ww
—~y
DETEKSI DAN KARAKTERISASI TURNIP MOSAIC VIRUS
PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CAISIN
(Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson)
FIRDAUS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR,
BOGOR
2005PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASIL
Dengan ini saya menystakan bahwa tesis Deteksi dan Karakterisasi Turnip
‘mosaic virus Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Caisin (Brassica
campestris L. subsp. chinensis (Rupt.) Olsson) adalah karya saya seadiri dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir esi in
Bogor, Januari 2005
Firdaus
NRP A451020051ABSTRAK
FIRDAUS. Deteksi dan Karakterisasi Turnip mosaic virus Penyebab Penyakit
Mosaik pada Tanaman Caisin (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.)
Olsson). Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan SRI HENDRASTUTI
HIDAYAT.
Caisin (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson)
‘morupakan salah satu jenis sayuran dari suku kubis-kubisan (Brassicaceae).
‘Sayuran ini banyak diusahakan oleh petani karena mempunyai nilai ckonomi yang
cculup baik. Namun demikian, dalam budidaya tanaman ini banyak mendapat
kendala terutama gangguan hama dan penyakit, diantaranya serangan virus
tanaman, Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus
penyebab penyakit mosaik pada tanaman caisin melalui berbagai metode seperti
serologi, PCR, mikroskop elektron, kajian kisaran inang, dan penularan dengan
serangga vektor.
Penetitian dilakukan mulai Juni 2003 sampai Agustus 2004 di Rumah
Kasa Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel daun
caisin dari tanaman bergejala mosaik dikoleksi dari lahan petani di Desa
‘Cinangneng, Kabupaten Bogor, dan Desa Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi
Jawa Barat. Untuk mendeteksi adanya virus pada sampel daun caisin yang telah
dikoleksi dilakukan uji serologi dengan indirect-ELISA (I-ELISA). Terbadap
beberapa sampel yang bereaksi positif dalam uji ELISA dilakukan deteksi lebih
lanjut dengan RT-PCR. Sampel daun yang terbukti terinfeksi TuMV dengan uji
ELISA dilakukan isolasi dengan cara ditularkan secara mekanik ke beberapa
tanaman indikator. Karakterisasi virus dilakukan dengan mengamati morfologi
partikel virus dibawah mikroskop elektron (JECL 1010) serta kajian kisaran
‘nang virus dan studi penularan melalui serangga vektor
Hasil penelitian meaunjukkan bahwa tanaman caisin sakit yang diamati di
lapangan memperlihatkan gejala yang bervariasi, terutama _terhambat
pertumbuhannya sehingga tampak kerdil, Selanjutnya hasil deteksi dengan I-
ELISA terhadap beberapa daun caisin sampel dari Cinangneng dan Cipanas
bereaksi positif terhadap antiserum TuMV. Uji lanjut dengan RT-PCR
‘menggunakan primer yang didesain spesifik untuk deteksi TuMV berhasil
‘mengamplifikasi genom virus isolat Cinangneng dan Cipanas diestimasi sekitar
800 bp. Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop elektron, partikel
virus berbentuk batang lentur dengan diameter sekitar 11-12 nm dan panjang 700
= 780 nm. {solat virus dari Cinangneng. berhasil ditularkan secara mekanik pada
beberapa spesies/kultivar tanaman. Isolat virus tersebut dapat menginfeksi 17
Jenis tanaman dari 20 tanaman yang diuji dengan gejala yang bervariasi dan masa
inkubasi antara $~ 14 hari, Hasil studi penularan virus memperlihatkan bahwa
TuMV isolat caisin dapat ditularkan oleh M. persicae dan A. craccivora
-walaupun dengan efisiensi yang berbedaDETEKSI DAN KARAKTERISAS!I TURNIP MOSAIC VIRUS
PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CAISIN
(Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson)
FIRDAUS
Tesis
‘Sebagai salah satu syérat untuk memperoleh gelar
‘Megister Sains pada
Departemen Entomologi dan Fitopatologi
SEKQLAH PASCASARJANA.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR,
BOGOR
2005,HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis ; Deteksi dan Karakterisasi Turnip mosaic virus Penyebab
Penyakit Mosaik pada Tanaman Caisin (Brassica campestris L.
‘subsp. chinensis (Rupr.) Olsson)
Nama : Firdaus
NIM 451020051
Program Studi: Entomologi dan Fitopatologi
Disetujui
Komisi Pembimbing,
Drs Sti
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Entomologi dan Dekan Sekolah Pascasarjana
Fitopatologi
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat,M.Sc Prof. Dr. It. Syaffida Manuwoto, M.Sc
‘Tangea Ujian: 25 JAN 206 ‘Tangeal Lulus: 1PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
kkaruniaNya schingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2003 ini Detcksi dan Karakterisesi
Turnip mosaic virus Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Caisin (Brassica
‘campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson). Terima kasih penulis ucapkan
kepada Bapak Dr. It. Gede Suastika, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing,
serta Ibu Dr. Ir, Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc yang telah banyak memberi saran.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dekan Sekolah
Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dan
Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia seta Pemerintah Daerah Nanggroe Acch Darussalam yang telah
‘memberikan bantuan biaya pendidikan dan penelitian kepada Penulis, Suga
epada Rektor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan Hama dan Penyakit
‘Tumbuban Universitas Iskandarmuda Banda Acch yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana.
Hal yang sama ditujukan pula kepada Ir. Nooraidawati, M.Si, dan Ir. Eliza
Rusli, MSi, dan_laboran Laboratorium Virologi Pak Edi yang telah memberikan
petunjuk teknis penggunaan peralatan di Laboratorium Virologi.
Rekan-rekan satu angkatan 2002, fou Ummu, Eliza, Bapak Suprihanto,
dan Bapak Amalan Tomia penulis ucapkan terima Kasih atas dukungan dan
bantuannya,
Kepada istriku Siti Hafsah dan putraku Muhammad Farhan saya ucapkan
terima kasih atas kerelaannya dan dukungannya selama menyelesaikan pendidikan
sekolah pascasarjana,
Semoga tess ini bermanfaat
Bogor, Januari 2005
FirdausRIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirian di Banda Aceh pada tanggal $ Agustus 1970 dari ayah
Djamaluddin dan ibu Nur Aflah, Penulis merupakan putra ketiga dari lima
bersaudara.
Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Banda Aceh dan pada tahun
yang sama penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
Darussalam Banda Aceh.
Sejak tahun 1996 sampai sckarang penulis menjadi staf pengajar pada
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Iskandarmuda Banda Aceh. Pada tahun 2002 penulis mendapat kesempatan tugas
belajar di Program Studi Entomologi dan Fitopatologi Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Sekolah Pascasarjana_DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .
DAFTAR GAMBAR.
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Caisin (Brassica campestris L. spp. chinensis)
Sifat Biologi Tumnip mosaic ‘irae TUM)
Pengendalian
Deteksi dan Identifikasi Virus
ee
BAHAN DAN METODE,
‘Tempat dan Waktu Penelitian.....
Metode....
Pengumpulan Tanaman Sampel dari Lepangan
Deteksi TuMV dengan ELISA . .
Deteksi TuMV dengan RT-PCR
Isolasi Vis...
Pengamatan Morfologi Partikel Virus
Kajian Kisaran Inang Virus ..... .
Studi Penularan TuMV Melalui Serangga Vektor
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Penyakit pada Tanaman Caisin di \apangan
Deteksi TuMV dengan ELISA ... :
Deteksi TuMV dengan RT-PCR...
Isolasi Virus...
Morfologi Partikel Virus...
Kajian Kisaran Inang ....
‘Studi Penuilaran dengan Serangga Vektor.
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAK,DAFTAR TABEL
1 Protein-protein yang disintesis oleh genom TuMV.....
2. Beberapa tanaman penghalang digunakan untuk metindungi tanamen
vutama dari virus tular serangga nonpersisten,
3. Kepekaan metode serologi dan motekuler untuk deteksi virus tanaman........ 9
4 Primer spesifik yang digunakan untuk deteksi TuMV... 4
5 Masa inkubasi dan tipe gejala pada berbagai spesies tanaman
hasil penularan virus isolat Cinangneng (CN
6 Persentase tanaman terinfeksi virus melalui penularan dengan kutudaun.... 25
24DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 ena genom Tub dan proteinprotin yang dies dar yenom RNA
TuMV 4
2. Variasi gejala pada tanaman caisin terinfeksi TUMV. 19
3 Nilai absorban hasil uji ELISA pada 4,05 an terhadap sampel daun caisin
dengan antiserum TuMV, CMV, ToMV, PVY, dan PMMV. ene 20)
4 Hasil elektroforesis gel agaros produk RT-PCR isolat-isolat TUMV
dari daerah Cinangneng dan Cipanas menggunakan pasangen primer
TuMV-8573F dan TuMV-9385R....
5. Infeksi TuMV pada tanaman indikator C. amaranticolor. eeeennnie 2D
6 artkel TuMY yang bertosnsi dengan pen mossik pada
tanaman caisin ..... cone BPENDAHULUAN
Latar Belakang
Caisin (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson) merupakan
salah satu jenis sayuran dari suku kubis (Brassicaceae). Sayuran ini banyak
diusahakan oleh petani karena disamping sangat digemari oleh masyarakat juga
‘mempunyai nilai ekonomi yang cukup baik. Dari hasil wawancara dengan petani,
pertanaman seluas satu hektar dapat menghasilkan 10 ~ 15 ton sayuran caisin pada
musim kemarau dengan modal sckitar 5 juta rupiah, Apabila harga di tingkat petani
Rp.500 - 1500 per kilogram, maka keuntungan yang diperoleb sekitar 4 - 8 juta rupiah
satu musim tanam, Pada saat ini kebutuhan caisin di dalam negeri masih sangat besar
mengingat berbagai jenis masakan membutubkan caisin sebagai bahan pokok maupun
pelengkap. Caisin selain memiliki kandungan vitamin dan zat gizi yang penting, juga
dipercayai dapat menghilangkan rasa gatal pada tenggorokan, obat sakit kepala,
sebagai bahan pembersih darah dan membantu memperbaiki fungsi kerja ginjal
(Haryanto, 2003).
‘Walaupun caisin mempunyai manfaat dan prospek ekonomi yang sangat baik,
Petani sering mengalami kegagalan panen akibat gangguan hama dan penyakit yang.
belum dapat diatasi dengan efektif. Sebagai contoh, survei yang dilakukan oleh
peneliti pada bulan Mei 2003 di Desa Cinangneng, Kabupaten Bogor, dan Desa.
Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat menemuken banyak tanaman caisin
(50% dari populasi yang diamati) menunjukan gejala mosaik, blister, malformasi atau
kerdil Gejala mosaik yang disertai berbagai gejala lainnya mungkin disebabkan oleh
virus, karena beberapa jenis virus telah dilaporkan dapat menginfeksi tanaman kubis-
Ikubisan seperti: cucumber mosaic virus (CMV), cauliflower mosaic virus (CaMV),
turnip yellow mosaic virus (TYMV) dan turnip mosaic virus (TuMV) (Sako, 1981).
Uji pendahuluan yang telah dilakukan dengan enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) terhadap sampel tanaman sakit mengarahkan pada dugaan bahwa
TuMV berasosiasi dengan penyakit ini, TuMV telah banyak dilaporkan menginfeksitanaman caisin di negara-negara subtropis (Green & Deng 1985; Jenner & Walsh
1996; Oshima et af. 1996), tetapi laporan detail mengenai TuMV isolat caisin di
Indonesia belum tersedia.
TuMV termasuk genus Potywirus dalam famili Potyviridae yang mempunyai
anggota paling banyak diantara virus-virus tumbuhan (Green & Deng 1985; Shukla e¢
al, 1994; Shi et al. 1996; Lehmann ef af. 1997; Stavolone et al. 1998). Potyvirus
mempunyai partikel berbentuk batang lentur berukuran 15-20 x 720 nm dan
‘mengandung genom monopartit berupa RNA untai tunggal yang terdiri dari 9830
nukleotida (Nicolas & Laliberte 1992).
Kerugian produksi caisin akibat penyakit mosaik di masa yang akan datang
diharapkan dapat diatasi bila identitas virus penyebabnya diketahui dan metode
deteksinya tersedia. Deteksi secara tepat dan cepat merupakan prasyarat keberhasilan
usaha pengendalian penyakit tanaman oich virus, Dewasa ini, metode deteksi dan
identifikasi virus yang umum digunakan antara lain uji serologi, pengamatan bentuk
partikel dengan mikroskop elektron, teknik molekuler, dan kajian bioekologi (Shukla
etal, 1994).
‘Tejuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus
penyebab penyakit mosaik pada tanaman caisin melalui berbagai metode seperti
serologi, polymerase chain reaction (PCR), mikroskop elektron, kajian kisaran inang,
penularan dengan serangga vektor.TINJAUAN PUSTAKA,
Caisin (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson)
Caisin termasuk tanaman sayuran semusim, Susunan tubuh tanaman caisin
pada dasarya terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji, Tangkai daunnya
ppanjang, langsing, dan berwarna putib kehijauan, Daunnya lebar memanjang, tipis
dan berwama hijau, Rasanya yang renyah dan segar dengan sedikit sekali rasa pahit,
membuat banyak diminati. Kedudukan tanaman caisin dalam sistemetika tumbuhan
i Klasifikasikan sebagai berikut
Kingdom: Viridiplantae
Divisi ‘Spermatophyta
Sub Divisi_ _: Angiospermae
Kelas : Dicoryledonae
Ordo + Capparales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies _: Brassica campestris subsp, chinensis
Caisin berasal dari daerah yang beriklim dingin (subtropik). Di daerah yang,
beriktim panas (tropik) seperti Indonesia, caisin cocok tumbuh di dataran tinggi
dengan ketinggian + 1.100 meter dpl, suhu udara antara 15,6° — 21,2°C dan
kelembaban RH 70% - 90%, dan cukup mendapat sinar matahari (Haryanto, 2003).
Sifat Biologi Turnip mosaic virus (TuaMV)
TuMV termasuk genus Potyvirus dalam famili Potyviridae yang mempunyai
anggota paling banyak diantara virus-virus tumbuhan. Potyvirus mempunyai bentuk
partike! batang lentur dan mengandung genom monopartit berupa RNA untai tunggel
berukuran 720 x 15 — 20 nm, dan mempunyai RNA 9830 nukleotida (Shukla ef al.
1994) (Gamber 1).Genom ss RNA TuMV (9830 nt)
; :
Gambar 1 Peta genom TuMV dan protein-protein yang disintesis dari genom RNA.
TuMV (Shukla et al, 1994),
Genom TuMV ditranslasi menjadi sebuah poliprotein yang kemudian
Giproses secara proteolitik menjadi lima protein fungsional oleh tiga proteinase virus;
proteinase | (P1), helper component-proteinase (HC-Pro), dan nuclear inclusion
proteinase (NI-Pro) (Mahajan et al. 1996). Kelima protein fungsional tersebut adalah
helper component (HC), cytoplasmic inclusion (Cl), genome-linked protein (VP),
dua muclear inclusion (Nia dan NIb) dan coat protein (CP) (Nicolas & Laliberte,1992; Oshima er af, 1996). Fungsi biologi protein yang diekspresikan oleh genom
TuMY disajikan pada Tabel 1
‘Tabel 1 Protein-protein yang disintesis oleh genom TuMV
Berat
Protein ‘Molekul Fungsi Biologi
(kDa)
PI 40 Transmisi virus antar sel
HC-Proteinase 52 Petularan melalui vektor, proteinase,
‘transmis! antar sel
P3 40 Belum diketahui
6KI 6 —_ Belum diketahui
cl 72 Replikasi, RNA helikase,
6K2 6 Belum diketahui
‘Nia-VPg 22 replikasi
Nia-Proteinase 27 proteinase
Nib 60 —_Replikasi (polimerase)
cP 33 Protein pembungkus, transmisi melalui vektor
‘Somber Shukla ef al, 1954
TuMY diketahui mempunyai penyebaran geografis yang sangat luas meliputi
bbeberapa negara penghasil sayuran di Amerika Utara (Stobbs & Shattuck 1989),
Eropa (Tomlinson 1970), Affika (Fischer & Lockhart 1976), Australia (Conroy
1959) dan Asia (Sako 1980; Green & Deng 1985). Berbeda dengan Cauliflower
mosaic virus yang hanya terbatas pada tanaman cruciferous, TuMV mempunyai
inang lebih luss, tidak saja dapat menyerang tanaman dari genus Brassica tetapi juga
dapat menginfeksi tanaman kacang-kacangen dan tanaman hias dari famili yang
berbeda (Shuttuck 1992). Di Asia seperti di China, Taiwan, dan Jepang, TuMV
merupakan virus terpenting pada budidaya tanaman sayuran seperti kol (Brassicaoleracea), brokoli cina (B. albogiabra), kol cina (B. campestris), dan lobak
(Rhapanus sativus) dan dilaporkan menyebabkan kerugian yang cukup tinggi (Sako
1981).
