Anda di halaman 1dari 27

Kelompok 11 Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Teori Dasar Pengujian Bahan


1.1.1 Pengujian Bahan
Pengujian bahan adalah pengujian suatu material untuk mengetahui sifat
mekanik, cacat, dan lain-lain dari suatu material. Dalam pengujian bahan ini terdapat
dua macam pengujian jika ditinjau berdasarkan sifat dari pengujian tersebut, yaitu :
A. Pengujian Destruktif
Pengujian destruktif adalah pengujian suatu material, tapi hasil akhirnya akan
menyebabkan cacat atau rusak. Pengujian ini dilakukan dengan cara merusak
benda uji dengan cara pembebanan atau penekanan sampai benda uji tersebut
rusak, dari pengujian ini akan diperoleh sifat mekanik bahan. Pengujian
destruktif terdiri dari :
1. Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan adalah pengujian suatu material dengan mengukur
ketahanan suatu material terhadap abrasi, pantulan, goresan dan penetrasi.
Nilai kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap penetrasi.
Kekerasan suatu material dipengaruhi oleh kemurnian bahan (homogenitas).
Pengujian ini merupakan pengujian kekerasan terhadap material dimana
dalam menentukan kekerasannya dilakukan dengan menganalisis indentasi
pada benda uji sebagai reaksi pembebanan tekan. Pengujian ini sendiri dibagi
menjadi tiga metode sesuai dengan indentor yang digunakannya. Jenis-jenis
pengujiannya, yaitu :
a. Metode Brinell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material
terhadap bola baja (indentor) yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut (spesimen).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Gambar 1.1 Brinell test


Sumber : Avner (1974, p.27)

b. Metode Vickers
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material
terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk
geometri berbentuk piramida.

Gambar 1.2 Vickers test indentor


Sumber : Imaging (2012, p.21)

c. Metode Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material
terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang
ditekankan pada permukaan material uji tersebut.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Gambar 1.3 Rockwell test


Sumber : Callister (2000, p.178)

d. Pengujian kekerasan dengan cara goresan


Pengujian ini merupakan pengujian kekerasan terhadap material
dimana menentukan kekerasannya dengan mencari kesebandingan bahan
yang dijadikan standar. Pengujian ini menggunakan metode Moh’s.
e. Pengujian kekerasan dengan cara dinamik
Pengujian ini merupakan pengujian kekerasan yang dilakukan dengan
cara mengukur tinggi pantulan dari bola baja atau hammer intan yang
dijatuhkan dari ketinggian tertentu. Skeleroskop shore merupakan contoh
paling umum dari suatu alat uji kekerasan dinamik.
2. Pengujian Tarik
Pengujian tarik adalah pengujian suatu material dengan cara memberikan
beban gaya yang berlawanan arah dalam satu garis lurus. Pengujian ini
digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis
yang diberikan secara lambat.

Gambar 1.4 Alat pengujian tarik


Sumber : Laboratorium Pengujian bahan, Fakultas Teknik Jurusan Mesin Universitas
Brawijaya (2017)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

3. Pengujian Impact
Pengujian impact adalah pengujian suatu material untuk mengetahui
kekuatan impactnya. Kekuatan impact adalah kekuatan suatu material untuk
menahan beban dinamik yang diberikan secara mendadak yang menyebabkan
patah atau rusak. Ada 2 metode dalam pengujian ini, yaitu charpy dan izod.

Gambar 1.5 Alat uji impact


Sumber : Callister (2000, p.252)

4. Pengujian Puntir
Pada pengujian puntiran suatu material akan rusak karena material
trsebut akan mengalami patahan. Umumnya ini terjadi pada material yang
getas, sedangkan pada material yang ulet patahan terjadi pada sudut tegak
lurus terhadap sumbu puntiran setelah gaya pada arah sumbu terjadi dengan
deformasi yang besar.
B. Pengujian Non-Destruktif
Pengujian non-destruktif adalah salah satu teknik pengujian material tanpa
menimbulkan kerusakan berarti yang dapat mengubah kemampuan pemanfaatan
akhir dari benda ujinya. Pengujian bertujuan untuk mendeteksi secara dini
timbulnya crack pada material secara dini. Dari tipe keberadaan crack pada
material uji dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu inside crack dan surface
crack. Pengujian non-destruktif antara lain adalah :

