PENDAHULUAN
Masa depan sumber daya hutan secara global telah menjadi pusat perhatian
,pengamanan areal hutan perlu dipertegas dengan mempertahankan peran jasa
ekosistem hutan agar tetap lestari ditengah tekanan meledaknya angka
pertumbuhan penduduk .Peran dan posisi masyrakat setempat sebagai agen
penjaga dan pemerhati hutan sangat dibutuhkan bagi kelestarian keanekaragaman
hutan. Taman Hutan Raya (Tahura) yang berlokasi di kawan Carita, Kabupaten
Pandeglang, merupakan salah satu aset yang dimiliki Pemerintah Provinsi Banten
sebagai kawasan konservasi alam.Taman hutan raya (tahura)
merupakan pelestarian alam terkombinasi antara pelestarian eksitu dan insitu.
Tahura bertujuan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Risnandar, 2008). Sesuai
dengan peraturan tata ruang, penunjukan Tahura tersebut menjadikan kawasan
lindung di Provinsi Banten dikarenakan adanya perubahan fungsi kawasan hutan
dari hutan produksi menjadi taman hutan raya (tahura) seluas ± 1.495 Ha
(Dishutbun,2012).Sebelum Tahura Banten diresmikan pada tanggal 4 Mei 2013,
Tahura Banten sebelumnya merupakan Taman Wisata Alam Carita yang terus
diperluas menjadi Tahura(Dishutbun, 2012). Taman Wisata Alam Carita diperluas
menjadi tahura karena wilayahnya memiliki kekhasan ekosistem, baik ekosistem
alami atau buatan, pantai dan pegunungan serta memiliki aksesibilitas dalam
rangka pengembangan wisata alam berbasis hutan (Maesarohdkk, 2015). Kawasan
Tahura yang terletak di Kabupaten Pandeglang ini termasuk dalam hutan tropis
yang terletak di dataran rendah dan berdekatan dengan laut, sehingga memiliki
flora dan fauna yang khas .Kawasan Tahura ini juga dapat di fungsikan sebagai
kawasan wisata yang bisa dinikmati masyarakat umum.
1.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suatu kawasan dapat menjadi kawasan suaka margasatwa apabila telah memenuhi
kriteria sebagai berikut.
Merupakan suatu tempat hidup dan juga perkembangbiakan serta jenis
satwa yang memang sangat perlu untuk dilakukan upaya konservasinya.
Mempunyai keanekaragaman serta populasi satwa yang sangat tinggi.
Merupakan habitat dari suatu jenis satwa dan dikhawatirkan akan punah.
Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu dan
Memiliki luas yang sangat cukup sebagai habitat jenis satwa yang
bersangkutan.
Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam merupakan
kawasan yang juga mempunyai ciri-ciri khas tertentu pada daerahnya, baik itu
yang ada di daratan ataupun di perairan, yang mempunyai fungsi sebagai
perlindungan suatu sistem penyangga dalam kehidupan,serta pengawetan
keanekaragaman dan juga jenis tumbuhan serta satwa, serta dalam upaya
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan juga pada sektor
ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam dapat terbagi menjadi beberapa kawasan
taman nasional, kawasan taman hut an raya, dan kawasan taman wisata alam.
Suatu kawasan yang bisa ditunjuk sebagai kawasan taman nasional apabila sudah
memiliki kriteria yang telah disebutkan sebagai berikut.
Kawasan yang ditetapkan memiliki luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologis secara alami.
Memiliki sumber daya alam yang mempunyai khas tersendiri dan juga
unik, baik berupa jenis tumbuhan ataupun satwa dan ekosistemnya, serta
gejala alam yang utuh atau alami.
Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang utuh.
Mempunyai keadaan alam yang sangat asli dan juga alami untuk
dikembangkan sebagai pariwisata alam.
Merupakan kawasan yang bisa dibagi menjadi zona inti, zona
pemanfaatan, zona rimba, dan juga zona lain yang karena pertimbangan
dan juga kepentingan rehabilitasi kawasan, serta ketergantungan penduduk
yang ada di sekitar kawasan, dan juga dalam rangka untuk mendukung
suatu upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, yang
bisa ditetapkan sebagai zona tersendiri.
Suatu kawasan yang ditetapkan menjadi suatu kawasan taman hutan raya apabila
apabila telah memiliki suatu kriteria yang sudah ditetapkan sebagai berikut.
Merupakan kawasan dengan ciri khas, baik asli maupun buatan, baik pada
kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang
ekosistemnya telah berubah.
Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan
koleksi tumbuhan atau satwa, baik jenis asli atau bukan asli.
Mempunyai keindahan alam dan juga gejala alam
Suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan taman wisata alam apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
Memiliki daya tarik alam tersendiri yang berupa tumbuhan, satwa, atau
ekosistem gejala alam dan juga formasi geologi yang menarik.
Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin sutau kelestarian potensi
serta menjadikan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan
rekreasi alam.
Kondisi lingkungan yang ada di sekitamya bisa mendukung upaya suatu
pengembangan pariwisata alam sekitar.
Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata
berburu. Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh
pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari
kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk
mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman
hayati tersebut sangatlah penting. Sampai saat ini, sejumlah kawasan konservasi
telah ditetapkan yang jumlahnya mencapai 28,166,580.30 ha (mencakup 237
Cagar Alam, 77 Suaka Marga Satwa, 50 Taman Nasional, 119 Taman Wisata
Alam, 21 Taman Hutan Raya, 15 Taman Buru) di seluruh Indonesia.
2.2 Taman Hutan Raya
Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli,
yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Tidak semua kawasan
hutan bisa ditetapkan sebagai taman hutan raya meskipun hutan tersebut memiliki
fungsi konservasi alam. Penetapan hutan sebagai kawasan konservasi harus sesuai
dengan tujan, fungsi, dan karakteristik tertentu. Suatu kawasan bisa dijadikan
taman hutan raya bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Memiliki ciri khas dari sisi ekosistem, satwa atau tumbuhannya. Bisa asli
ataupun buatan, baik ekosistemnya masih utuh maupun sudah berubah.
Kawasan tersebut memiliki keindahan alam atau gejala alam tertentu yang
unik.
Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk perkembangan
tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya.
Pengelolaan taman hutan raya dilakukan oleh pemerintah provinsi atau
pemerintah kabupaten/kota. Biasanya wewenang pengelolaan tergantung pada
letak geografis taman hutan raya. Bila letaknya mencakup lebih dari satu wilayah
administratif, misalnya dua kabupaten maka pengelolanya pemerintah provinsi.
Namun bila terletak dalam satu wilayah, pengelolaannya oleh pemerintah
kabupaten/kota setempat. Selain sebagai kawasan pelestarian alam, taman hutan
raya juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lainnya. Pemanfaatan ini
diatur dalam peraturan pemerintah. Secara umum, Taman hutan raya bisa
dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan berikut:
Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi.
Koleksi kekayaan keanekaragaman hayati.
Penyimpanan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin
serta wisata alam.
Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dalam rangka menunjang budidaya
dalam bentuk penyediaan plasma nuftah.
Pembinaan populasi melalui penangkaran dalam rangka
pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan
dalam lingkungan yang semi alami.
Pemanfaatan tradisional oleh masayarakat setempat, dapat berupa kegiatan
pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan
tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.
2.3 Ekosistem dan Ekosistem Hutan
Ekosistem adalah suatu sistem ekogi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling memengaruh. Ekosistem merupakan
penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik
antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada
suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan
anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam
ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan
lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan
lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk
keperluan hidup. Komponen-komponen pembentuk ekosistem terdiri dari dua
komponen yaitu komponen abiotik dan komponen biotik adalah sebagai berikut:
Komponen Abiotik
Komponen Abiotik/komponen tak hidup adalah komponen yang berupa fisik
dan kimia yang medium/substrak sebagai tempat berlangsungnya
kehidupan/lingkungan sebagai tempat hidupnya. Komponen abiotik memiliki
beragam variasi dalam ruang dan waktu. Komponen abiotik berupa bahan
organik dan anorganik.
Komponen Biotik
Komponen biotik adalah suatu komponen yang mengatur/menyusun
ekosistem selain komponen abiotik. Berdasarkan peran dan fungsinya,
komponen biotik dibedakan menjadi dua macam yaitu heterotrof (berperan
sebagai konsumen) dan dekomposer (berperan sebagai pengurai).
a) Heterotrof (Konsumen)
Komponen heterotof terdiri dari organisme yang berperan sebagai
pemanfaatan bahan-bahan organik yang disediakan oleh organisme lain
sebagai sumber makanan. Heterotrof juga disebut sebagai konsumen
makro karena mengkonsumsi makanan yang berukuran kecil.
b) Dekomposer (Pengurai)
Dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan-bahan
organik yang berasal dari organisme yang telah mati. Organisme
pengurai akan menyerap sebagain hasil dari penguraian tersebut dan akan
melepasakan bahan-bahan sederhana yang akan digunakan kembali oleh
produsen.
Ekosistem terdiri dari dua macam yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan
adalah sebagai berikut:
Ekosistem Alami
Ekosistem alami adalah salah satu ekosistem yang terbentuk secara alami,
tanpa ada campur tangan manusia. Misalnya ekosistem darat dan ekosistem air.
Ekosistem Buatan
Ekosistem buatan adalah salah satu ekosistem yang dibentuk oleh campur
tangan manusia. Misalnya ekosistem bendungan, ekosistem sawah, ekosistem
pemukiman dan lain-lain. Ekosistem Hutan adalah hubungan antara kumpulan
beberapa populasi baik itu binatang dan tumbuh-tumbuhan yang hidup dalan
lapisan dan dipermukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan serta
membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan yang
dinamis yang mengadakan interaksi baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan lingkungannya dan antara yang satu dan yang lainnya tidak
dapat dipisahkan. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan
sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat
diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada
lahan hutan. Hutan sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan
salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat
bertumbuhnya berjuta tanaman. Sedangkan hutan sebagai fungsi ekosistem
hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil
oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang
lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Dari segi makanan
ekosistem memiliki 2 komponen yang biasanya secara bagian terpisah dalam
ruang dan waktu yaitu:
Komponen autotrofik:
Berdasarkan arti kata Autotrofik berasal dari kata autos yang berarti sendiri
dan trophikos artinya menyediakan makanan, jadi komponen autotrofik adalah
organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri.
