Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat
1,2
belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.
Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah
Dini pada kehamilan prematur.3Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-
40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau hanya sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan.2,3 Pecahnya ketuban terlalu dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan
persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten
(lag period = LP). Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat
terjadi infeksi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.4
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat ketuban pecah dini seperti misalnya
ascending infeksi, prolaps tali pusat, gawat janin intrapartum dan solusio plasenta. Beberapa
penelitian menyebutkan morbiditas neonatal berkurang setelah usia kehamilan 34 minggu
dibandingkan dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu. Insiden distres pernafasan,
lamanya perawatan bayi, dan hiperbilirubinemia berkurang secara signifikan pada bayi yang
lahir setelah usia kehamilan 34 minggu. Penanganan KPD memerlukan pertimbangan usia
gestasi, adanya infeksi atau komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda
persalinan.3Dengan pemberian antibiotika pada ketuban pecah dini signifikan memperbaiki
morbiditas neonatal maupun morbiditas maternal, dimana kehamilan dapat dipertahankan
lebih lama, risiko infeksi dapat diturunkan dan penggunaan terapi oksigen dapat diturunkan.
Sedangkan menurut Crowley 2002, pemberian kortikosteroid juga menunjukkan penurunan
distres pernafasan pada bayi, perdarahan intraventrikular dan angka kematian neonatal pada
persalinan preterm. Penelitian lain oleh Harding 2001, menyatakan pemberian kortikosteroid
juga bermanfaat pada ketuban pecah dini preterm.5
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan
penyulit kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Infeksi
neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi oleh kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta,
lama ketuban pecah, khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina, pemberian antibiotika
3,4
dan lain-lain. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi atau komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan. Saat
aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan ketuban pecah dini yang akan memiliki risiko
lebih tinggi untuk mengalami infeksi intrauterin jika jarak waktu antara pecahnya ketuban
dan persalinan memanjang.3,4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan
tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus
teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya effacement atau dilatasi
serviks), atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan, atau
secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang
dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun
preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau
ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut
ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila
terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM. 1,4,5

2.2 Epidemiologi

Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-10 %
wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm
atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.5 KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya, menurut Naeye 1982 memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian
lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin.
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan
solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian
prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari.
Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari
seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai
40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan
insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam4,5.
2.3 Kimia Faal Likuor Amnii

Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan
korion terdapat likuor amnii (air ketuban). Volume likuor amnii pada hamil cukup bulan
sebanyak 1000-1500 ml, berwarna putih agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak
manis dan amis. Kadang-kadang pada partus air ketuban berwarna kehijau-hijauan karena
tercampur mekonium.
Cairan ini dengan berat jenis 1,008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas garam anorganik
serta bahan organik, dan bila diteliti dengan benar terdapat lanugo (rambut halus yang berasal
dari bayi), sel-sel epitel, dan verniks kaseosa (lemak yang menyelimuti kulit bayi). Protein
ditemukan rata-rata 2,6% gram per liter, sebagian besar sebagai albumin. Berat jenis likuor
menurun dengan tuanya kehamilan (1,025-1,010).
Sumber asal likuor ini belum diketahui dengan pasti, masih dibutuhkan penyelidikan lebih
lanjut. Telah banyak teori dikemukakan mengenai hal ini, antara lain bahwa air ketuban
berasal dari lapisan amnion, terutama dari bagian pada plasenta. Teori lain mengatakan
kemungkinan berasal dari plasenta. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa air ketuban
berasal dari gabungan fetal urin, transudasi darah ibu, dan sekresi dari epitel amnion.
Fungsi air ketuban adalah melindungi janin terhadap trauma dari luar, memungkinkan janin
bergerak dengan bebas, melindungi suhu tubuh janin, meratakan tekanan di dalam uterus
pada partus, sehingga serviks membuka, dan membersihkan jalan lahir dan mempengaruhi
keadaan di dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami infeksi.