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

1. Pengujian Visual
Metode ini bertujuan untuk menemukan cacat atau retak serta melihat
korosi pada permukaan. Digunakan alat bantu optikal untuk dapat melihat
cacat atau retakan pada permukaan secara jelas.
2. Pengujian Cairan Penetran
Metode ini digunakan untuk menemukan cacat permukaan terbuka dari
permukaan solid, baik logam maupun non-logam. Metode ini menggunakan
3 jenis cairan untuk melihat cacat pada permukaan, yaitu penetran, cleaner,
dan developer. Proses pengujian ini adalah :
a. Pembersihan permukaan.
b. Penetration, pada tahap ini diberikan cairan penetran pada permukaan
benda kerja yang diperiksa, kemudian ditunggu beberapa saat, sehingga
cairan dapat masuk ke dalam celah retakan.
c. Cleaning, yaitu pembersihan cairan penetran, pembersihan tidak boleh
berlebihan, karena dapat menyebabkan penetrant yang meresap akan
terbilas semua.
d. Development, yaitu pemberian developer pada permukaan yang telah
bersih, cairan developer akan menyerap cairan penetran kembali ke
permukaan.
e. Inspection, setelah penyemprotan cairan developer, maka cacat pada
permukaan akan tampak.
f. Pembersihan akhir.

Gambar 1.6 Uji cairan penetran


Sumber : Avner (1974, p.53)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

3. Pengujian Partikel Magnet


Pengujian partikel magnet yaitu pengujian untuk mengetahui adanya
retak, inklusi dan diskontinuitas yang sama dalam bahan ferromagnetic
seperti besi dan baja. Metode ini dapat mengetahui permukaan diskontinuitas
untuk dilihat dengan mata dan dapat mengetahui retak di bawah permukaan.

Gambar 1.7 Uji partikel magnet


Sumber : Avner (1974, p.50)

4. Pengujian Radiografi
Pada pengujian ini diletakkan film dibelakang objek, kemudian objek
akan disinari sinar laser x atau sinar gamma. Apabila pada objek terdapat
cacat, maka akan terjadi variasi intensitas pada film. Hasil film inilah yang
akan menunjukkan kecacatan yang ada pada spesimen.

Gambar 1.8 Uji radiografi


Sumber : Avner (1974, p.47)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

5. Pengujian Eddy Current


Metode ini memanfaatkan prinsip elektromagnetik dimana arus yang
dialirkan pada kumparan akan menghasilkan gaya elektromagnetis yang
dikenakan pada benda uji, hingga terbentuk arus eddy. Arus ini menandakan
adanya induksi magnet pada logam dan bila terdapat cacat besarnya
impedansi yang diukur sensor arus eddy akan berubah. Metode ini hanya
dapat diterapkan pada logam saja

Gambar 1.9 Uji eddy current


Sumber : Avner (1974, p.57)

6. Pengujian Ultrasonik
Pada pengujian ini menggunakan gelombang suara dirambatkan pada
spesimen uji dan sinyal yang ditransmisikan atau dipantulkan dan diamati
untuk menentukan cacat dari spesimen. Jika logam dipukul, itu akan
memancarkan catatan tertentu, dimana redaman dapat dipengaruhi oleh
kehadiran seperti reseptor cacat internal. Gelombang ini akan dibangkitkan
dengan transducer piezoelectric dan akan diterima kembali untuk
dikonversikan menuju energi listrik kembali.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Gambar 1.10 Uji ultrasonik


Sumber : Avner (1974, p.55)

1.2 Sifat Mekanik Logam


Sifat mekanik logam merupakan sifat yang menyatakan kamampuan suatu
material dalam menerima suatu beban atau gaya tanpa mengalami kerusakan pada
material tersebut. Sifat-sifat mekanik logam antara lain:
1. Kekuatan (strength)
Kekuatan yaitu kemampuan material dalam menerima gaya berupa tegangan
tanpa mengalami patah. Berdasarkan pada jenis beban yang bekerja, kekuatan
dibagi dalam beberapa macam yaitu kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan
tekan, kekuatan torsi, dan kekuatan lengkung.
2. Kekerasan (hardness)
Kekerasan yaitu kemampuan material dalam menerima gaya berupa penetrasi,
pengikisan dan pergeseran sifat ini berhubungan dengan sifat ketahanan aus.
Pengujian untuk mengetahui sifat kekerasan suatu material adalah uji Brinell,
Vickers atau Rockwell.
3. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan yaitu kemampuan material dalam mempertahankan bentuk setelah
mendapat gaya dari arah tertentu atau kemampuan suatu material untuk menerima
tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya deformasi atau difleksi

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

4. Ketangguhan (toughtness)
Ketangguhan yaitu merupakan sifat yang menyatakan kemampuan material
dalam menyerap energi yang diberikan tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan.
5. Elastisitas (elasticity)
Elastisitas yaitu kemampuan material untuk menerima tegangan tanpa
mengakibatkan deformasi permanen setelah beban atau tegangan dihilangkan.
6. Plastisitas (plasticity)
Plastisitas yaitu kemampuan material dalam mengalami sejumlah deformasi
(perubahan bentuk secara permanen) permanen sebelum terjadi patah, hal ini
setelah masuk wilayah plastis. Material yang mempunyai plastisitas tinggi
dikatakan sebagai material yang ulet (ductile), sedangkan material yang
mempunyai plastisitas rendah dikatakan sebagai material yang getas (brittle).
7. Kelelahan (fatigue)
Kelelahan yaitu merupakan kemampuan material dalam menahan beban
secara terus menerus atau merupakan kecenderungan dari logam untuk menjadi
patah bila menerima beban bolak-balik (dynamic load) yang besarnya masih jauh
di bawah batas kekakuan elastiknya.
8. Kegetasan (brittleness)
Kegetasan merupakan sifat kerapuhan pada material, yang berarti material
tersebut pecah dengan sedikit pergeseran permanen.
9. Keuletan (ductility)
Keuletan yaitu sifat material yang digambarkan seprti kabel dengan aplikasi
kekuatan tarik. Material ductile ini harus kuat dan lentur. Keuletan biasanya
diukur dengan suatu periode tertentu, persentase keregangan. Sifat ini biasanya
digunakan dalam bidan perteknikan, dan bahan yang memiliki sifat ini antara lain
besi lunak, tembaga, aluminium, nikel, dll.
10.Mulur (creep)
Mulur yaitu merupakan kecenderungan suatu material untuk mengalami
deformasi plastis bila pembebanan yang besarnya relatif tetap dilakukan dalam
waktu yang lama pada suhu yang tinggi.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

1.3 Perlakuan Panas


Perlakuan panas adalah pemanasan dan pendinginan material yang terkontrol
dengan tujuan mendapatkan sifat mekanik serta struktur material sesuai dengan yang
diinginkan secara umum. Proses perlakuan panas sebagai berikut:
a. Pemanasan material sampai suhu tertentu dengan kecepatan tertentu.
b. Mempertahankan suhu untuk waktu tertentu sehingga temperatur merata
(holding).
c. Pendinginan dengan media pendinginan yaitu air, oli atau udara (cooling)
Macam-macam perlakuan panas yaitu :
A. Perlakuan panas fisik
Merupakan suatu proses yang diberikan pada material secara langsung untuk
mengubah struktur fisik suatu material untuk didapatkan sifat mekanik yang
diinginkan secara umum. Perlakuan panas fisik dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Hardening
Merupakan perlakuan panas yang bertujuan untuk memperoleh
kekerasan maksimum pada baja. Baja tersebut dipanaskan dan kemudian
ditahan. Untuk baja eutectoid dipanaskan sampai (20-30)oC di atas AC3 dan
untuk baja hyper-eutectoid dipanaskan sampai (20-30)oC di atas AC1.
Kemudian didinginkan cepat di dalam air atau tergantung pada komposit
kimia, bentuk dan dimensinya.

Gambar 1.11 Daerah temperatur perlakuan panas


Sumber : Callister (2000, p.303)

2. Annealing
Annealing adalah perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan
keuletan, menghilangkan tegangan dalam, menghaluskan ukuran butir dan

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

meningkatkan sifat mampu mesin. Prosesnya adalah dengan memanaskan


material sampai suhu sekitar 50°C di atas garis AC3, holding beberapa saat
kemudian didinginkan secara perlahan dalam dapur pemanas atau media
terisolasi.

Gambar 1.12 Proses annealling


Sumber : Callister (2000, p.216)

3. Normalizing
Normalizing adalah perlakuan panas yang digunakan untuk
menghaluskan struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan,
menghilangkan tegangan dalam, meningkatkan permesinan, dan
memperbaiki sifat mekanik material. Prosesnya dengan pemanasan sampai
30-40°C di atas garis A3 dan didinginkan pada udara dengan temperatur
ruangan.

Gambar 1.13 Diagram normalizing


Sumber : Callister (1974, p.125)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

4. Tempering
Tempering digunakan untuk mengurangi tegangan dalam dan
melunakkan bahan setelah di-hardening dan meningkatkan keuletan. Hal itu
karena baja yang dikeraskan dengan pembentukan martensit biasanya sangat
getas sehingga tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian.

Gambar 1.14 Diagram tempering


Sumber : Callister (2000, p.345)

Adapun macam-macam tempering adalah :


a. Martempering
Martempering adalah perbaikan dari prosedur quenching dan
digunakan untuk mengurangi distorsi selama pendinginan. Pada proses
pendinginan, baja di quenching hingga sedikit di atas garis Ms, lalu
ditahan hingga suhu pada inti sama dengan suhu pada permukaan,
kemudian didinginkan dalam suhu kamar.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Gambar 1.15 Martempering


Sumber : Avner (1974, p.341)

b. Austempering
Austempering bertujuan untuk meningkatkan keuletan, ketahanan
impact, dan mengurangi distorsi. Struktur yang dihasilkan adalah bainit.
Pada proses pendinginan, baja didinginkan dalam media garam pada suhu
di atas garis Ms.

Gambar 1.16 Austempering


Sumber : Avner (1974, p.314)

B. Perlakuan Panas Kimiawi


Perlakuan panas yang dilakukan dengan bahan kimia seperti nitrogen,
karbon, dan sulfur. Jenis-jenis perlakuan panas kimia diantaranya:

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

1. Carburizing
Carburizing merupakan suatu proses penjenuhan lapisan permukaan besi
dengan karbon. Baja yang diikuti dengan hardening akan mendapatkan
kekerasan yang sangat tinggi, sedang bagian tengahnya tetap lunak. Jenis-
jenis carburizing adalah sebagai berikut:
a. Pack Carburizing
Prosesnya material dimasukkan dalam kotak yang berisi medium
kimia aktif padat, kotak tersebut dipanaskan sampai (900-950)˚C, serta
waktu total ditentukan dari kedalaman kekerasan yang akan dicapai.
b. Paste Carburizing
Medium kimia yang digunakkan berupa pasta, prosesnya yaitu bagian
yang dikeraskan akan ditutup dengan pasta setebal 3-4 mm dan kemudian
dikeringkan serta dimasukkan dalam kotak, prosesnya pada temperatur
(920-930)˚C.
c. Gas Carburizing
Disini logam dilepaskan atmosfir yang mengandung karbon yaitu gas
alam maupun gas buatan dan dipanaskan hingga temperatur 850-900˚C.
d. Liquid Carburizing
Proses carburizing dilakukan pada media kimia aktif cair, komposisi
medium kimianya adalah soda abu, NaCl, SiC dan kadang kadang ikut
dilengkapi NH4Cl, lalu diberikan pemanasan pada suhu 850-900˚C.
2. Nitriding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan
nitrogen, yaitu dengan cara melakukan holding dalam waktu yang agak lama
pada temperatur 480˚C - 650˚C dalam lingkungan amoniak ( NH3 ). Nitriding
digunakan untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek dan fatigue. Ada
2 macam nitriding, yaitu :
a. Straight nitriding, digunakan media untuk besi paduan, besi tuang
(meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek dan fatigue) melapisi hingga
bagian permukaan.
b. Anti-corrosion nitriding, bahan yang digunakan biasanya besi tuang dan
baja paduan. Derajat dari kelarutan yang dicapai adalah 30% - 70%.
Melapisi bagian ujung untuk mencegah terjadinya suatu proses korosi
pada benda.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

3. Cyaniding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan unsur
karbon dan nitrogen, bertujuan untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan
gesek, dan kelelahan. Bila proses ini dilakukan diudara disebut carbon
nitriding.
4. Sulphating
Perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan gesek
dari bagian bagian mesin maupun alat-alat tertentu dari bahan HSS dengan
cara penjenuhan permukaan dengan sulfur
C. Perlakuan Panas Permukaan
1. Flame Hardening
Flame hardening adalah pengerasan yang dilakukan dengan
memanaskan baja pada nyala api. Permukaan baja dipanaskan hingga suhu di
atas suhu kritis atas, lalu diquenching dengan semprotan air. Sebelum
dilakukan flame hardening sebaiknya baja dinormalizing dulu, sehingga
didapat kulit yang keras dan inti yang ulet.

