refarat mata
Disusun Oleh :
Andrie Rachmat Yudiantara
Pembimbing :
dr. Delfi Sp.M
1
ABLASIO RETINA
I. Pendahuluan
Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan
lapisan ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan
jaringan uvea yang merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan
siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel
retina. Antara retina dan koroid terdapat rongga yang potensial yang bisa
mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal ini yang disebut sebagai
ablasio retina.1
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir,
yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun
ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan
struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan
yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan
persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.
Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui
akson sel ganglion menuju ke saraf optikus dan otak.2
II. Anatomi retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan,
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus
siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata
berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7
mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk
dengan membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina
dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang
2
subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus
dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat
sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini
berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid
dan sklera yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas
melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan
epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris
merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina.
Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri
dari satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel
silindris dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran
Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina,
yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung
jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin,
mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara
koroid dan retina.3, 4, 5
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor
tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat
makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.
Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut
mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang
disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga
warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut
berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut
responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
3
panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan
malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini
terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat
dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel
kerucut dan batang.2,4, 5
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut.3,6
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan
sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor .3,6
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan –
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .3,6
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion
(urutan kedua neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.3,6
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion
yang berjalan menuju ke nervus optikus.3,6
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan
memisahkan retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi
terminal dari serat yang Muller, dan pada dasarnya adalah
dasar membran.3,6
Gambar 1.
Lapisan retina dari luar ke dalam (3)
4
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada
kutub posterior. Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara
klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang
disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara
histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya
mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang
dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula
sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis
jelas – jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila
dilihat dengan oftalmoskop.2
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens.
Secara histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak
adanya lapisan – lapisan parenkim karena akson – akson sel fotorreceptor
(lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan
retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian
paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian
retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan
diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya
kosong potensial paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan
penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal
sekali.2
Gambar 2.
Anatomi makula (6)
5
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang
berada tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina
termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan
lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang dari arteri sentralis retinae
yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau
retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel
yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel
pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak
setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3
III. Definisi
Gambar 3.
Ablasio retina (4)
6
IV. Epidemiologi
7
Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain:
2,3
a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun
usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang
mempengaruhi.
b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2
c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena
seseorang mengalami miop.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada
seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke
anterior selama atau setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah
ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul
saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau
sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus.
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan
ablasio retina dalam kasus banyak.
g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis
pada pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina
terjadi, kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui
istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka.
h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice
degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and white-
without or occult pressure, acquired retinoschisis
Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan
penglihatan yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi
(floaters) akibat dari vitreous cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya
pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan akibat sensasi berkedip
cahaya karena iritasi retina oleh gerakan vitreous.1,3
8
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat
berbahaya karena dapat mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara
akut bila lepasnya retina mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan
funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan
pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna
merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi)
bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen didalam badan kaca. Pada
pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun.
Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler
glaucoma pada ablasi yang telah lama.1
Gambar 4.
Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear (7)
9
Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3
Gambar 5.
Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payu dara (6)
10
Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat
retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan pada tipe
Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina,
sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan
vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan
menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan
terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi ablasio retina traksi.1,2,3,6
Gambar 6.
Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati (6)
VI. Diagnosis
11
b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber
cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata
digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.3
c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya
sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas.
Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam
penglihatan yang berat.1,3,6
Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative
terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka
akan berkembang menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi
sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa
sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika kerusakannya sudah
parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba – tiba awan
gelap atau kerudung didepan mata.2,3
Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang
menyebakan teradi ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat
pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus
alienum inoukler, riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan
vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga
dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang
berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell
leukimia, eklamsia, dan prematuritas).1,2,3
2. Pemeriksaan oftalmoskopi
Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini
antar lain :
a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan
akibat terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau
badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan
akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat. 1,2,3
b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,3
12
c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk
mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop
indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami
ablasio tampak sebagai membran abu – abu merah muda yang
menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi
cairan pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi
retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas
dari dasarnya berwarna gelap, berkelok – kelok dan membengkok
di tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio telihat lipatan –
lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda
karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. 1,3,6
d. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.3
e. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai
khusus pada pasien media berkabut terutama dihadapan padat
katarak.3
VII. Penatalaksanaan
13
Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
1. Scleral buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi
robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya
dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon
atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung
posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe
atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel
pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan
pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut.
Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara
spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,6
Gambar 7.
Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah
drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi (10)
Gambar 8.
Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan
traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan (10)
14
2. Retinopeksi pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan
pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada
bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini
akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui
robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal
biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan
dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk
meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.3,6
Gambar 9.
Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert
disuntikan ke dalam rongga vitreus (10)
iii. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau
perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada
dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ingá cavum vitreous melalui
pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk
menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan –
perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-
teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu
kali operasi.3,6
15
VIII. Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan
sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan
makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data
yang ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan
fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga
atau setengah dari makula tersebut.6
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan
perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post
operasi sekitar 75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki
kemungkinan 50 %.3
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina
yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level
sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor
seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif,
dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan
dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General
ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199
3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition.
New Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2007. Hal. 470-464
5. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric
17