Anda di halaman 1dari 12

Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No.

2 : 8-19

Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano,
Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa

(Study on water physical-chemical parameters around fish culture areas in Lake Tondano,
Paleloan Village, Minahasa Regency)

Frits Tatangindatu, Ockstan Kalesaran, Robert Rompas

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis parameter fisika–kimia yang meliputi suhu,
kecerahan, pH, oksigen terlarut, nitrat, fosfat, amoniak dan BOD pada lokasi budidaya karamba jaring
apung dan jaring tancap di Kelurahan Paleloan, Kecamatan Tondano Selatan Kabupaten Minahasa
serta menentukan lokasi budidaya yang cocok untuk menunjang pertumbuhan yang optimal.
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada tiga titik pengamatan secara in situ untuk
temperatur, kecerahan dan pH dan analisis laboratorium untuk oksigen terlarut, fosfat, amoniak, nitrat
dan BOD. Hasil penelitian menunjukkan temperatur pada ke tiga titik pengamatan berkisar 25,5 –
28,2 0C, Kecerahan 2,02 - 3, 15 m, pH 6,8 – 8,2, oksigen terlarut 7,41 – 7,77 mg/L, Nitrat 0,3 – 0,5
mg/L, Fosfat 0,00 – 0,4 mg/L, Amoniak 0,13 –0,77 mg/L, BOD 0 – 0,474 mg/L. Dengan mengacu
pada standar baku mutu kualitas air menurut PP No. 82 Tahun 2001 maka dapat disimpulkan bahwa
parameter kualitas air pada lokasi budidaya ikan di Kelurahan Paleloan, untuk parameter suhu,
kecerahan, pH, oksigen terlarut dan nitrat masih berada dalam kondisi baik sedangkan parameter
amoniak pada titik pengamatan I, II dan III, fosfat pada titik pengamatan I pada kedalaman 0,5 m dari
permukaan air dan BOD pada titik pengamatan III pada kedalaman 0,5 m dari dasar danau terindikasi
melewati batas baku mutu kualitas air.

Keywords: Parameter fisika kimia air, karamba jaring apung Danau Tondano, Kelurahan Paleloan.

ABSTRACT
The purpose of this research was to analyze the physical and chemical parameters of
waters (temperature, turbidity, pH, dissolved oxygen, nitrate, phosphate, ammonia and BOD) around
net cage culture area at Peleloan Village, Minahasa Regency and to determine the suitable culture site
supporting optimal growth of fish. water quality was measured at three sites. Temperature, turbidity,
and pH were measured in situ while dissolved oxygen, nitrate, phosphate, ammonia and BOD were
analised in laboratorium. Research results showed water temperature at all observation sites ranged
from 25.5-28.2 0C, turbidity 2.02-3.15 m, pH 6.8 – 8.2, DO 7.41-7.77 mg/L, nitrate 0.3-0.5 mg/L,
phosphate 0.00-0.4 mg/L, ammonia 0.13-0.77 mg/L. Based on water quality standard criteria stated in
PP No. 82, 2001, temperature, turbidity, pH, DO and nitrate at fish culture area were suitable for
floating and stick net cage cultures but ammonia at all sites of observation, phosphate at site I at 0.5 m
from the bottom and BOD at site III at 0.5 m from the bottom were exceeding the standard criteria.

8
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

PENDAHULUAN yang disebabkan oleh berbagai kegiatan


disekitar perairan maupun usaha budidaya itu
Tahun terakhir ini, Danau Tondano sendiri. Pencemaran ini dapat berupa
banyak mendapat perhatian dan sorotan dari pencemaran fisika – kimia khususnya (suhu,
berbagai kalangan masyarakat pemerhati kecerahan, pH, oksigen terlarut, nitrat, fosfat,
lingkungan, pemerintah dan ilmuan. Perhatian amoniak dan BOD). Meskipun aspek fisika –
dan sorotan ini berpangkal dari kenyataan kimia ini pernah diteliti, namun para pakar dan
aktual bahwa Danau Tondano merupakan pengelola perairan selalu menganjurkan bahwa
sumberdaya strategis bagi kehidupan dan penelitian pencemaran perairan perlu
pembangunan perekonomian di Propinsi dilaksanakan secara berkesinambungan
Sulawesi Utara. Hal ini dapat dilihat dari mengingat setiap waktu dapat saja terjadi
manfaat ganda berupa sumber bahan pangan perubahan lingkungan (Dundu dkk, 1993).
bergizi (ikan), sumber air untuk industri, air
irigasi untuk pertanian, sumber energi PLTA, Berdasarkan uraian di atas, maka perlu
air minum (PDAM Manado), media dilakukan penelitian untuk mendapatkan data
transportasi dan pariwisata (Rondo dan kualitas air khususnya parameter fisika – kimia
Soeroto, 1990). Berbagai masalah telah timbul, agar dapat diketahui sejauh mana daya dukung
mengganggu dan mengancam fungsi-fungsi kualitas air untuk kegiatan budidaya jaring
tersebut karena telah terjadi degradasi apung dan jaring tancap saat ini di Danau
lingkungan danau. Berdasarkan fungsi perairan Tondano khususnya Kelurahan Paleloan
tersebut, maka informasi tentang parameter Kecamatan Tondano Selatan Kabupaten
Fisika – Kimia perlu dikemukakan untuk Minahasa dengan mengacu kepada Peraturan
digunakan sebagai indikator kualitas perairan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang
serta bahan pembanding dalam kegiatan Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
pemantauan perkembangan perairan. Pencamaran Air. Tujuan Penelitian adalah
untuk enganalisis parameter fisika – kimia
Menurut Nastiti dkk (2001), yang meliputi suhu, kecerahan, pH, oksigen
perkembangan unit karamba jaring apung dan terlarut, nitrat, fosfat, amoniak dan BOD pada
jaring tancap pada areal budidaya yang kurang lokasi budidaya karamba jaring apung dan
terkendali telah menimbulkan dampak negatif jaring tancap di Kelurahan Paleloan,
terhadap lingkungan perairan. Dampak negatif Kecamatan Tondano Selatan Kabupaten
yang sering ditimbulkan antara lain disebabkan Minahasa, serta menentukan lokasi budidaya
kurang diperhatikannya prinsip-prinsip yang cocok untuk menunjang pertumbuhan
teknologi dalam budidaya ikan dengan sistem yang optimal.
karamba jaring apung dan jaring tancap.
Dalam suatu usaha budidaya perikanan, sangat BAHAN DAN METODE
penting untuk dipelajari kondisi kualitas suatu
perairan untuk dijadikan indikasi kelayakan Tempat dan Waktu Penelitian
suatu perairan untuk budidaya perikanan.
Penelitian ini dilakukan pada lokasi budidaya
Untuk mengelola sumberdaya perikanan yang
ikan dengan sistem jaring apung dan jaring
baik maka salah satu persyaratan yang harus
tancap di Kelurahan Paleloan, Kecamatan
diperhatikan adalah kualitas perairan. Boyd
Tondano Selatan, Kabupaten Minahasa,
(1982), menyatakan bahwa untuk tumbuhan
Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian dilakukan
dan organisme perairan dapat tumbuh dan
pada bulan Maret sampai April 2011. Lokasi
berkembang dengan baik, organisme tersebut
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
memerlukan persyaratan tertentu dalam habitat
hidupnya yaitu kondisi perairan.
Masalah yang selalu timbul dalam
sistem budidaya karamba jaring apung dan
jaring tancap adalah pencemaran lingkungan

9
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

Sampel yang diambil kemudian dimasukkan ke


dalam kotak pendingin (cool box) kemudian
dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Sampel dibawa ke laboratorium tidak lebih
dari 24 jam di dalam pendingin untuk menjaga
kestabilan dan kualitas air sampel.
Pengambilan sampel air dilakukan
dengan menggunakan botol sampel yang
dimodifikasi dan telah diberi pemberat serta
penutup botol dari styrofom dan tali. Botol
sampel tersebut dimasukan sampai pada
kedalaman yang diinginkan (0.5 m dari
permukaan perairan dan 0.5 m dari dasar
perairan) lalu ditarik penutup botolnya. Setelah
botol sampel penuh terisi air yang ditandai
dengan keluarnya gelembung udara, maka
botol sampel langsung ditarik ke permukaan
Gambar 1. Lokasi Penelitian untuk mengisi botol sampel lain yang telah
diberi label