Bahan-bahan makanan yg disediakan adalah bahan organik berasal dari bahan-
bahan anorganik dengan menggunakan bantuan klorofil dan energi utama berupa
radiasi matahari. Sehingga yang termasuk dalam golongan aututropik ini pada
umumnya adalah tumbuhan hijau atau yang memiliki klorofil. Pengikatan energi
radiasi matahari dan sintesis bahan anorganik menjadi bahan organik kompleks
hanya terjadi pada komponen autotropik.
Komponen heterotrofik:
Berdasarkan arti kata, Heterotrof berasal dari kata hetero yang berarti
berbeda, lain atau tidak seragam, sedangkan kata trophikos berarti menyediakan
makanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Komponen heterotrofik adalah
semua organisme yang hidupnya selalu memanfaatkan bahan organik sebagai
bahan makanannya, dimana bahan organik yang dimanfaatkan tersebut
disediakan oleh organisme atau makhluk lain, dengan kata lain komponen
heterotrofit memperoleh bahan makanan dari komponen autotrofik, kemudian
sebagian anggota komponen ini menguraikan bahan organik kompleks ke dalam
bentuk bahan anorganik yang sederhana dengan demikian, binatang, jamur,
jasad renik termasuk ke dalam golongan komponen heterotrofik.
2.4 Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan
dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-
wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida
(carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari
tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting. Hutan
menurut Undang-Undang tentang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di
seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah
beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun
di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman,
terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang
cukup luas.
Hutan merupakan kekayaan alam yang bersifat alamiah. Hutan ini ada karena
bentukan alam, namun juga bisa dibuat oleh manusia. Hutan ini ada di berbagai
wilayah di setiap sudut Bumi, oleh karena hutan ini mempunyai fungsi yang
sangat banyak. Ada banyak sekali jenis hutan di Bumi ini. Apabila kita
mencermatinya saru per satu, maka kita akan dapat menemukan jenis- jenis hutan
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karena banyaknya jenis hutan ini,
maka para ilmuwan mengelompokkannnya berdasarkan kategori- kategori
tertentu. Kita akan membahas mengenai jenis- jenis hutan tersebut yang dilihat
dari beberapa kategori, seperti berdasarkan letak geografisnya, sifat musimnya,
ketinggian tempatnya, kondisi tanahnya, dan juga dominasi pepohonannya. Secara
umum, berikut merupakan jenis- jenis hutan:
Herbarium berasal dari kata “ hortus dan botanicus”, artinya kebun botani
yang di keringkan,biasanya disusun berdasarkan system klasifikasi. Istilah
herbarium lebih dikenal untuk pengawetan tumbuhan. Herbarium adalah material
tumbuhan yang telah diawetkan (disebut juga spesimen herbarium). Herbarium
juga bisa berarti tempat dimana material-material tumbuhan yang telah diawetkan
disimpan. Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah
dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu. Herbarium biasanya dilengkapi
dengan data-data mengenai tumbuhan yang diawetkan, baik data taksonomi,
morfologi, ekologi, maupun geografinya. Selain itu dalam herbarium juga memuat
waktu dan nama pengkoleksi.
Herbarium juga merupakan salah satu sumber pembelajaran yang penting
dalam ilmu biologi tumbuhan. Herbarium merupakan koleksi kering yang dibuat
berdasarkan prosedur-prosedur tertentu dan memiliki criteria criteria tersendiri.
Secara umum ada dua jenis herbarium,yaitu herbarium basah dan herbarium
kering. Herbarium yang baik slalu di sertai identitas pengumpul ( nama
pengumpul atau kolektor dan nomor koleksi). Eksplorasi terhadap tumbuh-
tumbuhan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data sebanyak-banyaknya tentang SDH. Hasil eksplorasi sering
dilengkapi dengan pengambilan spesimen dan pencandraan terhadap ciri-ciri
yang ada pada-nya dan kemudian dilakukan pengawetan maupun pengkoleksian.
Spesimen dan data yang telah diperoleh kemudian dikumpul-kan dan diolah
sebagai herbarium untuk dijadikan sumber informasi dalam pengelolaan SDH.
Koleksi herbarium merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya bagi para ahli
taksonomi. Seringkali koleksi-koleksi herbarium disimpan dalam gedung-gedung
yang megah dilengkapi dengan peralatan kompleks dan dikelola para pakar
taksonomi beserta tenaga administrasi dan teknisi. Indonesia memiliki gedung
herbarium Bogoriense yang berada di kompleks Cibinong Science Center LIPI.
Gedung herbarium ini merupakan herbarium terlengkap dan tertua di Asia
Tenggara, serta nomor tiga terbesar di seluruh dunia. Awetan specimen baik
dalam herbarium kering maupun basah disimpan dan ditata dalam ruang-ruang
yang tersedia menurut masing-masing takson yang diklasifikasikan oleh para ahli
didalamnya. Semakin banyak jumlah koleksi herbarium menuntut semakin
banyak pula ruang-ruang dan tempat penyimpanan.
