayam kampung yang berasal dari
daerah Bogor, Jawa Barat dan Saputra (2010) berasal dari daerah Karanganyar,
Jawa Tengah, sedangkan Nishida et al. (1980) berasal dari hampir semua
daerah di
Indonesia (Aceh, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Madura, Bali, Lombok, Sulawesi dan Sumbawa), Widiastuti (2005) berasal
dari daerah Seragen, Jawa Tengah dan Magetan, Jawa Timur.
Nishida et al. (1980) menyatakan bahwa warna dasar berwarna, pola bulu
liar, bentuk jengger pea, corak bulu polos, kilau bulu emas dan warna shank
hitam abu-abu merupakan sifat asli ayam Kampung (ii e+e+ PP bb ss id id).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua sifat asli tersebut dimiliki
ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar telah mengalami pencemaran dari
bangsa ayam unggul Eropa dan Amerika yaitu Rhode Island Red, White
Leghorn dan Barred Plymouth Rock. Seberapa jauh pencemaran tersebut
sangat tergantung pada laju introgresi dari bangsa ayam Rhode Island Red,
White Leghorn dan Barred Plymouth Rock. Laju introgresi sangat dipengaruhi
frekuensi gen. Menurut Nishida et al. (1980) laju introgrersi White Leghorn
dipengaruhi frekuensi gen warna dasar putih
(qI); laju introgresi Rhode Island Red dipengaruhi frekuensi gen warna shank
kuning (qId) dan corak bulu lurik (qB), sedangkan laju introgresi Barred
Plymouth Rock dipengaruhi frekuensi gen corak bulu lurik (qB) dan warna
dasar putih (qI). Laju introgresi dapat diperoleh bila frekuensi gen dari masing-
masing sifat diketahui.
36
Frekuensi Gen Pengontrol Karakteristik Genetik Eksternal
Sifat kualitatif pada Tabel 2 dan 4 dikendalikan 2-3 gen yang membentuk
sebanyak 3-6 pasangan gen. Menurut Noor (2004) sifat kualitatif dipengaruhi
satu atau beberapa pasang gen yang bersifat non-aditif. Aksi gen non-aditif
menurut Noor (2004) merupakan aksi gen yang salah satu alelnya
menghasilkan ekspresi fenotip yang lebih kuat dari alel yang lain. Aksi gen
non-aditif dominan penuh ditemukan pada seluruh sifat yang diamati pada
penelitian ini. Berdasarkan pengamatan fenotipik kualitatif pada data ayam
Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar (Tabel 2 dan 4), dapat ditentukan frekuensi
gen dari masing-masing lokus. Tabel 6 menyajikan perolehan frekuensi gen
pengontrol warna bulu, pola bulu, bentuk jengger, corak bulu, kerlip bulu dan
warna shank. Frekuensi gen bulu dasar berwarna ditemukan tinggi pada setiap
kelompok ayam Kampung yang diamati. Pada sifat pola warna bulu, frekuensi
gen kolumbian ditemukan tertinggi pada Ayam Kampung Ciamis, sedangkan
frekuensi gen liar pada ayam Kampung Tegal dan Blitar. Pada sifat bentuk
jengger, frekuensi gen pea ditemukan tertinggi pada ayam Kampung Ciamis,
Tegal dan Blitar. Kusuma (2002) menyatakan bahwa frekuensi bentuk jengger
pea ditemukan tinggi pada ayam Kampung. Pada sifat corak bulu, frekuensi
gen corak bulu polos pada ayam Kampung Ciamis dan Blitar ditemukan
tertinggi, sedangkan pada ayam Kampung Tegal pada frekuensi gen lurik.
Pada sifat kilau bulu, frekuensi gen perak ditemukan tertinggi pada ayam
Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Pada sifat warna shank, frekuensi gen
kuning-putih dan hitam abu-abu ditemukan sama yaitu 0,5 pada ayam
Kampung Ciamis. Frekuensi gen kuning-putih ditemukan tertinggi pada ayam
Kampung Tegal, sedangkan frekuensi gen hitam-abu-abu pada ayam Kampung
Blitar. Hasil ini tidak sama dengan penelitian Sartika et al. (2008) yang
melaporkan bahwa shank hitam abu-abu memiliki frekuensi yang tinggi
dengan nilai 0,7509.
