Anda di halaman 1dari 40
ww —~y DETEKSI DAN KARAKTERISASI TURNIP MOSAIC VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CAISIN (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson) FIRDAUS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR, BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASIL Dengan ini saya menystakan bahwa tesis Deteksi dan Karakterisasi Turnip ‘mosaic virus Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Caisin (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupt.) Olsson) adalah karya saya seadiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir esi in Bogor, Januari 2005 Firdaus NRP A451020051 ABSTRAK FIRDAUS. Deteksi dan Karakterisasi Turnip mosaic virus Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Caisin (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson). Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan SRI HENDRASTUTI HIDAYAT. Caisin (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson) ‘morupakan salah satu jenis sayuran dari suku kubis-kubisan (Brassicaceae). ‘Sayuran ini banyak diusahakan oleh petani karena mempunyai nilai ckonomi yang cculup baik. Namun demikian, dalam budidaya tanaman ini banyak mendapat kendala terutama gangguan hama dan penyakit, diantaranya serangan virus tanaman, Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus penyebab penyakit mosaik pada tanaman caisin melalui berbagai metode seperti serologi, PCR, mikroskop elektron, kajian kisaran inang, dan penularan dengan serangga vektor. Penetitian dilakukan mulai Juni 2003 sampai Agustus 2004 di Rumah Kasa Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel daun caisin dari tanaman bergejala mosaik dikoleksi dari lahan petani di Desa ‘Cinangneng, Kabupaten Bogor, dan Desa Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Untuk mendeteksi adanya virus pada sampel daun caisin yang telah dikoleksi dilakukan uji serologi dengan indirect-ELISA (I-ELISA). Terbadap beberapa sampel yang bereaksi positif dalam uji ELISA dilakukan deteksi lebih lanjut dengan RT-PCR. Sampel daun yang terbukti terinfeksi TuMV dengan uji ELISA dilakukan isolasi dengan cara ditularkan secara mekanik ke beberapa tanaman indikator. Karakterisasi virus dilakukan dengan mengamati morfologi partikel virus dibawah mikroskop elektron (JECL 1010) serta kajian kisaran ‘nang virus dan studi penularan melalui serangga vektor Hasil penelitian meaunjukkan bahwa tanaman caisin sakit yang diamati di lapangan memperlihatkan gejala yang bervariasi, terutama _terhambat pertumbuhannya sehingga tampak kerdil, Selanjutnya hasil deteksi dengan I- ELISA terhadap beberapa daun caisin sampel dari Cinangneng dan Cipanas bereaksi positif terhadap antiserum TuMV. Uji lanjut dengan RT-PCR ‘menggunakan primer yang didesain spesifik untuk deteksi TuMV berhasil ‘mengamplifikasi genom virus isolat Cinangneng dan Cipanas diestimasi sekitar 800 bp. Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop elektron, partikel virus berbentuk batang lentur dengan diameter sekitar 11-12 nm dan panjang 700 = 780 nm. {solat virus dari Cinangneng. berhasil ditularkan secara mekanik pada beberapa spesies/kultivar tanaman. Isolat virus tersebut dapat menginfeksi 17 Jenis tanaman dari 20 tanaman yang diuji dengan gejala yang bervariasi dan masa inkubasi antara $~ 14 hari, Hasil studi penularan virus memperlihatkan bahwa TuMV isolat caisin dapat ditularkan oleh M. persicae dan A. craccivora -walaupun dengan efisiensi yang berbeda DETEKSI DAN KARAKTERISAS!I TURNIP MOSAIC VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CAISIN (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson) FIRDAUS Tesis ‘Sebagai salah satu syérat untuk memperoleh gelar ‘Megister Sains pada Departemen Entomologi dan Fitopatologi SEKQLAH PASCASARJANA. INSTITUT PERTANIAN BOGOR, BOGOR 2005, HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis ; Deteksi dan Karakterisasi Turnip mosaic virus Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Caisin (Brassica campestris L. ‘subsp. chinensis (Rupr.) Olsson) Nama : Firdaus NIM 451020051 Program Studi: Entomologi dan Fitopatologi Disetujui Komisi Pembimbing, Drs Sti Ketua Anggota Diketahui Ketua Program Studi Entomologi dan Dekan Sekolah Pascasarjana Fitopatologi Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat,M.Sc Prof. Dr. It. Syaffida Manuwoto, M.Sc ‘Tangea Ujian: 25 JAN 206 ‘Tangeal Lulus: 1 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kkaruniaNya schingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2003 ini Detcksi dan Karakterisesi Turnip mosaic virus Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Caisin (Brassica ‘campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. It. Gede Suastika, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Ibu Dr. Ir, Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia seta Pemerintah Daerah Nanggroe Acch Darussalam yang telah ‘memberikan bantuan biaya pendidikan