Herbarium dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan
takson tumbuhan, ia mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut. Herbarium
juga dapat digunakan sebagai bahan penelitian untuk para ahli bunga atau ahli
taksonomi, untuk mendukung studi ilmiah lainnya seperti survey ekologi, studi
fitokimia, peng-hitungan kromosom, melakukan analisa perbandingan biologi dan
berperan dalam mengungkap kajian evolusi. Kebermanfaatan herbarium yang
sangat besar ini menuntut perawatan dan pe-ngelolaan spesimen harus dilakukan
dengan baik dan benar
BAB III
METODOLOGI
b. Pengamatan Abiotik
Alat yang digunakan meliputi:
1.Meteran untuk mengukur lebar dan kedalam sungai dan lahan basah
2. Tali rapia untuk mengukur dimensi sungai dan lahan basah lainnya;
3. Stopwatch untuk mengukur kecepatan arus sungai;
4. Piringan seicchi untuk mengukur kecerahan air;
5. Termometer untuk mengukur suhu air dan udara serta kelembaban udara;
6. Botol bekas yakult dan benang untuk membantu
pengukuran arus air;
7. Kertas pH untuk kemasaman;
8. Tongkat untuk membantu mengukur kedalaman;
9. Thally sheet dan alat tulis menulis.
c. Pengamatan Satwa
Alat yang digunakan yaitu :
1. Teropong binocular.
2. Pengukur waktu.
3. Kamera foto/video untuk memberikan gambaran visual spesies satwa yang
teramati.
4. Buku panduan pengenalan jenis satwa.
5. Thally sheet dan alat tulis.
d. Herbarium
Alat yang digunakan yaitu :
1. Kantong plastik besar.
2. Gunting.
3. Alkohol 70%.
4. Sprayer
5. Label/etiket.
Lokasi yang akan dianalisa dipilih sesuai plot yang telah ditentukan. Plot
contoh yang dikehendaki dibuat dengan ukuran plot contoh 2x2 meter, kemudian
diidentifikasi jenis semai yang ada serta jumlah individu jenis tersebut. Plot
contoh 5x5 meter dibuat, kemudian diidentifikasi jenis pancang yang ada serta
jumlah individu tersebut. Plot contoh 10x10 meter dibuat, kemudian didentifikasi
individu jenis tiang dan ukurlah diameter individu tersebut. Plot contoh 20x20
meter dibuat, kemudian didentifikasi individu jenis pohon dan diukur diameter
pohontersebut.
Gambar 1 Ilustrasi tali yang digunakan untuk pembuatan plot contoh dalam
analisis vegetasi.
Pengukuran diameter untuk kelas tiang dan pohon dilakukan dengan prinsip
diameter setinggi dada (dbh = diameter at breast height) yaitu 130 cm dari
permukaan tanah. Oleh karena itu, jika ada individu pohon yang bercabang di
bawah ketinggian tersebut, maka kedua cabang akan terhutung sebagai dua
individu. Hal ini tidak berlaku jika cabang berada di atas ketinggian 130 cm dari
permukaan tanah. Pohon berbanir dengan banir lebih tinngi dari 130 cm akan
dikur 30 cm diatas banir tertinggi.
Data diameter untuk kelas tiang dan pohon yang dibutuhkan kadang harus
melalui pengukuran keliling karena alat ukur yang digunakan hanya mampu untuk
mengukur keliling bukan diameter. Oleh karena itu, ambilah data keliling untuk
kemudian dilakukan perhutungan pada saat analisa data sehingga didapatkan data
diameter tiang dan pohon yang diambil.
Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dapat
dilakukan dengan mendeskripsikan data yang diperoleh. Analisa kuantitatif dapat
dilakukan dengan menghitung nilai indeks nilai penting (INP) keanekaragaman
tumbuhan yang didapatkan.
2. Pengamatan Abiotik
Suhu dan Kelembaban Udara
Data suhu dan kelembaban udara diukur secara langsung menggunakan
thermometer air raksa. Suhu diukur dengan ulangan sebanyak tiga kali dengan
jarak pengamatan 5-10 menit. Kelembaban udara diukur dengan menggunakan
termometer bola kering dan bola basah. Termometer bola kering yaitu
termometer yang sama dengan pengambilan data suhu, sementera termometer
bola basah adalah termometer yang dipasang kai basah (lembab) pada bagian
ujungnya. Informasi kelembaban diketahui dengan membaca tabel berdasarkan
angka termometer bola basah dan termometer bola kering (Tabel 1).
Tabel 1. Angka kelembaban udara berdasarkan termometer bola basah kering
Data suhu dan kelembaban di ukur dengan tiga titik berbeda yang
menggambarkan kondisi ekosistem di lokasi pengamatan. Termometer yang
digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara mengibaskannya
beberapa kali. Hal ini dilakukan juga saat akan melakukan pengulangan.