Gambar 1.17 Austempering


Sumber : Avner (1974, p.332)

2. Induction Surface Hardening


Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan arus listrik frekuensi
tinggi. Logam berbentuk silindris diletakkan pada indikator ini. Jadi
pemanasan dari permukaan dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu dari

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

pemanasan. Pendinginan dilakukan dengan penyemprotan air setelah


pemanasan selesai

Gambar 1.18 Induction surface hardening


Sumber : Avner (1974, p.334)

3. Electrolite Bath Hardening


Pemanasan yang dilakukan dalam suatu larutan elektrolit, yang biasanya
digunakan adalah 5% - 10% sodium karbonat dan digunakan arus DC.
Prosesnya yaitu baja dipakai sebagai katoda, sehingga terbentuk gelembung
gelembung hidrogen tipis. Karena konduktivitas dari gelembung hidrogen
rendah maka arus meningkat cepat pada katoda, akibatnya katoda mengalami
pemanasan pada temperatur yang sangat tinggi. Logam yang dikeraskan
dicelupkan dalam elektrolit sedalam bagian yang akan dikeraskan. Setelah
proses dipanaskan, aliran listrik diputus dan elektrolit digunakan sebagai
media quenching.

1.4 Diagram Fasa Fe-Fe3C


Diagram fase yang palig sederhana adalah diagram tekanan-temperatur dari zat
tunggal, seperti air. Sumbu-sumbu diagram berkoresponden dengan tekanan dan
temperatur. Diagram fase pada ruang tekanan-temperatur menunjukan garis
kesetimbangan dan fase antara tiga fase padat, cair, dan gas.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Gambar 1.19 Diagram fasa Fe-Fe3C


Sumber : Laboratorium Pengujian bahan, Fakultas Teknik Jurusan Mesin Universitas
Brawijaya (2017)

Dari gambar 1.19, dapat kita lihat pada proses pendinginan perubahan struktur
kristal dan struktur makro sangat bergantung pada komposisi kimia. Pada
kandungan karbon 0,83% sampai 6,67% terbentuk struktur makro yang dinamakan
cementit Fe3C. Angka 6,67 berasal dari :

.............................................................(1-1)
Keterangan diagram fasa Fe-Fe3C akan dijelaskan sebagai berikut:
0,008%C : batas kelarutan maksimum karbon pada ferrite dengan suhu kamar.

0,025%C : batas ketentuan maksimum karbon pada ferrite temperature 7230C.


0.83%C : titik eutectoid

2%C : batas kelarutan karbon pada besi gamma pada temperature 14030C.
Garis A0 : garis temperature dimana terjadi perubahan magnetic dari cementit.
Garis A1 : garis temperature pendinginan perubahan austenite menjadi ferrite.
GarisA2 : garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada ferrite.
Garis A3 : garis dimana terjadi perubahan ferrite menjadi austenite (gamma)
pada pemanasan.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

GarisACM : garis kelarutan karbon pada besi gamma.


Garis solidus : garis yang menunjukkan awal dari proses pembekuan.
Garis liquidus : garis yang menunjukkan awal dari proses pendinginan.
Garis solvus : garis yang menunjukkan batas antara fasa padat dengan fasa padat
lainnya
Garis A : garis yang menunjukkan kandungan karbon minimum dari
transformasi baja hypoeutectoid
Garis B : garis yang menunjukkan kandungan karbon minimum dari
transformasi baja hypereutectoid.
Garis E : garis yang menunjukkan transformasi eutectoid
Pada paduan besi karbon ada 3 macam tranformasi baja:
a. Transformasi Baja Eutectoid
Transformasi yang dibahas adalah transformasi yang terjadi pada kondisi
equilibrium. Untuk pembahasan ini lihatlah diagram fasa Fe-Fe3C.
Baja eutectoid, paduan besi-karbon dengan kadar karbon C=0,83% adalah
paduan dengan komposisi eutectoid. Pada temperatur diatas garis liquidus
berupa larutan cair (liquid). Bila temperatur diturunkan saecara perlahan pada
saat mencapai garis liquidus (di titik 1) akan mulai terbantuk inti austenit.
Pembekuan selesai di titik 2 (pada garis solidus), seluruhnya sudah menjadi
austenit. Pada pendinginan selanjutnya tidak terjadi perubahan hingga
temperatur mencapai titik 3, di garis A1, temperatur kritis bawah, disini austenit
yang mempunyai komposisi eutectoid ini akan mengalami reaksi eutectoid
Austenit → Ferit + Cementit (Pearlit)
Terbentuknya pearlit ini dimulai dengan terbentuknya inti cementit (biasanya
pada batas butir austenit). Inti ini akan bertumbuh dengan mengambil sejumlah
karbon dari asutenit disekitarnya. Austenite akan kehabisan karbon. Pada kadar
karbon yang sangat rendah, pada temperature tersebut austenite akan menjadi
ferrite (transformasi allotropic). Kemudian, ferrite juga akan mengikat karbon
dari austenite begitu terus berulang-ulang hingga seluruh austenite habis.
Kemudian yang terjadi adalah struktur yang berlapis-lapis (lamellar) yang terdiri
dari lamel-lamel cementit-ferrit-cementit. Struktur ini dinamakan pearlite.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Gambar 1.20 Transformasi baja eutectoid


Sumber: Callister (2010, p.322)

b. Transformasi pada Baja Hypo-eutectoid (%C<0,8%)


Sebagai contoh untuk pembahasan pada baja karbon hypo-eutectoid ini
diambil dari baja dengan 0,25% C. Paduan ini akan mulai membeku pada titik 1
tanpa membentuk inti ferit delta yang nanti akan tumbuh menjadi dendrite ferit
delta. Hingga temperatur mencapai titik 2 (temperatur hypo-eutectoid) paduan
akan terdiri dari ferit delta dan liquid. Pada titik 2 akan terjadi reaksi hypo-
eutectoid :
Ferit delta + Liquid → Austenit
Pada paduan ini tidak semua liquid habis dalam reaksi tersebut sehingga
pada reaksi temperatur sedikit di bawah titik 2, struktur terdiri dari liquid dan
austenit, makin rendah temperatur makin banyak liquid yang menjadi austenit.
Perubahan berikutnya baru akan terjadi pada titik 4 (pada A3) akan mulai
terjadi transformasi allotropik δ menjadi α. Transformasi ini dimulai dengan
terbentuknya inti - inti ferit pada batas butir austenit. Austenit pada paduan ini
mengandung 0,25% C sedangkan ferit pada temperatur ini hanya mampu

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

melarutkan sedikit sekali karbon. Karena itu, austenit yang akan mengeluarkan
karbonnya untuk menjadi ferrite sehingga sisa austenit akan kaya karbon. Makin
rendah temperatur makin makin banyak ferrite yang terbentuk, makin tinggi
kadar karbon dalam austenit. Pada saat mencapai titik 5 masih ada 0,25-0,80 %
austenit, kadar karbonnya 0,80%. Selanjutnya sisa austenit ini akan mengalami
reaksi eutectoid menjadi pearlit. Pada temperatur dibawah A1 paduan akan
terdiri dari ferit dan pearlit.
Pada pendinginan selanjutnya sudah tidak terjadi perubahan fase dan
strukturnya tetap terdiri dari butir-butir ferrite dan kristal pearlite. Pada
mikroskop, ferrite tampak putih sedangkan pearlite agak kehitaman.

Gambar 1.21 Transformasi baja hypo-eutectoid


Sumber: Avner (1974, p.234)

c. Transformasi pada Baja Hypereutectoid


Perhatikan suatu paduan dengan 1,3% C. Paduan mulai membeku pada titik
1 dengan membentuk austenit dan pembekuan selesai di titik2. Seluruhnya sudah
berupa austenit. Selanjutnya tidak terjadi perubahan sampai temperatur
mencapai garis solvus Acm. Garis ini merupakan garis batas kelarutan karbon
dalam austenit dan batas kelarutan ini makin rendah dengan semakin rendahnya
temperatur itu. Pada temperatur dibawah titik 3, kemampuan melarutkan juga
turun berarti harus ada karbon yang keluar dari austenit dan pada temperatur di

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

titik 4, komposisi austenit mencapai komposisi eutectoid. Pada temperatur ini,


austenite akan mengalami reaksi eutectoid menjadi pearlit.