Teknik Pengambilan Sampel Pengumpulan dan Analisis Data


Pengukuran parameter kualitas air
Pengambilan sampel dilakukan dengan dilakukan dengan dua cara yaitu in situ untuk
menggunakan metode purposif yaitu pada 3 suhu dengan thermometer, kecerahan dengan
titik yang telah ditentukan berdasarkan pada Sechii disk dan pH dengan pH meter dan
aktivitas lokasi budidaya di Kelurahan analisis laboratorium untuk DO (oksigen
Paleloan, Kecamatan Tondano Selatan, terlarut), fosfat, amoniak, nitrat dan BOD.
Kabupaten Minahasa. Sampel yang di ambil dari tiap titik sampel
Pengambilan air sampel dilakukan pada dimasukkan ke dalam botol sampel plastik
dua kedalaman, yaitu 0,5 m dari permukaan ukuran 600 ml. Kemudian botol sampel
perairan dan 0.5 m dari dasar perairan. Untuk dibawa dengan menggunakan coll box ke
parameter suhu, kecerahan, pH dan DO, laboratorium Balai Riset dan Standarisasi
pengambilan dan pengukuran sampel air Nasional (Baristand) dan Balai Teknik
dilakukan empat kali dengan interval waktu Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan
satu minggu dimana suhu, kecerahan dan pH, Penyakit Menular Kelas 1 Manado (BTKL)
pengukuran dilaksanakan langsung di untuk dianalisis indikatornya.
lapangan. Sedangkan untuk DO dianalisis di Data yang diperoleh dianalisis secara
Balai Riset dan Standarisasi Industri Manado. deskriptif dengan membuat tabulasi grafik dan
Untuk nitrat, fosfat, amoniak dan BOD, tabel kemudian dibandingkan dengan baku
pengambilan sampel air dilakukan sebanyak mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah
dua kali yaitu pada minggu pertama dan Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
minggu keempat, selanjutnya dianalisis di Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Air.
Pemberantasan Penyakit Menular Kelas 1
Manado.

10
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

HASIL DAN PEMBAHASAN ikan air tawar (kelas II) menurut PP No.82
Tahun 2001 dan kondisi perairan yang baik
Perbandingan hasil pengukuran untuk menunjang kegiatan budidaya ikan air
dilapangan dan analisis laboratorium dengan tawar berdasarkan literatur, dapat dilihat pada
standar bakumutu untuk kegiatan budidaya tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan nilai kualitas air menurut standart baku mutu PP. No 82 Tahun 2001
N Paramet Hasil Standar Bakumutu Perairan yang
o er/satua pengukuran PP No. 82 Tahun 2001 baik untuk
n untuk kegiatan menunjang
budidaya ikan air kegiatan
tawar (kelas II) budidaya ikan air
tawar
Fisika
1 Suhu 25,5 0C - 28,2 Deviasi 3 28 0C – 32 0C
0
C
2 Keceraha 1,97 - 3,15 m - 2m
n
Kimia
3 DO 7,41 - 7,77 4 mg/L ≥ 5 mg/L
mg/L
4 pH 6,8 - 8,2 6-9 6,8 – 8,5
5 Amoniak 0,17 - 0,77 ≤ 0,02 mg/L ≤ 1 mg/L
mg/L (untuk ikan yang peka)
6 Nitrat 0,3 - 0,5 mg/L 10 mg/L ≤ 5 mg/L
7 Fosfat 0,0 - 0,37 0,2 mg/L ≤ 1 mg/L
mg/L
8 BOD 0 - 3,28 mg/L 3 mg/L 0 - 10 mg/L

Parameter Fisika

Suhu air dan 0,5 dari dasar danau terdapat


Data hasil pengukuran suhu pada titik I, ditampilkan dalam bentuk histogram.
II dan III pada kedalaman 0,5 dari permukaan

28.5
28
27.5
27
Minggu I
26.5
Suhu Minggu II
26 Minggu III
25.5 Minggu IV
25
24.5
24
Permukaan Dasar Permukaan Dasar Permukaan Dasar