Tabel 7 menyajikan rekapitulasi pemunculan fenotipik terbanyak pada sifat-
37
Frekuensi Gen
Karakteristik Lokus Genotipe (Fenotipe) Gen
Sifat asli ayam Kampung menurut Nishida et al. (1980) juga disajikan pada tabel
tersebut. Kesamaan sifat genetik eksternal pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan
Blitar terhadap ayam Kampung asli menurut Nishida et al. (1980) dapat disimpulkan
dari Tabel 7. Kesamaan sifat bulu berwarna dan bentuk jengger pea, mengindikasikan
bahwa keaslian ayam Kampung pada populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan
Blitar masih ditemukan. Lima dari enam sifat yang diamati ditemukan sama antara
ayam Kampung Blitar dan ayam Kampung asli. Kesamaan sifat paling banyak dengan
ayam Kampung asli, ditemukan pada ayam Kampung Blitar. Ayam Kampung Tegal
memiliki kesamaan yang paling sedikit.
38
Bulu berwarna Bulu berwarna Bulu berwarna Bulu berwarna
39
Laju Introgresi Ayam Ras Unggul Luar Negeri
Perolehan frekuensi gen pada data ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar
(Tabel 6), dapat menentukan laju introgresi ayam ras unggul luar negeri. Tabel
8 menyajikan nilai pengaruh (introgresi) dari bangsa ayam Eropa dan Amerika
terhadap ayam Kampung. Semakin tinggi nilai laju introgresi ayam ras unggul
luar negeri terhadap ayam Kampung, maka tingkat keaslian ayam Kampung
yang diamati tersebut semakin kecil. Bangsa-bangsa ayam unggul Eropa dan
Amerika yaitu Rhode Island Red, White Leghorn dan Barred Plymouth Rock
banyak mempengaruhi karakteristik eksternal ayam-ayam di Asia Tenggara
(Mansjoer, 1985).
Tabel 8. Perbandingan Nilai Introgresi (Q) dan Kandungan Gen Asli Bangsa
Ayam Asing Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred
Plymouth Rock (BR) terhadap Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar
40
Laju Introgresi Kandungan Gen Asli
Lokasi QRIR + QWL + 1 – (QRIR + QWL +
QRIR QWL QBR
QBR QBR )
Ciamis 0,0556 0,0198 0,4246 0,5000 0,5000 (50%)
Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar memiliki tingkat keaslian yang tidak jauh
berbeda yaitu 50%, 40%, dan 63% untuk masing-masing lokasi. Hasil ini
menunjukkan bahwa pengaruh ayam ras unggul luar negeri terhadap ayam Kampung
cukup tinggi. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pengamatan yang dilakukan oleh
Nishida et al. (1980) yang menyatakan bahwa tingkat keaslian ayam Kampung di
Indonesia kurang lebih sebesar 50%.
Laju introgresi yang berasal dari ayam ras unggul luar negeri pada ayam Kampung
Ciamis, Tegal dan Blitar cukup besar dengan pengaruh tertinggi berasal dari ayam
Barred Plymouth Rock. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Wati (2007) yang
menyatakan bahwa laju introgresi tertinggi pada ayam Kampung berasal dari ayam
Barred Plymouth Rock, tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nishida
et al. (1980) yang menyatakan bahwa laju introgresi ayam ras unggul luar negeri yang
mempengaruhi ayam Kampung tertinggi berasal dari Rhode Island Red. Perbedaan
nilai laju introgresi pada penlitian ini dikarenakan populasi ayam
41
Kampung yang berbeda. Populasi ayam Kampung penelitian dilakukan di
Ciamis, Tegal dan Blitar pada tahun 2012, sedangkan penelitian Nishida et al.
(1980) di sebelas provinsi di Indonesia 1980. Laju introgesi bangsa ayam
asing Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth
Rock (BR) pada penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian Wati (2007),
salah satunya disebabkan waktu penelitian yang tidak terlalu jauh. Sartika et
al. (2008) menyatakan bahwa jumlah dan lokasi pengambilan sampel ayam
Kampung yang diamati dapat mempengaruhi nilai introgresi ayam Kampung.