Bagian dari genom potyvinus yang paling banyak dikarakterisasi adalah CP
(Shukla ef af. 1994), Homologi sikuen asam amino CP telah digunakan untuk
membedakan anggota potyvirus (homologi sikuen berkisar 38-71% dengan cata-rata
54%) dan strain dalam spesies yang sama (homologi sikuen 90-99% dengan rata-rata
95%; Shukla & Ward 1988), Fungsi utama CP adalah sebagai protein struktural
Komponen partikel virus, dan fungsi yang lainnya adalah membantu pergerakan virus
dari sel ke sel inang, mempengaruhi ekspresi gejala, dan berperan dalam penularan
virus melalui serangga vektor (Atreya et al, 1990). Protein HC diperhukan virus
sebagai fasilitator untuk berinteraksi dengan serangga vektor. Protein HC dari potato
virus Y (PVY) yang tular scrangga diketabui dapat membantu penularan potato virus
C (PVC) yang tidak tular serangga, tetapi protein HC dari PVC tidak dapat
menjembatani penularan PVY (Govier & Kassonis 1974). Hubungan yang sama juga
telah diternukan pada protein HC dari TuMV isolat 1 dan 31 yang masing-masing
dapat dan tidak dapat ditularkan serangga (Sako 1981). Protein CI diketahui
memperlihatkan aktivitas RNA-dependent ATPase yang merupakan ciri dari RNA
helicase yang berperan dalam replikasi virus (Nicolas & Laliberte 1992).
‘Anggota potyvirus umumnya dapat ditularkan oleh Kutudaun secara non-
persisten. Penularan stylet-borne ini dapat terjadi selama kutudaun melakukan
‘probing tanaman inang walavpun dalam waktu singkat. Determinan virus untuk
penularan oleh kutudaun telah banyak diketahui (Blanc ef ai. 1997; Pirone 1991;
Wang et al, 1998). Paling sedikit terdapat dua protein virus terlibat dalam proses ini
yaitu CP dan HC (Flasinski & Cassidy 1998). Diketahui pada ujung N dari sekuen
asam amino CP terdapat motif DAG dan pada HC terdapat motif KITC yang sangat
cesensial untuk keberhasilan penularan (Pirone & Blanc 1996).
Berdasarkan pengamatan bahwa penularan tergantng dari akuisisi HC
sebelum atau bersamaan dengan akuisisi virus, disimpulkan bahwa HC berperansebagai jembatan antara CP virus dan reseptor pada bagian dalam stylet kutudaun
(Blanc et al. 1997; Peng ef al. 1998; Wang ct al. 1996). TuMV telah diketahui
dapat ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun seperti Aphis craccivora dan A,
gosypii (Nakashima et al. 1991). Tetapi tidak semua isolat TuMV mempunyai
kemampuan yang sama dalam hal tular serangga, seperti isolat 31 tidak dapat
ditulaskan oleh A. craccivora karena mempunyai perbedaan sikuen nukleotida yang
cukup besar (89% homologi) pada gen HC-nya dibandingkan dengan isolat 1 yang
tular serangga (Nakashima er al, 1991)
Pengendalian
Virus-virus tular kutudaun yang nonpersisten sangat sukar dikendalikan
Karena penularan dapat terjadi dalam hitungan detik. Aplikasi senyawa kimia
umurnya tidak efektif karena kutudaun dapat menularkan virus sebelum mati
teracuni. Hasil yang positif pemah diperoleh jika menggunakan minyak mineral
(Simons & Zitter 1980; Makkouk é& Menassa 1986; Qiu & Pirone 1989; Asjes 2000)
dan beberapa repellent untuk serangga (Gibson et al. 1982). Beberapa jenis
insektisida bila dicampur dengan minyak mineral dapat mengurangi penyebaran virus
oleh kutudaun; seperti insektisida aldicarb yang dicampur dengan JMS Stylet-Oil
(Ferro et af. 1980) dan juga insektisida pyrethroid (cypermethrin, deltamethrin) yang
dicampor dengan minyak mineral SC11 (Gibson & Rice 1986). Minyak mineral ini
telah diketahui dapat mengganggu tempat melekat (binding site) virus pada stilet
kutudaun dan karenanya mengurangi efisiensi penularan (Wang & Pirore 1996).
Pemanfeatan tanaman sebagai pembatas (crop border) atau penghalang (crop barrier)
untuk melindungi tanaman utama dari virus yang terbawa serangga secara
nonpersisten juga telah banyak dilskukan (Tabel 2). Tanaman penghalang,
disamping berfungsi sebagai penghalang fisik, juga yang paling penting adalah
berperan sebagai “pencuci” atau membersihkan mulut (stylet) serangga vektor dari
virus sehingga mengurangi kemampuan vektor tersebut untuk menularkan dan
menyebarkan virus ke tanaman utama di sebelahnya,Tabel 2 Beberapa tanaman penghalang digunakan untuk melindungi tanaman
vutama dari virus tular serangga nonpersisten
‘Tanaman Utama Tanaman Penghalang Virus* Referensi
Melon Gandum WMV-1 Toba et al. 197
Faba bean Barley BYMV —Jayasena & Randles,
1985
Cabai Kapes, shorgum PYMV —Alegbejo & Uvah, 1986
Kedelai Shorgum SMV Bottenberg & Irwin,
1992
Kentang Kedelai, gandum PvY Difonzo et al. 1996
TBYMV, bean yellow mosaic virus, CMV, cucumber mosaic virus, PVY, potato vinis ¥; PVMV,
potato veinal motile virus; SMV, soybean mosaic virus, TEV, tobacco etch virus.
Deteksi dan Identifikasi Virus
Deteksi virus penyebab penyakit pada tanaman, benih ataupun bahan vegetatif
sangat diperlukan dalam strategi pengendalian penyakit, Banyak cara yang dapat
dilakukan untuk deteksi dan identifikasi virus, diantaranya berdasarkan sifat biologi
‘maupun nonbiologi serta melalui analisis Komponen patogennya. Diagnosis secara
biologi antara lain dengan melihat gejala yang ditimbulkan, kisaran inang, penularan
vektor, morfologi inklusi, Untuk mengetahui adanya komponen yang spesifik dari
suatu virus dapat dilekukan dengan diagnosis nonbiologi antara lain dengan teknik
serologi: uji presipitin, sodium dodecyl sulfate (SDS)-double diffusion, uji aglutinasi,
immunoelectron microscopy (IEM), western blotting, dot-blot immunoassay, enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA), radioimmunosorbent assay (RIA), high
performance liquid chromatografi (HPLC) peptide profiling, mucleic acid
hybridization (NAH), polymerase chain reaction (Shukla et al 1994), Perbandingan
sensitifitas metode deteksi virus dengan cara serologi dan teknik molekuler
(abel 3).‘Tabel 3 Kepekaan metode serologi dan molekuler untuk deteksi virus tanaman.