dan penelitian kepada Penulis, Suga epada Rektor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan Hama dan Penyakit ‘Tumbuban Universitas Iskandarmuda Banda Acch yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana. Hal yang sama ditujukan pula kepada Ir. Nooraidawati, M.Si, dan Ir. Eliza Rusli, MSi, dan_laboran Laboratorium Virologi Pak Edi yang telah memberikan petunjuk teknis penggunaan peralatan di Laboratorium Virologi. Rekan-rekan satu angkatan 2002, fou Ummu, Eliza, Bapak Suprihanto, dan Bapak Amalan Tomia penulis ucapkan terima Kasih atas dukungan dan bantuannya, Kepada istriku Siti Hafsah dan putraku Muhammad Farhan saya ucapkan terima kasih atas kerelaannya dan dukungannya selama menyelesaikan pendidikan sekolah pascasarjana, Semoga tess ini bermanfaat Bogor, Januari 2005 Firdaus RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirian di Banda Aceh pada tanggal $ Agustus 1970 dari ayah Djamaluddin dan ibu Nur Aflah, Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara. Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Banda Aceh dan pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Sejak tahun 1996 sampai sckarang penulis menjadi staf pengajar pada Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Iskandarmuda Banda Aceh. Pada tahun 2002 penulis mendapat kesempatan tugas belajar di Program Studi Entomologi dan Fitopatologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Sekolah Pascasarjana_ DAFTAR ISI DAFTAR TABEL . DAFTAR GAMBAR. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Caisin (Brassica campestris L. spp. chinensis) Sifat Biologi Tumnip mosaic ‘irae TUM) Pengendalian Deteksi dan Identifikasi Virus ee BAHAN DAN METODE, ‘Tempat dan Waktu Penelitian..... Metode.... Pengumpulan Tanaman Sampel dari Lepangan Deteksi TuMV dengan ELISA . . Deteksi TuMV dengan RT-PCR Isolasi Vis... Pengamatan Morfologi Partikel Virus Kajian Kisaran Inang Virus ..... . Studi Penularan TuMV Melalui Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit pada Tanaman Caisin di \apangan Deteksi TuMV dengan ELISA ... : Deteksi TuMV dengan RT-PCR... Isolasi Virus... Morfologi Partikel Virus... Kajian Kisaran Inang .... ‘Studi Penuilaran dengan Serangga Vektor. SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAK, DAFTAR TABEL 1 Protein-protein yang disintesis oleh genom TuMV..... 2. Beberapa tanaman penghalang digunakan untuk metindungi tanamen vutama dari virus tular serangga nonpersisten, 3. Kepekaan metode serologi dan motekuler untuk deteksi virus tanaman........ 9 4 Primer spesifik yang digunakan untuk deteksi TuMV... 4 5 Masa inkubasi dan tipe gejala pada berbagai spesies tanaman hasil penularan virus isolat Cinangneng (CN 6 Persentase tanaman terinfeksi virus melalui penularan dengan kutudaun.... 25 24 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 ena genom Tub dan proteinprotin yang dies dar yenom RNA TuMV 4 2. Variasi gejala pada tanaman caisin terinfeksi TUMV. 19 3 Nilai absorban hasil uji ELISA pada 4,05 an terhadap sampel daun caisin dengan antiserum TuMV, CMV, ToMV, PVY, dan PMMV. ene 20) 4 Hasil elektroforesis gel agaros produk RT-PCR isolat-isolat TUMV dari daerah Cinangneng dan Cipanas menggunakan pasangen primer TuMV-8573F dan TuMV-9385R.... 5. Infeksi TuMV pada tanaman indikator C. amaranticolor. eeeennnie 2D 6 artkel TuMY yang bertosnsi dengan pen mossik pada tanaman caisin ..... cone B PENDAHULUAN Latar Belakang Caisin (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson) merupakan salah satu jenis sayuran dari suku kubis (Brassicaceae). Sayuran ini banyak diusahakan oleh petani karena disamping sangat digemari oleh masyarakat juga ‘mempunyai nilai ekonomi yang cukup baik. Dari hasil wawancara dengan petani, pertanaman seluas satu hektar dapat menghasilkan 10 ~ 15 ton sayuran caisin pada musim kemarau dengan modal sckitar 5 juta rupiah, Apabila harga di tingkat petani Rp.500 - 1500 per kilogram, maka keuntungan yang diperoleb sekitar 4 - 8 juta rupiah satu musim tanam, Pada saat ini kebutuhan caisin di dalam negeri masih sangat besar mengingat berbagai jenis masakan membutubkan caisin sebagai bahan pokok maupun pelengkap. Caisin selain memiliki kandungan vitamin dan zat gizi yang penting, juga dipercayai dapat menghilangkan rasa gatal pada tenggorokan, obat sakit kepala, sebagai bahan pembersih darah dan membantu memperbaiki fungsi kerja ginjal (Haryanto, 2003). ‘Walaupun caisin mempunyai manfaat dan prospek ekonomi yang sangat baik, Petani sering mengalami kegagalan panen akibat gangguan hama dan penyakit yang. belum dapat diatasi dengan efektif. Sebagai contoh, survei yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Mei 2003 di Desa Cinangneng, Kabupaten Bogor, dan Desa. Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat menemuken banyak tanaman caisin (50% dari populasi yang diamati) menunjukan gejala mosaik, blister, malformasi atau kerdil Gejala mosaik yang disertai berbagai gejala lainnya mungkin disebabkan oleh virus, karena beberapa jenis virus telah dilaporkan dapat menginfeksi tanaman kubis- Ikubisan seperti: cucumber mosaic virus (CMV), cauliflower mosaic virus (CaMV), turnip yellow mosaic virus (TYMV) dan turnip mosaic virus (TuMV) (Sako, 1981). Uji pendahuluan yang telah dilakukan dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) terhadap sampel tanaman sakit mengarahkan pada dugaan bahwa TuMV berasosiasi dengan penyakit ini, TuMV telah banyak dilaporkan menginfeksi tanaman caisin di negara-negara subtropis (Green & Deng 1985; Jenner & Walsh 1996; Oshima et af. 1996), tetapi laporan detail mengenai TuMV isolat caisin di Indonesia belum tersedia. TuMV termasuk genus Potywirus dalam famili Potyviridae yang mempunyai anggota paling banyak diantara virus-virus tumbuhan (Green & Deng 1985; Shukla e¢ al, 1994; Shi et al. 1996; Lehmann ef af. 1997; Stavolone et al. 1998). Potyvirus mempunyai partikel berbentuk batang lentur berukuran 15-20 x 720 nm dan ‘mengandung genom monopartit berupa RNA untai tunggal yang terdiri dari 9830 nukleotida (Nicolas & Laliberte 1992). Kerugian produksi caisin akibat penyakit mosaik di masa yang akan datang diharapkan dapat diatasi bila identitas virus penyebabnya diketahui dan metode deteksinya tersedia. Deteksi secara tepat dan cepat merupakan prasyarat keberhasilan usaha pengendalian penyakit tanaman oich virus, Dewasa ini, metode deteksi dan identifikasi virus yang umum digunakan antara lain uji serologi, pengamatan bentuk partikel dengan mikroskop elektron, teknik molekuler, dan kajian bioekologi (Shukla etal, 1994). ‘Tejuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus penyebab penyakit mosaik pada tanaman caisin melalui berbagai metode seperti serologi, polymerase chain reaction (PCR), mikroskop elektron, kajian kisaran inang, penularan dengan serangga vektor. TINJAUAN PUSTAKA, Caisin (Brassica campestris L. subsp. chinensis (Rupr.) Olsson) Caisin termasuk tanaman sayuran semusim, Susunan tubuh tanaman caisin pada dasarya terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji, Tangkai daunnya ppanjang, langsing, dan berwarna putib kehijauan, Daunnya lebar memanjang, tipis dan berwama hijau, Rasanya yang renyah dan segar dengan sedikit sekali rasa pahit, membuat banyak diminati. Kedudukan tanaman caisin dalam sistemetika tumbuhan i Klasifikasikan sebagai berikut Kingdom: Viridiplantae Divisi ‘Spermatophyta Sub Divisi_ _: Angiospermae Kelas : Dicoryledonae Ordo + Capparales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica Spesies _: Brassica campestris subsp, chinensis Caisin berasal dari daerah yang beriklim dingin (subtropik). Di daerah yang, beriktim panas (tropik) seperti Indonesia, caisin cocok tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian + 1.100 meter dpl, suhu udara antara 15,6° — 21,2°C dan kelembaban RH 70% - 90%, dan cukup mendapat sinar matahari (Haryanto, 2003). Sifat Biologi Turnip mosaic virus (TuaMV) TuMV termasuk genus Potyvirus dalam famili Potyviridae yang mempunyai anggota paling banyak diantara virus-virus tumbuhan. Potyvirus mempunyai bentuk partike! batang lentur dan mengandung genom monopartit berupa RNA untai tunggel berukuran 720 x 15 — 20 nm, dan mempunyai RNA 9830 nukleotida (Shukla ef al. 1994) (Gamber 1). Genom ss RNA TuMV (9830 nt) ; : Gambar 1 Peta genom TuMV dan protein-protein yang disintesis dari genom RNA. TuMV (Shukla et al, 1994), Genom TuMV ditranslasi menjadi sebuah poliprotein yang kemudian Giproses secara proteolitik menjadi lima protein fungsional oleh tiga proteinase virus; proteinase | (P1), helper component-proteinase (HC-Pro), dan nuclear inclusion proteinase (NI-Pro) (Mahajan et al. 1996). Kelima protein fungsional tersebut adalah helper component (HC), cytoplasmic inclusion (Cl), genome-linked protein (VP), dua muclear inclusion (Nia dan NIb) dan coat protein (CP) (Nicolas & Laliberte, 1992; Oshima er af, 1996). Fungsi biologi protein yang diekspresikan oleh genom TuMY disajikan pada Tabel 1 ‘Tabel 1 Protein-protein yang disintesis oleh genom TuMV Berat Protein ‘Molekul Fungsi Biologi (kDa) PI 40 Transmisi virus antar sel HC-Proteinase 52 Petularan melalui vektor, proteinase, ‘transmis! antar sel P3 40 Belum diketahui 6KI 6 —_ Belum diketahui cl 72 Replikasi, RNA helikase, 6K2 6 Belum diketahui ‘Nia-VPg 22 replikasi Nia-Proteinase 27 proteinase Nib 60 —_Replikasi (polimerase) cP 33 Protein pembungkus, transmisi melalui vektor ‘Somber Shukla ef al, 1954 TuMY diketahui mempunyai penyebaran geografis yang sangat luas meliputi bbeberapa negara penghasil sayuran di Amerika Utara (Stobbs & Shattuck 1989), Eropa (Tomlinson 1970), Affika (Fischer & Lockhart 1976), Australia (Conroy 1959) dan Asia (Sako 1980; Green & Deng 1985). Berbeda dengan Cauliflower mosaic virus yang hanya terbatas pada tanaman cruciferous, TuMV mempunyai inang lebih luss, tidak saja dapat menyerang tanaman dari genus Brassica tetapi