Gambar 1.22 Transformasi baja hyper-eutectoid


Sumber : Avner (1974, p.240)

Jenis - jenis reaksi yang terdapat pada diagram fase Fe-Fe3C


1. Reaksi Eutectoid
Reaksi yang terjadi pada daerah dengan kadar karbon 0,8 % dan temperatur
723 ˚C. Reaksi ini terdapat dua padatan yaitu α dan β menjadi padatan baru yaitu
α, begitu juga sebaliknya, padatan harus bereaksi menjadi α dan β.
α + β → L
Solid 1 + Solid 2 → Solid 3
Ferite + Pearlit → Austenit
2. Reaksi Eutektik
Reaksi yang terjadi pada karbon 4,3% dan pada temperatur 1148˚C. Reaksi
ini terdapat dua fasa padat yaitu A dan B kemudian bereaksi menjadi fase cair L,
begitu juga sebaliknya.
A + B → L
Solid 1 + Solid 2 → Liquid
]Ledeburit + Cementit

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

3. Reaksi Peritektik
Reaksi yang terjadi pada temperatur 1493˚C daerah eutectoid. Reaksi ini
terdapat dua padatan α dan δ yang bereaksi dan berubah menjadi fase cair (L),
begitu juga sebaliknya.
α + δ → L
Solid 1 + Solid 2 → Liquid
Austenit + Delta
4. Solid Solution
Pada dasarnya suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut
(solvent). Sedangkan pada solid solution atau larutan padat, keadaan ini terjadi
karena terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang berkombinasi. Jika dilihat pada
diagram fase Fe-Fe3C, solid solution terjadi pada fase austenite. Ketika suatu
baja dipanaskan melebihi suhu dari austenite, sebagian dari karbon akan terlarut
dan jika dipanaskan melebihi suhu austenite akan menjadi logam liquid.
5. Transformasi Allotropic
Transformasi allotropic adalah adanya transformasi dari suatu bentuk
susunan atom (sel satuan) kebentuk susunan atom lain. Transformasi allotropic
yang pada besi Fe(δ), Fe(γ) dan Fe(α) terjadi secara difusi sehingga
membutuhkan waktu tertentu pada temperatur konstan karena reaksi
mengeluarkan panas laten.

1.5 Diagram TTT (Time Temperature Transformation)


Diagram TTT merupakan salah satu jenis diagram material yang digunakan
untuk memprediksi hasil akhir dari suatu transformasi. Banyak ahli metalurgi
berpendapat bahwa waktu dan temperatur transformasi austenit mempunyai
pengaruh yang besar terhadap produk hasil transformasi dan properties baja. Karena
austenit tidak stabil dibawah suhu kritis bawah, sangat penting untuk diketahui
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk austenit selesai bertransformasi, dan
bertransformasi menjadi apa pada akhirnya austenit tersebut pada temperatur konstan
dibawah temperatur kritis bawah. Proses transformasi tersebut dinamakan
Transformation Temperature Time (TTT).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Gambar 1.23 Diagram TTT


Sumber: Laboratorium Pengujian Bahan Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya (2017)

Dari gambar 1.23, dapat dilihat bahwa di sebelah kiri kurva tidak terjadi
deformasi, austenite hanya berubah kestabilan. Selanjutnya austenite yang sudah
tidak stabil tersebut mengalami dekomposisi secara isothermal. Pendinginan yang
sangat cepat berpotensi terhadap hyper-eutectoid ukuran butiran anti kritis yang
berubah disamping meningkatkan austenite yang dapat mendukung terbentuknya
fase baru seperti martensite. Ketika austenite didinginkan secara lambat, struktur
yang terbentuk adalah pearlite. Akibat dari laju pendinginan yang meningkat, maka
temperature transformasi. Pearlite akan lebih rendah. Mikrostruktur material akan
berubah secara signifikan akibat peningkatan laju pendinginan melalui sebuah
pengujian pemanasan dan pendinginan. Kita dapat mencatat transformasi dari
austenite.
Pearlit yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi memiliki kekerasan
yang lebih rendah dibandingkan dengan pearlite yang halus. Hal ini erat kaitannya
dengan kelakuan presipitasi cementit dari austenit.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Bainit yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi memiliki kekerasan
yang lebih rendah dibanding dengan bainit yang terbentuk pada temperatur yang
lebih rendah. Struktur bainit yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi relatif
berbeda dengan struktur bainit yang terbentuk pada temperatur yang lebih rendah.
Pembentukan martensit sangat berbeda dibandingkan dengan pembentukan
perlit atau bainit. Pembentukan martensit hampir tidak tergantung pada waktu.
Sebagai contoh martensit mulai terbentuk sekitar 2000C (Ms) dan terus berlanjut
sampai temperatur mencapai 260C yaitu pada saat martensit mencapai 100% (Mf).
Pembentukan martensit dikaitkan dengan waktu pada diagram dinyatakan dengan
garis horizontal. Pada 660C hampir 60 % martensit telah terbentuk. Perbandingan ini
tidak berubah terhadap waktu sepanjang temperaturnya dijaga konstan.
Bentuk diagram tergantung dari komposisi kimia terutama kadar karbon dalam
baja. Posisi hidung dari diagram TTT dapat bergeser menurut kadar karbon. Posisi
hidung bergeser makin ke kanan menunjukkan karbon itu semakin mudah untuk
membentuk bainite atau martensit atau makin mudah untuk dikeraskan. Untuk baja
karbon kurang dari 0,83% yang ditahan suhunya pada titik tertentu akan
menghasilkan struktur pearlit dan ferite.
Garis sebelah kiri menunjukkan saat setelah berapa lama dimulai transformasi
dan garis disebelah kanannya adalah akhir transformasi (100%) pada tiap tiap suhu.

