Tugas Pak Seno - New V.3
Tugas Pak Seno - New V.3
Oleh :
Ignatius Giovanni S. 21010114140143
Taufiq Adi Wijoyo 21010114130152
Teguh Wijayanto 21010114130157
I Wayan Krisna W. 21010114130165
Irfanuddin Faishol 21010114120052
Robert Susanto
Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan banyak pulau, terletak pada jalur
gempa bumi dan gunung berapi. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia rawan
terhadap berbagai bencana alam. Di Indonesia terdapat 129 gunung berapi aktif, 70
diantaranya digolongkan sangat berbahaya. Keberadaan gunung berapi membawa
dampak kesuburan bagi tanah di sekitar, sehingga banyak penduduk yang bermukim.
Namun dibalik itu terdapat bahaya yang dapat mengancam keselamatan jiwa, kerusakan
alam dan kehancuran lingkungan apabila terjadi bencana gunung meletus. Peristiwa
bencana alam merupakan kejadian yang sulit dihindari dan diperkirakan secara tepat.
Dampak bencana dapat berupa korban jiwa, harta benda, kerusakan infrastruktur,
lingkungan sosial, dan gangguan terhadap tata kehidupan serta penghidupan masyarakat
yang telah mapan sebelumnya.
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di dunia. Gunung
Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke
selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi
Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan
munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Gunung Merapi
terletak di tengah pulau jawa. Aktifitas Gunung Merapi ini memberi pengaruh terhadap
lingkungan di sekitar yaitu pengaruh terhadap jenis lahan peertanian, kondisi
Klimatologi, persebaran dan kondisi pemukiman, aktifitas penambangan, aktifitas
kepariwisataan, serta pengaruh terhadap kondisi kebencanaan. Pembuatan makalah
dengan mengambil judul Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Berapi pada
Kawasan Gunung Merapi ini bertujuan agar dapat mengurangi dampak dari pengaruh
meletusnya Gunung Merapi terhadap lingkungan di sekitar Gunung Merapi.
1.2.1 Dampak apa saja yang ditimbulkan dari erupsi Gunung Merapi?
1.2.2 Dimana sajakah wilayah yang terkena dampak dari erupsi Gunung Merapi?
1.2.3 Bagaimanakah cara menanggulangi dampak erupsi Gunung Merapi?
1.3.1 Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari erupsi Gunung Merapi,
1.3.2 Untuk mengetahui wilayah yang terkena dampak dari erupsi Gunung Merapi,
2
1.3.3 Untuk mengetahui cara penanggulangan dampak erupsi Gunung Merapi.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sejarah letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768. Namun
demikian sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir abad 19. Ada
kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan lebih sering dibanding pada abad 19. Hal
ini dapat terjadi karenapencatatan suatu peristiwa pada abad 20 relatif lebih rinci.
Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal abad 20. Selama
abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti interval letusan Merapi secara rata-rata
lima tahun sekali. Letusan tahun 1872 yang dianggap sebagai letusan terakhir dan
terbesar pada abad 19 dan 20 telah menghasilkan Kawah Mesjidanlama dengan
diameter antara 480-600m.
Letusan berlangsung selama lima hari dan digolongkan dalam kelas D. Suara
letusan terdengar sampai Kerawang, Madura dan Bawean. Awanpanas mengalir melalui
hampir semua hulu sungai yang ada di puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo,
Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol. Awanpanas dan material produk letusan
menghancurkan seluruh desa-desa yang berada di atas elevasi 1000m. Pada saat itu
bibir kawah yang terjadi mempunyai elevasi 2814m (;bandingkan dengan saat ini
puncak Merapi terletak pada elevasi 2968m). Dari peristiwa-peristiwa letusan yang
telah lampau, perubahan morfologi di tubuh Gunung dibentuk oleh lidah lava dan
letusan yang relatif lebih besar.
Gunung Merapi merupakan gunungapi muda. Beberapa tulisan sebelumnya
menyebutkan bahwa sebelum ada Merapi, telah lebih dahuiu ada yaitu Gunung Bibi
(2025m), lereng timurlaut gunung Merapi. Namun demikian tidak diketahui apakah saat
itu aktivitas vulkanik berlangsung di gunung Bibi. Dari pengujian yang dilakukan, G.
Bibi mempunyai umur sekitar 400.000 tahun artinya umur Merapi lebih muda dari
400.000 tahun. Setelah terbentuknya gunung Merapi, G. Bibi tertimbun sebagian
sehingga saat ini hanya kelihatan sebagian puncaknya. Periode berikutnya yaitu
pembentukan bukit Turgo dan Plawangan sebagai awal lahirnya gunung Merapi.
Pengujian menunjukkan bahwa kedua bukit tersebut berumur sekitar maksimal 60.000
tahun (Berthomrnier, 1990).
Kedua bukit mendominasi morfologi lereng selatan gunung Merapi. Pada elevasi
yang lebih tinggi lagi terdapat satuan-satuan lava yaitu bukit Gajahmungkur,
Pusunglondon dan Batulawang yang terdapat di lereng bagian atas dari tubuh Merapi.
Susunan bukit-bukit tersebut terbentuk paling lama pada, 6700 tahun yang lalu
(Berthommier,1990). Data ini menunjukkan bahwa struktur tubuh gunung Merapi
4
bagian atas baru terbentuk dalam orde ribuan tahun yang lalu. Kawah Pasarbubar
adalah kawah aktif yang menjadi pusat aktivitas Merapi sebelum terbentuknya puncak.
Diperkirakan bahwa bagian puncak Merapi yang ada di atas Pasarbubar baru
terbentuk mulai sekitar 2000 tahun lalu. Dengan demikian jelas bahwa tubuh gunung
Merapi semakin lama semakin tinggi dan proses bertambahnya tinggi dengan cepat
nampak baru beberapa ribu tahun lalu. Tubuh puncak gunung Merapi sebagai lokasi
kawah aktif saat ini merupakan bagian yang paling muda dari gunung Merapi. Bukaan
kawah yang terjadi pernah mengambil arah berbeda-beda dengan arah letusan yang
bervariasi. Namun demikian sebagian letusan mengarah ke selatan, barat sampai utara.
Pada puncak aktif ini kubah lava terbentuk dan kadangkala terhancurkan oleh letusan.
Kawah aktif Merapi berubah-ubah dari waktu ke waktu sesuai dengan letusan yang
terjadi. Pertumbuhan kubah lava selalu mengisi zona-zona lemah yang dapat berupa
celah antara lava lama dan lava sebelumnya dalam kawah aktif Tumbuhnya kubah ini
ciapat diawali dengan letusan ataupun juga sesudah letusan. Bila kasus ini yang terjadi,
maka pembongkaran kubah lava lama dapat terjadi dengan membentuk kawah baru dan
kubah lava baru tumbuh dalam kawah hasil letusan. Selain itu pengisian atau
tumbuhnya kubah dapat terjadi pada tubuh kubah lava sebelumnya atau pada perbatasan
antara dinding kawah lama dengan lava sebelumnya. Sehingga tidak mengherankan
kawahkawah letusan di puncak Merapi bervariasi ukuran maupun lokasinya. Sebaran
hasil letusan juga berpengaruh pada perubahan bentuk morfologi, terutama pada bibir
kawah dan lereng bagian atas.
Pusat longsoran yang terjadi di puncak Merapi, pada tubuh kubah lava biasanya
pada bagian bawah yang merupakan akibat dari terdistribusikannya tekanan di bagian
bawah karena bagian atas masih cukup kuat karena beban material. Lain halnya dengan
bagian bawah yang akibat dari desakan menimbulkan zona-zona lemah yang kemudian
merupakan pusat-pusat guguran. Apabila pengisian celah baik oleh tumbuhnya kubah
masih terbatas jumlahnya, maka arah guguran lava masih dapat terkendali dalam celah
yang ada di sekitarnya. Namun apabila celah-celah sudah mulai penuh maka akan
terjadi penyimpangan-penyimpangan tumbuhnya kubah. Sehingga pertumbuhan kubah
lava yang sifat menyamping (misal, periode 1994 – 1998) akan mengakibatkan
perubahan arah letusan.
Perubahan ini juga dapat terjadi pada jangka waktu relatif pendek dan dari kubah
lava yang sama. Pertumbuhan kubah lava ini berkembang dari simetris menjadi
asimetris yang berbentuk lidah lava. Apabila pertumbuhan menerus dan kecepatannya
5
tidak sama, maka lidah lava tersebut akan mulai membentuk morfologi bergelombang
yang akhirnya menjadi sejajar satu sama lain namun masih dalam satu tubuh. Alur
pertumbuhannya pada suatu saat akan mencapai titik kritis dan menyimpang
menimbulkan guguran atau longsoran kubah. Kronologi semacam ini teramati pada th
1943 (April sampai Mei 1943). Penumpukan material baru di daerah puncak akibat dari
pertumbuhan kubah terutama terlihat dari perubahan ketinggian maksimum dari puncak
Merapi. Beberapa letusan yang dalam sejarah telah mengubah morfologi puncak antara
lain letusan periode 18221823 yang menghasilkan kawah berdiameter 600m, periode
1846 – 1848 (200m), periode 1849 (250 – 400m), periode 1865 – 1871 (250m), 1872 –
1873 (480 – 600 m), 1930, 1961.
Keberadaan gunung berapi membawa dampak kesuburan bagi tanah di sekitar,
sehingga banyak penduduk yang bermukim. Namun dibalik itu terdapat bahaya yang
dapat mengancam keselamatan jiwa, kerusakan alam dan kehancuran lingkungan
meletus. Dampak bencana dapat berupa korban jiwa, harta benda, kerusakan
infrastruktur, lingkungan sosial, dan gangguan terhadap tata kehidupan serta
penghidupan masyarakat yang telah mapan sebelumnya. Penanggulangan Bencana yang
dirilis pada tanggal 11 Nopember 2010 jumlah korban tewas mencapai 194 orang.
Aliran awan panas yang dimuntahkan lava/material Merapi pada hari Jumat malam 5
Nopember 2010 dengan kecepatan mencapai 100 km per jam, dan panas mencapai
kisaran 450-600 derajat celsius, membakar pepohonan dan rumah-rumah sehingga
dilakukan evakuasi penduduk secara besar-besaran.
Kondisi tersebut memaksa pemerintah memperlebar zona bahaya hingga berjarak 20
km dari puncak Merapi, yang sebelumnya ditetapkan dengan radius 15 km. Letusan
Merapi memicu evakuasi massa di wilayah DI Yogyakarta (Sleman, Yogyakarta,
Bantul) dan Jawa Tengah (Magelang, Klaten, Boyolali). Tempat-tempat pengungsian
dipenuhi lebih dari 370.000 jiwa. Korban Merapi mengalami trauma karena kehilangan
orang yang dicintai, harta benda, hancurnya rumah dan sawah yang menjadi mata
pencaharian mereka selama ini. Kondisi di pengungsian yang tak layak menambah
tekanan jiwa semakin berat. Semakin lama waktu yang dihabiskan di pengungsian,
berdampak pada jumlah pengungsi yang mengalami gangguan psikologis. Hasil
observasi dan pendampingan yang dilakukan relawan menyimpulkan bahwa sebagian
besar pengungsi mengalami tekanan psikologis akibat bencana gunung Merapi. Dari
6
sampel 50 kelompok umur, 60 persen memerlukan terapi psikologi. (Harian Kedaulatan
Rakyat, 3 Januari 2011).
Menurut Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, sebagian kondisi pengungsi
labil dan tertekan di tempat pengungsian. Bahkan, belum genap dua minggu tinggal di
pengungsian, sebanyak 27 pengungsi sudah dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof.
Dr. Soerodjo Kota Magelang. Mereka diindikasikan mengalami stres dan trauma berat
pasca erupsi eksplosif Merapi. Harta benda mereka habis, bahkan banyak keluarga
meninggal dunia karena tidak sempat menyelamatkan diri. Sementara data yang
diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Soejarwadi, Klaten, tercatat 19 orang
pengungsi masuk dalam kategori gangguan jiwa berat. Jadi total pengungsi yang “gila”
sementara ini ada 46 orang (dari Magelang dan Klaten).
Korban bencana alam menghadapi situasi dan kondisi yang sangat kompleks,
Problema paling mendasar adalah persoalan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan,
dan pendidikan. Hal ini berawal dari, tidak tersedia atau terbatasnya fasilitas umum,
sosial dan sanitasi lingkungan yang buruk sehingga menimbulkan ketidaknyamanan
bahkan dapat menjadi sumber penyakit. Kehilangan harta benda menyebabkan korban
menjadi jatuh miskin, apalagi sumber matapencaharian Informasi, Vol. 17, No. 02
Tahun 2012 99berupa lahan pertanian dan perkebunan juga mengalami kerusakan.
Kehilangan anggota keluarga, khususnya sumber pencari nafkah keluarga, seringkali
menyebabkan timbulnya perasaan khawatir, ketakutan bahkan trauma yang
berkepanjangan.
Bantuan dari berbagai sumber yang berbentuk materi mungkin dapat tetapi belum
tentu dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kehilangan orang yang dicintai,
rumah, harta benda, sawah, atau ternak yang menjadi mata pencarian, dapat
menyebabkan guncangan jiwa dan trauma hebat. Keterpurukan lain yang dihadapi
menyangkut masalah psikososial, seperti kekhawatiran akan terjadi letusan susulan,
rasa kehilangan yang mendalam atas meninggalnya anggota keluarga, harta benda dan
sumber mata pencaharian seringkali menimbulkan kesedihan berkepanjangan. Selain
itu, dengan terpaksa harus tinggal di pengungsian dalam kondisi yang serba terbatas
menambah rasacemas para pengungsi.
Kurang terpenuhinya kebutuhan hidup, tidak optimalnya pelaksanaan fungsi dan
peran keluarga serta kemungkinan-kemungkinan hilangnya pengendalian diri,
kekecewaan terhadap pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah dapat berpotensi
menjadi aksi sosial. Pengungsi pun kehilangan harga diri dan rasa percaya diri,
7
sehingga terkesan pasrah, putus asa, tidak berdaya dalam menghadapi masa depan,
cenderung menyalahkan orang/pihak lain yang dianggap menambah beban hidup
mereka, bergantung pada bantuan pemerintah dan pihak lain, serta menyalahkan Tuhan
atas musibah yang menimpa. Mereka menolak direlokasi ke tempat baru, padahal
tempat asalnya tidak memungkinkan lagi untuk dihuni.
8
Dengan adanya letusan dan erupsi Gunung Merapi setidaknya ada dampak kepada
masyarakat baik untuk masyarakat yang terkena dampak maupun untuk masyarakat
luas. Dampak tersebut adalah sebagai berikut :
Dampak Positif
a. Menambah kesuburan kawasan sekitar merapi, sehingga dapat ditumbuhi
banyak pepohonan dan dapat dimanfaatkan untuk pertanian dalam waktu
beberapa tahun kedepan,
b. Dapat dijadikan objek wisata bagi wisatawan domestic dan wisatawan
mancanegara setelah Gunung Merapi meletus,
c. Hasil erupsi (pasir) dapat dijadikan mata pencaharian seperti penambangan pasir
dan karya seni dari endapan lava yang telah dingin,
d. Aktifitas gunung api dapat menghasilkan geothermal atau panas bumi yang
sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari,
e. Sisa-sisa aktivitas Gunung Merapi dapat menghasikan bahan-bahan tambang
yang berguna dan bernilai tinggi. Seperti belerang, batu pualam dan lain-lain.
Dampak Negatif
a. Merusak pemukiman warga sekitar bencana,
b. Menyababkan kebakaran hutan (Bencana Merapi),
c. Menyebabkan gagal panen,
d. Matinya infrastruktur,
e. Terhentinya aktivitas mata pencaharian warga sekitar bencana.
f. Pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tidak terduga untuk memperbaiki
infrastruktur yang telah rusak akibat bencana,
g. Bandar udara tidak dapat beroperasi atau tidak dapat melakukan penerbangan
karena debu vulkanik yang dihasilkan oleh letusan Gunung Merapi dapat
menyebabkan mesin pesawat mati,
h. Mengganggu hubungan komunikasi, jaringan listrik terputus dan aktifitas
masyarakat lumpuh.
10
Apabila terjadi hujan batu, lindungi kepala dengan posisi melingkar seperti
bola. Apabila terjebak dekat suatu aliran, hati-hati terhadap adanya aliran
lahar. Cari tempat yang lebih tinggi terutama,
Lindungi diri anda dari hujan,
Kenakan pakaian kemeja lengan panjang dan celana,
Gunakan kacamata untuk melindungi mata anda,
Gunakan masker debu atau gunakan kain/ sapu tangan untuk melindungi
pernapasan anda,
Matikan mesin mobil atau kendaraan lainnya kalau mendengar adanya aliran
lahar,
Hindari daerah bahaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ lembaga yang
berwenang/lihat peta daerah bahaya gunung api.
Akibat letusan gunungapi bisa dirasakan berkilo meter jauhnya dari gunung api
yang sedang meletus. Aliran lahar dan banjir bandang, kebakaran hutan bahkan
aliran awan panas yang mematikan dapat mengenai anda yang bahkan tidak
melihat ketika gunung api meletus. Hindari lembah-lembah sungai dan daerah
yang rendah. Mencoba mendekati gunung api yang sedang meletus merupakan
ide yang dapat membawa maut.
Apabila anda melihat permukaan aliran air sungai naik cepat-cepat cari daerah
yang lebih tinggi. Apabila aliran lahar melewati jembatan jauhi jembatan
tersebut. Aliran lahar memiliki daya kekuatan yang besar , membentuk aliran
yang mengandung lumpur dan bahan gunung api lainnya yang dapat bergerak
dengan kecepatan 30-60 kilometer perjam. Awan panas yang mengandung debu
gunungapi dapat membakar tumbuhan yang dilaluinya dengan amat cepat.
Dengarkan berita dari radio atau televisi mengenai situasi terakhir bahaya
letusan gunung api.
11
Mengendarai kendaraan mengakibatkan debu tersedot dan dapat merusak mesin
kendaraan tersebut.
Apabila anda punya penyakit pernapasan, hindari sedapat mungkin kontak
dengan debu gunung api.
Tinggallah di dalam rumah sampai keadaan dinyatakan aman di luar rumah.
Ingat untuk membantu tetangga yang mungkin membutuhkan pertolongan
seperti orang tua, orang yang cacat fisik, anak-anak yang tidak memiliki orang
tua dan sebagainya.
12
harus dipastikan sudah memahami langkah-langkah evakuasi agar dapat
dengan sigap ketika bencana terjadi sewaktu-waktu. Hal ini bisa dilakukan
dengan sosialisasi.
3. Tim dan perlengkapan evakuasi
Tim dan seluruh perlengkapan evakuasi yang mencakup alat-alat
penyelamatan dan kendaraan harus sudah disiapkan ketika memasuki masa
siaga tingkat tinggi, agar evakuasi dapat segera dilakukan.
e. Analisis kebutuhan
1. Jumlah korban potensial
Dari empat kabupaten, terdapat kurang lebih potensi korban jiwa sebagai
berikut:
Tabel 1. Jumlah Penduduk untuk masing-masing lokasi rawan bencana Gunung
Merapi
Lokasi Jumlah Penduduk
Kab. Magelang 1.111.876 jiwa
Kab. Sleman 850.176 jiwa
Kab. Boyolali 930.531 jiwa
Kab. Klaten 1.114.140 jiwa
(Sumber : Dinas Pencatatan Penduduk masing-masing wilayah)
Dari keempat wilayah tersebut, didapat total warga kurang lebih empat juta
jiwa. Perlu diprioritaskan untuk dilakukan evakuasi besar dengan mobilisasi
massa pada kecamatan-kecamatan yang berada dalam radius 20 km dari
puncak gunung Merapi.
Berdasarkan data letusan terbesar dari lima letusan terakhir gunung
Merapi yaitu pada tahun 2010, diketahui jumlah korban mencapai sekitar 600
jiwa dengan korban jiwa meninggal dunia 347 jiwa dan korban luka-luka 258
orang. Kecamatan-kecamatan terdekat diambil nilai 1-2% dari total penduduk
di empat wilayah, maka jumlah warga yang perlu dievakuasi yaitu kurang
lebih 60.000 jiwa.
2. Kebutuhan evakuasi
Jika digunakan mobil angkut milik TNI dengan kapasitas 50 orang, maka
dibutuhkan setidaknya 1200 kali pengangkutan dengan truk evakuasi yang
sudah disebar ke lokasi-lokasi rawan bencana gunung Merapi. Dengan
perjalanan evakuasi rata-rata adalah 30 km/jam/perjalanan, dibutuhkan
setidaknya 100 truk evakuasi yang disebar di masing-masing lokasi/pos
evakuasi bencana menuju tempat pengungsian. Dengan begitu, dalam waktu
13
kurang dari satu hari, seluruh warga sudah dapat terevakuasi ke masing-
masing pengungsian.
Gambar 2. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi untuk Wilayah Sleman
(Sumber: Dokumen Pemkab Sleman Bidang Penganggulangan Bencana Alam)
Gambar 3. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi untuk Wilayah Boyolali
(Sumber: Dokumen Pemkab Boyolali)
14
KAWASAN RAWAN BENCANA
Gambar 4. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi untuk Wilayah Klaten
(Sumber: Dokumen Pemkab Klaten)
Gambar 5. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi untuk Wilayah Magelang
(Sumber: Dokumen Pemkab Magelang)
3. Lokasi pengungsian
Lokasi evakuasi harus berada pada jarak atau radius aman dari letusan
yaitu minimum pada jarak 20-25 km. Akses jalan dari lokasi evakuasi menuju
15
lokasi pengungsian harus lancar dan diketahui secara baik oleh tim evakuasi
untuk memudahkan dan mempercepat mobilisasi warga ke tempat aman.
17
Gambar 7. Tanki Air Bersih Kementrian PUPERA
(Sumber: Instagram KemenPUPERA)
d. Sandang
Kebutuhan sandang para pengungsi harus juga dihitung, dimana masuk
kedalam logistik penanggulangan bencana, yang salah satunya adalah
Paket Sandang. Paket tersebut terdiri dari :
Satu perangkat lengkap pakaian dengan ukuran yang tepat sesuai
jenis kelamin beserta alas tidur yang layak,
Perempuan dan anak-anak setidaknya memiliki dua perangkat
lengkap pakaian,
18
Anak-anak usia sekolah memiliki 2 stel seragam nasional lengkap
beserta sepatu, alas kaki dengan ukuran yang tepat sesuai alas kaki
sesuai dengan jenjang pendidikannya,
Setiap orang disediakan peralatan ibadah sesuai dengan agama
yang dianutnya,
Setiap pengungsi memiliki satu pasang alas kaki,
Bayi dan anak dibawah 2 tahun diberi selimut dengan ukuran
100x70 cm, dan memiliki 12 stel popok cuci,
Sabun mandi 250 gr tiap bulan,
Sabun cuci 200 gr tiap bulan,
Disediakan pembalut yang cukup untuk perempuan dan anak-anak
gadis yang telah mestruasi,
Sikat gigi dan pasta gigi sesuai kebutuhan standard.
Paket sandang tersebut adalah untuk 1 (satu) jiwa pengungsi.
19
Gambar 9. Kegiatan bermain anak-anak agar anak tetap ceria
(Sumber: www.merdeka.com)
Selain itu, psikologis dari para orang tua juga harus diperhatikan
dengan cara memberikan beberapa pelatihan keterampilan dan diajak
membangun dan membantu tempat sekitar pengungsian.
20
Gambar 11. Para ibu-ibu tetap beraktivitas dengan membuat berbagai kerajinan
(Sumber: Kantor Berita Kemanusiaan)
Gambar 12. Bapak-bapak bekerja sama dengan TNI membuat akses jalan
(Sumber: Liputan Indonesia)
21
Gambar 13. Bilik MCK yang bersih dan tertata
(Sumber: Kantor Berita Kemanusiaan)
g. Kesehatan
Kebutuhan lain yang tidak kalah penting adalah kesehatan. Pengungsi
akan dicek kesehatannya masing-masing. Selain itu, pengungsi yang
memiliki penyakit akan segera ditangani oleh petugas kesehatan yang
diperbantukan. Berikut adalah kebutuhan para pengungsi terhadap
kesehatan :
Alat P3K dan obat-obatan,
Bilik kesehatan. Di tiap pengungsian disediakan bilik kesehatan
untuk pusat pengobatan cepat tanggap di lapangan,
22
Puskesmas. Di tiap pengungsian ditempatkan pada tempat yang
tidak jauh dari puskesmas agar tindakan perawatan dapat segera
dilakukan,
Ambulance. Di tiap pengungsian harus selalu sedia ambulance agar
para pengungsi tetap terjaga keselamatannya akan kesehatan,
Rumah Sakit terdekat apabila tindakan di puskesmas masih dirasa
kurang. Universitas Diponegoro bekerja sama dengan salah satu
RS di daerah Magelang dan dapat digunakan untuk upaya tanggap
darurat pada korban bencana.
23