Laju introgresi pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar yang berbeda
dikarenakan perbedaaan mobilitas ayam unggul bangsa asing ke lokasi
penelitian. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan pemasukan secara
sengaja bibit ayam unggul yang dipelihara perusahaan pembibitan ayam ras
unggul luar negeri ke peternak ayam Kampung. Pada ayam Kampung Tegal,
kejadian tersebut paling besar ditemukan, sehingga keasliannya paling rendah.
Hal yang sebaliknya ditemukan pada ayam Kampung Blitar. Kejadian
pemasukan secara sengaja bibit ayam unggul yang dipelihara perusahaan
pembibitan ayam ras unggul luar negeri ke peternak ayam Kampung Blitar
sedikit. Hal tersebut terjadi karena sistem pembibitan ayam Kampung telah
dilakukan secara terpadu melalui koordinasi HIMPULI (Himpunan Peternak
Unggas Lokal Indonesia), sehingga kemungkinan pemasukan bibit ayam ras
unggul luar negeri, sedikit.
42
Frekuensi Gen Asli
Perolehan frekuensi gen dan nilai introgresi ayam luar negeri pada data ayam
Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar (Tabel 6 dan Tabel 8), dapat menentukan
frekuensi gen asli pada ayam Kampung yang diamati. Tabel 9 menyajikan
perbandingan frekuensi gen asli yang tidak dipengaruhi bangsa ayam unggul
Eropa dan Amerika Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred
Plymouth Rock (BR) pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Frekuensi
gen-gen asli ayam Kampung meliputi gen E (pola bulu hitam), e+ (pola bulu
liar), e (pola bulu kolombian), ZS (kilau bulu keperakan), Zs (kilau bulu emas),
Zid (bentuk shank hitam/abu-abu), P (bentuk jengger pea) dan p (bentuk
jengger tunggal). Sifat pola warna liar (e+), shank warna hitam abu-abu (id) dan
bentuk jengger pea (P), merupakan sifat asli ayam Kampung yang tidak
dimiliki ayam ras unggul Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan
Barred Plymouth Rock (BR). Sifat pola warna kolumbian pada ayam
Kampung dipengaruhi warna kolumbian dari ayam ras unggul Rhode Island
Red (RIR), sehingga untuk perhitungan frekuensi gen pola warna kolumbian
asli (qE(N)) ayam Kampung, faktor pengurang laju introgresi ayam Rhode
Island Red (RIR) dilibatkan. Menurut Nishida et al. (1980) sifat corak warna
bulu lurik (barred) bukan merupakan sifat asli ayam Kampung. Pemunculan
sifat corak warna bulu lurik pada ayam Kampung sebagai akibat dari cemaran
atau pemasukan ayam ras unggul luar negeri Barred Plymouth Rock (BR).
Pemunculan warna hitam dan kilau perak pada bulu ayam Kampung juga
karena pengaruh introgresi ayam Barred Plymouth Rock (BR), sehingga
perhitungan frekuensi gen asli hitam (qE(N)) dan kilau perak (qS(N)) melibatkan
frekuensi gen lurik (qS(N)) yang berasal dari Barred Plymouth Rock (BR) pada
populasi ayam Kampung.
Frekuensi gen asli Zid (bentuk shank hitam abu-abu) dan P (bentuk jengger
pea) bernilai tinggi pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar, sedikit
tinggi dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis dan Tegal pada frekuensi
gen pola warna bulu liar. Menurut Nishida et al. (1980), ayam Kampung asli
Indonesia memiliki gen asli antara lain warna shank hitam (id) dan bentuk
jengger pea (P) serta pola warna bulu liar (e+). Hasil penelitian menunjukkan
43
bahwa ayam Kampung Blitar memiliki nilai frekuensi gen asli yang relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis dan Tegal. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa korelasi ditemukan antara laju introgressi,
kandungan gen asli dan frekuensi gen asli pada ayam Kampung. Frekuensi gen
asli ayam Kampung Blitar yang relatif tinggi (Tabel 9), memiliki laju
introgresi yang rendah (Tabel 8) dan kandungan gen asli yang tinggi (Tabel
8).
