Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Atresia ani atau anus impeforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk agenesis ani, agenesis
rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang
merupakan syndrom VACTRERL (Vertebrae, Anal, Cardial, Esofageal, Renal dan Limb)
Tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi
kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang tergolong rendah angka kejadiannya
dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian di Amerika Serikat 600 anak lahir
dengan atresia ani. Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari
5000 kelahiran hidup, dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 per
mil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta dengan rasio laki-laki: perempuan adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi
oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian 1,5
dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran. Menurut catatan Swenson, 81,1%
dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan
tendensi faktor keturunan pada penyakit ini yakni ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Muhammad
Umur : 1 bulan 18 hari
No. CM : 1-14-30-28
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Jeulangan Barat Kec Bandar Dua Pidie
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Tanggal Masuk : 7 November 2017
Tanggal Pemeriksaan : 22 November 2017

2.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Tidak ada lubang anus
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasein datang ke poli bedah anak dengan keluhan tidak ada lubang anus. Hal ini dirasakan
pasien semenjak pasien lahir. Pasien lahir secara SC dengan BBL 3.000 gram. Pasien sempat
menjalani operasi sesaat setelah lahir agar dapat mengeluarkan feses dari perut sebelah samping
dan saat ini pasien datang untuk menjalani tindakan pembuatan lubang anus.

Riwayat Penyakit Dahulu


Atresia ani dengan fistel retro uretra post colostomy
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama dengan pasien.
Riwayat Pemakaian Obat
Riwayat pemakaian obat disangkal

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

2
Pasien anak pertama. Selama hamil, ibu pasien rutin kontrol di bidan dan dokter
kandungan, selama hamil ibu pasien tidak pernah mengalami hipertensi, diabetes, sesak nafas,
demam, riwayat keputihan dan terjatuh saat hamil tidak ada.
Pasien lahir secara SC di RSUDZA dengan BBL : 3500 gram, lahir menangis merintih,
gerakan tidak aktif, benjolan pada pusar, kebiruan pada tangan dan kaki.
Riwayat Imunisasi :
Tidak ada

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Heart Rate : 127 x/menit
Frekuensi Nafas : 33 x/menit
Temperatur axila : 36,6º C

STATUS INTERNUS
a. Kulit
 Warna : Normal
 Turgor : Normal
 Sianosis : (-)
 Ikterus : (-)
 Oedema : (-)
 Pucat : (-)
b. Kepala
 Kepala : Normochepali, LK : 35cm, UUB terbuka rata
 Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
 Wajah : Simetris, ikterik (-)
 Mata : Konjungtiva pucat (-/-)
 Telinga : Normotia
 Hidung : NCH (-), sekret (-)
 Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-)

3
c. Leher
 Inspeksi : Simetris, pembesaran KGB (-)
d.Paru
 Inspeksi : Simetris, laju nafas 33 x/menit, reguler
 Palpasi : tidak dapat dinilai
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Whezzing (-/-), Rhonki (-/-)
e. Jantung
 HR: 127 x/menit, regular (+), bising (-)
f. Abdomen
 Inspeksi : Distensi (-), simetris, tali pusat terpotong dan kering
 Auskultasi : Bising usus (+)
 Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
 Perkusi : Timpani (+) di keempat kuadran
g. Genitalia
 Inspeksi : anus (+) dengan jahitan di sekitarnya, genetelia laki-laki.
h. Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Edema - - - -
Sianosis - - - -

Akral Dingin - - - -

Capillary refill time <2’ <2’ <2’ <2’

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Laboratorium (6 November 2017)
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Hemoglobin 8,9 9,0-14,0 gr/dl
Leukosit 9,9 5.000-19.500 /mm3
Trombosit 456 150 - 450 103 /mm3
Hematokrit 27 53-63 %

4
Eritrosit 3,1 4,4 – 5,8 106 /mm3
Eosinofil 8 0-6%
Basofil 0 0-2%
Neutrofil Batang 0 2-6%
Neutrofil Segmen 17 50-70%
Limfosit 64 20-40%
Monosit 11 2-8%
BT 2 1-7 menit
CT 7 5-15 menit
Ureum 9 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,40 0,67-1,17 mg/dL
Natrium 132 129-143 mmol/L
Kalium 5,0 3,6-5,8 mmol/L
Klorida 108 93-112 mmol/L

Hasil Laboratorium (8 November 2017)


Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Hemoglobin 11,8 9,0-14,0 gr/dl
Leukosit 10,1 5.000-19.500 /mm3
Trombosit 204 150 - 450 103 /mm3
Hematokrit 35 53-63 %
Eritrosit 4,2 4,4 – 5,8 106 /mm3
Eosinofil 5 0-6%
Basofil 0 0-2%
Neutrofil Batang 0 2-6%
Neutrofil Segmen 12 50-70%
Limfosit 72 20-40%
Monosit 11 2-8%

Hasil Laboratorium (18 November 2017)

5
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Protein total 5,35 6,4-8,3 g/dL
Albumin 3,65 3,5-5,2 g/dL
Globulin 1,71 g/dL
Ureum 9 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,27 0,67-1,17 mg/dL
Natrium 133 129-143 mmol/L
Kalium 6,3 3,6-5,8 mmol/L
Klorida 112 93-112 mmol/L

Hasil Laboratorium (19 November 2017)


Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Natrium 132 129-143 mmol/L
Kalium 4,9 3,6-5,8 mmol/L
Klorida 108 93-112 mmol/L

Lopografi (6 November 2017)

6
Kesan : Atresia ani letak tinggi post colostomi

2.5. DIAGNOSA KERJA


Atresia ani fistel recto uretra post colostomy + post PSARP (Postero Sagital Ano Recto
Plasty)

2.6. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
 IVFD 4:1 500 cc/hari
 Diet ASI ad libithum

7
 Rawat luka dengan aqua cell/6 jam
 Observasi TTV dan tanda-tanda akut abdomen
 Rawat luka
Farmakologi
 Inj. Cefazolin 250 mg/12 jam
 Inj. Metronidazole 50 mg/8 jam
 Inj. Parasetamol 75 mg/8 jam

2.7. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam

2.8 FOTO KLINIS

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “a“ yang artinya tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.(Haryono 2013)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi
anus, rektum, atau batas di antara keduanya.(Betz & Sowden 2002) Atresia ani merupakan
kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus.(Wong 2003) Atresia ani
adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal.(Suriadi & Yuliani 2001) Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak
terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum.(Richardson 1977)

B. Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu : (Long 1996)
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
(Long 1996)
1. Anomali rendah / infralevator

9
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius–retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih
dari 1 cm.

C. Anatomi dan Fisiologi


Susunan saluran pencernaan terdiri dari:
1. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu:
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir
dan pipi.
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah belakang
bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan
pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi
bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor anguli oris menekan
ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :

10
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan
sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang
palatum.
b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak di belakang
yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri dari
tiang fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.
2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot
lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks
lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung
lidah). Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk
menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan
masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting
pengecap atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir
yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas
nampak selaput lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum
lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika sublingua
ini terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan glandula sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap
dan menelan, serta merasakan makanan.
3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu
kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas
tulang belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut
dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian
superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan

11
tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini
berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian inferior disebut
laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan
sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari
ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis
masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah
masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara
ditutup sementara.
4. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah
lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa),
lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang
longitudinal. Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung.
Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya
coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga
abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama :
permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan permukaan
bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai
2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati, masuk ke
hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya
keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena
mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati.
Fungsi hati:

12
a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu
tempat dalam tubuh.
b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan
urine.
c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem
retikuloendotelium.
e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus
uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah
diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat
makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa
makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang
kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut
sekresi getah lambung. Getah lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang
dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.
Fungsi lambung:
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
i. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton).
ii. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic
dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga
menjaddi pepsin.
iii. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk
kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).

13
iv. Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak
yang merangsang sekresi getah lambung.
7. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke
limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga
abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas,
merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan
vertebra umbalis pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh
limpa.
8. Usus Halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6
m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam),
lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan
lapisan serosa (sebelah luar)).
Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di dalam usus
halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di
sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah
epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya
diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding
usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam
lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh
kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa
perubahan.
Fungsi usus halus:
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-
kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
9. Duodenum

14
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian
kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri.
Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran
pankreas (duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus
koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas
juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi
disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau
albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung
kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas
adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan
jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan
lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan
pada bagian ini terdapat katup valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi
untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
11. Usus Besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5- 6 cm.
Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing
sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh

15
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat
diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
13. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke
atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini
disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
14. Apendiks
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati
oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk
ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu
organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan
hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.
15. Kolon tranversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah
abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat
fleksura lienalis.
16. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari
atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan
kolon sigmoid.
17. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring
dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rektum.
18. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os
koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara.
19. Anus

16
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh
sfingter :
a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. Defekasi
(buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang
mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan rangsangan untuk
reflex defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani
relaksasi secara volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.

D. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier
penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani.

E. Faktor Predisposisi

17
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir,
seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

F. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga
anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi
atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10
minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga
intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat
tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator
biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rektum paling jauh 1 cm.

G. Manifestasi Klinik
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir
selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala
bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah

18
rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di
kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1) Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4) Perut kembung.
5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.

I. Tata Laksana
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :

19
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding
abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen
dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari
setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini
dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan
bertambah baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan
mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB
berkurang frekuensinya dan agak padat.

J. Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.(Betz & Sowden
2002)

20
BAB IV
PEMBAHASAN
Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap tahunnya ke
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan rasio laki-laki:perempuan adalah 4:1. Pasien
laporan kasus penulis merupakan bayi Muhammad yang mempunyai jenis kelamin laki dimana
dalam beberapa literatur disebutkan bahwa bayi berjenis kelamin laki-laki mempunyai risiko lebih
tinggi terhadap kejadian atresia ani. Insidensi terjadinya atresia ani dipengaruhi oleh group etnik,
untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian 1,5 dalam 10.000
kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran. Menurut catatan Swenson, 81,1% dari 880 kasus
yang diteliti adalah laki-laki. Sesuai dengan pasien laporan kasus penulis, bayi Muhammad
merupakan bayi yang mempunyai jenis suku Asia, dimana bayi yang mempunyai jenis suku Asia
mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kejadian atresia ani jika dibandingkan dengan suku-suku
lainnya di dunia.
Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini yakni
ditemukannya 57 kasus atresia ani dalam 24 keluarga. Pasien laporan kasus penulis merupakan
anak pertama sehingga hubungan atresia ani terhadap faktor keturunan pada pasien ini masih
belum dapat disimpulkan.
Pasien atresia ani dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu
anomali rendah/infralevator, anatomi intermediet dan anatomi tinggi/supralevator. Pasien laporan
kasus penulis termasuk dalam sub klasifikasi anatomi tinggi/supralevator yang telah dibuktikan
dengan lopografi pada tanggal 6 November 2017. Pada pasien ini juga ditemukan adanya kelainan
berupa fistel recto uretra. Anatomi tinggi/supralevator merupakan keadaan dimana ujung rectum
di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan
fistula genitourinarius–retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu
rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
Manifestasi klinis dari atresia ani adalah bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir
dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula
rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang
akan timbul diantaranya adalah mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran,

21
tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi, mekonium keluar melalui sebuah fistula
atau anus yang letaknya salah, perut kembung dan bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
Pada pasien laporan kasus penulis manifestasi klinis tersebut tidak dijumpai karena sesaat setelah
pasien lahir pasien langsung menjalani tindakan colostomy.
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang diantaranya
pemeriksaan radiologis, sinar X terhadap abdomen, ultrasound terhadap abdomen, CT Scan,
pyelografi intra vena, pemeriksaan fisik rektum dan rontgenogram abdomen dan pelvis. Pasien
laporan kasus penulis telah menjalani pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan radiologi menunjukkan kesimpulan kesan atresia ani letak tinggi
post colostomy.
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu pembuatan kolostomi, PSARP dan tutup
kolostomi. Pada pasien laporan kasus ini tindakan yang telah diberikan adalah pembuatan
kolostomi dan PSARP. Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau
permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa
hari setelah lahir. Sedangkan PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) adalah tindakan bedah
definitif untuk membuat anus. Tindakan ini umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini
dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status
nutrisinya.

22
BAB V
KESIMPULAN
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi
anus, rektum, atau batas di antara keduanya. Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital),
tidak adanya lubang atau saluran anus. Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan
embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal. Atresia ani atau anus
imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum.
Pasien atresia ani dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu
anomali rendah/infralevator, anatomi intermediet dan anatomi tinggi/supralevator. Manifestasi
klinis dari atresia ani adalah bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3
hampir selalu disertai fistula. Pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir
di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul diantaranya adalah
mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran, tidak dapat dilakukan pengukuran
suhu rektal pada bayi, mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah, perut
kembung dan bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
.

23
DAFTAR PUSTAKA

Betz, C.L. & Sowden, L.A., 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Haryono, R., 2013. Penanganan Kejadian Atresia Ani Pada Anak. Jurnal Keperawatan

Notokusumo, 1(1), pp.55–61.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah, Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan Padjajaran.

Richardson, C., 1977. Morphological Parameters of Intra-Uterine Growth Retardation in the

Newborn Lamb. Vet Rec.

Suriadi & Yuliani, R., 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak, Jakarta: Sagung Seto.

Wong, D.L., 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai