PENDAHULUAN
1.1 DEFINISI
Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana kanker (ganas) sel ditemukan dalam
jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Tumor hidung dan sinus
paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Di
Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganas hanya sekitar 1 % dari
keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Hidung
dan sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga yang dibatasi oleh
tulang-tulang wajah yang merupa¬kan daerah yang terlindung sehingga tumor yang
timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit
ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam
keadaan penyakit telah lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh
sinus. 1
Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat mereka sangat dekat dengan
struktur vital. Keganasan sinonasal dapat tumbuh dengan ukuran yang cukup dan
terapi agresif mungkin diperlukan di daerah dekat dasar tengkorak, orbit, saraf
kranial, dan pembuluh darah vital. Meskipun jarang, keganasan sinonasal merupakan
masalah yang cukup penting. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi
awal (misalnya, epistaksis sepihak, obstruksi hidung) meniru tanda-tanda dan gejala
kondisi umum tetapi kurang serius. Oleh karena itu, pasien dan dokter sering
mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari tumor dan mengobati tahap
awal keganasan sebagai gangguan sinonasal jinak. Anatomi rongga hidung dan sinus
paranasal menyebabkan tumor untuk timbul dalam stadium lanjut dan mempersulit
1
pengobatan mereka.Mereka berada berdekatan dengan struktur penting seperti dasar
tengkorak, orbit, saraf kranial, dan struktur vaskular penting.Morbiditas jelas dan
komplikasi yang terkait dengan bedah reseksi dari tumor tersebut dapat
multidisiplin. Secara optimal, ini termasuk kepala dan leher bedah oncologic,
1.2 EPIDEMIOLOGI
Keganasan sinonasal jarang terjadi. Mereka lebih umum di Asia dan Afrika daripada
di Amerika Serikat.Di bagian Asia, keganasan sinonasal adalah peringkat kedua yang
paling umum dan kanker leher karsinoma nasofaring belakang. Pria yang terkena 1,5
kali lebih sering dibandingkan wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang
berusia 45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus
maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15%
terjadi pada sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa neoplasma
Kejadian tahunan tumor hidung di Amerika Serikat diperkirakan kurang dari 1 dalam
100.000 orang per tahun. Tumor ini paling sering terjadi dalam putih, dan insiden
pada laki-laki adalah dua kali dari perempuan. Tumor epitel yang paling sering hadir
1.3 ANATOMI
2
Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum
nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. 2,3
Septum Nasi
Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium pada
bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi
septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis dan krista gali.
3. Os vomer
6. Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasalis os maksila dan os palatina.
3
Kolumela
Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh sekat
Pembuluh darah
merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari a,karotis eksterna). Septum nasi bagian
antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari a.maksilaris)
yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang dari a.fasialis)
Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini
disebut juga Little’s area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis. Arteri
karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis
anterior dan superior. Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian
posterior septum ke fleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena
fasialis. Pada superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika
Sinus Paranasal
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak di sekitar
nasal dan mempunyai hubungan dengan kavum nasi melalui ostiumnya. Terdapat
empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontalis, sfenoidalis, etmoidalis, dan
maksilaris. Sinus maksilaris dan etmoidalis mulai berkembang selama dalam masa
kehamilan. Sinus maksilaris berkembang secara cepat hingga usia tiga tahun dan
kemudian mulai lagi saat usia tujuh tahun hingga 18 tahun dan saat itu juga air-cell
4
ethmoid tumbuh dari tiga atau empat sel menjadi 10-15 sel per sisi hingga mencapai
Sinus maksilaris adalah sinus paranasal pertama yang mulai berkembang dalam janin
manusia. Sinus ini mulai berkembang pada dinding lateral nasal sekitar hari 65
kehamilan. Sinus ini perlahan membesar tetapi tidak tampak pada foto polos sampai
bayi berusia 4-5 bulan. Pertumbuhan dari sinus ini bifasik dengan periode pertama di
mulai pada usia tiga tahun dan tahap kedua di mulai lagi pada usia tujuh hingga 12
tahun. Selama tahap kedua ini, pneumatisasi meluas secara menyamping hingga
dinding lateral mata dan bagian inferior ke prosesus alveolaris bersamaan dengan
pertumbuhan gigi permanen. Perluasan lambat dari sinus maksilaris ini berlanjut
hingga umur 18 tahun dengan kapasitasnya pada orang dewasa rata-rata 14,75 ml.
Sel etmoid mulai berkembang dalam bulan ketiga pada proses perkembangan janin.
Sinus etmoidalis anterior merupakan evaginasi dari dinding lateral nasal dan
5
pada bulan keempat kehamilan. Saat dilahirkan sel ini diisi oleh cairan sehingga sukar
untuk dilihat dengan rontgen. Saat usia satu tahun sinus etmoidalis baru bisa dideteksi
melalui foto polos dan setelah itu membesar dengan cepat hingga usia 12 tahun. Sinus
etmoidalis anterior dan posterior ini dibatasi oleh lamina basalis. Jumlah sel berkisar
4-17 sel pada sisi masing-masing dengan total volume rata-rata 14-15 ml. Sinus
Kennedy, diseksi sel-sel etmoid anterior dan posterior harus dilakukan dengan hati-
hati karena terdapat dua daerah rawan. Daerah pertama adalah daerah arteri etmoid
anterior yang merupakan cabang arteri oftalmika, terdapat di atap sinus etmoidalis
dan membentuk batas posterior resesus frontal. Arteri ini berada pada dinding
koronal yang sama dengan dinding anterior bula etmoid. Daerah yang kedua adalah
variasi anatomi yang disebut dengan sel onodi. Sel onodi adalah sel udara etmoid
dinding depan sinus sfenoidalis dan melingkari nervus optikus dan dapat dikira
satu perluasan ke arah atas dari sel etmoidal anterosuperior. Sinus frontalis jarang
tampak pada pemeriksaan foto polos sebelum umur lima atau enam tahun setelah itu
perlahan tumbuh, total volume 6-7 ml. Pneumatisasi sinus frontalis mengalami
kegagalan pengembangan pada salah satu sisi sekitar 4-15% populasi. Sinus frontalis
Sinus sfenoidalis mulai tumbuh sepanjang bulan keempat masa kehamilan yang
merupakan evaginasi mukosa dari bagian superoposterior kavum nasi. Sinus ini
6
berupa suara takikan kecil di dalam os sfenoid sampai umur tiga tahun ketika mulai
pneumatisasi lebih lanjut, Pertumbuhan cepat untuk mencapai tingkat sella tursika
pada umur tujuh tahun dan menjadi ukuran orang dewasa setelah umur 18 tahun, total
volume 7,5 ml. Sinus sfenoidalis mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior
bersama dengan etmoid posterior. Mukosa sinus terdiri dari ciliated pseudostratified,
columnar epithelial cell, sel Goblet, dan kelenjar submukosa menghasilkan suatu
selaput lendir bersifat melindungi. Selaput lendir mukosa ini akan menjerat bakteri
dan bahan berbahaya yang dibawa oleh silia, kemudian mengeluarkannya melalui
1.4 ETIOLOGI
Eksposur kepada asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, dan penyamakan kulit
sinonasal. Eksposur khusus, kayu debu dan penyamakan kulit baik berhubungan
Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras,
merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal.
Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang
berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak
pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Paparan terhadap
faktor penyebab dalam pengembangan tumor sinus paranasal. Namun, agen virus,
penyebab. 3
1.5 PATOFISIOLOGI
KARSINOGEN
CARSINOMA
: SINONASAL
klasifikasi tumor
1. Tumor Jinak
Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip dengan
polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama
eksofitik atau fungiform dan yang kedua endofitik disebut papiloma inverted.
Papiloma inverted ini bersifat sangat invasive, dapat merusak jaringan sekitarnya.
Tumor ini sangat cenderung untuk residif dan dapat berubah menjadi ganas. Lebih
sering dijumpai pada anak laki-laki usia tua. Terapi adalah bedah radikal misalnya
mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus paranasal dan
9
2. Tumor Ganas
Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul oleh
karsinoma yang berdeferensiasi dan tumor kelenjar. Sinus maksila adalah yang
tersering terkena (65-80%), disusul sinus etmoid (15-25%), hidung sendiri (24%),
Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus
sangat miskin dengan system limfa kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan
lunak hidung dan pipi yang kaya akan system limfatik.Metastasis jauh juga jarang
ditemukan (kurang dari 10%) dan organ yang sering terkena metastasis jauh adalah
Invasi Sekunder
a. Pituitary adenomas
b. Chordomas
neoplasma skeleton kraniofasial jinak dan ganas, tumor orbita dan apparatus lakrimal)
.1
Klasifikasi histologi tumor ganas di daerah hidung dan sinus paranasal menurut
WHO:
Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal dari
epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan non
10
keratinizing.Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama ditemukan di dalam sinus
maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus
sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%).Simtom berupa rasa penuh atau hidung
tersumbat, epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan pada hidung, pipi atau
palatum, luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum nasi,
pada kasus lanjut dapat terjadi proptosis, diplopia atau lakrimasi. Pemeriksaan
radiologis, CT scan atau MRI didapatkan perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan
berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa
Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosa
lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk
massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan
tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai
Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang
menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai
dengan diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai
11
skuamosa, dan harus dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma
neuroendokrin. 3
Undifferentiated Carcinoma
yang cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan
trabekular, pola seperti lembaran, pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran
sedang hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik
dan hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan
ganas lainnya. 3
Limfoma Maligna
Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural killer
primer dapat juga berasal dari sel B dan T. Limfoma pada nasal jarang ditemukan di
dengan infiltrat limfomatosa difus yang meluas ke mukosa nasal dan sinus paranasal,
dengan pemisahan yang luas dan destruksi mukosa kelenjar sehingga memperlihatkan
clear cell change. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu ditemukan.
12
Dinding pembuluh darah sering ditemukan angiosentrik, angiodestruksi dan deposit
fibrinoid. Sel-sel limfoma ukurannya bervariasi mulai dari kecil, medium hingga
berukuran besar. Sel-sel memiliki sitoplasma pucat dan granul azurofilik pada
berdiferensiasi baik. 3
Adenokarsinoma
keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan
neoplasma agresif lokal, sering ditemukan pada laki-laki dengan usia antara 40 hingga
70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari minor dari traktus
aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan pada sinus maksilaris dan etmoid.
Simtom primer berupa hidung tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan deformasi
menunjukkan tiga pola pertumbuhan yaitu sessile, papilari dan alveolar mucoid.
tulang di sekitarnya dan jarang bermetastasis . Prognosis jelek dan biasanya penderita
Melanoma Maligna
Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
pria dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin. Secara makroskopik,
13
massa polipoid berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-biruan pada 45% kasus. Di
dalam kavum nasi, lokasi yang sering ditemukan melanoma maligna ini adalah daerah
posterior septum nasal diikuti dengan turbinate medial dan inferior. Tumor
menyebar melalui aliran darah atau limfatik. Metastasis nodul servikal dapat
T : Tumor.
T—1 :
T—2 :
T—3 :
a. Invasi ke m. pterigoid.
b. Invasi ke orbita
T—4 :
lateral.
14
d. Invasi ke lamina pterigoid.
M : Metastasis.
Berdasarkan TNM ini dapat ditentukan stadium yaitu stadium dini (stadium 1 dan 2),
stadium lanjut (stadium 3 dan 4). Lebih dari 90 % pasien datang dalam stadium lanjut
dan sulit menentukan asal tumor primernya karena hampir seluruh hidung dan sinus
Stadium :
Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIB T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N2 M0
Stadium IV a T4 N0,N1,N2 M0
15
Stadium IV b Semua T N3 M0
BAB II
DIAGNOSA
Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam
sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, sehingga
mendesak atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut,
16
Gejala nasal. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya
sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak
tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya
Gejala orbital. Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, protosis
Gejala oral. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di
palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien megeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau
gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi
Gejala fasial. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi. Disertai
oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang
keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak
lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya
muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi nervus
Saat pasien datang ke dokter, biasanya tumor sudah dalam fase lanjut. Hal ini
mungkin disebabkan karena diagnosis yang terlambat yang dikarenakan gejala dini
nya mirip dengan rinitis atau sinusitis sehingga sering kali diabaikan oleh pasien atau
17
2.2 PEMERIKSAAN FISIK
asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring
melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda
tumor jinak sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah
merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial
stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini
Radiologic Imaging
destruksi tulang, meskipun demikian pada beberpa kasus dapat menunjukkan keadaan
normal. 1,3
18
Screening computed tomography (CT) scan lebih akurat daripada plain film untuk
menilai struktur tulang sinus paranasal dan lebih murah daripada plain film. Pasien
beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat,
dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras atau magnetic resonance imaging
traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk
membedakan sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion,
plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI image
terdepan untuk mengevaluai foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale dan optic
rendah yang normal dari Meckel cave signal berintensitas tinggi dari lemak di dalam
pterygopalatine fossa oleh signal tumor yang mirip dengan otak. 1,3
Positron emission tomography (PET) sering digunakan untuk keganasan kepala dan
leher untuk staging dan surveillance. Kombinasi PET/CT scan ditambah dengan
tumor. Meskipun PET ini banyak membantu dalam menilai keganasan kepala dan
leher tetapi sangat sedikit kegunaannya untuk menilai keganasan pada nasal dan sinus
paranasal. 1,3
19
Angiography dengan carotid-flow study digunakan untuk penderita yang akan
menjalani operasi dengan tumor yang telah mengelilingi arteri karotid. Tes balloon
atau trnascranial Doppler, dianjurkan apabila diduga terjadi resiko infark otak
iskemik jika areteri karotid internal dikorbankan. Tes ini tidak dapat memprediksi
CT scan dada dan abdomen direkomendasikan untuk pasien dengan tumor yang
dilakukan. Lumbar dan brain puncture serta spine imaging direkomendasikan jika
2.4 DIAGNOSIS
di rongga hidung atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera dilakukan.
Biopsi tumor sinus maksila, dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui
Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya angofibroma, jangan lakukan biopsi karena
akan sangat sulit menghentikan perdarahan yang terjadi. Diagnosis adalah dengan
angiografi.
2.5 PENATALAKSANAAN
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis
20
keseluruhan pasien, kelas, dan stadium penyakit. Biasanya, bagaimanapun, tim
pengobatan meliputi:
Jika operasi yang luas diperlukan, ahli bedah plastik dan rekonstruksi juga dapat
atau sinus paranasal pada setiap tahap penyakit ini. Juga, beberapa diseksi kelenjar
pada tahap I dan penyakit II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap
penyakit.Pada tahap awal kanker sinus paranasal, radioterapi dianggap sebagai terapi
penetrasi sinar untuk menghancurkan sel-sel kanker di zona diobati. Terapi radiasi
juga digunakan untuk paliatif (kontrol gejala) pada pasien dengan kanker tingkat
lanjut. Teleterapi (radiasi eksternal) diberikan melalui mesin remote dari tubuh
radioaktif ke dalam jaringan kanker. Pasien mungkin atau mungkin tidak memerlukan
kedua jenis radiasi. Radioterapi biasanya memakan waktu hanya lima sampai sepuluh
21
menit per hari, lima hari seminggu selama sekitar enam minggu, tergantung pada jenis
terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh
tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan, yang disebut
kemoterapi, diberikan dalam siklus (setiap obat atau kombinasi obat-obatan biasanya
diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Kemoterapi juga dapat digunakan dalam
Pada garis depan penelitian kanker kepala dan leher, biologi molekuler dan terapi gen
tumor) di kepala dan kanker leher juga maju dengan cepat.Percobaan terapi gen,
masih dalam tahap awal pada 2001, juga memperkenalkan bahan genetik untuk
2.5 PROGNOSIS
Tingkat ketahanan hidup bagi pasien dengan rata-rata kanker sinus maksilaris
sekitar 40% selama 5 tahun. Tahap awal tumor memiliki angka kesembuhan hingga
80%. Pasien dengan tumor dioperasi diobati dengan radiasi memiliki tingkat
kelangsungan hidup kurang dari 20%. Tingkat ketahanan hidup untuk tumor ethmoid
2.6 KOMPLIKASI
22
Komplikasi mengobati keganasan sinus berhubungan dengan pembedahan dan
Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi jika kontrol dari kapal besar yang terlupakan. Masalah ini
dapat terjadi jika arteri pada awalnya di vasospasme dan jika tidak ada perdarahan
aktif dicatat sampai setelah operasi. Arteri ethmoid dan sphenopalatina anterior dan
posterior dapat dibakar, dipotong, atau diikat untuk mencegah atau mengendalikan
CSF kebocoran
Selama operasi, kebocoran LCS dapat terjadi dekat dasar tengkorak. Manajemen yang
tepat dimulai dengan identifikasi.Gejala mungkin termasuk Rhinorrhea jelas, rasa asin
di mulut, tanda halo, atau tanda reservoir. Setelah mencatat, identifikasi kebocoran
dapat dibuat endoskopi atau dengan injeksi intratekal dari fluorecin. Tes, seperti tes
untuk tau atau beta transferin, mungkin yang paling spesifik, tapi mungkin butuh
Manajemen konservatif dengan istirahat dan menguras lumbal dapat digunakan untuk
5 hari pertama di samping penempatan pada antibiotik. Jika resolusi tidak terjadi,
intervensi bedah harus digunakan, termasuk menambal dengan allograft kulit, tulang
turbinate, dan mukosa hidung. Flaps mukosa dapat dinaikkan dan digunakan untuk
23
memungkinkan cangkok dan teknik penyegelan untuk memperkuat dan
mengintegrasikan. 3
Epiphora
Epiphora adalah komplikasi umum dari operasi yang disebabkan oleh obstruksi pada
saluran keluar lacrimalis. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan pada puncta
lakrimal jika terkoyak atau rusak dalam operasi untuk mencegah obstruksi.Tindak
Diplopia
Diplopia adalah komplikasi yang dikenal dalam setiap operasi yang melibatkan
kerucut orbital. Perbaikan yang tepat dari lantai orbital adalah kunci untuk mencegah
komplikasi ini, tetapi dalam beberapa kasus itu tidak dapat dihindari bahkan dengan
teliti rekonstruksi. Dalam kasus diplopia, lensa prisma biasanya metode yang paling
sederhana untuk koreksi, sebagai koreksi bedah dengan oftalmologi dapat rumit oleh
Rekonstruksi
Dalam kasus yang ideal, rekonstruksi mempertahankan bentuk dan fungsi. Sebuah
flap rektus bebas atau jaringan lain yang jauh mungkin diperlukan untuk melindungi
struktur vital, atau prostetik wajah dapat digunakan. Prostesis wajah dapat ditawarkan
untuk meningkatkan hasil kosmetik, tetapi pemeliharaan teliti dari prostesis oleh tim
24
Pengrusakan wajah adalah salah satu keprihatinan pasien yang paling penting dan
dapat menyebabkan stres sosial dan psikologis yang cukup besar. Hasil ini harus
BAB III
PENUTUP
Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana kanker (ganas) sel ditemukan dalam
jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Pria yang terkena 1,5 kali lebih
sering dibandingkan wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85
tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-
30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel
udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal
dan sphenoid.
25
Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras,
merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal.
Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang
berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak
pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Paparan terhadap
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis
pengobatan meliputi:
Tingkat ketahanan hidup bagi pasien dengan rata-rata kanker sinus maksilaris sekitar
40% selama 5 tahun. Tahap awal tumor memiliki angka kesembuhan hingga
80%. Pasien dengan tumor dioperasi diobati dengan radiasi memiliki tingkat
kelangsungan hidup kurang dari 20%. Tingkat ketahanan hidup untuk tumor ethmoid
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad efiaty dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
2. L . Adams, George, MD et all. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6, Jakarta :
3. Tumor Sinonasal
27
5. L Smith, Stacey et all, Sinonasal Teratocarcinosarcoma of the Head and Neck arch
Sinonasal Adenocarcinoma
28