Anda di halaman 1dari 10

1. Bagaimana Standar pelayanan keselamatan di rumah sakit?

Standar Keselamatan Pasien Setiap rumah sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan
Pasien. Standar Keselamatan Pasien meliputi (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/
2011):
a. hak pasien;
1. mengetahui perencanaan terapi dan kemungkinan KTD
2. Kriteria
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
b. DPJP harus membuat rencana pelayanan
c. DPJP wajib memberikan penjelasan yang jelas ttg obat, rencana
pelayanan, hasil pelayanan, prosedure dan resiko yang akan terjadi
terhadap pasie dan keluarga
b. mendidik pasien dan keluarga;
c. keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
d. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien;
e. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
f. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
g. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Standar keselamatan pasien di atas jika diurai satu per satu maka akan lebih jelas
maksud dan tujuannya.
1) Standar I : Hak Pasien
Standar : Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.
Kriteria :
a. Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan
b. Dokter penanggungjawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggungjawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
2) Standar II : Mendidik pasien dan keluarga
Standar : Rumah Sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit
harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarga tentang kewajiban
dan tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggungjawab pasien dan keluarga
c. Mengajukan pertanyaan – pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Memenuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3) Standar III : Keselamatan Pasien dan kesinambungan pelayanan
Standar : Rumah sakit menjamim kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan,
rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman, dan efektif.
4) Standar IV : Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar : Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor
– faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
LangkaMenuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi terkait dengan semua Kejadian
Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus
risiko tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.
5) Standar V : Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar :
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak
Diharapkan
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
Kriteria :
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai “Kejadian Nyaris Cedera” (Near Miss) sampai dengan
“Kejadian Tidak Diharapkan” (Adverse Event)
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar
Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (NearMiss)dan “Kejadian Sentinel”
pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (SentinelEvent) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan “Kejadian Sentinel”
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar
disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
6) Standar VI : Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan serta
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan
tugasnya masing – masing.
b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan in – service training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7) Standar VII : Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Standar :
a. Rumah sakit merencanakan dan merancang proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat
Kriteria :
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan merancang proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal – hal terkait
dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada
2. Apa saja macam insiden keselamatan pasien ?
Insiden Keselamatan Pasien dan Jenisnya
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) atau Patient Safety Incident adalah setiap kejadian
atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm yaitu seperti
penyakit, cedera, cacat, atau bahkan kematian yang tidak seharusnya terjadi. Adapun
jenis – jenis insiden dalam keselamatan pasien adalah
- Kondisi Potensial Cidera - KPC ( A reportable circumtance) adalah situasi yang
sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera tetapi belum terjadi cidera dan kondisi
atau ituasi ini termasuk yang perlu untuk dilaporkan contohnya ruangan ICU yang
sangat sibuk tetapi jumlah personil selalu kurang (understaffed), penempatan
defibrilator di IGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak, walaupun belum
diperlukan,
- Kejadian Nyaris Cidera KNC (A near Miss) adalah terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar atau terkena pasien, contohnya unit transfusi darah sudah terpasang
pada pasien yang salah tetapi kesalahan tersebut segera diketahui sebelum transfusi
dimulai sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,
- Kejadian Tidak Cidera- KTC ( A No Harm Incident ) adalah suatu insiden yang
sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cidera, contohnya darah transfusi yang
salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul gejala inkompatibiltas,
- Kejadian Tidak Diharapkan – KTD ( A Harmful incident/adverse event ) adalah
insiden yang mengakibatkan cidera pada pasien, contohnya transfusi yang salah
mengakibatkan pasien meninggal karena reaksi hemolysis. Setelah keempat jenis
insiden di atas dapat dimengerti, maka ada satu kejadian lagi yang sangat fatal dan
penting untuk dilaporkan dalam keselamatan pasien yaitu kejadian sentinel (sentinel
event) yang artinya suatu Kejadian Tidak Diharapkan – KTD yang mengakibatkan
kematian atau cidera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak
diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi misalnya
amputasi pada kaki yang salah dan sebagainya sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.
3. Apa macam-macam medical error ?
Secara teknis medical error dapat dibagi menjadi dua, yaitu
a) error of omission  Kesalahan dalam mendiagnosis, keterlambatan dalam
penanganan pasien atau tidak meresepkan obat untuk indikasi yang tepat. Dalam
keseharian, daftar error of omission tentu akan sangat panjang jika diidentifikasi
satu per satu. Melakukan apendiktomi tanpa disertai dengan pemeriksaan patologi
anatomi termasuk error of omission yang sering terjadi. Tidak memberikan obat
yang seharusnya diberikan.
b) error of commission meliputi kesalahan dalam memutuskan pilihan terapi,
memberikan obat yang salah, atau obat diberikan melalui cara pemberian yang
keliru. Kebiasaan untuk meresepkan antibiotika pada penyakit-penyakit ringan
(minor ailment) atau memberikan obat per injeksi padahal pemberian secara oral
lebih aman termasuk dalam kategori error of commission.

Berdasarkan proses terjadinya, medical error dapat digolongkan sebagai


(1) Diagnostik, antara lain berupa: kesalahan atau keterlambatan dalam menegakkan
diagnosis, tidak melakukan suatu pemeriksaan padahal ada indikasi untuk itu,
penggunaan uji/pemeriksaan atau terapi yang sudah tergolong usang atau tidak
dianjurkan lagi.
(2) Treatment, di antaranya adalah kesalahan (error) dalam memberikan obat, dosis terapi
yang keliru, atau melakukan terapi secara tidak tepat (bukan atas indikasi)
(3) Preventive. Dalam kategori ini termasuk tidak memberikan profilaksi untuk situasi
yang memerlukan profilaksi, dan pemantauan atau melakukan tindak lanjut terapi
secara tidak adekuat.
(4) Lain-lain, misalnya adalah kegagalan dalam komunikasi, alat medik yang digunakan
tidak memadai, atau kesalahan akibat kegagalan sistem (system failure).

Medical error dapat dibedakan sebagai berikut :


1. Kegagalan/ketidakberhasilan terapi dalam tindakan operasi, yang antara lain
disebabkan oleh :
a. Terjadinya komplikasi (penyulit)
b. Kecelakaan (surgical mishap)
c. Kecelakaan anesthesi (reaksi hipersensitif terhadap obat anesthesi dan sebagainya)
2. Ketidakberhasilan/kegagalan dalam pemberian pengobatan, yang dapat dikarenakan
hal-hal sebagai berikut :
a. Komplikasi dari pengobatan
b. Kecelakaan medis
c. Kesalahan menentukan diagnosis
d. Kesalahan dalam memilih obat
4. Bagaimana staregi sistem patient safety di rumah sakit ?
Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien
1. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
2. Melakukan praktek klinik yang ama Dampak hukum jika terjadi medical eror atu
Adverse Event (Kejadian yang tidak diharapkan) da n dan dalam lingkungan yang
aman
3. Melaksanakan manajemen risiko, contoh pengendalian infeksi
4. Membuat dan meningkatakan sistem yang dapat menurunkan risiko yang
berorientasi kepada pasien
5. Meningkatkan keselamatan pasien dengan:
a. Mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse eventsuatu kejadian
yang tidk diharapkan)
b. Membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
c. Mengurangi efek akibat adverse event
5. Apa hubungan dari manajemen rumah sakit terhadap adanya medical error, insiden
keselamatan pasien, patient safety dan customer focused services?
Manajemen rumah sakit customer focused servicespatient Safetymencegah
medical errorinsiden keselamatan pasien menurun
6. Apa yang dimaksud cross infection dan bagaimana cara pencegahannya?
Infeksi silang (Cross Infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman yang
didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak
langsung.
Upaya-upaya yang Dilakukan untuk Mencegah:
Menurut depkes (1998), upaya pencegahan terhadap terjadinya infeksi silang dirumah
sakit yaitu untuk menghindarkan terjadinya infeksi selama pasien di rawat di rumah
sakit. Adapun bentuk upaya pencegahan yang dilakukan antara lain :
a. Cuci Tangan
Cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting. Cuci tangan
harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Walaupun
memakai sarung tangan atau alat pelindung lainnya. Untuk mengetahui kapan
sebaiknya perawat melakukan cuci tangan dan bagaimana cara mencuci tangan yang
benar, berikut ini akan dijelaskan mengenai tujuan mencuci tangan, dan prosedur
standar dari mencuci tangan.
Tujuan
 Menekan pertumbuhan bakteri pada tangan
 Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung tangan
b. Dekontaminasi
Menurut depkes (1998) dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme
patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya.
Agar seorang perawat dapat melakukan proses dekontaminasi dengan benar, maka
perawat tersebut haruslah mengetahui tujuan dari dekontaminasi, indikasi dari proses
dekontaminasi, dan prosedur standar dari dekontaminasi.
Tujuan Dekontaminasi
 Mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan
benda
 Mematikan mikroorganisme, misalnya HIV, HBV, dan kotoran lain yang
tidak tampak
 Mempersiapkan permukaan alat untuk kontak langsung dengan desinfektan
atau bahan sterilisasi
 Melindungi petugas dan pasien
c. Menggunakan Masker
Tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut wajib menggunakan masker pada
saat melakukan tindakan untuk mencegah potensi infeksi akibat kontaminasi aerosol
serta percikan saliva dan darah dari pasien dan sebaliknya. Masker harus sesuai dan
melekat dengan baik dengan wajah sehingga menutup mulut dan hidung dengan baik.
Ganti masker diantara pasien atau jika masker lembab atau basah dan ternoda selama
tindakan ke pasien. Masker akan kehilangan kualitas perlindungannya jika basah.
Lepaskan masker jika tindakan telah selesai.
d. Sarung Tangan
Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan sarung tangan ketika
melakukan perawatan yang memungkinkan berkontak dengan darah atau cairan tubuh
lainnya. Sarung tangan harus diganti tiap pasien, lepaskan sarung tangan dengan
benar setelah digunakan dan segera lakukan kebersihan tangan untuk menghindari
transfer mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan. Lepaskan sarung
tangan jika sobek, atau bocor dan lakukan kebersihan tangan sebelum memakai
kembali sarung tangan. Disarankan untuk tidak mencuci, mendesinfeksi atau
mensterilkan ulang sarung tangan yang telah digunakan.
e. Kaca Mata Pelindung
Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan kacamata pelindung
untuk menghindari kemungkinan infeksi akibat kontaminasi aerosol dan percikan
saliva dan darah. Kacamata ini harus didekontaminasi dengan air dan sabun kemudian
didesinfeksi setiap kali berganti pasien. Sebelum melakukan perawatan bagi pasien,
gunakan baju pelindung, lalu masker bedah dan selanjutnya kacamata pelindung
sebelum mencuci tangan.
f. Baju Pelindung
Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan gaun/baju pelindung
yang digunakan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan melindungi kulit dari
kontaminasi darah dan cairan tubuh. Gaun pelindung ini harus dicuci setiap hari.
Gaun pelindung terbuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat dipakai ulang (kain),
tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya dapat sekali pakai
(dispossable). Lepaskan gaun/baju pelindung jika tindakan telah selesai.
g. Penutup Kepala dan Pelindung Sepatu
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk
menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan
pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah
atau cairan tubuh yang terpecik dan menyemprot. Sedangkan pelindung kaki
digunakan untuk melindung kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat
yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki.
7. Bagaimana implementasi dokter gigi dalam mencegah cross infection pada tenaga
kesehatan dan pasien?

Anda mungkin juga menyukai