Tabel 9. Perbandingan Frekuensi Gen Asli yang Tidak Dimasuki Bangsa Ayam
Unggul Eropa dan Amerika Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL)
dan Barred Plymouth Rock (BR) Terhadap Ayam Kampung pada Lokasi
Penelitian
44
Frekuensi Gen Asli q(N) Lokasi
Tabel 10. Heterosigositas Harapan per Individu (h) dan Rata-Rata Heterosigositas per
Individu ( H ) Ayam Kampung pada Lokasi Penelitian
Heterosigositas (h ± SE h) Sifat
Yang Diamati
Ciamis Tegal Blitar
Warna Bulu 0,0388 ± 0,0187 0,0800 ± 0,0249 0,0784 ± 0,0233
(6) (6) (6)
45
Pola Bulu 0,5859 ± 0,0201 0,6103 ± 0,0146 0,6379 ± 0,0132
(1) (1) (1)
Bentuk Jengger 0,4907 ± 0,0101 0,4223 ± 0,0247 0,2680 ± 0,0322
(4) (5) (5)
Corak Bulu 0,4938 ± 0,0085 0,4817 ± 0,0132 0,4780 ± 0,0302
(3) (3) (2)
Kilau Bulu 0,4444 ± 0,0222 0,4666 ± 0,1144 0,3591 ± 0,0291
(5) (4) (4)
Warna Shank 0,5000 ± 0,0035 0,4818 ± 0,0132 0,4664 ± 0,0164
(2) (2) (3)
H ± SE H 0,4256 ± 0,1901 0,4238 ± 0,1614 0,3813 ± 0,1875
46
Keterangan : Angka dalam tanda kurung menunjukkan urutan nilai heterosigositas yang
diurut dari yang tertinggi (1) ke yang terendah (6)
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan Widiastuti (2005) dan Wati (2007).
Widiastuti (2005) memperoleh rata-rata heterosigositas per individu populasi
ayam
Kampung Magetan sebesar 0,4286 ± 0,1151; sedangkan Wati (2007) 0,3830
± 0,0856 pada daerah Ciawi Jawa Barat. Hasil penelitian ini hampir sama
dengan yang diperoleh pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Hal
tersebut terjadi karena kemungkinan tidak terjadi introgresi (pemasukan) ras
unggul luar negeri pada lokasi penelitian sampai dengan penelitian ini
dilakukan, disamping letak lokasi penelitian yang tidak jauh berbeda (di pulau
Jawa).
Korelasi ditemukan antara laju introgresi, kandungan gen asli, frekuensi gen
asli dan rata-rata heterosigositas per individu populasi pada ayam Kampung
Ciamis, Tegal dan Blitar. Frekuensi gen asli ayam Kampung Blitar yang relatif
tinggi (Tabel 9), memiliki laju introgresi rendah (Tabel 8), kandungan gen asli
tinggi (Tabel 8) dan rata-rata heterosigositas per individu populasi rendah
(Tabel 10).
47
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui informasi
karakteristik genetik eksternal pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar
dengan melakukan pengamatan terhadap biokimia darah dan molekuler (DNA)
dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengetahui performa ayam
Kampung
Ciamis, Tegal, dan Blitar.
DAFTAR PUSTAKA
Ensminger. 1992. Poultry Science. 3rd ed. Interstate Pubblishers, Inc., Illinois.
GeoChemBio.com.2009.http://www.geochembio.com/biology/organisms/chicken/chi
cken-phenotypes.html. Last modifield in Juni 5, 2009. [July 25, 2012]
Hamdiah, Y. 2005. Jarak genetik karakteristik kualitatif eksternal ayam Kampung
pada lokasi pemeliharaan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hardjosubroto, W. & M. Astuti. 1977. Performans dari ayam Kampung dan ayam
Kedu hitam. Proceeding. Balai Penelitian Ternak, Ciawi.
Hashiguchi T., T. Nishida, Y. Hayaslii, & S. S. Mansjoer. 1982. Blood protein
variation of the native and the jungle fowls in Indonesia. The Origin and
Phylogeny of Indonesian Native Livestock. III: 97-108.
Hutt, T. B. 1949. Genetics of the Fowl. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.
Jacob, J & T. Pescatore. 2012. Kentucky 4-H poultry: evaluating egg-laying hens.
Department of Animal and Food Sciences. University Of Kentucky.
Jull, M. A. 1960. Poultry Breeding. 3rd ed. John Wiley and Sons, Inc. , New York.
Kusuma, A. S. 2002. Karakteristik sifat kuantitatif dan kualitatif ayam Merawang dan
ayam Kampung umur 5-12 minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Lasley, J. F. 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3rd ed. Prentice-Hall 'of India
Private Limited, New Delhi.
Lucas, A. M. 1972. Avian Anatomy Integument Part II. Superinlendent of Document,
U. S. Goverment Printing Office, Wasliington, D. C.
Mansjoer, S. S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam Kampung serta
persilangannya dengan Rhode Island Red. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Minkema, D. 1993. Dasar Genetika dalam Pembudidayaan Ternak. Bhratara, Jakarta.
Myers, P. 2001. Animalia, animal diversity web. http://animal
diversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/animalia.html. [juni
2012].
Nishida, T. , K. Nozawa, K. Kondo, S. S. Mansjoer, & H. Martojo. 1980.
Morphological and genetic studies in Indonesian native fowl. The Origin and
Philogeny of Indonesian Native Livestock. I: 47-70.
Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetic. Columbia University Press,
New York.
Noor, R. R. 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Saputra, J. 2010. Karakteristik genetik eksternal ayam Arab, Pelung dan
Kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sartika, T., D. K. Wati, H. S. Iman Rahayu, & S. Iskandar. 2008. Perbandingan
genetik eksternal ayam wareng dan ayam Kampung yang dilihat dari laju
introgresi dan variabilitas genetiknya. JITV Vol 13 No 4.
Stanfield, W. D. 1982. Theory and Problems of Genetics. 2nd ed. Mc Graw-Hill
Book Company, Inc., New York.
Stevens, L. 1991. Genetics and Evolution of The Domestic Fowl. Cambridge
University Press, Cambridge.
Sulandari, S., M.S.A. Zein, S. Paryanti, & T. Sartika. 2007. Taksonomi dan
asal usul ayam domestikasi. LIPI: 7-24.
39
University Of Oklahoma State. 1996. Poultry
breeds. http://www.ansi.okstate.edu/breeds/poultry/chickens/leghorn/whtsngl
.htm. last modifield in November 14, 1996. [july 25, 2012]
Universitas Muhammadiah Malang. 2011. Cara berternak ayam Kampung
pedaging. http://peternakan.umm.ac.id/files/image/Ayam_Kampung1.jpg. [15
April 2015]
Wati, K. D. 2007. Karakteristik genetik eksternal pada ayam Wareng
Tanggerang dan ayam Kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Weiner, G. 1994. Animal Breeding. Macmillan Education LTD, London.
Widiastuti, Y. A. 2005. Pengamatan keaslian, variabilitas dan jarak genetik
ayam Kampung di kabupaten Magetan dan Seragen berdasarkan karakteristik
genetik eksternal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
40
UCAPAN TERIMAKASIH
55
Bagian
yang Genotip
Lokus Ciamis Tegal Blitar
Diamati (Fenotip)
----------------------(ekor)--------------------
I