Kualitas Air
Kondisi kualitas air diwakili oleh sungai. Data sungai yang diambil meliputi
lebar sungai (kondisi sungai yang berair), lebar badan sungai (kondisi sungai
jika air sedang tinggi), kedalaman sungai, kecepatan arus, debit air, kecerahan
sungai, suhu air, pH serta kelembaban udara di sekitar sungai. Pengukuran data
sungai diambil di tiga stasiun dengan jarak setiap stasiun 10 meter. Dimensi
lebar sungai dan lebar badan sungai diukur secara langsung dengan meteran,
sementara untuk kedalaman sungai diukur pada tiga titik yang didapat dengan
membagi lebar sungai menjadi empat bagian secara proposional. Pembagian
lebih detail tentu akan menghasilkan angka yang lebih akurat. Lakukan
pegulangan sebanyak tiga kali. Pengukuran kedalaman dapat menggunakan
bantuan tongkat.
1. Burung
Data burung yang diambil mencakup jenis, jumlah individu, habitat yang
digunakan serta aktivitasnya (Lampiran 5). Pengamatan dilakukan pada pagi
hari pukul 07.00 – 09.00 WIB. Titik pusat pengamatan yang ditentukan secara
acak. Batasan radius yang diamati ditentukan. Seluruh jenis burung yang
teramati di dalam radius titik hitung baik langsung maupun tidak langsung
diamati dan dicatat. Sketsa dibuat jika tidak dapat diidentifikasi. Setelah waktu
habis, pindah ke titik berikutnya. Lama pengamatan yang hanya 15 menit per
titik. Jalur pengamatan dibuat dalam sketsa.
2. Mamalia
Inventarisasi mamalia mengambil beberapa data yang mencakup nama
jenis, jumlah individu, habitat yang digunakan serta aktivitasnya (Lampiran 6).
Arah jalur atau lintasan pengamatan ditentukan. Semua jenis mamalia yang
berhasil ditemukan baik secara langsung maupun tidak langsung dicatat. Letak
penyebaran mamalia yang berhasil ditemukan dicatat dan dibuat sketsa.
4. Herbarium
Pemilihan spesimen herbarium yang baik terdiri dari bagian-bagian
tumbuhan yang lengkap, yakni ranting atau bagian yang memiliki daun muda
dan tua, kuncup bunga dan bunga yang mekar, buah tua dan buah muda.
Khusus herba, rumput dan epifit akar juga diperlukan dalam pembuatan
herbarium. Oleh karena itu diusahakan pada saat pembuatan herbarium agar
memilih spesimen yang lengkap.
Proses pengambilan spesimen contoh herbarium, yaitu contoh spesimen
diambil. Diusahakan agar ukuran spesimen tidak lebih dari 40 cm. Bila
spesimen panjangnya lebih dari 40 cm ambil selengkapnya karena dapat dilipat
setelah dikeringkan. Setiap spesimen diberi etiket yang berisi nama lokal, nama
latin, lokasi pengambilan, manfaat, habitat dan penyebaran dan nama
pengumpul.
Proses pengawetan dan penanganan spesimen herbarium, yaitu spesimen
yang telah diambil dari lokasi praktik selanjutnya disemprot alkohol 70%
dengan menggunakan sprayer dan kemudian masing-masing spesimen
dimasukkan ke dalam plastik. Pastikan bahwa etiket dapat dibaca dengan jelas.
Tabel 2 Pemilihan bagian tumbuhan untuk pembuatan spesimen.
No Kelompok Prosedur
tumbuhan
1 Pohon dan perdu Ranting lengkap dengan daun (muda dan
tua), bunga (kuncu/bunga mekar), buah (Jika
ada). Usahakan spesimen diambil langsung
dari pohon yang diidentifikasi. Pengambilan
spesimen dari pohon lain hanya dibenarkan
bila pohon tersebut diyakini sama
spesiesnya dengan pohon yang
diidentifikasi. Apabila pohon terlalu besar
dan tinggi untuk dipanjat gunakan tali yang
diberi kait pada ujung untuk mengambi
spesimen.
2 Herba dan rumput Untuk herba besar ambil bagian yang
lengkap seperti prosedur untuk pohon/perdu,
sedangkan untuk herbal kecil ambil
semuanya termasuk akar.
3 Epifit Ambil bagian yang lengkap dengan akarnya
sebagaimana prosedur untuk herba
kecil/rumut.
4 Bambu Satu ruas yang berkuku dan terdapat ranting
berdaun, kemudian buluh dibelah dua.
Lengkapi spesimen ini dengan 3-5 pelepah
buluhnya. Bila ada lengkapi spesimen ini
dengan bunganya. Lengkapi dengan
keterangan : (a) keadaan rumpun, rapat atau
jarang ; (b) tinggi buluh dan diameternya
(pilih buluh yang tua) ; (c) panjang dan
diameter ruas kelima dari pangkal atau ruas
terpanjang ; (d) potret atau sketsa rumpun,
perakaran dan pelah buluh.
5 Palmae/Arecaceaae Pelepah lengkap dengan helai daunnya,
mayang dan buahnya. Catatatn yang
diperlukan ; (a) tumbuh soliter atau
berumpun, kalau berumpun berapa jumlah
rumpunnya ; (b) tinggi dan diameternya ; (c)
potret atau skesta rumpunnya.
6 Pandan Helai daun, terutama yang masih lengkap
ujungnya. Lengkapi dengan bunga dan
tandan buahnya, terutama buah tua. Bila
tandan terlalu besar dapat dibagi dua.
BAB IV
KONDISI UMUM
4.1 Sejarah
Taman Hutan Raya Banten terletak di Desa Sukarame, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten, Indonesia. Berdasarkan
Keputusan Menteri Nomor : SK.221/Menhut-II/2012 tentang “Perubahan Fungsi antara Fungsi Pokok dari Kawasan Hutan Produksi
Terbatas seluas ± 833 (Delapan Ratus Tiga Puluh Tiga) Hektar, dan Hutan Produksi Tetap seluas ± 662 (Enam Ratus Enam Puluh Dua)
Hektar, serta Perubahan Fungsi dalam Fungsi Pokok dari Taman Wisata Alam (TWA) Carita seluas ± 95 (Sembilan Puluh Lima) Hektar
menjadi Taman Hutan Raya seluas ± 1.590 (Seribu Lima Ratus Sembilan Puluh) Hektar yang terletak di Kelompok Hutan Gunung
Aseupan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dengan Nama Taman Hutan Raya Banten” yang diterbitkan pada tanggal 4 Mei
2012. Hal ini menandai telah ditunjuknya kawasan TAHURA di Provinsi Banten seluas ±1.590 Ha yang terletak di Kecamatan Carita,
Kabupaten Pandeglang.
Gambar 1. Pembagian Blok Tahura Banten
Keterangan :
BLOK PEMANFAATAN
BLOK PERLIMDUNGAN
BLOK KOLEKSI
BLOK TRADISIONAL
CAMPING GROUND
4.3 Kondisi Abiotik
Komponen abiotik tahura Carita banten terdiri dari air, udara, cahaya
matahari, topografi dan iklim. Kondisi air di tahura banten sangat bagus dan
bersih dilihat dari air sungai yang jernih serta tidak ditemukan sampah serta
memiliki biota air seperti ikan kecil, keong dan kepiting yang merupakan indikasi
kondisi air di tahura. Air sungai tersebut masih banyak digunakan masyarakat
sekitar untuk mandi dan aktifitas lainnya. Air yang terdapat di tempat penginapan
di sekitar tahura juga cukup bersih dan segar meskipun agak sedikit keruh
dibanding air sungainya. Suhu air sungai di Tahura Banten kira-kira 18°C -20°C
Udara yang terdapat di Tahura Banten sangat segar karena dipenuhi oleh
banyak tumbuhan serta jauh dari jalan raya.Meskipun segar tapi di tahura Banten
ini memiliki suhu yang lebih panas dari hutan biasanya dikarenakan dekat dengan
laut , di tahura banten memiliki suhu udara sekitar 27°C -28°C serta angin yang
sering berhembus karena perbedaan tekanan antara tahura dan laut yang hanya
berjarak 300 m. Cahaya matahari yang terdapat di tahura banten sangat baik
karena Tahura Banten terletak di daerah tinggi serta iklim yang tropis sepanjang
tahun di daerah Banten. Cahaya matahari yang sangat mencukupi membuat
tumbuhan di Tahura Banten tumbuh dengan baik.
Tanah di Tahura Banten sangat subur dan tergolong tanah aluvial kelabu
dengan bahan induk endapan liat. Secara umum sifat fisik tanah aluvial adalah
tekstur liat, struktur pejal, konsistensi teguh (lembab), plastis (basah), keras
(kering) tanpa batas horizon, warna kelabu hingga coklat, tanpa solum sampai
bersolum sedang. Sifat kimianya adalah bahan organik rendah, kejenuhan basa
sedang hingga tinggi, adaptasi tinggi, kemasaman bervariasi dan
permeabilitasnya rendah (Badan Litbang Kehutanan, 2005). Pohon yang tumbuh
banyak serta tumbuhan lainnya membuat tanah semakin subur dan kaya akan
bahan organik dikarenakan sisa daun mati, ranting dan batang pohon yang terurai
di tanah.
Topografi Tahura Banten memiliki relief yang lereng (10-35%) dan
terdapat perpedaan ketinggian yang signifikan dengan pantai yang terdapat di
dekatnya, topografi Tahura Banten dipengaruhi oleh
Iklim di Tahura Banten adalah iklim tropis yang memiliki nilai suhu rata-
rata 27.4 °C. Curah hujan rata-rata 1735 mm. Bulan terkering adalah Agustus,
dengan 64 mm curah hujan. Dan bulan terbasah adalah Januari 303 mm. Suhu
terhangat sepanjang tahun adalah Mei, dengan suhu rata-rata 27.8 °C. Suhu
terendah dalam setahun terlihat di Januari, saat suhu ini berkisar 26.9 °C.
4.4.2. Fauna
Satwa yang ditetapkan sebagai maskot Banten adalah Badak Jawa, hewan
yang hanya tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon ini jumlah populasinya
tinggal 58 ekor. Sehingga menjadi salah satu hewan paling langka di Indonesia.