Metode Kisaran deteksi
Uji precipitin 1— 10 pg virus mi?
SDS-double diffusion 2~ 20 pg virus ml!
Uji agiutinasi 3 —20ng virus mt!
Immunoelectron microscopy 1-10 ng virus mI
Western blouing 500 pg virus
Dot-blot immunoassay 0.5 pg virus
ELISA 1 —30ng virus mf
Radioimmunosorbent assay 1 = 10 ng virus mr"
Nucleic acid hybridization 1-5 pg virus
‘Sumber: Shukla e¢ af 1994
Metode serologi relatif sederhana, cukup mudah dilakukan, dan membutuhkan
waktu singkat Walaupun demikian penggunaan metode serologi sampai saat ini
masih menemukan hambatan yaitu dibutuhkan konsentrasi virus yang cukup tinggi,
harga antiserum yang masih mahal dan tidak dapat menguji bagian-bagian genom
virus dengan memilih bagian tertentu dari peta genom (Smith ef al. 1993),
Selanjutnya IEM mempunyai keunggulan yaitu waktu yang dibutuhkan cukup singkat
dan konsentrasi virus yang digunakan sedikit, Kelemahannya komponen sap tanaman
atau antiserum dicampur dengan pewama sehingga mengurangi kualitas gambar, atau
juga menempelnya agregat virus-antibodi pada grid bervariasi, schingga.
kemungkinan scbagian agregat tercuci selama pewarnaan (Torrance & Jones 1981)
serta tidak semua instansi memiliki ¢ransmission electron microscopy (TEM).
Metode deteksi yang berbasis urutan nukleotida genom RNA-TuMV dengan
teknik reverse transcriptase (RT)-PCR merupakan metode deteksi yang sangat peka,
akurat, cepat dan spesifik tethadap TuMV. Seperti halnya teknik serologi dan
hhibridisasi, dalam reaksi PCR diperlukan sepasang primer yang sifatnya spesifik
Primer ini akan menginduksi pembentukan dan perbanyakan untai DNA dengan
bantuan ensim polimerase dalam mesin thermocycler. DNA virus yang telah10
teramplifikasi dapat divisualisasi dengan menggunakan metode clektroforesis.
Kelemahannya menggunakan metode molekuler ini adalah bahan dan peralatan
harganya masih sangat mahal.BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pent
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2003 sampai Agustus 2004 di rumah
aca Cikabayan dan laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Metode
Penelitian ini meliputi tujuh kegiatan yaitu: (1) pengumpulan sampel dari
lapangan; (2) deteksi virus dengan metode serologi indirect ~ ELISA; (3) deteksi
virus dengan RT-PCR; (4) isolasi virus; (5) pengamatan morfologi partikel virus (6)
pengujian kisaran inang; dan (7) kajian penularan TuMV dengan serangga vektor.
Pengumpulan Tanaman Sampel dari Lapangan
Sampel daun caisin dari tanaman bergejala mosaik dikoleksi dari lahan petani
di Desa Cinangneng, Kabupaten Bogor, dan Desa Cipanas, Kabupaten Cianjur,
Provinsi Jawa Barat. Sebagian dari sampel daun tersebut disimpan di deep freezer
pada suhu -80°C dan sebagian lagi dikering-awetkan dengan CaCl; pada suhu 4°C
sebelum digunakan sebagai bahan penelitian,
Deteksi TuMV dengan ELISA
Untuk mendeteksi adanya virus pada sampel daun caisin yang telah dikoleksi
ilakukan uji serologi dengan 1-ELISA mengikuti metode Stobbs & Shuttuck (1989).
Daun caisin sampel dilumatkan dalam bufer ekstrak [3,3 g general extract powder
(Agdiainc) dan 2 g Tween-20 dilarutkan dalam 100 ml aguadest] dengan
Perbandingan 1:10 (b/v). Sap yang diperoleh dimasukkan ke dalam sumuran plat
mikrotiter sebanyak 100 yl dan diinkubasi selama satu malam pada suhu 4°C.
Setelah dicuci dengan PBST [1 kantong PBST (Agdiainc) dilarutkan dalam 1 L.12
aquadest] sebanyak lima kali, sumuran plat mikrotiter diisi dengan masing-masing,
100 yl antiserum TuMV, cucumber mosaic virus (CMV), tomato mosaic virus
(ToMV), potato virus Y (PVY), dan pepper mild motile virus (PMIMV) yang
diencerkan 1/1000 dalam bufer ECI (0,02 g bovine serum albumin, 2 @
_polyvinylpyrrolidone, dan 0,02 g sodium azida dilarutkan dalm 100 ml aquadest, pH
7,4). Setelah diinkubasi selama 2 jam pada suhu ruang, dilakukan pencucian lagi dan
sumuran plat mikrotiter diisi dengan 100 yl alkaline phosphatase conjugate yang
diencerkan 1/1000 dalam bufer ECI, dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu ruang.
Sumuran plat mikrotiter, setelah dicuci dengan PBST, diisi dengan 100 pil larutan
larutan PNP (1 mg/ml p-nitrophenyl phosphate dalam 10% triethanolamine, pH 9,8)
dan diinkubasi pada suhu ruang sambil diamati perubahan warna yang terjadi. Pada
menit ke-45, intensitas warna dibaca dengan menggunakan ELISA reader pada A ws
jm. Sampel tanaman yang mempunyai nilai absorban minimal dua kali lebih besar
dari nilai absorban pada tanaman sehot, yang digunakan sebagai kontrol negatif,
berarti tanaman sampel tersebut positif terinfeksi virus bersangkutan (Matthews
2002).
Deteksi TaMV dengan RT-PCR:
Ekstraksi RNA Total
Tethadap beberapa sampel yang bereaksi positif dalam uji ELISA dilakukan
deteksi lebih lanjut dengan RT-PCR, Ekstraksi RNA total dari sampel tanaman
mengikuti prosedur Maiss et al (1988). Sekitar 0,1 g daun caisin sakit dihomogenasi
dalam 600 pt bufer ckstraksi [3 ml STE 2X, 0.03 gr SDS, dan 300 yl
mercaptoethanol. Sisa jaringan tanaman yang berukuran besar diendapkan dengan
sentrifugasi 12.000 rpm pada suhu 4°C selama 5 menit. Supernatan yang diperoleh
dijernihken dengan mencampumya dengan satu volume PCI (ethanol; chloroform;
isoamyl alcohol) dan disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4°C.
Supemnatan lebih dijernihkan lagi dengan mencampumya dengan satu volumeB
chloroform dan disentrifugasi sclama 5 menit pada 12.000 rpm pada suhu 4°C. RNA
total diendapkan dengan menambahkan tiga volume ethanol 99% dingin dan 0,1
volume 3M NaQe ke dalam supernatan, sctelah disimapan pada 20°C selama 2 jam,
dilakukan sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4°C, Pelet dicuci
dengan 150 jl ethanol 70% dingin, dikeringkan dalam vacum, kemudian dilarutkan
dalam 10 yl aguabidest. Siapan RNA total ini disimpan pada suhu ~20°C sampai
digunakan sebagai cetakan (template) dalam reaksi RT-PCR.
Reaksi RT-PCR dilakukan secara sekaligus, satu butir Ready To-Go RT-PCR
Bead (Amersham Pharmacia Biotech, USA) dimasukkan ke dalam tabung PCR yang
telah _mengandung virus TUMV. Selanjutnya sepasang primer, serta air bebas
nuclease ditambah ke dalam tabung tersebut schingga volume mencapai 50 jl. Satu
bead terdiri dari 2,0 unit Taq DNA polymerase, 10 mM Tris-HCL (pH 9,0), 60 mM
KCl, 1,5 mM MgCh, 200 aM dNTP, Moloney Murine Leukemia Virus Reverse
Trancriptase, dan RNAse inhibitor.
Sebelum dicampur dengan bead, total RNA diinkubasi pada suhu 94°C selama
5 menit agar untai tunggal RNA benar-benar terjamin. Reaksi pemanjangan untai
‘DNA bayangan dari RNA genom virus dilakukan pada 42°C selama 1 jam. Siklus
PCR dilakukan sebagai berikut: sat siklus untuk denaturasi inisiasi pada 95°C
sclama 5 menit; 30 siklus untuk denaturasi pada 94°C selama 30 detik, annealing
30°C selama 30 detik, dan ekstensi 72°C selama 1 menit; dan satu siklus untuk
ekstensi akhir pada 72°C selama 5 menit. Primer didesain berdasarkan sikuen
nukleotida genom TuMV (Tabel 4) (Nicolas & Laliberte 1992; Oshima er ai. 1996).
Hasi] amplikasi PCR dengan pasangan primer ini diperkirakan sekitar 800 bp pada
bagian CP.
Visualisasi DNA
Elektroforesis hasil PCR dilakukan dengan gel agarose 1% dalam 0,5x bufer
TBE (Tris-HCL 45 mM, asam borat 45 mM, dan EDTA | mM). Campuran 10 pt
hasil PCR dan 2 pl loading dye dimasukkan ke dalam sumuran gel menggunakan
pipet mikro, Elektroforesis dilakukan pada tegangan 80 volt selama 90 menit. Selesai4
clektroforesis, gel disiaining dengan etidium bromida 0,05% dan divisualisasi dengan
UY transilluminator (Sambrook et al. 1989).
Tabel 4 Primer spesifik yang digunakan untuk deteksi TuMV
Primer Urutan nukleotida Posisi hibridisasi
Primer
S°AGC TCC CTA GCA CAA GAA GG?’ 8573
(TuMV8573F)
Primer
2
S°TCG AGC TAA GCA CAT GTC GG3" 9385
(TuMVv9385R)
‘Sumber. Nicolas & Laliberte 1992, Oshima e/ al. 1996
Isolasi Virus
Sampel daun yang terbukti terinfeksi TaMV dengan uji ELISA ditularkan
sevara mekanik ke tanaman indikator Chenopodium amaranticolor dimana virus
menginduksi lesio lokal nekrotik. Isolasi virus dilakukan dengan penularan lesio
tunggal (single-lesion tranfer) pada C. amaranticolor sebanyak tiga kali berturut-
turut, Lesio tunggal pada penularan terakhir diinokulasikan ke tanaman caisin
berumur dua minggu setelah semai. Daun-daun caisin yang tumbuh kemudian
(sekitar duapuluh hari setelah inokulasi) dipanen dan disimpan pada suhu ~80°C
sebagai sumber virus untuk penelitian selanjutnya.
Pengamatan Morfologi Partikel Virus
Morfologi partikel virus diamati di bawah mikroskop elektron (JEOL 1010) di
Laboratorium Terpadu, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Leaf-dip
dari daun caisin terinfeksi difiksasi dengan 2% glutaraldehyde latu distain negatif
dengan 2% sodium phosphotungstate (PTA) pH. 7,0.
Kajian Kisaran Inang Virus
‘Untuk melihat apakah TuMV dapat menjadi ancaman bagi tanaman budidaya
selain caisin, dan apakah TuMV dapat memanfaatkan spesies gulma sebagai inang15
alternatif untuk mempertahankan diri bila tidak terdapat tanaman inang di lspangan,
‘maka dalam penelitian ini akan dilakukan cksploitasi kisaran inang TuMV.
Persiapan Tanaman Uji
Media tanam disiapkan dari campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 2 : 1 yang telah disterilisasi, Campuran media tanam tersebut
dimasukkan ke dalam polybag berukuran 25 x 25 cm.
Benih-benih tanaman uji yang diinokulasi pada umur relatif tua seperti
Nicotiana tabacum L. ev. Samsun NN, N. glutinosa, dan Chenopodium
amaranticolor Coste et Reyn, disemai terlebih dahulu pada bak-bak persemaian.
Sebulan setelah semai, bibit dipindahkan ke dalam polybag yang tclah disiapkan
sebelumnya. Tanaman uji yang diinokulasi pada umur muda seperti: Raphanus
‘sativus ev, Red chine (radish), ev Ten-an kohshin (chinese radish), cv. Tokinashi
(Gapanese radish); cv Awashinbansai (Japanese radish), cv. Hobryoh (Japanese
radish); Brassica oleracea var gogylodes, ev. Sunbird (kohirabi), B. oleracea var
capitata cv. Shikidori (cabbage), cv. Haruhikari (cabbage), B. oleracea var
_gemmifera cv. Family Seven (baby cabbage); B. oleracea var acephala cv. Aojiroyoh
kale (kale); B. oleracea var capitat cv. Shoshyu (cabbage); B. oleracea var bortytis ev
Greenface (broccoli); B. oleracea var amplexicaulis cv. Musoh (Chinese cabbage); B.
oleracea var botrytis cy Suow crown (cauliflower), B. rapa; Capsicum annuum;
Cucumis sativus, benihnya langsung ditanam dalam polybag. Pada setiap polybag
ditanam dua bibitbenib. Penjarangan dilakukan satu minggu setelah tanam dengan
‘menyisakan satu tanaman muda yang tumbuh paling baik.
Masing-masing spesies tanaman uji disiapkan tiga tanaman untuk diinokulasi
virus dan tiga tanaman untuk mock (diinokulasi dengan bufer). Tanaman-tanaman
tersebut dipelihara di dalam rumah kaca, Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan
memberikan pupuk NPK.butiran sebanyak satu sendok teh per polybag setiap dua
minggu sekali dan penyiraman dilakukan dua hari sekali.Penularan Virus ke Tanaman Uji -
Tnokutum disiapkan dengan melumatkan daun caisin sumber TuMV dalam
0,01 M bufer fosfat dingin pH 7,0 (1:10 b/v). Sap yang diperoleh segera dioleskan
dengan cotton bud pada daun tanaman uji yang telah ditaburi carborundum
secukupnya. Masing-masing tanaman dipilih dua daun untuk diinokulasi. Setelah
inokulasi, tanaman dipelihara dalam rumah kaca selama dua bulan, Pengamatan
ilakukan terhadap masa inkubasi, dan tipe gejala yang muncul. Verifikasi infeksi
TuMVY dilakukan dengan L-ELISA.
Studi Penularan TuMV Melalui Serangga Vektor
Dua spesies kutudaun yaitu Aphis craccivora dan Myzus persicae yang sering
ditemukan pada pertanaman caisin atau tanaman lain di sekitar pertanaman caisin
diuji kemampuannya dalam menufarkan TuMV.
Koleksi dan Identifikasi Kutudaun
Beberapa spesies kutudaun dikoleksi sclama kegiatan survei yang dilakukan
pada pertanaman caisin di daerah Cinangneng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Beberapa imago kutudaun dari koloni yang sama pada tanaman caisin diambil untuk
diidentifikasi. Identifikesi kutudaun dilakukan menggunakan kunci identifikasi yang
dibuat oleh Blackman & Eastop (2000). Identifikasi terutama berdasarkan morfologi
imago tidak bersayap, yang secara detail memperhatikan bagian kepala, abdomen,
komikel, kauda dan tungkai.
Perbanyakan Kutudaun
Perbanyakan kutudaun dilakukan dengan memindahkan seckor imago betina
A. craccivora yang, telah siap meletakkan nimfa dari populasi lapang ke daun talas
(Xanthosoma sagitifolium), tanaman bukan inang TuMV, yang diletakkan dalam
‘cawan petri berdiameter 15 om. Sehari berikutnya, serangga imago dipindahkan kehabitat semula dan nimfa-nimfa yang diletakkan pada daun talas dipindahkan ke
tanaman caisin muda bebas virus (setelah dikonfirmasi dengan ELISA) yang
dipelihara dalam kurungan kawat kedap serangga untuk perbanyakan. Dengan cara
ini diharapkan akan diperoleh populasi kutudaun yang homogen dan bebas TuMV.
Demikian juga halnya dilakukan untuk kutudaun M. persicae.
Penularan Virus Secara Non Persisten
Sejumlah imago M. persicae tidak bersayap dipindahkan ke dalam petri
dengan kuas gambar yang sedikit basah untuk dipuasakan selama satu jam.
‘Selanjutnya kutudaun tersebut dipindahkan ke tanaman caisin yang terinfeksi TuMV.
Kotudaun akan berjalanjalan dan menusukkan stiletnya selama kurang lebih 30
detik, Setelah diam, antenanya akan diarahkan ke belakang dan labiumnya menempel
pada tanaman. Pada saat itu kutudaun sudah mulai menghisap cairan tanaman dan
periode makan aimisisi selama 5 menit dapat dihitung. Selanjutnya kutudaun tersebut
dipindahkan ke tanaman caisin sehat berumur 3 minggu setelah semai. Setelah
makan inokulasi selama 5 menit kutudaun dapat dimusnahkan. Selanjutnya tanaman
caisin dipindahkan ke dan dipetihara pada kurunganan kasa kedap serangga. Jumlah
kutudaun yang digunakan untuk penularan adalah 1, 3, 5, dan 10 ekor per tanaman wji,
‘Tiap perlakuan diulang lima kali. Sebagai kontrol, tanaman caisin diperlakukan sama
kecuali serangga vektor makan akuisisi pada tanaman caisin sehat. Hal yang sama
dilakukan untuk A. craccivora. Pengematan dilakukan setiap hari terhadap periode
inkubasi, tipe gejala yang timbul dan kejadian penyakit. Kejadian penyakit dihitung
dengan menggunakon rumus:
KP = n.Nx 100%
dimana KP = kejadian penyakit, N = jumlah tanaman perlakuan, dan n = jumlah
tanaman terinfeksi TuMV.18
Semua tanaman uji baik yang tidek maupun yang menunjukkan gejala diuji
dengan Indirect-BLISA untuk memastikan keberhasilan penularan TuMV.HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Penyakit pada Tanaman Caisin di Lapangan
Tanaman caisin sakit yang diamati di lapangan memperlihatkan gejala
yang beragam. Beberapa tanaman hanya mepertihatkan mosaik ringan, tetapi
kebanyakan tanaman sakit memperlihatkan gejala mosaik berat hijau kekuningan
pada daun disertai gejala vein clearmg, melepuh (blister), dan perubahan bentuk
tau malformasi. Tanaman yang terserang umumnya terhambat pertumbuhannya
sehingga tampak kerdil (Gambar 2),
‘Gambar 2 Variasi gejala pada tanaman caisin terinfeksi TuMV; mosaik ringan
sera vein clearing (A), melepuh (B), malformasi (C), dan kerdil (D
Kanan).
Deteksi TaMV dengan ELISA
Hasil I-ELISA terhadap beberapa daun caisin sampel dari Cinangneng dan
Cipanas (Gambar 3) memperlihatkan bahwa semua sampel yang diuji bereaksi
ositifterhadap antiserum TuMV. Empat dari sampel tersebut yaitu CN1, CN2,
(CP2, dan CP3 juga bereaksi posiif terhadap antiserum ToMV. Sebaliknya dengan
menggunakan antiserum CMV, PVY, dan PMMY semua sampel bereaksi negatif.20
Dari hasil pengujian tersebut, tampaknya penyakit mosaik pada tanaman caisin di
daerah Cinangneng maupun di Cipanas dominan discbabkan olch infeksi TuMV,
‘walaupun beberapa diantaranya merupekan infeksi campuran dengan ToMV.
Sako (1981) telah melaporkan bahwa selain TuMV, virus lain yang dapat
‘menginfeksi caisin adalah CMV dar CaMV. Beberapa peneliti sebelumnya telah
berhasil mendeteksi TuMV dengan uji serologi. Stobbs dan Shuttuck (1989)
berhasil mendetcksi TuMV dengan ELISA pada tanaman rutabaga (Brassica
napus ssp. rapifera) di Souther Ontario, Canada, Selanjutnya di Taiwan, Green
dan Deng (1985) melakukan identifikasi TuMV yang diisolasi dari tanaman
Chinese cabbage (B. campestris subsp. pekinensis L.) dan tanaman lobak
(Raphanus sativus L.) melalui teknik double antibody sandwich-ELISA.
‘Sementara Jenner dan Walsh (1996) dapat mendeteksi TuMV isolat Eropa yang
berasal dari tanaman oilseed rape (B. napus var. oleifera) dengan cara |-ELISA di
‘Campania (Stavolone et al. 1998),
‘CEB Ke) ONE CN2 CNS CNA CNS CNS CNT CPI CP2 CP3.CPA CPS CPE
‘Tanaman Sampel
Gambar 3 Nilai absorbansi hasil yji ELISA pada Aves m terhadap sarmpel daun
caisin dengan antiserum TuMV, CMV, ToMV, PVY, dan PMMV.
CN = sampel dann caisin sakit dari Cinangneng; CP = sampel daun
caisin sakit dari Cipanas; K(-) = daun caisin schat sebagai kontrol
negatif, GEB = bufer ckstrak.a
Deteksi TuMV dengan RT-PCR
RT-PCR dengan primer yang didesain spesifik untuk deteksi TuMV
(Nicolas & Laliberte 1992; Oshima et al. 1996) berhasil mengamplifikasi genom
virus yang berasal dari tanaman caisin di Cinangneng dan Cipanas (Gamber 4)
Berdasarkan perbandingan dengan pita-pita pada DNA marker maka produk RT-
PCR tersebut diestimasi sekitar 800 bp. Produk RT-PCR tersebut sesuai dengan:
yang diharapkan bila menggunakan primer TuMV-8573F dan TuMV-9385R.
(Nicolas & Laliberte 1992; Oshima et af. 1996). Pada percobaan ini, tidak
ditemukan adanya pita pada sampel tanaman caisin sehat, menandakan spesifikasi
primer yang digunakan, Satu dari enam isolat virus (Cipanas 3) tidak berhasil
diamplifikasi dengan RT-PCR. Hal ini mungkin discbabkan olch kegagalan
dalam ekstraksi RNA total mengingat RNA adalah bahan yang sangat rentan
terhadap Rnase.
Gambar 4 Hasil elektroforesis gel agaros produk RT-PCR isolat-isolat TuMV
dari daerah Cinangneng dan Cipanas menggunakan pasangan primer
‘TuMV-8573F dan TuMV-9385R. M=1 Kb DNA marker, 1 = virus
isolat Cipanas 1; 2 = daun caisin sehat sebagai kontrol negatif, 3 dan
4 = virus isolat Cipanas 2 dan 3; 5,6,7 = virus isolat Cinangneng 1, 2
dan 3.Isolasi Virus
‘Untuk Keperuan karakterisasi, isolasi virus berhasil dilakukan melalui
penularan lesio tunggal pada C. amaranticolor dari beberapa daun caisin yang
ov, Shostnu (abioge) on oe
B oeracea var bots
= ev Greeniace Greco) oe
2B oleracea va amplexicaalts
> ey, Mus (Chinese sabtage) 69 mus
B oleracea var bointis
+ &¥ Soow crown (califlowes) 10m
B. rap (nip) a)
Chenopodinse — Chenopodiim cmarantcoler 22 tn
Solanaceae Nicotiana tabacum, 0a
1. glainas, -m tb
Copsicum arma “ma +}
Cucutbitaccs Chemis sas