Titik 1 Titik 2 Titik 3


Gambar 2. Hasil Pengukuran suhu

11
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

Menurut PP No.82 Tahun 2001 (kelas Hasil pengukuran dilapangan pada tiga
II) kisaran suhu untuk kegiatan budidaya air titik pengamatan diperoleh nilai kecerahan
tawar adalah deviasi 3 sedangkan toleransi tertinggi pada pengukuran minggu kedua titik
suhu perairan yang baik untuk menunjang 2 yaitu 3,15 m dan nilai kecerahan terendah
pertumbuhan optimal dari beberapa ikan terdapat pada pengukuran minggu pertama titik
budidaya air tawar seperti mas dan nila adalah 1 yaitu 1,97 m. Rendahnya kecerahan pada
28 0C. Berdasarkan pengukuran dilapangan, titik 1 minggu pertama disebabkan tingginya
suhu tertinggi berada di titik 1 minggu pertama nilai fosfat pada permukaan air, dimana fosfat
pada kedalaman 0,5 m dari permukaan air merupakan sumber nutrisi utama bagi
dengan nilai 28,2 0C dan suhu terendah berada pertumbuhan plankton, alga dan
di titik 1 dan 2 minggu ke ketiga pada mikroorgaisme nabati lainnya sehingga terjadi
kedalaman 0,5 m dari dasar danau yaitu 25,5 peningkatan populasi secara masal pada
0
C. permukaan air. Hal ini memberi dampak
terhadap rendahnya penetrasi cahaya yang
Suhu mempunyai peranan penting masuk ke perairan.
dalam menentukan pertumbuhan ikan yang
dibudidaya, kisaran yang baik untuk Secara umum kecerahan di Kelurahan
menunjang pertumbuhan optimal adalah 28 0C Paleloan masih berada dalam kondisi alami
– 32 0C. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan karena perairan dengan tingkat kecerahan 2 m
suhu air di Kelurahan Paleloan masih layak sangat baik untuk lokasi budidaya ikan.
dan memenuhi syarat untuk dilakukan kegiatan Penelitian sebelumnya oleh Arifin (2003),
usaha budidaya ikan. kecerahan air untuk Kelurahan Paleloan 1,34
m pada saat cuara cerah. Hasil ini
Kecerahan menunjukkan telah terjadi peningkatan
kecerahan pada lokasi tersebut.
Data hasil pengukuran kecerahan pada
titik I, II dan III ditampilkan dalam bentuk
histogram.

3.5

2.5
Minggu I
2
Kecerahan Minggu II
1.5 Minggu III

1 Minggu IV

0.5

0
Permukaan Dasar Permukaan Dasar Permukaan Dasar

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 3. Hasil pengukuran kecerahan

12
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

Parameter Kimia dalam batas alami dan masih layak untuk


dilakukan kegiatan usaha budidaya karena
pH (derajat keasaman) berada pada kisaran 6,8 – 8,2.
pH yang ideal bagi kehidupan biota air
Hasil pengukuran pH di titik I, II dan tawar adalah antara 6,8 - 8,5. pH yang sangat
III pengamatan pada kedalaman 0,5 dari rendah, menyebabkan kelarutan logam-logam
permukaan air dan 0,5 dari dasar danau dalam air makin besar, yang bersifat toksik
terdapat pada tabel 6 dan ditampilkan dalam bagi organisme air, sebaliknya pH yang tinggi
bentuk histogram. Hasil pengukuran pada tiga dapat meningkatkan konsentrasi amoniak
titik pengamatan, pH terendah berada di titik 3 dalam air yang juga bersifat toksik bagi
minggu kedua pada kedalaman 0,5 dari dasar organisme air. Dalam penelitian sebelumnya
danau dengan nilai 6,8 sedangkan pH tertinggi oleh Arifin (2003), pH di Kelurahan Paleloan
terdapat di titik 2 minggu keempat pada untuk permukaan 7,5 sedangkan pH pada
kedalaman 0,5 dari dasar danau dengan nilai kedalaman 5 m adalah 7,7. Hasil tersebut jika
8,2. Berdasarkan standart baku mutu air PP dibandingkan dengan hasil pengukuran, maka
No.82 Tahun 2001 (kelas II), pH yang baik pH di Kelurahan Paleloan dalam kurun waktu
untuk kegiatan budidaya ikan air tawar delapan tahun tidak mengalami perubahan
berkisar antara 6 – 9. Hal ini menunjukkan yang signifikan.
bahwa pH di Kelurahan Paleloan masih berada

9
8
7
6
Minggu I
pH (derajat 5 Minggu II
keasaman) 4
Minggu III
3 Minggu IV
2
1
0
Permukaan Dasar Permukaan Dasar Permukaan Dasar

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 4. Hasil pengukuran pH (derajat keasaman)

