Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian


dunia bagi anak balitaData ini didukung oleh UNICEF dan WHO yang
menggambarkan bahwa tiga penyebab utama kematian anak balita
disebabkan oleh pneumonia (19%), diare (17%), dan kelahiran prematur serta
infeksi berat neonatus terutama pneumonia atau sepsis yang masingmasing
10%.2 Penyebab utama pneumonia adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, dan Staphylococcus aureus.

Setiap tahun lebih dari 95% kasus baru Pneumonia terjadi di negara
berkembang, lebih dari 50% kasus Pneumonia berada di Asia Tenggara dan
Sub- Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa ¾ kasus Pneumonia pada balita
di seluruh dunia berada di 15 negara. Berdasarkan data WHO, pada tahun
2008 terdapat 8,8 juta kematian anak di dunia, dari jumlah kematian anak
tersebut 1,6 juta kematian anak disebabkan oleh Pneumonia. Kasus
pneumonia di Indonesia mencapai 6 juta jiwa sehingga Indonesia berada di
peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia (WHO, 2008).

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013


menunjukkan bahwa Pneumonia merupakan penyebab utama kematian bayi
(0 - 11 bulan) sebesar 23,80% dan sebagai penyebab kedua kematian balita (1
– 4 tahun) yaitu 15,50% menempati urutan kedua setelah diare dari 10 besar
kematian. Rata-rata setiap 83 balita meninggal setiap hari akibat Pneumonia.
Hal ini menunjukkan bahwa Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap tingginya
angka kematian balita di Indonesia (Riskesdas RI, 2013).

Survei Demokrasi Kesehatan Indonesia (SDKI) melaporkan bahwa


prevalensi Pneumonia balita Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002
menjadi 11,2% pada tahun 2007. Namun mengalami penurunan sebesar 4,5%
pada tahun 2013 (Said, 2010).

Merujuk data KEMENKES (2015) di Indonesia kematian akibat


pneumonia pada balita tahun 2014 mencapai 496 kasus dengan jumlah
penderita sebanyak 657.490 kasus. Sementara di Kaltim kasus pneumonia
pada balita tahun 2014 mencapai 22.639 kasus dengan angka prevalensi
sebesar2,75%(Kemenkes, 2015).

Pneumonia merupakan penyakit peradangan parenkim paru yang ditandai


dengan adanya demam tinggi, menggigil, sesak napas, napas cepat, batuk dan
tarikan dinding dada ke dalam (WHO,2008). Anak dengan pneumonia
mengalami sukar bernapas hal ini disebabkan karena adanya akumulasi cairan
atau pus pada alveoli, selain itu anak yang mengalami pneumonia juga
mengalami penurunan kemampuan paru- paru untuk mengembang sehingga
anak mengalami napas cepat. Jika kondisi pneumonia bertambah parah hal ini
dapat mengakibatkan anak mengalami kekakuan paru dan tarikan dinding
dada ke dalam. Pneumonia juga dapat menyebabkan kematian pada anak
akibat adanya kondisi hipoksia (Kemenkes, 2012).

Data UNICEF (2013) menyebutkan pemberian ASI eksklusif yang


merupakan tindakan pencegahan terjadinya pneumonia, pelaksanaannya
ternyata masih rendah di masyarakat yaitu berkisar 39%, sementara balita
dengan pneumonia yang mendapatkan pengobatan tepat sebesar 60% dan
balita dengan pneumonia yang mendapatkan terapi antibiotik sebesar 31%.
Merujuk pada data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (2013) cakupan pelayanan kesehatan untuk balita masih belum
mencapai target rencana strategis yaitu sebesar 70,12 % dengan target sebesar
83%, sementara di Provinsi Jabar besar cakupannya hanya 45,36%.
Kunjungan anak ke pusat pelayanan kesehatan yang tersering yaitu ke
Puskesmas sebesar 36,90% oleh sebab itu, maka pelayanan di tingkat
Puskesmas pun juga harus ditingkatkan agar dapat mencegahadanya
komplikasi atau bahkan kematian pada anak.
Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas
cepat,penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan
padaorang dewasa, dan pada orang usia lanjut. Pneumonia adalah proses
infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya
Pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada
bronkus (biasa disebut broncho Pneumonia) (Dinkes RI, 2009).

Batuk pilek merupakan penyakit yang umumnya terjadi pada anak-anak


terutama pada balita. Batuk pilek yang menjadi masalah ialah batuk pilek
yang disertai dengan nafas yang cepat atau sesak, karena menunjukkan
adanya gejala peradangan pada paru. Jika sudah menyerang bagian paru
berarti sudah masuk ke tahap serius dan harus benar-benar diobati karena
dapat menimbulkan kematian. Keadaan seperti inilah yang disebut sebagai
Pneumonia (Machmud, 2006).

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang serius
dan merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
yang paling banyak meyebabkan kematian pada balita. Pneumonia
menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia dan 30% dari
seluruh kematian yang terjadi (Machmud, 2006).