juga dapat menginfeksi tanaman kacang-kacangen dan tanaman hias dari famili yang berbeda (Shuttuck 1992). Di Asia seperti di China, Taiwan, dan Jepang, TuMV merupakan virus terpenting pada budidaya tanaman sayuran seperti kol (Brassica oleracea), brokoli cina (B. albogiabra), kol cina (B. campestris), dan lobak (Rhapanus sativus) dan dilaporkan menyebabkan kerugian yang cukup tinggi (Sako 1981). Bagian dari genom potyvinus yang paling banyak dikarakterisasi adalah CP (Shukla ef af. 1994), Homologi sikuen asam amino CP telah digunakan untuk membedakan anggota potyvirus (homologi sikuen berkisar 38-71% dengan cata-rata 54%) dan strain dalam spesies yang sama (homologi sikuen 90-99% dengan rata-rata 95%; Shukla & Ward 1988), Fungsi utama CP adalah sebagai protein struktural Komponen partikel virus, dan fungsi yang lainnya adalah membantu pergerakan virus dari sel ke sel inang, mempengaruhi ekspresi gejala, dan berperan dalam penularan virus melalui serangga vektor (Atreya et al, 1990). Protein HC diperhukan virus sebagai fasilitator untuk berinteraksi dengan serangga vektor. Protein HC dari potato virus Y (PVY) yang tular scrangga diketabui dapat membantu penularan potato virus C (PVC) yang tidak tular serangga, tetapi protein HC dari PVC tidak dapat menjembatani penularan PVY (Govier & Kassonis 1974). Hubungan yang sama juga telah diternukan pada protein HC dari TuMV isolat 1 dan 31 yang masing-masing dapat dan tidak dapat ditularkan serangga (Sako 1981). Protein CI diketahui memperlihatkan aktivitas RNA-dependent ATPase yang merupakan ciri dari RNA helicase yang berperan dalam replikasi virus (Nicolas & Laliberte 1992). ‘Anggota potyvirus umumnya dapat ditularkan oleh Kutudaun secara non- persisten. Penularan stylet-borne ini dapat terjadi selama kutudaun melakukan ‘probing tanaman inang walavpun dalam waktu singkat. Determinan virus untuk penularan oleh kutudaun telah banyak diketahui (Blanc ef ai. 1997; Pirone 1991; Wang et al, 1998). Paling sedikit terdapat dua protein virus terlibat dalam proses ini yaitu CP dan HC (Flasinski & Cassidy 1998). Diketahui pada ujung N dari sekuen asam amino CP terdapat motif DAG dan pada HC terdapat motif KITC yang sangat cesensial untuk keberhasilan penularan (Pirone & Blanc 1996). Berdasarkan pengamatan bahwa penularan tergantng dari akuisisi HC sebelum atau bersamaan dengan akuisisi virus, disimpulkan bahwa HC berperan sebagai jembatan antara CP virus dan reseptor pada bagian dalam stylet kutudaun (Blanc et al. 1997; Peng ef al. 1998; Wang ct al. 1996). TuMV telah diketahui dapat ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun seperti Aphis craccivora dan A, gosypii (Nakashima et al. 1991). Tetapi tidak semua isolat TuMV mempunyai kemampuan yang sama dalam hal tular serangga, seperti isolat 31 tidak dapat ditulaskan oleh A. craccivora karena mempunyai perbedaan sikuen nukleotida yang cukup besar (89% homologi) pada gen HC-nya dibandingkan dengan isolat 1 yang tular serangga (Nakashima er al, 1991) Pengendalian Virus-virus tular kutudaun yang nonpersisten sangat sukar dikendalikan Karena penularan dapat terjadi dalam hitungan detik. Aplikasi senyawa kimia umurnya tidak efektif karena kutudaun dapat menularkan virus sebelum mati teracuni. Hasil yang positif pemah diperoleh jika menggunakan minyak mineral (Simons & Zitter 1980; Makkouk é& Menassa 1986; Qiu & Pirone 1989; Asjes 2000) dan beberapa repellent untuk serangga (Gibson et al. 1982). Beberapa jenis insektisida bila dicampur dengan minyak mineral dapat mengurangi penyebaran virus oleh kutudaun; seperti insektisida aldicarb yang dicampur dengan JMS Stylet-Oil (Ferro et af. 1980) dan juga insektisida pyrethroid (cypermethrin, deltamethrin) yang dicampor dengan minyak mineral SC11 (Gibson & Rice 1986). Minyak mineral ini telah diketahui dapat mengganggu tempat melekat (binding site) virus pada stilet kutudaun dan karenanya mengurangi efisiensi penularan (Wang & Pirore 1996). Pemanfeatan tanaman sebagai pembatas (crop border) atau penghalang (crop barrier) untuk melindungi tanaman utama dari virus yang terbawa serangga secara nonpersisten juga telah banyak dilskukan (Tabel 2). Tanaman penghalang, disamping berfungsi sebagai penghalang fisik, juga yang paling penting adalah berperan sebagai “pencuci” atau membersihkan mulut (stylet) serangga vektor dari virus sehingga mengurangi kemampuan vektor tersebut untuk menularkan dan menyebarkan virus ke tanaman utama di sebelahnya, Tabel 2 Beberapa tanaman penghalang digunakan untuk melindungi tanaman vutama dari virus tular serangga nonpersisten ‘Tanaman Utama Tanaman Penghalang Virus* Referensi Melon Gandum WMV-1 Toba et al. 197 Faba bean Barley BYMV —Jayasena & Randles, 1985 Cabai Kapes, shorgum PYMV —Alegbejo & Uvah, 1986 Kedelai Shorgum SMV Bottenberg & Irwin, 1992 Kentang Kedelai, gandum PvY Difonzo et al. 1996 TBYMV, bean yellow mosaic virus, CMV, cucumber mosaic virus, PVY, potato vinis ¥; PVMV, potato veinal motile virus; SMV, soybean mosaic virus, TEV, tobacco etch virus. Deteksi dan Identifikasi Virus Deteksi virus penyebab penyakit pada tanaman, benih ataupun bahan vegetatif sangat diperlukan dalam strategi pengendalian penyakit, Banyak cara yang dapat dilakukan untuk deteksi dan identifikasi virus, diantaranya berdasarkan sifat biologi ‘maupun nonbiologi serta melalui analisis Komponen patogennya. Diagnosis secara biologi antara lain dengan melihat gejala yang ditimbulkan, kisaran inang, penularan vektor, morfologi inklusi, Untuk mengetahui adanya komponen yang spesifik dari suatu virus dapat dilekukan dengan diagnosis nonbiologi antara lain dengan teknik serologi: uji presipitin, sodium dodecyl sulfate (SDS)-double diffusion, uji aglutinasi, immunoelectron microscopy (IEM), western blotting, dot-blot immunoassay, enzyme- linked immunosorbent assay (ELISA), radioimmunosorbent assay (RIA), high performance liquid chromatografi (HPLC) peptide profiling, mucleic acid hybridization (NAH), polymerase chain reaction (Shukla et al 1994), Perbandingan sensitifitas metode deteksi virus dengan cara serologi dan teknik molekuler (abel 3). ‘Tabel 3 Kepekaan metode serologi dan molekuler untuk deteksi virus tanaman. Metode Kisaran deteksi Uji precipitin 1— 10 pg virus mi? SDS-double diffusion 2~ 20 pg virus ml! Uji agiutinasi 3 —20ng virus mt! Immunoelectron microscopy 1-10 ng virus mI Western blouing 500 pg virus Dot-blot immunoassay 0.5 pg virus ELISA 1 —30ng virus mf Radioimmunosorbent assay 1 = 10 ng virus mr" Nucleic acid hybridization 1-5 pg virus ‘Sumber: Shukla e¢ af 1994 Metode serologi relatif sederhana, cukup mudah dilakukan, dan membutuhkan waktu singkat Walaupun demikian penggunaan metode serologi sampai saat ini masih menemukan hambatan yaitu dibutuhkan konsentrasi virus yang cukup tinggi, harga antiserum yang masih mahal dan tidak dapat menguji bagian-bagian genom virus dengan memilih bagian tertentu dari peta genom (Smith ef al. 1993), Selanjutnya IEM mempunyai keunggulan yaitu waktu yang dibutuhkan cukup singkat dan konsentrasi virus yang digunakan sedikit, Kelemahannya komponen sap tanaman atau antiserum dicampur dengan pewama sehingga mengurangi kualitas gambar, atau juga menempelnya agregat virus-antibodi pada grid bervariasi, schingga. kemungkinan scbagian agregat tercuci selama pewarnaan (Torrance & Jones 1981) serta tidak semua instansi memiliki ¢ransmission electron microscopy (TEM). Metode deteksi yang berbasis urutan nukleotida genom RNA-TuMV dengan teknik reverse transcriptase (RT)-PCR merupakan metode deteksi yang sangat peka, akurat, cepat dan spesifik tethadap TuMV. Seperti halnya teknik serologi dan hhibridisasi, dalam reaksi PCR diperlukan sepasang primer yang sifatnya spesifik Primer ini akan menginduksi pembentukan dan perbanyakan untai DNA dengan bantuan ensim polimerase dalam mesin thermocycler. DNA virus yang telah 10 teramplifikasi dapat divisualisasi dengan menggunakan metode clektroforesis. Kelemahannya menggunakan metode molekuler ini adalah bahan dan peralatan harganya masih sangat mahal. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pent Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2003 sampai Agustus 2004 di rumah aca Cikabayan dan laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Metode Penelitian ini meliputi tujuh kegiatan yaitu: (1) pengumpulan sampel dari lapangan; (2) deteksi virus dengan metode serologi indirect ~ ELISA; (3) deteksi virus dengan RT-PCR; (4) isolasi virus; (5) pengamatan morfologi partikel virus (6) pengujian kisaran inang; dan (7) kajian penularan TuMV dengan serangga vektor. Pengumpulan Tanaman Sampel dari Lapangan Sampel daun caisin dari tanaman bergejala mosaik dikoleksi dari lahan petani di Desa Cinangneng, Kabupaten Bogor, dan Desa Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Sebagian dari sampel daun tersebut disimpan di deep freezer pada suhu -80°C dan sebagian lagi dikering-awetkan dengan CaCl; pada suhu 4°C sebelum digunakan sebagai bahan penelitian, Deteksi TuMV dengan ELISA Untuk mendeteksi adanya virus pada sampel daun caisin yang telah dikoleksi ilakukan uji serologi dengan 1-ELISA mengikuti metode Stobbs & Shuttuck (1989). Daun caisin sampel dilumatkan dalam bufer ekstrak [3,3 g general extract powder (Agdiainc) dan 2 g Tween-20 dilarutkan dalam 100 ml aguadest] dengan Perbandingan 1:10 (b/v). Sap yang diperoleh dimasukkan ke dalam sumuran plat mikrotiter sebanyak 100 yl dan diinkubasi selama satu malam pada suhu 4°C. Setelah dicuci dengan PBST [1 kantong PBST (Agdiainc) dilarutkan dalam 1 L. 12 aquadest] sebanyak lima kali, sumuran plat mikrotiter diisi dengan masing-masing, 100 yl antiserum TuMV, cucumber mosaic virus (CMV), tomato mosaic virus (ToMV), potato virus Y (PVY), dan pepper mild motile virus (PMIMV) yang diencerkan 1/1000 dalam bufer ECI (0,02 g bovine serum albumin, 2 @ _polyvinylpyrrolidone, dan 0,02 g sodium azida dilarutkan dalm 