DO (oksigen terlarut) dengan nilai 7,77 mg/L sedangkan DO


terendah terdapat pada titik 1 minggu keempat
Hasil pengukuran DO (oksigen terlarut) pada kedalaman 0,5 dari permukaan air dan
di titik I, II dan III pengamtan pada kedalaman titik 2 minggu keempat pada kedalaman 0,5
0,5 dari permukaan air dan 0,5 dari dasar dari dasar danau dengan nilai 7,41 mg/L. Hal
danau ditampilkan dalam bentuk histogram. ini menunjukkan DO pada tiga titik
Berdasarkan standar baku mutu air PP. No 82 pengamatan di Kelurahan Paleloaan dengan
Tahun 2001 (kelas II), kisaran oksigen terlarut kisaran nilai 7,41 – 7,77 mg/L masih sangat
untuk kegiatan budidaya ikan yaitu > 4 mg/l. menunjang untuk kelangsungan kegiatan
Hasil pengukuran pada tiga titik pengamatan, budidaya ikan, karena masih berada diatas
DO tertinggi terdapat berada di titik 3 minggu batas baku mutu kualitas air menurut PP. No
ketiga pada kedalaman 0,5 dari permukaan air 82 Tahun 2001 (kelas II) yaitu > 4mg/L.

13
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

Arifin (2003), nilai DO di Kelurahan Paleloan jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat
pada permukaan 5,36 mg/L sedangkan untuk oksigen yang terlarut dalam darah. Pada siang
kedalaman 5 m 4,2 mg/L. Hasil ini hari, oksigen dihasilkan melalui proses
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai fotosintesa sedangkan pada malam hari,
DO. DO yang seimbang untuk hewan budidaya oksigen yang terbentuk akan digunakan
adalah lebih dari 5mg/l. Jika oksigen terlarut kembali oleh alga untuk proses metabolisme
tidak seimbang akan menyebabkan stress pada pada saat tidak ada cahaya. Kadar oksigen
ikan karena otak tidak mendapat suplai maksimum terjadi pada sore hari dan minimum
oksigen yang cukup, serta kematian akibat menjelang pagi hari.
kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan

7.8

7.7

7.6
Minggu I
DO (oksigen
7.5 Minggu II
terlarut)
Minggu III
7.4 Minggu IV

7.3

7.2
Permukaan Dasar Permukaan Dasar Permukaan Dasar

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 5. Hasil pengukuran DO (oksigen terlarut)

Nitrat Namun hal ini tentunya harus mendapatkan


perhatian karena kadar nitrat yang lebih dari
Hasil pengukuran nitrat di titik I, II dan 0.2 mg/L dapat menyebabkan terjadinya
III pengamatan pada kedalaman 0,5 dari eutrofikasi perairan, dan selanjutnya dapat
permukaan air dan 0,5 dari dasar danau, menyebabkan blooming sekaligus merupakan
terdapat pada gambar 6 dan ditampilkan dalam faktor pemicu bagi pesatnya pertumbuhan
bentuk histogram. Berdasarkan hasil penelitian tumbuhan air seperti eceng gondok. Nitrat
pada tiga titik pengamatan, kadar nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di
tertinggi adalah 0,5 mg/L sedangkan kadar perairan alami dan merupakan sumber nutrisi
nitrat terendah 0,3 mg/L. Hasil tersebut bila utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan
dibandingkan dengan standar baku mutu air tumbuhan air lainnya. Kadar nitrat yang lebih
PP. No 82 Tahun 2001 (kelas II) untuk dari 5 mg/L menggambarkan telah terjadinya
kegiatan budidaya ikan air tawar, masih sangat pencemaran.
jauh dari batas yang ditentukan yaitu 10 mg/L.

14
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
Nitrat 0.25 Minggu I

0.2 Minggu IV

0.15
0.1
0.05
0
Permukaan Dasar Permukaan Dasar Permukaan Dasar

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 6. Hasil pengukuran nitrat

Fosfat lain, baik dari jumlah jaring maupun dari


pemberian pakan, dimana pemberian pakan
Hasil pengukuran fosfat di titik I, II dan pada titik pengamatan yang lain hanya 3% dari
III pengamatan pada kedalaman 0,5 dari berat tubuh ikan. Hal ini tentunya
permukaan air dan 0,5 dari dasar danau, mengakibatkan jumlah sisa pakan yang tidak
terdapat pada gambar 7 dan ditampilkan dalam dapat ditangkap oleh ikan karena terbawa arus
bentuk histogram. Fosfat yang disumbangkan dan turbulensi air serta disebabkan oleh
ke dalam perairan dari aktivitas budidaya ikan pergerakan ikan saat berebut menangkap
berasal dari sisa pakan pellet yang terbuang. makanan lebih besar, sehingga total fosfat
Pakan Pellet yang diberikan kepada ikan tidak yang dihasilkan dari sisa pakan pellet pada titik
semua dapat ditangkap oleh ikan, sebagian 1 lebih tinggi dibandingkan dengan titik
hanyut terbawa arus dan turbulensi air yang pengamatan yang lain.
disebabkan oleh pergerakan ikan saat berebut
menangkap makanan. Hancuran pellet Berdasarkan histogram diatas, dapat
biasanya terikut pada saat pemberian pakan, dilihat juga bahwa hasil pengukuran fosfat
dan hancuran yang berukuran kecil tersebut pada minggu pertama jauh berbeda dengan
tidak ditangkap oleh ikan. Proporsi pakan yang hasil pengukuran minggu keempat. Ini diduga
dapat ditangkap dan ditelan oleh ikan, hanya karena dipengaruhi oleh faktor alam, dimana
sebagian yang diasimilasi, sedangkan yang sehari sebelum pengambilan sampel minggu
lainnya dibuang sebagai faeces. Selanjutnya keempat di Danau Tondano terjadi angin barat
dari total proporsi yang diasimilasi, hanya yang kencang bahkan sampai merusak
sebagian kecil yang digunakan sebagai sumber sebagian jaring di bagian timur Danau
energi dan pertumbuhan, karena sebagian Tondano (Kecamatan Eris). Kejadian tersebut
dibuang melalui proses ekskresi. menyebabkan unsur-unsur utama penghasil
fosfat (sisa pakan pellet yang tidak
Pada titik 1 terdapat 80 unit jaring, terkonsumsi oleh ikan dan bahan-bahan
dimana tiap unit terdiri dari 4 jaring ukuran 4 x organik yang berasal dari limah rumah tangga)
4 x 3 m dengan jumlah pemberian pakan 5 % yang berada di perairan lokasi budidaya ikan
dari berat tubuh ikan untuk ukuran 100gr Kelurahan Paleloan terbawa ke bagian timur
sampai pada masa panen. Nilai ini lebih besar Danau Tondano.
jika dibandingkan dengan titik pengamatan

15
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

0.4

0.35

0.3

0.25

Fosfat 0.2 Minggu I


. 0.15
Minggu IV

0.1

0.05

0
Permukaan Dasar Permukaan Dasar Permukaan Dasar

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 7. Hasil pengukuran fosfat

Amoniak berada pada titik 2 minggu keempat pada


kedalaman 0,5 dari permukaan air dengan nilai
Hasil pengukuran amoniak di titik I, II 0.77mg/L. Hal ini menunjukkan nilai amoniak
dan III pengamata pada kedalaman 0,5 dari di Kelurahan Paleloan telah melewati batas
permukaan air dan 0,5 dari dasar danau, maksimum bakumutu karena berada pada
terdapat pada gambar 8 dan ditampilkan dalam kisaran 0.13 mg/L - 0.77mg/L.
bentuk histogram. Hasil pengukuran dari 3 titik
pengamatan yang diperoleh, fosfat tertinggi Tingginya jumlah amoniak pada titik 1,
berada di titik 1 minggu pertama pada diduga disebabkan oleh tingginya jumlah
kedalaman 0,5 dari permukaan air dengan nilai persentase pemberian pakan dengan teknik
0,37 mg/L dan fosfat terendah berada pada sebar pada areal budidaya ikan di lokasi
titik 1 minggu keempat titik 1, 2 dan 3 dengan tersebut yaitu 5% dari berat tubuh ikan. Hal ini
nilai 0,0. Hasil diatas jika dibandingkan tentunya menyebabkan sisa-sisa buangan hasil
dengan bakumutu kualitas air PP No. 82 Tahun metabolisme yang dihasilkan oleh ikan dalam
2001 (kelas II) bahwa batas maksimum fosfat bentuk faeces menjadi lebih banyak, sehingga
untuk kegiatan budidaya ikan air tawar 0,2 mempengaruhi tingginya jumlah kadar
mg/L, maka kandungan fosfat diperairan amoniak di lokasi tersebut. Pada titik 2,
Kelurahan Paleloan untuk titik 1 permukaan tingginya jumlah amoniak diduga disebabkan
telah melewati ambang batas dengan nilai 0,37 oleh adanya aktifitas peternakan itik milik
mg/L. warga setempat disekitar lokasi pengambilan
sampel (± 20 m). Sisa hasil metabolisme pakan
Kadar amoniak yang baik bagi dari hewan ternak tersebut yang dikeluarkan
kehidupan ikan air tawar kurang dari 1 ppm. dalam bentuk feces, langsung masuk ke
Apabila kadar amoniak telah melebihi 1,5 perairan sehingga memberi dampak tingginya
ppm, maka perairan tersebut telah terjadi nilai amoniak pada titik tersebut. Hal ini juga
pencemaran. Menurut baku mutu kualitas air dapat dilihat pada grafik diatas, dimana nilai
PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II) bahwa batas tertinggi untuk amoniak berada pada titik 2,
maksimum amoniak untuk kegiatan perikanan dengan nilai 0.77 mg/L. Sedangkan tingginya
bagi ikan yang peka ≤ 0,02 mg/l. Hasil nilai amoniak pada titik 3, disebabkan juga
penelitian menunjukkan nilai amoniak oleh adanya aktifitas peternakan itik yang
terendah berada pada titik 1 minggu pertama berjarak ± 100 m dari titik pengambilan
pada kedalaman 0,5 dari permukaan air dengan sampel.
nilai 0.13mg/L. Sedangkan amoniak tertinggi

16
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

0.8
0.7

0.6

0.5

Amoniak 0.4 Minggu I


Minggu IV
0.3
0.2

0.1

0
Permukaan Dasar Permukaan Dasar Permukaan Dasar

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 8. Hasil pengukuran amoniak

BOD untuk kegiatan budidaya kurang dari 3 mg/L.


Hal ini menunjukkan bahwa parameter BOD di
Kelurahan Paleloan khususnya di titik 3 dasar
Hasil pengukuran BOD di titik I, II dan telah melewati batas bakumutu karena telah
III pengamatan pada kedalaman 0,5 dari ditetapkan karena telah berada pada kisaran
permukaan air dan 0,5 dari dasar danau, 3,28 mg/L. BOD tinggi menunjukkan bahwa
terdapat pada gambar 9 dan ditampilkan dalam jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bentuk histogram. Untuk analisis laboratorium, mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan
digunakan BOD 5. Penentuan waktu inkubasi organik dalam air tersebut tinggi, hal berarti
5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil dalam air sudah terjadi defisit oksigen.
oksidasi amoniak (NH3) yang cukup tinggi. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh
Sebagaimana diketahui bahwa amoniak dalam air disebabkan banyaknya makanan yang
sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi tersedia (bahan organik), oleh karena itu secara
menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan
mempengaruhi hasil penentuan BOD. Selama kadar bahan organik dalam air.
5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70% – 80% Pada titik 3 pengamatan terdapat
bahan organik telah mengalami oksidasi. peternakan itik dimana peternakan ini lebih
besar dari segi jumlah dibandingkan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari 3
peternakan itik yang berada pada titik 2. Hasil
titik pengamatan, maka nilai BOD tertinggi
pembuangan sisa limbah makanan maupun
berada pada titik 3 minggu ke IV pada
kotoran ternak tersebut merupakan buangan
kedalaman 0,5 dari dasar danau dengan nilai
bahan organik yang dapat membusuk atau
3,28 mg/L. Sedangkan nilai BOD terendah
terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga
berada pada titik 1 minggu ke IV pada
hal ini akan menaikkan populasi
kedalaman 0,5 dari permukaan air dan 0,5 dari
mikroorganisme di perairan. Keadaan ini akan
dasar danau dan titik 2 minggu ke I pada
menyebabkan meningkatnya kebutuhan
kedalaman 0,5 dari dasar danau dengan nilai 0
mg/L. oksigen terlarut yang diperlukan oleh
Menurut standar bakumutu kualitas air mikroorganisme dalam mengoksidasi bahan
PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II), nilai BOD organik, dimana dalam hal ini kadar BOD akan
naik.