Dalam daftar merah IUCN pun, fauna khas Banten ini menyandang status
keterancaman tertinggi, Critically Endangered (Kritis). Nama latin hewan ini
adalah Rhinoceros sondaicus Desmarest. Tubuhnya sepanjang 2-4 meter dengan
tinggi sekitar 1,7 meter dan berat antara 900 – 2300 kg. Memiliki satu cula dengan
panjang sekitar 25 cm. Kulitnya berwarna abu-abu kehitaman yang memiliki
semacam lipatan sehingga tampak seperti memakai tameng baja. Badak Jawa
menjadi satu diantara dua spesies badak yang hidup di Indonesia, di samping
Badak Sumatera. Di dunia terdapat lima spesies badak, yaitu Badak Jawa, Badak
Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Badak India (Rhinoceros unicornis), Badak
Hitam (Diceros bicornis), dan (Ceratotherium simum).
4.5 Aksesibilitas
Perjalanan menuju Tahura dapat ditempuh dengan dua jalur, pertama jalur
Cilegon-Anyer dapat ditempuh sekitar 3 jam dari Serang, kedua melalui jalur
Pandeglang-Carita yang dapat ditempuh sekitar 4 jam dari Serang. Masuk gerbang
Tahura ada petugas yang mendata berapa orang rombongan yang akan masuk
kawasan Tahura, di sini tidak ada retribusi khusus hanya melaporkan saja. Jika
kita menggunakan mobil pribadi bisa masuk sampai batas tracking, jika
menggunakan bus tracking akan dimulai dari mulai gerbang Tahura. Nah, untuk
mempermudah adalah menggunakan kendaraan roda dua, baik sepeda atau motor,
karena kita hanya akan tracking kurang lebih 1 jam menuju Curug Putri.
Sepanjang perjalanan dari gerbang Tahura hingga Curug Putri, kita akan disuguhi
dengan pemandangan hutan yang indah nan sejuk, banyak suara-suara binatang
yang jarang terdengar jika kita berada di kota.
Jalanan menuju lokasi kurang lebih 250 meter sudah di paving blok
selebihnya kita akan melewati jalanan bebatuan tajam dan licin, jadi sebaiknya
sahabat menggunakan motor trail, atau memilih jalan kaki dari lokasi parkir
mobil. Setelah melewati jalanan yang cukup membuat berdebar-debar, kita tiba di
tempat penitipan motor. Nah, dari situ akan dimulai tracking menuju Curug Putri,
untuk biaya parkir motor dikenakan sebesar Rp15 ribu per motor.
4.6 Visi dan Misi
VISI
“Pembangunan Kehutanan dan Perkebunan Berkelanjutan untuk
Kesejahteraan Masyarakat".
MISI
1. Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan dan lahan
2. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk perkebunan
3. Memantapkan kelembagaan dan keberdayaan ekonomi masyarakat pelaku
usaha kehutanan dan perkebunan
4. Mengembangkan aneka usaha kehutanan dan perkebunan serta jasa
lingkungan
5. Meningkatkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari
BAB V
HASIL DATA
Titik : 1
Waktu : 07.19 -07.34
No Nama Jenis ∑ Jenis Vegetasi Aktivitas Nilai Estetika
satwa
1. Walet Linci 1 Pohon Duren Terbang Bagian sayap
dan punggung
berwarna
hitam.Burung
ini memiliki
warna ekor
hitam dan
bagian ujung
ekor rata.
Bagian dagu
berwarna abu-
abu dan perut
berwarna putih.
Titik : 2
Waktu : 07.34-07.49
Titik : 3
Waktu : 07.49-08.04
Titik : 4
Waktu : 08.04-08.19
Titik : 5
Waktu : 08.19-08.40
5.4 Herbarium
= Jalur (transect)
= Titik Pengamatan
Menurut Welty dan Baptista (1988) penyebaran dan populasi burung disuatu
habitat dipengaruhi oleh faktor fisik/lingkungan seperti tanah, air, temperatur,
cahaya matahari dan faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya.
Berbagai tipe hutan primer, sekunder maupun lahan terbuka/semak belukar
merupakan habitat bagi beraga jenis burung. Beberapa jenis burung bahkan
menggunakan berbagai tipe habitat tersebut untuk mencari makan, reproduksi,
dan menjaga kelangsungan hidupnya. Dalam habitatnya, burung memanfaatkan
jenis tumbuhan sebagai sumber pakan, tempat sarang serta tempat berlindung
secara fisiologis menurut Partasamita tahun 1998.
Didapatkan satwa burung sebanyak 7 jenis dengan total 19 individu dan
satwa mamalia sebanyak 2 jenis dengan total 7 individu. Jenis satwa burung
meliputi Walet Linchi (Collocalia linchi) sebanyak 5 individu, Cici Merah
(Cisticola exilis) sebanyak 1 individu, Cekakak Sugai (Todirhamphus chloris)
sebanyak 3 individu, Wiwik Lurik (Cacomantis sonneratii) sebanyak 3 individu,
Pelatuk Jambul Kuning (Picus chlorolophus) sebanyak 1 individu, Caladi Batu
(Meiglyptes tristis) sebanyak 1 individu, Cipoh Kacat (Aegithina tiphia) sebanyak
1 individu. Jenis satwa mamalia meliputi Monyet Ekor Panjang (Macaca
fasicularis) sebanyak 4 individu dan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)
sebanyak 3 individu. Vegetasi yang dihinggapi burung dan mamalia yaitu pohon
durian, mahoni, meranti, dan puspa sebagaimana yang dicantumkan pada tabel
Tally Sheet Pengambilan Data Jenis Burung dan mamalia.
