Anda di halaman 1dari 14

DISENTRI

DEFINISI
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan
tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur
lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus). Disentri merupakan peradangan
pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus
menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah. Disentri merupakan suatu infeksi yang
menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala
khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai
dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir.

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari
500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di bagian Penyakit
Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di catatan medis, dari 748
kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang disebabkan oleh disentri basiler.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni
1998 sampai dengan November 1999, dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5%
shigella.
Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi terinfeksi.
Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host dan reservoir utama.
Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat,
kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan
yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah
penularannya.

ETIOLOGI
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :
1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4
spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43
serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe
tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka
seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki
kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah
102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang
berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan
penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah
dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat
berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan
menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2
bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm)
dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di
lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka
trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai
di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat
mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat
sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan
trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk
trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati
apabila berada di luar tubuh manusia.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk
kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap
terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan
terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga
kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit
berubah menjadi kista.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


1. Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai eksudat
inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat
melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat
yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman
ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya.
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum
terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid,
sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan
mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa
ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada
selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus
menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung.
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain
ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan
neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga
kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan
pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang
menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus
menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
2. Disentri Amuba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat
berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan
ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan
(virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim
yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk
ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan
submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal.
Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian
usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum,
kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.

GEJALA KLINIS
1. Disentri Basiler
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari
sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai
demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih
mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang
berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran
tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating
cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat,
berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah,
suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat meninggal
bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor
kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas
dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya
tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan.
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma
uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka
ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan.
Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi
memerlukan waktu penyembuhan yang lama.
Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih
berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan pada kasus
yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang
menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara menahun. Kejadian ini jarang
sekali bila mendapat pengobatan yang baik.

2. Disentri Amuba
- Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena
amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding
usus.
- Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya
mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat
timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja
bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang
nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya.
Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan
(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
- Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi
pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai
lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai
hepatomegali yang nyeri ringan.
- Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare disertai
darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C-40,50C)
disertai mual dan anemia.
- Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingi
dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-
bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia.
Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau
makanan yang sulit dicerna.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Disentri amoeba
- Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat
penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk
pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan
pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan
sebelum pasien mendapat pengobatan.
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari
bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan
langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya
terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,
sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan
lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak.
Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode
konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng
sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin
kista akan mengendap.
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja
yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang
mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang
masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang
seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di
dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.
- Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala
disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan
tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan
didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan,
mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
- Foto rontgen kolon
Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali ulkus
tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan
barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling
defect yang mirip karsinoma.
- Pemeriksaan uji serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik
dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif).
Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan
negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis
aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.
2. Disentri basiler
- Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta biakan
hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan
tinja yang seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati . Untuk itu
diperlukan tinja yang baru.
- Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai secara luas.
- Enzim immunoassay
Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang
terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli.
- Sigmoidoskopi
Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.
- Aglutinasi
Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada hari
keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50
dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya
banyak strain maka jarang dipakai.
- Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan
ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada di
bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal usus
besar.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk diare darah adalah :
1. Disentri amuba
Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak ada/jarang.
Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit berbatas. Tinja biasanya
besar, terus menerus, asam, berdarah, bila berbentuk biasanya tercampur lendir.
Lokasi tersering daerah sekum dan kolon asendens, jarang mengenai ileum. Ulkus
yang ditimbulkan dengan gaung yang khas seperti botol.
2. Disentri basiler
Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya toksemia, tenesmus
akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya kecil-kecil, banyak, tak
berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja berbentuk dilapisi lendir.
Daerah yang terserang biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang ileum. Biasanya
daerah yang terserang akan mengalami hiperemia superfisial ulseratif dan selaput
lendir akan menebal.
3. Eschericiae coli
- Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus
sehingga menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat (secara klinis
dikenal sebagai kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller,
ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear dengan khas
edem mukosa dan submukosa. Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas
sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah.
- Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri atau
dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari menjadi
berdarah (kolitis hemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis
yang membedakan adalah terjadinya demam yang merupakan manifestasi yang
tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan sindrom hemolitik uremik.

DIAGNOSIS
1. Disentri basiler
Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan keluhan
nyeri abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan
adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dari
bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak
bermanfaat.
Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis ulserosa.
Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan perbaikan klinis yang
bermakna setelah pengobatan dengan antibiotik yang adekuat.
2. Disentri amuba
Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita amebiasis tidak
banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti baru
dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit). Akan tetapi ditemukannya
amoeba bukan berarti meyingkirkan kemungkinan penyakit lain karena amebiasis
dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain. Oleh karena itu, apabila penderita
amebiasis yang telah menjalani pengobatan spesifik masih tetap mengeluh nyeri
perut, perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya endoskopi, foto kolon dengan
barium enema atau biakan tinja.
Abses hati amuba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan neoplasma.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan neoplasma, sedang
ditemukannya echinococcus dapat membedakannya dengan abses piogenik. Salah
satu caranya yaitu dengan dilakukannya pungsi abses.

KOMPLIKASI
1. Disentri amoeba
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun
ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi 2 :
- Komplikasi intestinal:
Perdarahan usus
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak
pembuluh darah.
Perforasi usus
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar.
Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.
Peritonitis
Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.

Ameboma
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya
massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid.
Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus.
Intususepsi
Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan operasi
segera.
Penyempitan usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat
ameboma.
- Komplikasi ekstraintestinal
Amebiasis hati
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi.
Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi
amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding
usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening. Mula-mula
terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul
nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu,
membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta,
maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi
nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang
terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat
berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.
Abses pleuropulmonal
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih 10-20%
abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi
akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi
hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga penderita batuk batuk dengan sputum
berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.
Abses otak, limpa dan organ lain
Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus
besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.

Amebiasis kulit
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan membentuk
hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat pula
terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal dari anus.
2. Disentri basiler
Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang
berada di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan
dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk.
Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome
(HUS). SHU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh
Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu
pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria,
penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif timbul anuria
dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi
leukemoid (leukosit lebih dari 50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-
100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf
pusat seperti ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada
masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat
terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit
polimorfonuklear. Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat
berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis
atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus
menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini jarang terjadi.
Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun hal ini
jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi
juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun
terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan
perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai
angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.

PENGOBATAN
1. Disentri basiler
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau
memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika.
- Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral.
Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat
badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus
untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah,
cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila
penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.
- Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5 kali/hari,
kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
- Pengobatan spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati
dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis
yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin
hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin,
namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka,
maka masih dapat digunakan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu
pula dengan trimetoprimsulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari
selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler
karena tidak efektif.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti
siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan
sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian siprofloksasin merupakan
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.
Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1
yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x
1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam
pengobatan stadium carrier disentri basiler.
2. Disentri amuba
- Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali perhari
selama 20 hari.
- Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5
hari.
- Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg tiga kali
sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari, dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
- Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg tiga kali
sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan
500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.

PROGNOSIS
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini
yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis
amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang kurang baik
adalah abses otak ameba.
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan
dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae
biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk
flexneri mempunyai angka kematian yang rendah.

PENCEGAHAN
1. Disentri amoeba
Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat
kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum
sebaiknya dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan 500C selama 5
menit.
Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier
dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan
makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk pencegahan. Pemberian
kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi daerah endemis tidak
dianjurkan.
2. Disentri basiler
Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri
basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih
seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi,
penggunaan jamban yang bersih.

Anda mungkin juga menyukai