1.6 Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation )


Diagram Continous Cooling Transformation atau biasa disebut CCT diagram,
merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju pendingin kontinu
dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya transformasi fasa secara
teoritis. Kurva pendinginan CCT tidak terdapat pada TTT diagram dan berlangsung
kontinyu. Diagram TTT hanya menunjukkan hubungan waktu, temperatur untuk
transformasi austenit yang terjadi pada temperatur konstan.
Hubungan pendinginan secara kontinyu terdapat pada tansformasi di diagram
CCT. CCT diagram pada hakekatnya adalah turunan dari TTT diagram, yaitu
dengan menggeser nose (merupakan titik penting terjadinya CCT) ke bawah.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Gambar 1.24 Diagram CCT


Sumber : Avner (1974, p.274)

Transformasi pada gambar 1.24 terlihat bahwa dengan menggeser nose, maka
proses pendinginan yang relatif lebih lambat dibanding TTT. Diagram untuk
perbandingan kontinyu seringkali disebabkan oleh kelebihan diagram TTT yang
memberikan perkiraan terhadap klasifikasi mikrostruktur baja selama pendinginan
kontinyu.
Pada proses laju pendinginan perlahan akan menghasilkan pearlit, pada proses
laju pendinginan yang sedang akan dihasilkan pearlit dan martensit. Pada laju
pendinginan cepat akan menghasilkan yang seluruhnya martensit

1.7 Pergeseran Titik Eutectoid


Diagram fase Fe-Fe3C dibuat tanpa unsur paduan, jika terdapat unsur paduan
maka diagram akan mengalami pergeseran, sedangkan pergeseran yang terjadi pada
diagram ini dapat ditentukan dengan bantuan diagram berikut ini.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

Gambar 1.25 Pengaruh komposisi bahan


Sumber: Planck (1981, p.151)

Dari gambar 1.25, terlihat bahwa komposisi unsur paduan mempengaruhi


komposisi eutectoid dan suhu pada gambar (b). Unsur paduan menggeser temperatur
eutectoid dari 723˚C menjadi naik atau turun tergantung jenis dari besarnya unsur
paduan yang ditambah. Pergeseran dari diagram fasa dapat dihitung dari pergeseran
titik eutectoid (perpotongan AC3 dan Acm pada diagram fasa) dengan rumus :

……………………….........................................(1-2)

…....………………….........................................(1-3)
Contoh soal :
Spesimen dengan komposisi kimia Cr = 1,2%, Mn = 0,3%, Si = 0,2%. Tentukan
pergeseran titik eutectoidnya.
Penyelesaiannya :

Tabel 1.1
Contoh Komposisi Kimia Spesimen
Unsur % Paduan Suhu Eutectoid %C
Paduan
Cr 1,2% 799.25˚C 0,65
Mn 0,3% 720.00˚C 0,76
Si 0,2% 730.00˚C 0,74

....................................................................................(1-4)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018
Kelompok 11 Pendahuluan

...................................................................................(1-5)

Gambar 1.26 Grafik pergeseran tititk eutectoid

Keterangan : Fe – Fe3C
Pergeseran Titik Eutectoid

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2017/2018

Anda mungkin juga menyukai