Anda di halaman 1dari 25

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2007).
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi.
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal
budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang
mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan
pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut
(Taufik,2009).
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu.Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
indera penglihatan, indera rasa, indera raba, indera pendengaran dan
indera penciuman.

b. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan mencakup di tingkatan
yaitu ;
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu terhadap
apa yang telah depelajari antara lain dengan menyebutkan,
menguraikan, dan mendefinisikan.
2) Memahami (Comprehension)
10

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan


secara benar objek yang diketahui.Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, mengumpulkan, meramalkan terhadap objek yang
dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.Dalam
aplikasi ini diaplikasikan penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen yang masih ada
didalam suatu struktur organisasi yang berkaitan satu sama lain.
Analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti
membedakan, memisahkan, atau mengelompokkan.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penelitian teradap suatu materi atau objek.Penelitian ini didasarkan
pada kriteria-kriteria yang telah ada.

c. Cara memperoleh pengetahuan


Terdapat dua cara memperoleh kebenaran pengetahuan, yaitu:
1) Cara tradisional atau non ilmiah
a) Cara coba salah (Trial & Error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah bila kemungkinan tersebut tidak berhasil
maka di coba kemungkinan lain, demikian seterusnya hingga
masalah terpecahkan (Notoatmodjo, 2007)
b) Cara kekuasaan atau otoritas
11

Menurut cara ini pengetahuan diperoleh melalui pimpinan-


pimpinan masyarakat baik formal maupun informal, ahli
agama, pemegang pemerintah dan sebagainya. Dengan kata
lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas
atau kekuasaan baik tradisi otoritas pemerintah, otoritas
pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan. Pendapat
tersebut di terima tanpa di buktikan terlebih dahulu
kebenarannya karna dianggap bahwa apa yang dikemukakan
oleh pemegang kekuasaan sudah benar. (Notoatmodjo, 2007).
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Bila
dengan cara tersebut bisa memecahkan masalah lain yang
sama. Namun bila ia tidak akan mengulangi dan mencari cara
lain untuk memecahkan masalah (Notoatmodjo,2007).
d) Melalui jalan pikiran
Manusia menggunakan jalan pikiran untuk memperoleh
pengetahuannya baik melalui induksi maupun deduksi. Ada
dasarnya induksi dan deduksi merupakan cara melahirkan
pemikiran secara langsung melalui pernyataan-pernyataan
yang di kemukakan kemudian dicari hubungannya sehingga
dapat dibuat suatu kesimpulan. Bila proses pembuatan
kesimpulan itu melalui pernyataan khusus ke yang umum
disebut induksi dan bila pembuatan kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan umum ke yang khusus disebut deduksi
(Notoatmodjo 2007).
2) Cara modern memperoleh pengetahuan
Cara baru atau cara modern dalam memperoleh pengetahuan yang
sistematis logis dan ilmiah cara ini disebut metode penelitian
ilmiah.
Kriteria metode terdiri dari :
a) Berdasarkan fakta
12

Informasi-informasi atau keterangan-keterangan yang akan


diperoleh penelitian baik yang akan diumpulkan maupun
analisis hendaknya berdasarkan fakta-fakta atau kenyataan-
kenyataan bukan berdasarkan pemikira sendiri atau dugaan.
b) Bebas dan prasangka
Penggunaan fakta atau metode ilmiah hendaknya berdasarkan
bukti yang lengkap dan objektif bebas dari pertimbangan-
pertimbangan subjektif.
c) Menggunakan prinsip analisis
Fakta atau data yang diperoleh melalui penggunaan metode
ilmiah tidak hanya apa adanya. Fakta serta kejadian-kejadian
tersebut harus dicari sebab akibatnya atau alasan-alasannya
dengan menggunakan prinsip analisis.
d) Menggunakan hipotesis
Hipotesis atau dugaan sementara diperlukan untuk memandu
jalan pikiran kearah tujuan yang akan dicapai.
e) Menggunakan ukuran objektif
Pelaksanaan penelitian atau pengumpulan data harus
menggunakan ukuran-ukuran yang objektif.Ukuran tidak boleh
dinyatakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan subjektif
(pribadi).
d. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan didalam dan di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses balajar, makin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media masa. Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan tinggi, maka
orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun
perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak
berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.Peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh pada pendidikan non
13

formal.Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga


mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negative. Kedua
aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap sesorang
terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek
yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap
obyek tersebut (Taufik, 2009).
2) Umur
Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan
lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan social serta
lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya
akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.
Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan
verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini
(Taufik, 2009).
3) Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal non formal
dapat memberikan pengaruh jangka (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya
teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat
mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentan inovasi baru.
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televise, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaam
orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,
media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang
dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Taufik, 2009)
4) Pengalaman
14

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk


memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan
professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan menifestasi dai keterpaduan menalar secara ilmiah dan
etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya
(Taufik, 2009).

2. Konsep Keluarga
a. Pengertian
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing – masing yang merupakan bagian dari
keluarga (Friedman, 1998).
Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama,
sehingga mempunyai ikatan emosional dan mengembangkan dalam
interelasi social, peran dan tugas (Spredley, 1996 dalam Murwani,
2008).
Menurut Salvicion G. Bailon & Aracelis Maglaya (1989) dalam
Murwani (2008) menjelaskan bahwa keluarga adalah dua atau lebih dari
dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing –
masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
15

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga


adalah beberapa individu yang tinggal dalam sebuah keluarga yang
mempunyai ikatan perkawinan, ada hubungan keluarga, sanak famili,
maupun adopsi yang hidup bersama sesuai dengan tujuan keluarga
tersebut.

b. Tipe – Tipe Keluarga


Tipe-tipe keluarga secara umum menurut Friedman tahun 1998 yang
dikemukakan untuk mempermudah pemahaman literatur tentang
keluarga adalah :
1) Keluarga inti (konjugal) adalah keluarga yang menikah, sebagai
orang tua atau pemberian nafkah. Keluarga inti terdiri dari suami,
istri dan anak mereka (anak kandung, anak adopsi atau keduanya).
2) Keluarga orientasi (keluarga asal) adalah unit keluarga yang di
dalamnya seseorang dilahirkan.
3) Keluarga besar adalah keluarga inti dan orang-orang yang
berhubungan (oleh darah), yang paling lazim menjadi anggota
keluarga orientasi yaitu salah satu teman keluarga inti.

Menurut Murwani (2008) tipe keluarga dibagi menjadi 2 yaitu :


1) Tipe keluarga tradisional
a) Keluarga inti yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami,
istri dan anak (kandung atau angkat).
b) Keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah, missal kakek, nenek, paman
dan bibi.
c) Keluarga Dyad yaitu suatu keluarga yang terdiri dari suami dan
istri tanpa anak.
d) Single parent yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu
orang tua (ayah / ibu) dengan anak (kandung / angkat). Kondisi
ini dapat disebabkan oleh perceraian / kematian.
16

e) Single adult yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang
dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal
kost untuk bekerja atau kuliah).
2) Tipe keluarga non tradisional
a) The unmarriedtrenege mather yaitu keluarga yang terdiri dari
orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b) The stepparent family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
c) Commune family yaitu beberapa pasangan keluarga (dengan
anaknya) yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam
satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang
sama : sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau
membesarkan anak bersama.
d) The non marital heterosexual cohibitang family yaitu keluarga
yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan.
e) Gay and lesbian family yaitu seseorang yang mempunyai
persamaan sex hidup bersama sebagaimana suami istri (marital
partners).
f) Cohabiting couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama
diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g) Group marriage family yaitu beberapa orang dewasa
menggunakan alatalat rumah tangga bersama yang saling merasa
sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk seksual dan
membesarkan anak.
h) Group network family yaitu keluarga inti yang dibatasi aturan
atau nilainilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya
dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,
pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anak.
i) Foster family yaitu keluarga yang menerima anak yang tidak
ada
hubungan keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada
17

saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk


menyatukan kembali keluarga aslinya.
j) Homeless family yaitu keluarga yang membentuk dan tidak
mendapatkan perlindungan yang permanen karena krisis personal
yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem
kesehatan mental.
k) Gang yaitu sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-
orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang
mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan
kriminal dalam kehidupan.

c. Tahap Perkembangan Keluarga


Tahap perkembangan keluarga menurut Friedman (1998) adalah :
1) Tahap 1 : Keluarga pemula Perkawinan dari sepasang insan
menandai bermulanya sebuah keluarga baru, keluarga yang menikah
atau prokreasi dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang
ke hubungan baru yang intim.
2) Tahap II : Keluarga yang sedang mengasuh anak
Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi
berumur 30 bulan. Biasanya orang tua bergetar hatinya dengan
kelahiran anak pertama mereka, tapi agak takut juga. Kekhawatiran
terhadap bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena ibu
dan bayi tersebut mulai mengenal. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih
dengan semua peran-peran mengasyikkan yang telah dipercaya
kepada mereka. Peran tersebut pada mulanya sulit karena
perasaan ketidakadekuatan menjadi orang tua baru.
3) Tahap III : Keluarga yang anak usia prasekolah
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama
berusia 2,5 tahun dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun.
Sekarang, keluarga mungkin terdiri tiga hingga lima orang, dengan
posisi suami - ayah, istri – ibu, anak laki-laki – saudara, anak
perempuan – saudari. Keluarga menjadi lebih majemuk dan berbeda.
18

4) Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah


Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan
mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal
dari masa remaja. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota
maksimum, dan hubungan keluarga di akhir tahap ini.
5) Tahap V : Keluarga dengan anak remaja Ketika anak pertama
melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari
siklus kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6
hingga 7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak
meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih
tinggal dirumah hingga berumur 19 atau 20 tahun.
6) Tahap VI : Keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak
pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan rumah
kosong, ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat
singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang
ada dalam rumah atau berapa banyak anak yang belum menikah
yang masih tinggal di rumah.
7) Tahap VII : Orang tua pertengahan. Tahap ketujuh dari siklus
kehidupan keluarga, tahap usia pertengahan
dari bagi oarngtua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah
dan berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan.
Tahap ini biasanya dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55
tahun dan berakhir pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-
8 tahun kemudian.
8) Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan lansia
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu
atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung
hingga salah satu pasangan meninggal, dan berakhir dengan
pasangan lain meninggal.

d. Tugas Perkembangan Keluarga


19

Tugas perkembangan keluarga menurut Friedman (1998) yaitu :


1) Tahap I : Keluarga pemula
a) Membangun perkawinan yang saling memuaskan.
b) Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
c) Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai
orangtua).

2) Tahap II : Keluarga yang sedang mangasuh anak


a) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
(mengintegrasikan bayi baru kedalam keluarga).
b) Rekonsilisiasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan
kebutuhan anggota keluarga.
c) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
d) Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran-peran orangtua dan kakek-nenek.

3) Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah


a) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang
bermain, privasi, keamanan.
b) Mensosialisasikan anak.
c) Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain.
d) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga
(hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan
diluar keluarga (keluarga besar dan komunitas).

4) Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah


a) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan
lingkungan
b) Mempertahankan hubungan perkawinan bahagia
c) Memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat
20

d) Meningkatkan komunikasi terbuka

5) Tahap V : Keluarga dengan anak remaja


a) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika
remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri
b) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
c) Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak

6) Tahap VI : Keluarga dengan melepaskan anak usia dewasa muda.


a) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b) Mempertahankan keintiman pasangan
c) Membantu orang tua suami/isteri yang sedang sakit dan
memasuki masa tua
d) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
e) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga

7) Tahap VII : Orangtua usia pertengahan.


a) Mempertahankan kesehatan
b) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman
sebaya dan anak-anak
c) Meningkatkan keakraban pasangan

8) Tahap VIII : Keluarga dengan masa pensiun dan lansia.


a) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
b) Adaptasi dengan perubahan, kehilangan pasangan, teman, dll
c) Mempertahankan keakraban suami-isteri dan saling merawat
d) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
e) Melakukan “ Life Review”

e. Fungsi dan Tugas Keluarga


Fungsi keluarga menurut Friedman (1986) dalam Murwani (2007)
sebagai berikut:
21

1) Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal
keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif
berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan
kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga
saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dapat
dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam
keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil
melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat
mengembangkan konsep diri positif.
Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan
kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau
masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif di dalam keluarga
tidak dapat terpenuhi.

2) Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang
dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social dan belajar
berperan dalam lingkungan sosial (Friedman, 1986).
Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan
tempat individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang
baru lahir dia akan menatap ayah, ibu dan orang-orang yang
disekitarnya. Kemudian beranjak balita dia mulai belajar
bersosialisasi dengan lingkungan disekitar meskipun demikian
keluarga tetap berperan penting dalam bersosialisasi.
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui
interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan
dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma-
norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi
keluarga.
3) Fungsi reproduksi
22

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan


menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu
perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi keebutuhan biologis
pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk
meneruskan keturunan.
4) Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga seperti memenuhi
kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memnuhi kebutuhan
akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan
sekarang kita lihat dengan penghasilan yang tidak seimbang antara
suami dan istri hal ini menjadikan permasalahn yang berujung pada
perceraian.
5) Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan
praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya
gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit.
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat
melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan
masalah kesehatan.

f. Peran keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan halusinasi


pendengaran
1) Bantu mengenal halusinasi
a) Bina saling percaya
b) Diskusikan kapan muncul dan situasi yang menyebabkan
2) Meningkatkan kontak dengan realita
a) Bicara dengan pasien secara sering dan singkat
b) Ajak bicara pasien jika tampak pasien sedang berhalusinasi
3) Membantu menurunkan kecemasan dan ketakutan
23

a) Temani, cegah isolasi dan menarik diri


b) Beri kesempatan untuk mengungkapkan
c) Empati, kalem dan lemah lembut
4) Mencegah pasien melukai diri sendiri dan orang lain
a) Lakukan perlindungan
b) Kontak yang sering secara personal
5) Tingkatkan harga diri
a) Beri kegiatan yang sesuai
b) Beri pujian atas kekuranganya
c) Dorong supaya berespon pada posisi nyata

3. Konsep Halusinasi
a. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, parabaan atau penciuman. Klien
merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada (Damaiyanti,
2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Direja, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun,
24

dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik


(Trimelia, 2011).

b. Jenis – Jenis halusinasi


Ada beberapa jenis halusinasi, Yosep (2007), membagi halusinasi
menjadi 8 jenis yaitu :
1) Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara
tersebut ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang
mengerikan
3) Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita.
Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita
sebagai kombinasi moral
4) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di
bawah kulit.
6) Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7) Halusinasi kinesthetic
25

Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau


anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom”
atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8) Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya
a) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada.
b) Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya
yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala
sesuatu yang dialaminya seperti impian.

c. Fase-fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam
4 fase berdasarkan tingkat ansietasnya yang dialami dan kemampuan
klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien
semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
1) Fase 1 : Comforting : Ansietas Sedang : halusinasi
menyenangkan.
Karakteristik : Klien mengalami perasaan mendalam seperti
ansietas, kesepian, rasah bersalah, takut, dan mencoba untuk
berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori
berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani.
Perilaku klien :
a) Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
b) Menggerakkan bibir tanpa suara.
c) Pergerakan mata yang cepat.
d) Respon verbal yang lambat jika sedang asyik.
e) Diam dan asyik sendiri.
26

2) Fase II : Condemning : Ansietas Berat : Halusinasi menjadi


menjijikkan.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan.
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil
jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin
mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri
dari orang lain.

Perilaku Klien :
a) Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas
otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung,
pernafasan, dan tekanan darah.
b) Rentang perhatian menyempit.
c) Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.

3) Fase III : Controlling : Ansietas berat : Pengalaman sensori


menjadi berkuasa
Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi
menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian
jika sensori halusinasi berhenti.
Perilaku Klien :
a) Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
b) Kesukaran berhubungan dengan orang lain.
c) Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
d) Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah.
4) Fase IV : Conquering : Panik : Umumnya menjadi melebur
dalam halusinasi.
27

Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien


mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam
atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku Klien :
a) Perilaku teror akibat panik.
b) Potensi kuat suicide (bunuh diri) atau homicide (membunuh
orang lain)
c) Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia.
d) Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks.
e) Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
d. Penyebab
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1) Faktor predisposisi
a) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya
kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
b) Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c) Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya
neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan
acetylcholin dan dopamin.
d) Faktor psikologis
28

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah


terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e) Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami
gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2) Faktor presipitasi
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu
lama.

b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari
halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego
seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego itu sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien
d) Dimensi sosial
29

Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi


sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan
untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan memburuk.

e. Tanda dan gejala


Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurt Direja, 2011 sebagai
berikut :
1) Halusinasi Pendengaran
Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa
sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
Data Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan
suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2) Halusinasi Penglihatan
Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas.
Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk
kortoon, melihat hantu atau monster.
3) Halusinasi Penghidungan
Data Objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan
tertentu, menutup hidung.
Data Subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses,
kadang-kadang bau itu menyenangkan.
4) Halusinasi Pengecapan
Data Objektif : Sering meludah, muntah.
30

Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.


5) Halusinasi Perabaan
Data Objektif :Menggaruk- garuk permukaan kulit.
Data Subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit,
merasa tersengat listrik.

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1) Penatalaksanaan Medis
a) Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
(1) Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg,
im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya
klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
(2) Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan
3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi
1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).
b) Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran
listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c) Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya
31

ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita
untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis,
2005).
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi yaitu( Keliat, 2010):
a) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini,
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi.
Stimulus yang disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi,
menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan),
stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses
persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya
kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada
orang lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien
terhadap stimulus.
b) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien.
Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang
disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi
wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan
perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang
digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi,
menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai
sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan
sebagai stimulus.
32

c) Melaksanakan Strategi Pelaksanaan (SP) Pada Pasien dan


Keluarga
(1) Strategi Pelaksanaan (SP) pada Pasien
(a) Sp 1 Pasien
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
(b) SP 2 Pasien
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain
(c) SP 3 Pasien
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal
(d) SP 4 Pasien
Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

(2) Strategi Pelaksanaan (SP) pada Keluarga


(a) SP 1 Keluarga
Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi
dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
(b) SP 2 Keluarga
Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung
dihadapan pasien
(c) SP 3 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

B. Kerangka Teori

Faktor predisposisi
Tingkat
Pengetahuan Pengetahuan
Sikap keluarga
Keyakinan dan nilai tentang
halusinasi
pendengaran
33

Faktor pendukung Kemampuan


merawat klien
Lingkungan fisik halusinasi
Sarana prasarana pendengaran

Faktor penguat

Sikap dan perilaku


petugas kesehatan

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Sarwono (2011), Notoatmodjo (2007)

Anda mungkin juga menyukai