17
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

3.5

2.5

2
BOD Minggu I
1.5 Minggu IV

0.5

0
Permukaan Dasar Permukaan Dasar Permukaan Dasar

Titik 1 Titik 2 Titik 3

Gambar 9. Hasil pengukuran BOD

KESIMPULAN Lawson, T.B., 1995. Fundamentals Of


Aquacultural Engineering. Chapman
Temperature, kecerahan, pH, oksigen terlarut dan Hall New York.
pada lokasi budidaya ikan di Kelurahan Lohoo A.V., Moningkey R., 1998. Evaluasi
Paleloan, Kecamatan Tondano Selatan, Kandungan Sulfida (H2S) dan Amoniak
Kabupaten Minahasa masih berada dalam (NH3) Terlarut Pada Wadah
kondisi baik dengan mengacu pada baku mutu Pemeliharaan Ikan Dengan Sistem
kualitas air menurut PP No. 82 Tahun 2001 Terapung di Danau Tondano. Journal
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Reseach and Development, 19 (18) ;
Pengendalian Pencemaran Air Kelas II, Hal 49 – 54.
sedangkan amonia pada titik I, II dan III, fosfat Mahida, U.N., 1982. Pencemaran Air dan
pada titik I pada kedalaman 0,5 m dari Pemanfaatan Limbah Industri. CV.
permukaan air dan BOD pada titik III pada Rajawali. Jakarta. 543 hal.
kedalaman 0,5 m dari dasar danau terindikasi Mokoagouw, D.R., 1985. Tata Cara
melewati batas baku mutu kualitas air. Peningkatan Upaya Pelestarian Danau
Tondano. Karya Ilmiah Fakultas Pasca
DAFTAR PUSTAKA
Sarjana, Program Studi Ilmu
Anonimous, 1994. Pengujian Kualitas Air Lingkungan Universitas Indonesia,
Sumber dan Limbah Cair. Standart Jakarta. 60 halaman.
Nasional Indonesia. Nastiti A.S., Nuroriah,S., Purnamaningtyas,
Arifin, 2003. Daya Dukung Perairan Danau S.E., Kartamihardja, E.S. 2001.
Tondano Untuk Menunjang Kegiatan Dampak Budidaya Ikan Dalam Jaring
Budidaya Ikan. Skripsi. Fakultas Apung Terhadap Peningkatan Unsur N
Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT dan P di Perairan Waduk Saguling,
Manado. Cirata dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian
Boyd, C.E., 1982. Water Quality Management Perikanan Indonesia, 7 (2) : hal 22 – 30
For Pond Fish Culture. Elsevier Palenewan, J.L., 2001. Pengelolaan DAS
Scientific Publishing Company Dalam Lingkungan Pembanguna di
Amsterdam New York. Sulawesi Utara. Ekoton, Jurnal
Effendy, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi P Lingkungan Hidup dan Sumber Daya
ngelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Alam, 1 (2) ; hal 79 – 83.
Perairan. 259 hal.
18
Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-19

Pescod, M.B., 1973. Investigation Of Rational Soeroto B., 1999. Penyusunan Rencana
Effluent and Stream Standards For Operasional Daerah Aliran Sungai
Tropical Countries. US Army Research (DAS) Tondano. Program Pemulihan
and Development Group Far East. PO dan Pelestarian Sumber Daya Alam
San Fransisco. AIT Bangkok. 59 p. Hutan/Vegetasi, Tanah dan Air.
Rompas, R.M., Masengi, A., Pangemanan, Soeroto, B., Lumingas, L.J.L., Pratasik, B,
A.N.P., Moningkey, R.D., Kawung, N., Tilaar, F., Boneka, F.B., Tamanampo,
1995. Ekologi Danau Tondano. J.F.W.S., Poluan, B., 1999. Biota
Laporan Penelitian Proyek Penelitian Danau dan Sungai Tondano. Tinjauan
Kawasan DAS Tondano. Fakultas Tentang Kualitas Perairan. Laporan
Perikanan UNSRAT Manado. 15 Penelitian Kerja Sama Dinas PU
halaman Provinsi Sulut dan FPIK UNSRAT
Rondo, M., Soeroto, B., 1990. Kondisi Mnado.
Ekologis Perairan Danau Tondano. Stednick, J.D., 1991. Wildland water Quality.
Berita Fakultas Perikanan, UNSRAT, 1 Sampling And Analysis. Academic
(2) : hal 58 – 63. Press Inc.
Sastrawijaya, A.T., 1991. Pencemaran Stiekney, 1979. Principles of Warm Water
Lingkungan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Aquaculture. John Wiley and Sons, Inc.
Jakarta. 247 hal. Toronto.

19

Anda mungkin juga menyukai