i II, Ii atau I_ 4 9 9
Warna Bulu I>i (Putih) ii
(Berwarna) 98 100 109
E 48
25 29
e+ E e+, Ee atau
E_ 59
(Hitam) e+e+, 48 63
Pola Warna e e+e atau e+_
E>e+>e (Liar)
ee 29 17 11
(Kolumbian)
56
57
Lampiran 3. Perhitungan Frekuensi Gen Warna Bulu Ayam Kampung
Ciamis, Tegal dan Blitar
a. Ciamis
Berwarna Putih
q = q2 p=1 − q
= 1 − 0,9802
= = 0,0198
= 0,9802
b. Tegal
Berwarna Putih
q = q2 p=1 − q
= 1 − 0,9578
= = 0,0422
= 0,9578
c. Blitar
Berwarna Putih
q = q2 p=1 − q
= 1 − 0,9611
= = 0, 0389
= 0,9611
58
Liar
q = r2 + q2
a. Ciamis =
Kolombian = 0,3356
r = √r 2 Hitam
r =1–q–r = 1 – 0,3356 – 0,5332 =
29
= 0,1312
102
= 0,5332
b. Tegal
Kolombian Liar Hitam
r = √r 2 q =r +q
2 2 r=1–q–r
17
= 1 – 0,4618 – 0,3949
=
109 = = 0,1433
= 0,3949
= 0,4618
Liar Hitam
q = r2 + q2 r = 1 – q – r = 1 – 0,4649
c. Blitar – 0,3053
= 0,2298
Kolombian =
r = √r 2 = 0,4649
Lampiran 5. Perhitungan Frekuensi Gen Corak Bulu Ayam
11
= Kampung Ciamis,
118
= 0,3053 Tegal dan Blitar
Burik
p = ∑♀ dengan∑ ekspresiseluruh
gen♀ dominan
59
=
= 0,4444
Burik Polos
p = ∑♀ dengan ekspresi gen dominan q=1–p =
∑seluruh ♀ 1 – 0,5955
b. Tegal
= = 0,4045
= 0,5955
Burik Polo
p = ∑♀ dengan∑ ekspresiseluruh gen♀ dominan s q
=1–
p
= =1–
c. Blitar = 0,3951 0,39
51
= 0,6049
Lampiran 6. Perhitungan Frekuensi Gen Kerlip Bulu Ayam Kampung
Ciamis,
Tegal dan Blitar
Perak
p = ∑♀ dengan∑ ekspresiseluruh
gen♀ dominan
=
= 0,6667
Emas
q = 1 – p = 1 – 0,6667
= 0,3333
Perak Emas
p = ∑♀ dengan ekspresi gen dominan q=1–p =
∑seluruh ♀ 1 – 0,6292
60
= = 0,3708
= 0,6292
Kuning, Putih
p = ∑♀ dengan∑ ekspresiseluruh
gen♀ dominan
=
= 0,5000
c. Blitar
Hitam, Abu-Abu
q = 1 – p = 1 – 0,5000
= 0,5000
Kuning, Putih Hitam, Abu-Abu
p = ∑♀ dengan ekspresi gen dominan q=1–p =
∑seluruh ♀ 1 – 0,5955
= = 0,4045
= 0,5955
Kuning, Putih
p = ∑♀ dengan∑ ekspresiseluruh gen♀
Hitam,
dominan Abu-Abu
q=1–p
=1–
= 0,3704
= 0,3704 = 0,6296
Lampiran 8. Perhitungan Frekuensi Gen Bentuk Jengger Ayam Kampung
Ciamis, Tegal dan Blitar
61
Tunggal Kapri
q = q2 p=1 − q
= 1 − 0,4316
a. Ciamis
= = 0,5684
= 0,4316
Tunggal Kapri
q = q2 p=1 − q
b. Tegal = 1 − 0,3029
= = 0,6971
= 0,3029
Tunggal Kapri
c. Blitar q = q2 p = 1 − q
= 1 − 0,1594
= = 0,8400
= 0,1594
QWL = qI
= 0,0198
QSR = qId – qB
= 0,5000 – 0,4444
= 0,0556
QBR = qB – qI
62
= 0,4444 – 0,0198
= 0,4246
a. Ciamis QWL = qI
= 0,0422
QSR = qId – qB
= 0,5955 – 0,5955
=0
QBR = qB – qI
= 0,5955 – 0,0422
= 0,5533
b. Tegal QWL = qI
= 0,0389
QSR = qId – qB
= 0,3704 – 0,3951
= −0,0247 QBR =
qB – qI
= 0,3951 – 0,0389
= 0,3562
Kandungan Gen Asli
c. Blitar Ayam Kampung
63
0,4045 = 0,4045
a. Ciamis
1 – (QWL + QSR + QBR) = 1 − qId
1 – (0,0389 + (-0,0247) + 0,3562) = 1 − 0,3704
0,6296 = 0,6296
b. Tegal
Lampiran 10. Perhitungan Frekuensi Gen Asli yang Tidak Dimasuki