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan


gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50
kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan
berkurang)(Riskesdas, 2013).

Provinsi Jawa Barat kejadian pneumonia balita masih tergolong tinggi,


kasus pneumonia balita berada diurutan pertama daftar kejadian masalah yang
ada

di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi pada


tahun 2011 kejadian pneumonia balita sebanyak 4.897, tahun 2012
mengalami penurunan hingga menjadi 4.646 kasus. Tahun 2013 menjadi
4.582 kasus, hingga tahun 2014 juga mengalami penurunan yang signifikan
hingga menjadikan angka 4.295 kasus, sedangakan ditahun 2015 menjadi
4.420 kasus. Cakupan penemuan penderita pneumonia yang berobat ke
puskesmas ditahun 2014 sebesar 57% mengalami peningkatan ditahun
sebelumnya yaitu sebesar 26% pada tahun 2013 sedangkan di tahun 2012
hanya sebesar 25% (Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2014).

Puskesmas Kota Cianjur merupakan salah satu tempat yang banya


ditemukan kejadian pneumonia. Berdasarkan survei pendahuluan di
Puskesmas Kota Cianjur dari tahun ketahun kejadian pneumonia terus
meningkat. Pada tahun 2013 penemuan penderita pneumonia yang ditangani
sejumlah 326 balita, tahun 2014 sebanyak 366 balita, tahun 2015 kasus
pneumonia menjadi 428 balita, dan hingga bulan mei 2016 sudah terdapat
186 balita.

MTBS adalah suatu bentuk pengelolaan balita yang mengalami sakit


dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan serta kualitas pelayanan
kesehatan anak. Penerapan pendekatan MTBS selain untuk menangani
masalah pneumonia, juga ditujukan untuk mengelola penyakit lain terutama
penyakit yang merupakan penyebab kematian anak umur <5 tahun, yaitu:
diare, malaria, pneumonia, campak, dan gizi buruk. Bentuk pengelolaan balita
sakit ini dapat dilakukan pada pelayanan kesehatan dasar, seperti: unit rawat
jalan, puskesmas, puskesmas pembantu (pustu), dan pondok bersalin desa
(polindes), dengan tujuan agar semua masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan yang lebih baik (Mann, 2011).

MTBS dalam pelaksanaannya ditentukan oleh sumber daya manusia


(petugas puskesmas/ pelaksana program), tatalaksana pelayanan, dan sarana
pendukung. Sampai saat ini pelaksanaan MTBS masih perlu dikembangkan
secara bertahap dan berkelanjutan agar jaminan pelayanan MTBS berkualitas
dan mencakup sasaran yang luas (Depkes RI,2006).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah gambaran hubungan tingkat pengetahuan tenaga
kesehatan mengenai MTBS batuk terhadap penerapan tata laksana
MTBS batuk di Puskesmas Kota Cianjur?
1.2.2 Bagaimanakah gambaran hubungan tingkat pengetahuan tenaga
kesehatan mengenai MTBS batuk terhadap penerapan tata laksana
MTBS batuk di Puskesmas Kabupaten Cianjur?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Primer
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan tenaga kesehatan mengenai MTBS batuk terhadap
penerapan tata laksana batuk menurut MTBS di Puskesmas Kota
Cianjur.
1.3.2 Tujuan Sekunder
Tujuan sekunder dari penelitian ini adalah :
1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat pengetahuan tenaga kesehatan
mengenai MTBS batuk.
1.3.2.2 Mengidentifikasi penerapan tata laksana batuk menurut MTBS
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
1.3.2.3 Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan tenaga
kesehatan mengenai MTBS batuk terhadap penerapan tata
laksana batuk menurut MTBS
1.3.2.4 Mengidentifikasi hubungan antara karakteristik tenaga
kesehatan terhadap penerapan tata laksana batuk menurut MTBS
1.3.2.5 Mengidentifikasi hubungan antara karakteristik tenaga
kesehatan terhadap tingkat pengetahuan mengenai MTBS batuk
1.3.2.6 Mengidentifikasi hubungan antara karakteristik responden dan
tingkat pengetahuan responden mengenai MTBS batuk terhadap
penerapan tata laksana batuk menurut MTBS.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi tenaga kesehatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran terkait
penerapan MTBS batuk di Puskesmas Kota Cianjur.
1.4.2 Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai masukan bagi
Puskesmas dalam meningkatkan pelayanan pada anak dengan
pendekatan MTBS sehingga dapat membantu mengatasi masalah
pneumonia pada balita
1.4.3 Bagi keilmuan
Penelitian ini dapat menjadi evidence based practice dalam
ilmu keperawatan sehingga menjadi landasan ilmu bagi profesi
keperawatan dalam mengembangkan praktik ilmu keperawatan anak
dalam mengatasi masalah batuk pada balita.

Anda mungkin juga menyukai