100 ml aquadest, pH 7,4). Setelah diinkubasi selama 2 jam pada suhu ruang, dilakukan pencucian lagi dan sumuran plat mikrotiter diisi dengan 100 yl alkaline phosphatase conjugate yang diencerkan 1/1000 dalam bufer ECI, dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu ruang. Sumuran plat mikrotiter, setelah dicuci dengan PBST, diisi dengan 100 pil larutan larutan PNP (1 mg/ml p-nitrophenyl phosphate dalam 10% triethanolamine, pH 9,8) dan diinkubasi pada suhu ruang sambil diamati perubahan warna yang terjadi. Pada menit ke-45, intensitas warna dibaca dengan menggunakan ELISA reader pada A ws jm. Sampel tanaman yang mempunyai nilai absorban minimal dua kali lebih besar dari nilai absorban pada tanaman sehot, yang digunakan sebagai kontrol negatif, berarti tanaman sampel tersebut positif terinfeksi virus bersangkutan (Matthews 2002). Deteksi TaMV dengan RT-PCR: Ekstraksi RNA Total Tethadap beberapa sampel yang bereaksi positif dalam uji ELISA dilakukan deteksi lebih lanjut dengan RT-PCR, Ekstraksi RNA total dari sampel tanaman mengikuti prosedur Maiss et al (1988). Sekitar 0,1 g daun caisin sakit dihomogenasi dalam 600 pt bufer ckstraksi [3 ml STE 2X, 0.03 gr SDS, dan 300 yl mercaptoethanol. Sisa jaringan tanaman yang berukuran besar diendapkan dengan sentrifugasi 12.000 rpm pada suhu 4°C selama 5 menit. Supernatan yang diperoleh dijernihken dengan mencampumya dengan satu volume PCI (ethanol; chloroform; isoamyl alcohol) dan disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4°C. Supemnatan lebih dijernihkan lagi dengan mencampumya dengan satu volume B chloroform dan disentrifugasi sclama 5 menit pada 12.000 rpm pada suhu 4°C. RNA total diendapkan dengan menambahkan tiga volume ethanol 99% dingin dan 0,1 volume 3M NaQe ke dalam supernatan, sctelah disimapan pada 20°C selama 2 jam, dilakukan sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4°C, Pelet dicuci dengan 150 jl ethanol 70% dingin, dikeringkan dalam vacum, kemudian dilarutkan dalam 10 yl aguabidest. Siapan RNA total ini disimpan pada suhu ~20°C sampai digunakan sebagai cetakan (template) dalam reaksi RT-PCR. Reaksi RT-PCR dilakukan secara sekaligus, satu butir Ready To-Go RT-PCR Bead (Amersham Pharmacia Biotech, USA) dimasukkan ke dalam tabung PCR yang telah _mengandung virus TUMV. Selanjutnya sepasang primer, serta air bebas nuclease ditambah ke dalam tabung tersebut schingga volume mencapai 50 jl. Satu bead terdiri dari 2,0 unit Taq DNA polymerase, 10 mM Tris-HCL (pH 9,0), 60 mM KCl, 1,5 mM MgCh, 200 aM dNTP, Moloney Murine Leukemia Virus Reverse Trancriptase, dan RNAse inhibitor. Sebelum dicampur dengan bead, total RNA diinkubasi pada suhu 94°C selama 5 menit agar untai tunggal RNA benar-benar terjamin. Reaksi pemanjangan untai ‘DNA bayangan dari RNA genom virus dilakukan pada 42°C selama 1 jam. Siklus PCR dilakukan sebagai berikut: sat siklus untuk denaturasi inisiasi pada 95°C sclama 5 menit; 30 siklus untuk denaturasi pada 94°C selama 30 detik, annealing 30°C selama 30 detik, dan ekstensi 72°C selama 1 menit; dan satu siklus untuk ekstensi akhir pada 72°C selama 5 menit. Primer didesain berdasarkan sikuen nukleotida genom TuMV (Tabel 4) (Nicolas & Laliberte 1992; Oshima er ai. 1996). Hasi] amplikasi PCR dengan pasangan primer ini diperkirakan sekitar 800 bp pada bagian CP. Visualisasi DNA Elektroforesis hasil PCR dilakukan dengan gel agarose 1% dalam 0,5x bufer TBE (Tris-HCL 45 mM, asam borat 45 mM, dan EDTA | mM). Campuran 10 pt hasil PCR dan 2 pl loading dye dimasukkan ke dalam sumuran gel menggunakan pipet mikro, Elektroforesis dilakukan pada tegangan 80 volt selama 90 menit. Selesai 4 clektroforesis, gel disiaining dengan etidium bromida 0,05% dan divisualisasi dengan UY transilluminator (Sambrook et al. 1989). Tabel 4 Primer spesifik yang digunakan untuk deteksi TuMV Primer Urutan nukleotida Posisi hibridisasi Primer S°AGC TCC CTA GCA CAA GAA GG?’ 8573 (TuMV8573F) Primer 2 S°TCG AGC TAA GCA CAT GTC GG3" 9385 (TuMVv9385R) ‘Sumber. Nicolas & Laliberte 1992, Oshima e/ al. 1996 Isolasi Virus Sampel daun yang terbukti terinfeksi TaMV dengan uji ELISA ditularkan sevara mekanik ke tanaman indikator Chenopodium amaranticolor dimana virus menginduksi lesio lokal nekrotik. Isolasi virus dilakukan dengan penularan lesio tunggal (single-lesion tranfer) pada C. amaranticolor sebanyak tiga kali berturut- turut, Lesio tunggal pada penularan terakhir diinokulasikan ke tanaman caisin berumur dua minggu setelah semai. Daun-daun caisin yang tumbuh kemudian (sekitar duapuluh hari setelah inokulasi) dipanen dan disimpan pada suhu ~80°C sebagai sumber virus untuk penelitian selanjutnya. Pengamatan Morfologi Partikel Virus Morfologi partikel virus diamati di bawah mikroskop elektron (JEOL 1010) di Laboratorium Terpadu, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Leaf-dip dari daun caisin terinfeksi difiksasi dengan 2% glutaraldehyde latu distain negatif dengan 2% sodium phosphotungstate (PTA) pH. 7,0. Kajian Kisaran Inang Virus ‘Untuk melihat apakah TuMV dapat menjadi ancaman bagi tanaman budidaya selain caisin, dan apakah TuMV dapat memanfaatkan spesies gulma sebagai inang 15 alternatif untuk mempertahankan diri bila tidak terdapat tanaman inang di lspangan, ‘maka dalam penelitian ini akan dilakukan cksploitasi kisaran inang TuMV. Persiapan Tanaman Uji Media tanam disiapkan dari campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1 yang telah disterilisasi, Campuran media tanam tersebut dimasukkan ke dalam polybag berukuran 25 x 25 cm. Benih-benih tanaman uji yang diinokulasi pada umur relatif tua seperti Nicotiana tabacum L. ev. Samsun NN, N. glutinosa, dan Chenopodium amaranticolor Coste et Reyn, disemai terlebih dahulu pada bak-bak persemaian. Sebulan setelah semai, bibit dipindahkan ke dalam polybag yang tclah disiapkan sebelumnya. Tanaman uji yang diinokulasi pada umur muda seperti: Raphanus ‘sativus ev, Red chine (radish), ev Ten-an kohshin (chinese radish), cv. Tokinashi (Gapanese radish); cv Awashinbansai (Japanese radish), cv. Hobryoh (Japanese radish); Brassica oleracea var gogylodes, ev. Sunbird (kohirabi), B. oleracea var capitata cv. Shikidori (cabbage), cv. Haruhikari (cabbage), B. oleracea var _gemmifera cv. Family Seven (baby cabbage); B. oleracea var acephala cv. Aojiroyoh kale (kale); B. oleracea var capitat cv. Shoshyu (cabbage); B. oleracea var bortytis ev Greenface (broccoli); B. oleracea var amplexicaulis cv. Musoh (Chinese cabbage); B. oleracea var botrytis cy Suow crown (cauliflower), B. rapa; Capsicum annuum; Cucumis sativus, benihnya langsung ditanam dalam polybag. Pada setiap polybag ditanam dua bibitbenib. Penjarangan dilakukan satu minggu setelah tanam dengan ‘menyisakan satu tanaman muda yang tumbuh paling baik. Masing-masing spesies tanaman uji disiapkan tiga tanaman untuk diinokulasi virus dan tiga tanaman untuk mock (diinokulasi dengan bufer). Tanaman-tanaman tersebut dipelihara di dalam rumah kaca, Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan memberikan pupuk NPK.butiran sebanyak satu sendok teh per polybag setiap dua minggu sekali dan penyiraman dilakukan dua hari sekali. Penularan Virus ke Tanaman Uji - Tnokutum disiapkan dengan melumatkan daun caisin sumber TuMV dalam 0,01 M bufer fosfat dingin pH 7,0 (1:10 b/v). Sap yang diperoleh segera dioleskan dengan cotton bud pada daun tanaman uji yang telah ditaburi carborundum secukupnya. Masing-masing tanaman dipilih dua daun untuk diinokulasi. Setelah inokulasi, tanaman dipelihara dalam rumah kaca selama dua bulan, Pengamatan ilakukan terhadap masa inkubasi, dan tipe gejala yang muncul. Verifikasi infeksi TuMVY dilakukan dengan L-ELISA. Studi Penularan TuMV Melalui Serangga Vektor Dua spesies kutudaun yaitu Aphis craccivora dan Myzus persicae yang sering ditemukan pada pertanaman caisin atau tanaman lain di sekitar pertanaman caisin diuji kemampuannya dalam menufarkan TuMV. Koleksi dan Identifikasi Kutudaun Beberapa spesies kutudaun dikoleksi sclama kegiatan survei yang dilakukan pada pertanaman caisin di daerah Cinangneng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Beberapa imago kutudaun dari koloni yang sama pada tanaman caisin diambil untuk diidentifikasi. Identifikesi kutudaun dilakukan menggunakan kunci identifikasi yang dibuat oleh Blackman & Eastop (2000). Identifikasi terutama berdasarkan morfologi imago tidak bersayap, yang secara detail memperhatikan bagian kepala, abdomen, komikel, kauda dan tungkai. Perbanyakan Kutudaun Perbanyakan kutudaun dilakukan dengan memindahkan seckor imago betina A. craccivora yang, telah siap meletakkan nimfa dari populasi lapang ke daun talas (Xanthosoma sagitifolium), tanaman bukan inang TuMV, yang diletakkan dalam ‘cawan petri berdiameter 15 om. Sehari berikutnya, serangga imago dipindahkan ke habitat semula dan nimfa-nimfa yang diletakkan pada daun talas dipindahkan ke tanaman caisin muda bebas virus (setelah dikonfirmasi dengan ELISA) yang dipelihara dalam kurungan kawat kedap serangga untuk perbanyakan. Dengan cara ini diharapkan akan diperoleh populasi kutudaun yang homogen dan bebas TuMV. Demikian juga halnya dilakukan untuk kutudaun M. persicae. Penularan Virus Secara Non Persisten Sejumlah imago M. persicae tidak bersayap dipindahkan ke dalam petri dengan kuas gambar yang sedikit basah untuk dipuasakan selama satu jam. ‘Selanjutnya kutudaun tersebut dipindahkan ke tanaman caisin yang terinfeksi TuMV. Kotudaun akan berjalanjalan dan menusukkan stiletnya selama kurang lebih 30 detik, Setelah diam, antenanya akan diarahkan ke belakang dan labiumnya menempel pada tanaman. Pada saat itu kutudaun sudah mulai menghisap cairan tanaman dan periode makan aimisisi selama 5 menit dapat dihitung. Selanjutnya kutudaun tersebut dipindahkan ke tanaman caisin sehat berumur 3 minggu setelah semai. Setelah makan inokulasi selama 5 menit kutudaun dapat dimusnahkan. Selanjutnya tanaman caisin dipindahkan ke dan dipetihara pada kurunganan kasa kedap serangga. Jumlah kutudaun yang digunakan untuk penularan adalah 1, 3, 5, dan 10 ekor per tanaman wji, ‘Tiap perlakuan diulang lima kali. Sebagai kontrol, tanaman caisin diperlakukan sama kecuali serangga vektor makan akuisisi pada tanaman caisin sehat. Hal yang sama dilakukan untuk A. craccivora. Pengematan dilakukan setiap hari terhadap periode inkubasi, tipe gejala yang timbul dan kejadian penyakit. Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakon rumus: KP = n.Nx 100% dimana KP = kejadian penyakit, N = jumlah tanaman perlakuan, dan n = jumlah tanaman terinfeksi TuMV. 18 Semua tanaman uji baik yang tidek maupun yang menunjukkan gejala diuji dengan Indirect-BLISA untuk memastikan keberhasilan penularan TuMV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit pada Tanaman Caisin di Lapangan Tanaman caisin sakit yang diamati di lapangan memperlihatkan gejala yang beragam. Beberapa tanaman hanya mepertihatkan mosaik ringan, tetapi kebanyakan tanaman sakit memperlihatkan gejala mosaik berat hijau kekuningan pada daun disertai gejala vein clearmg, melepuh (blister), dan perubahan bentuk tau malformasi. Tanaman yang terserang umumnya terhambat pertumbuhannya sehingga tampak kerdil (Gambar 2), ‘Gambar 2 Variasi gejala pada tanaman caisin terinfeksi TuMV; mosaik ringan sera vein clearing (A), melepuh (B), malformasi (C), dan kerdil (D Kanan). Deteksi TaMV dengan ELISA Hasil I-ELISA terhadap beberapa daun caisin sampel dari Cinangneng dan Cipanas (Gambar 3) memperlihatkan bahwa semua sampel yang diuji bereaksi ositifterhadap antiserum TuMV. Empat dari sampel tersebut yaitu CN1, CN2, (CP2, dan CP3 juga bereaksi posiif terhadap antiserum ToMV. Sebaliknya dengan menggunakan antiserum CMV, PVY, dan PMMY semua sampel bereaksi negatif. 20 Dari hasil pengujian tersebut, tampaknya penyakit mosaik pada tanaman caisin di daerah Cinangneng maupun di Cipanas dominan discbabkan olch infeksi TuMV, ‘walaupun beberapa diantaranya merupekan infeksi campuran dengan ToMV. Sako (1981) telah melaporkan bahwa selain TuMV, virus lain yang dapat ‘menginfeksi caisin adalah CMV dar CaMV. Beberapa peneliti sebelumnya telah berhasil mendeteksi TuMV dengan uji serologi. Stobbs dan Shuttuck (1989) berhasil mendetcksi TuMV dengan ELISA pada tanaman rutabaga (Brassica napus ssp. rapifera) di Souther Ontario, Canada, Selanjutnya di Taiwan, Green dan Deng (1985) melakukan identifikasi TuMV yang diisolasi dari tanaman Chinese cabbage (B. campestris subsp. pekinensis L.) dan tanaman lobak (Raphanus sativus L.) melalui teknik double antibody sandwich-ELISA. ‘Sementara Jenner dan Walsh (1996) dapat mendeteksi TuMV isolat Eropa yang berasal dari tanaman oilseed rape (B. napus var. oleifera) dengan cara |-ELISA di ‘Campania (Stavolone et al. 1998), ‘CEB Ke) ONE CN2 CNS CNA CNS CNS CNT CPI CP2 CP3.CPA CPS CPE ‘Tanaman Sampel Gambar 3 Nilai absorbansi hasil yji ELISA pada Aves m terhadap sarmpel daun caisin dengan antiserum TuMV, CMV, ToMV, PVY, dan PMMV. CN = sampel dann caisin sakit dari Cinangneng; CP = sampel daun caisin sakit dari Cipanas; K(-) = daun caisin schat sebagai kontrol negatif, GEB = bufer ckstrak. a Deteksi TuMV dengan RT-PCR RT-PCR dengan primer yang didesain spesifik untuk deteksi TuMV (Nicolas & Laliberte 1992; Oshima et al. 1996) berhasil mengamplifikasi genom virus yang berasal dari tanaman caisin di Cinangneng dan Cipanas (Gamber 4) Berdasarkan perbandingan dengan pita-pita pada DNA marker maka produk RT- PCR tersebut diestimasi sekitar 800 bp. Produk RT-PCR tersebut sesuai dengan: yang diharapkan bila menggunakan primer TuMV-8573F dan TuMV-9385R. (Nicolas & Laliberte 1992; Oshima et af. 1996). Pada percobaan ini, tidak ditemukan adanya pita pada sampel tanaman caisin sehat, menandakan spesifikasi primer yang digunakan, Satu dari enam isolat virus (Cipanas 3) tidak berhasil diamplifikasi dengan RT-PCR. Hal ini mungkin discbabkan olch kegagalan dalam ekstraksi RNA total mengingat RNA adalah bahan yang sangat rentan terhadap Rnase. Gambar 4 Hasil elektroforesis gel agaros produk RT-PCR isolat-isolat TuMV dari daerah Cinangneng dan Cipanas menggunakan pasangan primer ‘TuMV-8573F dan TuMV-9385R. M=1 Kb DNA marker, 1 = virus isolat Cipanas 1; 2 = daun caisin sehat sebagai kontrol negatif, 3 dan 4 = virus isolat Cipanas 2 dan 3; 5,6,7 = virus isolat Cinangneng 1, 2 dan 3. Isolasi Virus ‘Untuk Keperuan karakterisasi, isolasi virus berhasil dilakukan melalui penularan lesio tunggal pada C. amaranticolor dari beberapa daun caisin yang ov, Shostnu (abioge) on oe B oeracea var bots = ev Greeniace Greco) oe 2B oleracea va amplexicaalts > ey, Mus (Chinese sabtage) 69 mus B oleracea var bointis + &¥ Soow crown (califlowes) 10m B. rap (nip) a) Chenopodinse — Chenopodiim cmarantcoler 22 tn Solanaceae Nicotiana tabacum, 0a 1. glainas, -m tb Copsicum arma “ma +} Cucutbitaccs Chemis sas

Anda mungkin juga menyukai