Pada titik 1 pengamatan satwa dilakukan pukul 07.19 sampai dengan 07.34
didapatkan satwa Walet Linchi dengan aktivitas terbang diatas pohon durian
berjumlah 1 individu. Hal ini dikarenakan satwa tersebut memanfaatkan pohon
durian untuk mencari pakan, terdapat serangga yang berlimpah diatas pohon
duiran. Cici Merah berjumlah 1 individu dengan aktivitas terbang diatas pohon
mahoni, Cekakak Jawa berumlah 3 individu dengan aktivitas hinggap dan
bertengger di ranting phon meranti. Wiwik Lurik berjumlah 2 individu dengan
aktivitas terbang di atas pohon meranti.
Pada titik 2 pengamatan satwa dilakukan pukul 07.34 sampai dengan 07.49
didapatkan satwa Walet Linchi berjumlah 4 individu dengan aktivitas terbang di
atas pohon puspa. Wiwik Lurik berjumalh satu individu dengan aktivitas
betengger di pohon meranti. Pada titik 3 pengamatan dilakukan pukul 07.49
sampai dengan 08.04 didapatkan satwa Pelatuk Jambul Kuning berjumlah 1
individu dengan aktivitas terbang di atas pohon puspa. Caladi Batu berjumlah 1
individu dengan aktivitas terbang di atas pohon meranti. Walet Linchi berjumlah 1
individu dengan aktivitas hinggap dan bertengger di ranting pohon durian. Hal ini
dikarenakan tersedianya sumber pakan bagi burung dan burung nyaman
beraktivitas di diantara vegetasi tersebut.
Pada titik 4 pengamatan satwa dilakukan pukul 08.04 sampai dengan 08.19
didapatkan satwa Cipot Kacat berjumlah 1 individu dengan aktivitas terbang di
atas pohon meranti. Pada titik 5 pengamatan dilakukan pada pukul 08.19-08.40,
didapatkan satwa Walet Linchi berjumlah 3 individu dengan aktivitas terbang di
atas pohon meranti. Pengamatan satwa mamalia didapatkan satwa Monyet Ekor
Panjang pada pukul 08.07 berjumlah 4 individu dengan aktivitas dduduk dan
bermain di atas pohon meranti dan satwa Lutung Jawa pada pukul 08.25
berjumlah 3 individu dengan aktivitas berayun di pohon meranti.
Berdasarkan data yang diperoleh, satwa burung sebanyak 7 jenis dan
mamalia 2 jenis di Tahura Banten tergolong rendah dalam keanekaragaman jenis
satwa.. Dikarenakan jenis vegetasi yang diamati terdapat aktivitas satwa hanya 4
jenis tumbuhan saja dan termasuk keanekaragaman vegetasi tersebut kurang
berlimpah, sehingga tumbuhan pakan yang tersedia untuk satwa pun sedikit. Hal
ini menyatakan bahwa keragaman jenis burung sangat dipengaruhi oleh potensi
tumbuhan yang terdapat dalam habitatnya, terutama tumbuhan yang dapat
menjadi sumber pakan. Wiens (1992) menyatakan bahwa ketersediaan pakan
dalam suatu tipe habitat merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran
populasi burung dan mamalia. Hal ini juga berkaitan dengan adanya kemampuan
burung untuk memilih habitat yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya untuk
kebutuhan hidupnya.
Burung dan mamalia juga dapat bergerak sepanjang hutan untuk mencari
tempat dimana terdapat buah yang melimpah. Selain itu, ada atau tidak
ditemukannya suatu jenis burung dan mamalia pada suatu habitat dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya yaitu kecocokan habitat, perilaku
(seleksi habitat), kehadiran jenis hewan lain (predator, parasit, dan pesaing), dan
faktor kimia-fisika lingkungan yang ada di luar kisaran toleransi jenis burung dan
mamalia yang bersangkutan. Adapun faktor tambahan seperti pengamatan
dilakukan terlambat sehingga pada pukul 07.00 di saat pengamatan satwa mulai
dilakukan kelimpahan keanekaragaman jenis burung dan mamalia rendah karena
satwa sudah beraktivitas normal.
6.3 Abiotik
6.4 Herbarium
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
Lampiran
Lbds Jati 1
Lbds = ¼ π (d/100)2
= ¼ 3.14 (62/100) 2
= 0,3018
Lbds Jati 2
Lbds = ¼ π (d/100)2
= ¼ 3.14 (56/100) 2
= 0,2462
Lbds Jati 3
Lbds = ¼ π (d/100)2
= ¼ 3.14 (64/100) 2
= 0,3215
Lbds Jati= 0,2898
Nilai Kerapatan (K)
K = 25batang/ha
25
KR = 200 x 100%
KR = 12,5 %
2
F=
3
F = 0,6667
0,6667
FR = 𝑥 100%
2,6667
FR = 25 %
0,2898
D=
0,8614
D = 0,3365 m2/ha
0,33647
DR = 𝑥 100%
1
DR = 33,647 %
= 71,147
Dokumentasi