Bangsa Ayam Unggul Eropa dan Amerika Rhode Island Red (SR),
White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) terhadap Ayam
Kampung
c. Blitar pada Lokasi Penelitian
= qE – qB
= 0,1312 – 0,4444
= −0,3132
qs(N) = qs − QSR = 0,3333 – 0,0556
= 0,2777
= qe+ qid(N) = qid
a. Ciamis = 0,3356 = 0,5000
(N)
qE = qe − QSR qP(N) = qP
= 0,5332 – 0,0556 = 0,5684
= 0,4776
qe +(N) = qS − qB = qE – qB
= 0,6667 = 0,1433 – 0,5955
– 0,4444
q e (N) = −0,4522
= 0,2223 qs(N) = qs − QSR
qp(N) = qp – qId
= 0,3708 – 0
= 0,4316 –
q S (N)
0,5000
=
−0,0684
64
= qe+ qid(N) = qid
= 0,4618 = 0,4045
= qe − QSR qP(N) = qP
= 0,3949 – 0 = 0,6971
= 0,3949
= qS − qB qp(N) = qp – qId
= 0,6292 – 0,5955 = 0,3029 – 0,5955
= 0,0337 = −0,2926
= qE – qB qs(N) = qs − QSR
= 0,2298 – 0,3951 = 0,2346 – (−0,0247)
= −0,1653 = 0,2593
= qe+ qid(N) = qid
= 0,4649 = 0,6296
= qe − QSR qP(N) = qP
= 0,3053 – (−0,0247) = 0,8406
= 0,3300
65
b. Tegal
(N)
q ECiamis
a. = 0,3708
= qS − qB qp(N) = qp
•
= 0,7654 – – qId
0,3951
q e +(N) = 0,1594
= 0,3703
– 0,3704
(N•)
qe = −0,2110
Lampiran 11. Perhitungan Heterosigositas (h) pada Ayam Kampung
Ciamis, Tegal,
dan Blitar
q S (N•)
Warna Bulu h = 1 −
∑ qi2 = 1 –
(0,01982 + 0,98022)
c.
b. Blitar
Tegal = 1 – 0,9612
= 0,0388
q E (N)
• Pola Bulu
• Corak Bulu h = 1 − ∑ qi2
= 1 – (0,44442 + 0,55562)
= 1 – 0,5062
q e +(N)
= 0,4938
• • Warna Shank
q e (N) h = 1 − ∑ qi2 h = 1 − ∑ qi2
= 1 – (0,1312 + 0,3356 + 0,5332 )
2 2 2
= 1 – (0,50002 + 0,50002)
= 1 – 0,4141 = 1 – 0,5
• = 0,5859 = 0,5000
qS (N) Kerlip Bulu • Bentuk Jengger h = 1 − ∑ qi2 h=1
− ∑ qi 2
66
c. Blitar Warna Bulu • Corak Bulu h = 1 − ∑ qi2 h = 1 − ∑
qi2
• = 1 – (0,04222 + 0,95782) = 1 – (0,59552 + 0,40452)
= 1 – 0,9192 = 1 – 0,5182 = 0,0800 =
0,4938
Pola Bulu • Warna Shank h = 1 − ∑ qi2 h = 1 − ∑ qi2
• = 1 – (0,14332 + 0,46182 + 0,39492) = 1 – (0,59552 + 0,40452)
= 1 – 0,3897 = 1 – 0,5182
= 0,6103 = 0,4818
Kerlip Bulu • Bentuk Jengger
h = 1 − ∑ qi 2 =1–
• 2
(0,6292 + 0,3708 )2
Warna Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 –
= 1 – 0,5334 (0,03892 + 0,96112)
= 0,4666 = 1 – 0,9252
h = 1 − ∑ qi2 = 1 = 0,0784
– (0,6971 2
+ Pola Bulu
0,30292) • Corak Bulu h = 1 − ∑ qi2
= 1 – 0,5777 = 1 – (0,39512 + 0,60492)
= 0,4223 = 1 – 0,5220
= 0,4780
• Warna Shank
h = 1 − ∑ qi2 h = 1 − ∑ qi2 =1–
= 1 – (0,22982 + 0,46492 + 0,30532) (0,37042 + 0,62962)
= 1 – 0,3621 = 1 – 0,5336
= 0,6379 = 0,4664
Kerlip Bulu • Bentuk Jengger
h = 1 − ∑ qi2 =1–
(0,76542 + 0,23462)
= 1 – 0,6409
= 0,3591
h = 1 − ∑ qi2 = 1
– (0,84062 +
2
0,1594 )
= 1
– 0,7320
= 0,2680
67
Lampiran 12. Tabel Pengamatan Karakteristik Eksternal Ayam Kampung
No Jenis Warna Bulu Pola Warna Bentuk Corak Warna Kilau Warna Warna Shank
Kela Jengger
min
M F Putih Berwarna Hitam Liar Kolombia Pea Single Burik Polos Perak Emas Hitam abu Kuning
, Putih
56