2.4 Etiologi

Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan. Kombinasi
akibat peregangan membran dengan pertumbuhan uterus, seringnya kontraksi uterus dan
gerakan janin memegang peranan dalam melemahnya membran amnion. KPD pada
kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm melemahnya
membran merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang
terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan
enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi2,4,5.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan beberapa
faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini antara lain adalah1,3,5:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam
vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir
menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat
dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi2,4,5.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput
ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda
tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi
peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada
kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos,
dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur
kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput
ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. 72 % penderita dengan sindroma
Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami
ketuban pecah dini preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat
rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPD,
lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang
dekat.
6. Faktor-faktor lain
-
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput
ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
-
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini.
-
Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama
pada kehamilan prematur.
-
Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD namun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
-
Faktor-faktor lain seperti hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan antepartum,
bakteriuria, pH vagina di atas 4,5; stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan
mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.

2.5 Patogenesis

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput


ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi
oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput
ketuban3.

Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm3.


Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan
kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik.
Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP).
MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks
ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan
pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi
oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-
1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-
2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas
MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan
keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan
penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks
ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan
degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada
kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah3.
Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang
diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya
didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora
vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis
mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban3.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α
yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel
korion3.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput
ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan
iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran
fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2
oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat
menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin
dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah
dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui
mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1
dan MMP-33.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu temperatur
rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau2.
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan
reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3
serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada
babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga
protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi
secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan
dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3
dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terpogram
(apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada
korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang
menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang
terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan
bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti
prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1
pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan
menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler
yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban3.

Gambar 2. Diagram berbagai mekanisme multifaktorial yang diteorikan sebagai


penyebab ketuban pecah dini3
2.5 Gejala Klinis

Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya cairan
dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin juga merasakan
‘kebocoran’ cairan yang terus menerus atau kesan ‘basah’ di vagina atau perineum.
Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya
cairan amnion dari lubang vagina.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
antara lain1:
1. Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam.
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari
osteum uteri internum (OUI).
4. Pemeriksaan dalam:
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
Catatan:
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah:
1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti kapan
ketuban pecah.
2. Bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat ketuban
pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit.
Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12 jam, maka dikamar
bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah dua jam tidak ada tanda-tanda
inpartu dilakukan terminasi kehamilan4
2.7 Diagnosis
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama, dengan melakukan
anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba
banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya.
Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut2,7:
- Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan pemeriksaan
inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan keluarnya cairan
amnion dari lubang serviks.
- Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada forniks
posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan amnion akan
merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan vagina dalam
keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi akibat adanya cairan
amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine kuning dapat menegaskan
diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun urine dan
semen dapat memberikan hasil positif palsu.
- Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan menunjukkan
fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit rumit dan tidak
dilakukan secara luas.
- Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan vaginal swab
tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap, cRP, MSU dan kultur
darah. Berikan antibiotika spektrum luas.
- Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna dan
fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan
berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya
IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume cairan
yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.
- Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein, dan
penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih tepat adanya
ketuban pecah dini.

2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan aterm berdasarkan prosedur tetap RSUP Sanglah
adalah1:
 Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
 Dilakukan pemeriksaan admission test, bila hasilnya patologis dilakukan terminasi
kehamilan.
 Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat atau
sama dengan 37,6 °C dilakukan terminasi segera.
 Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam. setelah 12
jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.
 Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan berdasarkan indikasi obstetrik.
 Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi pelvic score (PS):
1. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
2. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks dengan Misoprostol 50
ugr setiap 6 jam oral, maksimal 4 kali pemberian.
2.9 Komplikasi
KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin muda umur kehamilan
makin memanjang LP-nya.
KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia kehamilan, baik
terhadap janin maupun terhadap ibu. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari
komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal
bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya. 3:
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah terkena
infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum
gejala pada ibu dirasakan. jadi akan meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:

 Infeksi intrauterin
 Tali pusat menumbung
 Kelahiran prematur
 Amniotic Band Syndrome

2. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu
sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas),
peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat
tidur, partus akan menjadi lam, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-
gejala infeksi. hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada
ibu.
2.10 Prognosis
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul serta
umur kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai