Anda di halaman 1dari 22

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemampuan kompetitif suatu tumbuhan merupakan karakter yang

dikontrol secara genetis oleh polygen yang kerjanya dipengaruhi oleh interaksi

lingkungan. Kemampuan kompetitif dapat diukur menggunakan tingkat

pertumbuhan vegetative atau tingkat propogasi, istilah yang biasanya dengan satu

dengan yang lain. Namun demikian, paling akurat, variasi karakter tumbuhan

yang disebabkan oleh kompetisi haruslah dilihat sebagaimana hal tersebut

dipengaruhi oleh kompetisi intergenotipik (Sakai, 1961).

Jika habitat cukup subur, kemampuan kompetitif suatu spesies ditentukan

oleh kemampuannya untuk menngambil resources yang diperlukan. Pada habitat

dengan kesuburan rendah, kemampuan kompetitif ditentukan oleh kemampuan

spesies menolerir ketersediaan resources dalam jumlah rendah (Grace, 1990).

Salah satu organisme pengganggu tanaman yang dapat menurunkan

produksi tanaman kedelai adalah gulma. Salah satu jenis gulma utama pada lahan

sawah yang dapat menurunkan produksi tanaman kedelai adalah gulma

Eleusine indica. Gulma jenis ini dapat menurunkan produksi tanaman kedelai

hingga 72%. Gulma ini memiliki daya adaptasi yang luas pada kondisi lingkungan

yang bervariasi (Gallinato dkk, 1999).

Ada tiga bentuk kompetisi yang terjadi di antara spesies, yaitu kompetisi

yang mengakibatkan hasil sesungguhnya dari masing-masing spesies dalam

pertanaman campuran lebih rendah dari hasil yang diharapkan (mutual inhibition),

kompetisi yang mengakibatkan hasil dari masing-masing spesies dalam

pertanaman campuran lebih besar dari hasil yang diharapkan (mutual


2

cooperation), dan kompetisi yang mengakibatkan hasil sesungguhnya lebih

rendah dari hasil yang diharapkan untuk suatu spesies, dan sebaliknya lebih tinggi

dari hasil yang diharapkan untuk spesies yang lain (compensation)

(Nasution, 2009).

Jenis-jenis kompetisi dikenal dengan 2 istilah yakni: Intra specific

competition ialah persaingan antar-species sama dalam lahan yang sama. Inter

spsecific competition ialah persaingan antar-species berbeda dalam lahan yang

sama. Gulma dan pertanaman yang diusahakan manusia adalah sama-sama

tumbuhan yang mempunyai kebutuhan yang serupa untuk pertumbuhan

normalnya. Kedua tumbuhan ini sama-sama membutuhkan cahaya, air, hara gas

CO2 dan gas lainnya, ruang, dan lain sebagainya (Budi dan Hajoeningtijas, 2009).

Derajat kompetisi tertinggi terjadi pada saat periode kritis pertumbuhan.

Hal tersebut disebabkan keberadaan gulma sangat berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman. Periode kritis ialah periode atau saat dimana

gulma dan tanaman budidaya berada dalam keadaan saling berkompetisi secara

aktif (Sandhi dan Guntoro, 2009).

Gulma merupakan salah satu diantara pembatas biologi yang penting pada

produksi kedelai di Indonesia. Kehilangan hasil akibat gulma bervariasi dari 28 –

54% pada tanaman jagung pindah tanam (transplanting) dan 28-89% pada

tanaman jagung tabur benih langsung (direct seeded). Gulma Eleusine indica

merupakan gulma dominan pada kedelai yang dapat menurunkan hasil produksi

tanaman kedelai hingga 72% (Islam dkk, 2003), memiliki daya adaptasi yang luas,

termasuk tumbuhan C4 yang efisien dalam fotosintesis dan memiliki tingkat

kompetisi yang tinggi (Islam et al., 2003).


3

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini ialah untuk mengetahui

kompetisi antara gulma Ageratum conizoides, Cyperus rotundus dan Eleusine

indica dan tanaman kedelai (Glycine max L. (Merr.)) dengan pendekatan

replacement series.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat

untuk dapat mengikuti praktikal tes di Laboratorium Ilmu Gulma Program Studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai

informasi bagi pihak yang membutuhkan.


4

TINJUAAN PUSTAKA

Botani Kedelai (Glycine max L. (Merr.))

Klasifikasi kedelai adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi:

Spermatophyta, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Fabales, Family: Fabaceae, Genus:

Glycine, dan Spesies: Glycine max (L.) Merrill. (Hasanah, 2016).

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar

tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada

akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang

mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari udara yang kemudian

dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Sitinjak, 2012).

Batang kedelai berasal dari poros janin sedangkan bagian atas poros

berakhir dengan epikotil yang amat pendek dan hypokotil merupakan bagian

batang kecambah.Bagian batang kecambah di bagian atas kotyledon adalah

epicotyl. Titik tumbuh epikotyl akan membentuk daun dan kuncup ketiak. Batang

dapat membentuk 3–6 cabang, berbentuk semak dengan tinggi 30–100 cm.

Pertumbuhan batang dibedakan atas tipe diterminate dan indeterminate

(Hasanah, 2016).

Terdapat empat tipe daun yang berbeda yaitu kotiledon atau daun biji,

daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana

berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang 1-

2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun

berikutnya daun bertiga (trifollit), namun adakalanya terbentuk daun berempat

atau daun berlima (Sitinjak, 2012).


5

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga

terdapat alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik).Bunga

berwarna ungu atau putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong.

Di Indonesia tanaman kedelai mulai berbunga pada umur 30–50 hari. Bunga

kedelai berada dalam berkas atau tandan. Berkas duduk bertangkai panjangnya 3

cm. Bagian yang mendukung bunga 0,5-2 cm, anak tangkai bunga sangat pendek.

Tinggi kelopak 5-7 mm, berambut panjang, bertaju 5; taju sempit dan runcing.

Mahkota berwarna putih atau lila, dan panjang bendera 6-7 mm. Benang sari

bendera lepas atau mudah lepas, yang lainnya melekat, dan bakal buah berambut

tipis dan rapat (Hasanah, 2016).

Banyaknya polong tergantung pada jenisnya. Ada jenis kedelai yang

menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun

berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Selain

itu, warna biji juga berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan

biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus

cahaya). Ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam atau

berbintik-bintik (Sitinjak, 2012).

Syarat Tumbuh

Iklim

Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20–25º C. Suhu 12–20º C

adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi

dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta

pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30º C,

fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Hasanah, 2016).


6

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis

dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok

bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung.

Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar

100-400 mm/bulan (Sitinjak, 2012).

Ketersediaan air merupakan faktor penting yang harus diperhatikan pada

saat penanaman kedelai. Masa pembungaan dan pengisian polong/biji merupakan

masa kritis tanaman kedelai terhadap kekurangan air. Cekaman kekeringan yang

terjadi selama pembungaan mengakibatkan penurunan jumlah bunga dan polong

muda. Apabila kekeringan berlanjut ke periode pembentukan dan pengisian

polong/biji dapat mengakibatkan hasil produksi menurun (Tobing, 2013).

Kedelai kebanyakan ditanam di daerah yang terletak kurang dari 400 m di

atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam di

daerah beriklim kering. Kedelai merupakan tanaman berhari pendek, yakni

apabila penyinaran terlalu lama melebihi 12 jam, tanaman tidak akan berbunga.

Hampir semua varietas tanaman kedelai berbunga dari umur 30–60 hari

(Hasanah, 2016).

Pertumbuhan kedelai juga sangat dipengaruhi oleh lama penyinaran.

Kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tempat yang mendapatkan penyinaran

penuh. Kedelai mengalami pertumbuhan yang kurang baik pada tempat teduh atau

kekurangan cahaya (Tobing, 2013).

Tanah

Kedelai sebenarnya bisa ditanam pada berbagai macam jenis tanah. Tetapi

yang paling baik adalah tanah yang cukup mengandung kapur dan memiliki
7

sistem drainase yang baik. Perlu diperhatikan, kedelai tidak tahan terhadap

genangan air (Hasanah, 2016).

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal darinase dan

aerase tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol,

grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah

yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang bagus.

Kecuali kalau diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang

cukup (Sitinjak, 2012).

Kedelai memerlukan tekstur tanah yang lempung berpasir agar dapat

tumbuh dengan baik. Tekstur dan struktur tanah dapat mempengaruhi jumlah

Rhizobium japonicum sehingga mempengaruhi fiksasi nitrogen. Tanah yang

mengandung terlalu banyak pasir dapat menurunkan jumlah Rhizobium

japonicum yang terdapat dalam bintil akar. Kedelai dapat tumbuh dengan baik

pada pH tanah antara 5,5-6,5 (Tobing, 2013).

Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai

agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan

liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung

bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung

cukup air tapi tidak sampai tergenang (Sitinjak, 2012).

Tanah yang baru pertama kali ditanam kedelai sebaiknya diberi bakteri

Rhizobium. Kedelai akan tumbuh dengan subur dan memuaskan jika ditanam

pada tanah yang mengandung kapur dan tanah bekas ditanami padi. Kedelai dapat

tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase dan aerasi tanahnya cukup baik.
8

Tanah–tanah yang cocok yaitu, alluvial, regosol, grumusol, latotosol, dan andosol

(Hasanah, 2016).

Periode Kritis

Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu dimana

tanaman sangat peka terhadap persaingan gulma. Keberadaan atau munculnya

gulma pada periode waktu tersebut dengan kepadatan tertentu yaitu tingkat

ambang kritis akan menyebabkan penurunan hasil secara nyata. Periode waktu

dimana tanaman peka terhadap persaingan dengan gulma dikenal sebagai periode

kritis tanaman. Periode kritis adalah periode maksimum dimana setelah periode

tersebut dilalui maka keberadaan gulma selanjutnya tidak terpengaruh terhadap

hasil akhir. Dalam periode kritis, adanya gulma yang tumbuh di sekitar tanaman

harus dikendalikan agar tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap

pertumbuhan dan hasil akhir tanaman tersebut.Gulma adalah tumbuhan yang

tumbuh pada suatu tempat yang pertumbuhannya tidak diinginkan, biasanya pada

tempat dimana tumbuhan lain diharapkan tumbuh (Tjitrosoedirjo dkk,1984).

Pertumbuhan gulma tidak dikehendaki dalam budidaya tanaman karena;

(1) Mengurangi produksi akibat bersaing dengan tanaman budidaya dalam

pengambilan unsur hara, air, cahaya dan ruang hidup; (2) Menurunkan mutu hasil

akibat kontaminasi dengan bagian-bagian gulma; (3) Mengeluarkan senyawa

allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman; (4) Menjadi inang bagi

hama dan patogen yang menyerang tanaman; dan (5) Mengganggu tata guna air

(Islam dan Karim, 2003).

Periode kritis adalah periode dimana tanaman pokok sangat peka atau

sensitif terhadap persaingan gulma, sehingga pada periode tersebut perlu


9

dilakukan pengendalian, dan jika tidak dilakukan maka hasil tanaman pokok akan

menurun. Pada umumnya persaingan gulma terhadap pertanaman terjadi dan

terparah pada saat 25 – 33 % pertama pada siklus hidupnya atau ¼ - 1/3 pertama

dari umur pertanaman. Persaingan gulma pada awal pertumbuhan tanaman akan

mengurangi kuantitas hasil panenan, sedangkan gangguan persaingan gulma

menjelang panen berpengaruh lebih besar terhadap kualitas hasil panenan. Waktu

pemunculan (emergence) gulma terhadap pertanaman merupakan faktor penting

di dalam persaingan. Gulma yang muncul atau berkecambah lebih dahulu atau

bersamaan dengan tanaman yang dikelola, berakibat besar terhadap pertumbuhan

dan hasil panenan. Sedangkan gulma yang berkecambah (2-4 minggu) setelah

pemunculan pertanaman sedikit pengaruhnya (Kastono, 2005).

Kompetisi

Kompetisi berasal dari kata competere yang berrati mencari atau mengejar

sesuatu yang secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari.

Persaingan (kompetisi) timbul dari tiga reaksi tanaman pada faktor fisik dan

pengaruh faktor yang dimodifikasikan pada pesaing-pesaingnya. Dua tanaman

meskipun tumbuh berdekatan, tidak akan saling bersaing bila bahan yang

diperebutkan jumlahnya berlebihan. Bila salah satu bahan tersebut berkurang

maka persaingan akan timbul, sehingga istilah persaingan menerangkan kejadian

yang menjurus pada hambatan pertumbuhan tanaman yang timbul dari asosiasi

lebih dari satu tanaman dan tumbuhan lain (Simamora, 2006).

Kompetisi ialah satu bentuk hubungan antar dua individu atau lebih yang

mempunyai pengaruh negatif bagi kedua pihak. Kompetisi dalam suatu komunitas
10

tanaman terjadi karena terbatasnya ketersediaan sarana tumbuh yang dibutuhkan

oleh tanaman untuk tumbuh normal (Simaremare, 2011).

Kompetisi antara gulma dan tanaman pada sistem produksi tanaman

budidaya berhubungan dengan ketersediaan saran tumbuh yang ada hanya terbatas

jumlahnya, seperti air, hara, cahaya CO2, dan ruang tumbuh. Faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kompetisi adalah jenis gulma, kerapatan gulam, waktu

kehadiran gulma, kultur teknis, alelokimia. Persentase penurunan produksi

tanaman akibat kehadiran gulma pada setiap jenis tanaman berbeda tergantung

pada jenis dan kerapatan gulma (Alvionita et al., 2016).

Kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman. Semakin dewasa

tanaman, maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan

mencapai klimaks kemudian akan menurun secara bertahap. Saat (periode)

tanaman peka terhadap kompetisi gulma disebut periode kritis. Di luar periode

tersebut gulma tidak menurunkan hasil tanaman sehingga boleh diabaikan

(Simaremare, 2011).

Jenis-jenis kompetisi dikenal dengan 2 istilah yakni: Intra specific

competition ialah persaingan antar-species sama dalam lahan yang sama. Inter

spsecific competition ialah persaingan antar-species berbeda dalam lahan yang

sama. Gulma dan pertanaman yang diusahakan manusia adalah sama-sama

tumbuhan yang mempunyai kebutuhan yang serupa untuk pertumbuhan

normalnya. Kedua tumbuhan ini sama-sama membutuhkan cahaya, air, hara gas

CO2 dan gas lainnya, ruang, dan lain sebagainya (Budi dan Hajoeningtijas, 2009).
11

Replacement Series

Kompetisi antar tanaman dan gulma atau sebaliknya dapa didekati dengan

menggunakan model. Replacement series (percobaan substitusi) telah digunakan

secara luas untuk menilai gangguan, diferensiasi niche, pemanfaatan sumber daya,

dan produktivitas dalam kultur campuran spesies sederhana. Perlakuan dari

replacement series menekankan pada total kepadatan (densitas) spesies.

Kelompok spesies yang berbeda ditumbuhkan pada suatu kultur campuran dengan

variasi jumlah individu dari masing-masing spesies dengan total kepadatan

tanaman atau jumlah tanaman setiap pot sama pada kultur campuran. Hasil

pengamatan tiap spesies dari diagram replacement (substitusi) cenderung

berkaitan dengan banyaknya tingkatan gangguan intra dan interspesifik

(Pranasari dkk, 2012).

Metode percobaan replacement series atau sering disebut metode seri

penggantian merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam kajian

kompetisi antara dua spesies yang hidup bersama. Metode disusun dengan

mengganti proporsi tanaman yang berkompetisi, tetapi total individu dalam satuan

luas lahan tetap (Peter dan Jolliffe, 2000).

Kemampuan tanaman bersaing dengan gulma ditentukan oleh spesies

gulma, kepadatan gulma, saat dan lama persaingan, cara budidaya dan varietas

tanaman serta tingkat kesuburan tanah. Bentuk persaingan yang terjadi antara

gulma Eleusine indica dan tanaman jagung (Oryza sativa L.) meliputi persaingan

untuk cahaya, nutrisi, air, kadar garam, CO2 , dan ruang tumbuh. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kompetisi gulma jenis Micania mucronata menyebabkan

penurunan hasil kelapa sawit sebesar 20% dan akibat persaingan dengan gulma
12

hasil tanaman kedelai bisa turun sampai 75% (Direktorat Bina Produksi Jagung

dan Polowijo, 1990). Sementara itu, kerugian yang ditimbulkan oleh gulma dari

seluruh tanaman budidaya di Amerika Serikat rata-rata tiap tahunnya mencapai $

7.989.201.000 (Sukman dan Yakup, 1991).


13

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilakukan di Rumah Alat Program studi Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

± 25 m dpl mulai Oktober 2017 sampai dengan November 2017.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah benih jagung

(Glycine max L. (Merr.)) dan biji gulma Ageratum conyzoides, Cyperus rotundus,

dan Eleusine indica sebagai objek percobaan, tanah dan pasir sebagai media

tanam, air untuk merendam benih dan biji gulma.

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah kotak sebagai

wadah media tanam, cangkul untuk mencampur media tanam, gembor untuk

menyiram tanaman, , timbangan analitik untuk mengukur berat segar tanaman

kedelai dan gulma, buku data untuk mencatat data, alat tulis untuk menulis data,

kamera untuk dokumentasi, plasstik bening sebagi wadah menyimpan hasil panen.

Metoda Percobaan

Percobaan dilakukan dengan metode replacement series yang disusun

dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan.

P1 : Intensitas Penyiangan

K0 : Kontrol

K1 : Penyiangan 2 MST

K2 : Penyiangan 3 MST

K3 : Penyiangan 4 MST

K4 : Disiang sampai panen


14

P2 : Jarak Tanam

K0 : 13,3 cm x 10 cm (3 kolom x 4 baris)

K1 : 6,6 cm x 10 cm (6 kolom x 4 baris)

K2 : 4,4, cm x 10 cm (9 kolom x 4 baris)

K3 : 3,3 cm x 10 cm (12 kolom x 4 baris)

K4 : 8 cm x 10 cm (kontrol)

P3 : Kerapatan Gulma

K0 : 0 gr biji gulma

K1 : 25 gr biji gulma

K2 : 50 gr biji gulma

K3 : 100 gr biji gulma

K4 : kontrol

Satuan percobaan berupa pot kotak kayu dengan ukuran 40cm x 40cm x 30cm

Jumlah ulangan/ percobaan :2

Jumlah percobaan :3

Jumlah bibit /kotak kayu : 100 bibit x 2 ulangan (percobaan 1)

140 bibit x 2 ulangan (percobaan 2)

100 bibit x 2 ulangan (percobaan 3)

Jumlah bibit seluruhnya : 680 bibit

Pengamatan Parameter:

1. Bobot segar akar tanaman

2. Bobot segar tajuk tanaman

3. Bobot segar akar gulma

4. Bobot segar tajuk gulma


15

PELAKSANAAN PERCOBAAN

Persiapan Benih

Benih terlebih dahulu diseleksi dengan cara merendam benih ke dalam air.

Benih yang tenggelam ialah benih yang baik dan benih yang terapung adalah

benih dengan persentase kecambah yang rendah. Biji gulma sebelumnya telah

dijemur dan direndam selama 48 jam.

Pembuatan Media Tanam

Tanah yang telah disiapkan dibersihkan dari sisa-sisa akar tanaman, sisa-

sisa batang, ranting, daun tanaman serta kotoran lainnya. Tanah yang telah bersih

dicampur dengan pasir (75:25) dan di masukkan kedalam kotak kayu 2/3 bagian.

Penanaman

Penanaman bibit kedelai didahulukan dengan penaburan biji gulma yang

telah direndam sebelumnya secara merata pada setengah media lalu ditimbun

kembali kemudian dilakukan pembuatan lubang tanam benih kedelai.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari tergantung

pada kelembaban permukaan media tanam dan ketinggian air di atas permukaan

tanah. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan menggunakan tangan pada saat gulma mulai

tumbuh di media tanam maupun di areal penanaman. Penyiangan didalam kotak

perlakuan hanya untuk percobaan 1 (intensitas penyiangan).


16

Pengamatan Parameter

Bobot Segar Tajuk Tanaman

Bobot segar tajuk tanaman dihitung setelah tanaman di panen dan

dipisahkan dari pangkal akar kemudian ditimbang menggunakan timbangan

analitik.

Bobot Segar Akar Tanaman

Bobot segar akar tanaman dihitung setelah tanaman di panen dan

dipisahkan dari bagian tajuk tanaman kemudian ditimbang menggunakan

timbangan analitik.

Bobot Segar Tajuk Gulma

Bobot segar tajuk gulma dihitung setelah gulma di panen dan dipisahkan

dari pangkal akar kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Bobot Segar Akar Gulma

Bobot segar akar gulma dihitung setelah gulma di panen dan dipisahkan

dari bagian tajuk tanaman kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.


17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Perlakuan: Waktu penyiangan

Rataan bobot akar dan tajuk kedelai dan Ageratum conyzoides dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan bobot akar dan tajuk (gr)

Bobot segar kedelai Bobot segar gulma Total


Perlakuan Total
Tajuk Akar Tajuk Akar
K0 (tidak
3,99 1,57 5,56 3,0 5,8 8,8
disiangi)
K1 (1-2 MST) 9,35 7,65 17 27,55 40,1 67,65
K2 (2-3 MST) 70,45 21,57 92,02 19,45 20,99 40,44
K3 (3-4 MST) 14,6 8,51 23,11 13,35 15,91 29,26
K4 (disiang
58,16 33,85 92,01 43,71 44,28 87,99
sampai panen)

Dari tabel diatas diperoleh bobot kedelai tertinggi terdapat pada K2 (2-3

MST) yaitu 92,02 gr dan terendah pada K0 (tidak disiangi) yaitu 5,56 gr. Bobot

gulma tertinggi terdapat pada K4 (disiang sampai panen) yaitu 87,99 gr dan

terendah pada K0 (tidak disiangi) yaitu 8,8 gr.

Perlakuan : Jarak Tanam

Rataan bobot akar dan tajuk kedelai dan Cyperus rotundus dapat dilihat

pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan bobot akar dan tajuk (gr)

Bobot segar kedelai Bobot segar gulma


Perlakuan Total Total
Tajuk Akar Tajuk Akar
K0 (3x4) 0 0 0 12,4 3 15,4
K1 (6x4) 3,8 7,9 11,7 0,8 0,6 1,4
K2 (9x4) 2,3 10,6 12,9 1 1,3 2,3
K3 (12x4) 36,6 12 48,6 0,6 0,4 1
Kontrol 0 0 0 10,5 4,5 15
18

Dari tabel diatas diperoleh bobot kedelai tertinggi terdapat pada K3 (12x4)

yaitu 48,6 gr dan terendah pada K0 (3x4) yaitu 0 gr. Bobot gulma tertinggi

terdapat pada K0 (3x4) yaitu 15,4 gr dan terendah pada K3 (12x4) yaitu 1 gr.

Perlakuan: Kerapatan Gulma

Rataan bobot akar dan tajuk kedelai dan Eleusine indica dapat dilihat pada

tabel 3.

Tabel 3. Rataan bobot akar dan tajuk (gr)

Bobot segar kedelai Bobot segar gulma


Perlakuan Total Total
Tajuk Akar Tajuk Akar
K0 (0 gr) 25,51 10,57 36,08 20,09 7,87 27,96
K1 (25 gr) 28,71 12,98 41,69 18,84 8,55 27,39
K2 (50 gr) 34,29 14,88 49,17 17,42 8,74 26,16
K3 (100gr) 47,57 17,59 65,16 15,67 6,16 21,83
Kontrol 51,03 19,33 70,36 10,53 4,58 15,11

Dari tabel diatas diperoleh bobot kedelai tertinggi terdapat pada kontrol

yaitu 70,36 gr dan terendah pada K0 (0 gr) yaitu 36,08 gr. Bobot gulma tertinggi

terdapat pada K0 (0 gr) yaitu 27,96 gr dan terendah pada kontrol yaitu 15,11 gr.

Pembahasan

Dari perlakuan waktu penyiangan diperoleh bobot kedelai tertinggi

terdapat pada K2 (2-3 MST) yaitu 92,02 gr dan terendah pada K0 (tidak disiangi)

yaitu 5,56 gr. Bobot gulma tertinggi terdapat pada K4 (disiang sampai panen)

yaitu 87,99 gr dan terendah pada K0 (tidak disiangi) yaitu 8,82 gr, hal ini

diakibatkan terjadi kompetisi antar spesies. Kompetisi ini terjadi karena

keterbatasan sarana tumbuh yang dibutuhkan tanaman. Hal ini sesuai dengan

literatur Hal ini sesuai dengan literatur Simaremare (2011) yang menyatakan

bahwa kompetisi ialah satu bentuk hubungan antar dua individu atau lebih yang

mempunyai pengaruh negatif bagi kedua pihak. Kompetisi dalam suatu komunitas
19

tanaman terjadi karena terbatasnya ketersediaan sarana tumbuh yang dibutuhkan

oleh tanaman untuk tumbuh normal.

Dari pelakuan jarak tanam diperoleh bobot kedelai tertinggi pada K3

(12x4) yaitu 48,6 gr dan terendah pada K0 (3x4) yaitu 0 gr. Bobot gulma tertinggi

pada K0 (3x4) yaitu 15,4 gr dan terendah pada K3 (12x4) yaitu 1 gr.. Hal ini

diakibatkan adanya kompetisi yang terjadi, semakin dewasa tanaman maka

kompetisi akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan literatur Simaremare (2011)

kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman. Semakin dewasa tanaman,

maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan mencapai

klimaks kemudian akan menurun secara bertahap.

Dari perlakuan kerapatan gulma diperoleh bobot kedelai tertinggi pada

perlakuan kontrol yaitu 70,36 gr dan terendah pada K0 (0 gr) yaitu 36,08 gr.

Bobot gulma tertinggi pada K0 (0 gr) yaitu 27,96 gr dan terendah pada kontrol

yaitu 15,11 gr. Hal ini disebabkan kedelai tidak mengalami kompetisi dengan

spesies lain dan kondisi lingkungan sesuai sehingga kedelai dapat tumbuh dengan

baik dibandingkan dengan perlakuan lain dimana kedelai mengalami kompetisi

dengan gulma Eleusine indica. Hal ini sesuai dengan literatur Budi dan

Hajoeningtijas (2009) yang menyatakan bahwa intra specific competition ialah

persaingan antar-species sama dalam lahan yang sama. inter spsecific competition

ialah persaingan antar-species berbeda dalam lahan yang sama. Apabila dua

tumbuhan tumbuh berdekatan, maka akan perakaran kedua tumbuhan itu akan

terjalin rapat satu sama lain dan tajuk kedua tumbuhan akan saling menaungi,

dengan akibat tumbuhan yang memiliki sistem perakaran yang lebih luas, lebih
20

dalam dan lebih besar volumenya serta lebih tinggi dan rimbun tajuknya akan

lebih menguasai (mendominasi) tumbuhan lainnya.

Dari semua perlakuan diperoleh bobot kedelai tertinggi terdapat pada

perlakuan waktu penyiangan yaitu 92,02 gr dan terendah yaitu 5,56 gr. Bobot

gulma tertinggi yaitu 87,99 gr dan terendah yaitu 8,82 gr. Hal ini membuktikan

bahwa penyiangan berpengaruh terhadap bobot kedelai. Semakin sering gulma

disiangi maka pertumbuhan tanaman akan semakin baik. Hal ini sesuai dengan

literatur Kastono (2005) yang menyatakan bahwa persaingan gulma pada awal

pertumbuhan tanaman akan mengurangi kuantitas hasil panenan, sedangkan

gangguan persaingan gulma menjelang panen berpengaruh lebih besar terhadap

kualitas hasil panenan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetisi adalah jenis gulma,

kerapatan gulma, waktu kehadiran gulma, kultur teknis dan alelopati. Hal ini

sesuai dengan literatur (Alvionita et al., 2016) yang menyatakan bahwa aktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat kompetisi adalah jenis gulma, kerapatan

gulam, waktu kehadiran gulma, kultur teknis, alelokimia. Persentase penurunan

produksi tanaman akibat kehadiran gulma pada setiap jenis tanaman berbeda

tergantung pada jenis dan kerapatan gulma.


21

KESIMPULAN

1. Pada perlakuan waktu penyiangan diperoleh bobot kedelai tertinggi pada K2

(2-3 MST) dan terendah pada K0 (tidak disiangi). Bobot gulma tertinggi pada

K4 (disiang sampai panen) dan terendah pada K0 (tidak disiangi).


2. Dari pelakuan jarak tanam diperoleh bobot kedelai tertinggi pada K3 (12x4)

dan terendah pada K0 (3x4). Bobot gulma tertinggi pada K0 (3x4) y dan

terendah pada K3 (12x4).


3. Dari perlakuan kerapatan gulma diperoleh bobot kedelai tertinggi pada

perlakuan kontrol dan terendah pada K0 (0 gr). Bobot gulma tertinggi pada

K0 (0 gr) dan terendah pada kontrol.


4. Dari semua perlakuan diperoleh bobot kedelai tertinggi dan terendah terdapat

pada perlakuan waktu penyiangan. Bobot gulma tertinggi dan terendah

terdapat pada perlakuan waktu penyiangan.


5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetisi adalah jenis gulma, kerapatan

gulma, waktu kehadiran gulma, kultur teknis dan alelopati.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, G.P dan Hajoeningtijas, O.D. 2009. Kemampuan Kompetisi Beberapa


Varietas Kedelai (Glycine max) Terhadap Gulma Alang-Alang (Imperata
cylindrica) Dan Cyperus rotundus (Cyperus rotundus). Jurnal Litbang
Provinsi Jawa Tengah 7(2). Jakarta.

Galinato, M.I., K. Moody dan C. M. Piggin. 1999. Upland Rice Weeds of South
and Southeast Asia. International Rice Research Institute. Los Banos. 155.

Hasanah, N. 2016. Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine Max L.


Merril) Dan Jagung Manis (Zea mays Saccharata Sturt.) Dengan Berbagai
Jarak Tanam Pada Sistem Tumpang Sari. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara, Medan.
22

Islam, F. Md., dan Karim, S.M. R. 2003. Effect of Population Density of Cyperus
rotundus and Echinochloa colona on Rice. Proceedings Nineteenth Asian-
Pacific Weed Science Society Conference. Weed Science Society of the
Philippines. Manila. Vol. 1:275-280.

Kastono, D. 2005. Kompetisi Tanaman Dengan Gulma. Laboratorium Manajemen


dan Produksi Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian Faperta UGM.
Yogyakarta.

Peter A. dan Jolliffe. 2000. The Replacement Series. Journal of Ecology Vol. 88,
No. 3 (2000) 371-385.

Pranasari, R.A; Nurhidayati, T dan Indah Purwani, K.I. 2012. Persaingan


Tanaman Jagung (Zea mays) dan Rumput Cyperus rotundus (Cyperus
rotundus) Pada Pengaruh Cekaman Garam (NaCl). Jurnal Sains Dan Seni
ITS 1(1). Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember ITS. Semarang.

Simaremare, F. S. Y. 2010. Periode Kritis Kompetisi Gulma Pada Dua Varietas


Jagung (Zea mays L.) Hibrida. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Sitinjak, E. N. 2012. Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max


(L.) Merril) Varietas Grobogan Dengan Pemberian Asam Askorbat Pada
Tanah Salin. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Sukman , Y dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya, Palembang:


Rajawali Press. Jakarta.

Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo dan J. Wiroatmojo, 1984. Pengelolaan Gulma di


Perkebunan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 210 p.

Tobing, H. O. 2013. Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Produktivitas


Kedelai (Glyicine max (L.) Merril.) Hasil Radiasi Ultraviolet. Skripsi.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara, Medan.

Yadianto. 2003. Bercocok tanam jagung. Percetakan M2S. Bandung. 84 hal.

Anda mungkin juga menyukai