Anda di halaman 1dari 10

KONSEP MEDIS

A. Anatomi dan Fisiologi Paru


1. Anatomi
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi
membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu digfrahma. Efek dari
gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada.
Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena
penurunan tekanan di dalam dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan
diagfrahma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut
mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari
pernapasan normalnya membutuhkan energi: fase ekspirasi normalnya positif. Inspirasi
menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya
(Brunner & Suddarth, EGC : 2002).
Pleura merupakan bagian terluar dari paru-paru, dikelilingi oleh membran halus,
licin yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan
permukaan superior diagfrahma. Pleura parietalis melapisi tiraks dan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura,
yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduannya bergeser dengan bebas selama ventilasi (Brunner & Suddarth, EGC : 2002).
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru
terletak antara kedua lapisan pleura (Brunner & Suddarth, EGC : 2002).
Setiap paru dibagi menjadi lobu-lobus. Paru kiri atas lobus bawah dan atas,
sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh
dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan
pleura (Brunner & Suddarth, EGC : 2002).
Bronkus dan bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus
paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri).
Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru
kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural yang
paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi

1
bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,
limfatik dan saraf (Brunner & Suddarth, EGC : 2002).
Bronkus segmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang
tidak mempunyai kartilagi dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya tergantung
pada rekoil elastik otot polos sekelilingnya dan pada tekanan alveolar. Bronkiolus
mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut
tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga
dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia.
Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan
lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring (Brunner & Suddarth, EGC : 2002).
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis,
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi
bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara
konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi
mengandung sekital 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta
dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori
kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli (Brunner & Suddarth, EGC
: 2002)
Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster
antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu
untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapang
tenis) (Brunner & Suddarth, EGC : 2002).
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang
membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah
alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagositis yang besar yang memakan benda asing (misal : lendir, bakteri) dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan yang penting (Brunner & Suddarth, EGC : 2002)
2. Fisiologi
Transpor Oksigen. Oksigen dipasok ke sel dan karbon dioksida dibuang dari sel
melalui sirkulasi darah. Sel-sel berhubungan dekat dengan kapiler, yang berdinding tipis
sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran atau lewatnya oksigen dan karbon
dioksida dengan mudah. Oksigen berdifusi dari kapiler, menembus dinding kapiler ke

2
cairan interstisial dan kemudian melalui membran sel-sel ke jaringan, tempat dimana
oksigen dapat digunakan oleh mitokondria untuk pernafasan selular. Gerakan karbon
dioksida juga terjadi melalui difusi dan berlanjut dengan arah yang berlawanan dari sel ke
dalam darah (Brunner & Suddarth, EGC : 2002).
Pertukaran Gas. Setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena
sistemik (dimana disebut darah vena) dan mengalir ke sirkulasi pulmonal. Konsentrasi
oksigen dalam darah di dalam kapiler paru-paru lebih rendah dibanding dengan
konsentrasi dalam kantung udara paru, yang disebut alveoli. Sebagai akibat gradien
konsentrasi ini, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah. Karbon dioksida yang
mempunyai konsentrasi dalam darah lebih tinggi dari dalam alveoli, berdifusi dari dalam
alveoli. Gerakan udara ke dan keluar jalan nafas (ventilasi) secara kontinue memurnikan
oksigen dan membuang karbon dioksida dari jalan dalam paru. Keseluruhan proses
pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah dan antara darah dengan sel-sel tubuh ini
disebut respirasi. (Brunner & Suddarth, EGC : 2002).
B. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit yang menyerang parenkim paru-paru yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian
tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Irman Somantri, 2007).
Tuberculosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arif Mansjoer 2001).
Menurut Nethna. M Sandra (2001) Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan dari
orang ke orang melalui nuklei droplet lewat udara.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan
human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4
μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Sylvia A. Price & Wilson, 2006).
TBC paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru,
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. ( Irman Somantri, 2009).
Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi akibat mycobacterium tuberculosis yang
dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru dengan gejala yang sangat
bervariasi. (Junaidi, Iskandar, 2010).

3
C. Etiologi
Penyebab Tuberculosis (TBC) adalah mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong
dalam kuman mycobacterium Tuberculosis complex diantaranya : M. Tuberculosis,
Varian Asian, Varian African I, Varian African II, M. Bovis (Ilmu Penyakit Dalam,
2001).
Sifat kuman TBC adalah aerob yaitu lebih mengenai hidup pada jaringan yang
tinggi kadar O2 dan juga bersifat dormant di dalam sel yaitu basil tidak aktif tetapi keluar
dari sel maka basil akan berkembangbiak. Pada penderita akan mengalami kekambuhan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi TBC, yaitu keganasan basil
TBC. Jumlah basil cukup banyak, adanya sumber penularan, daya tahan tubuh yang
menurun yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keturunan, usia, nutrisi yang kurang
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
D. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi
melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari
satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung
dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah.
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Arif Mansjoer, 2000).

4
E. Klasifikasi
Pembagian tuberculosis (TB) paru dari sistem lama diketahui beberapa klasipikasi seperti:
1. Pembagian secara patologis
a. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
b. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (koch pulmonum) aktif, non
aktif dan quessent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a. Tuberculosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu
paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
b. Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari
4 cm. jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satuan bagian paru. Bila
bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
c. Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan
pada moderately advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Sociaty memberikan klarifikasi baru
yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat :
1. Kategori 0 : tidak pernah terpasan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes
tuberkulin negatif.
2. Ketegori I : terpasan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat
hontak positif, tes tuberkulin negatif.
3. Kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberkulin positif,
radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan
klinis, radiologis dan mikrobiologis :
1. Tuberculosis Paru
2. Bekas Tuberculosis Paru
3. Tuberculosis Paru tersangka, yang terbagi dalam :
a. Tuberculosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif,
tetapi tanda-tanda lain positif.
b. Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini seputum BTA
negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

5
WHO 1991 berdasarkan terapi membati TB dalam 4 kategori yakni :
Kategori I, ditujukan terhadap :
1. Kasus baru dengan sputum positif
2. Kasus baru dengan bentuk TB berat
Kategori II, ditujukan terhadap :
1. Kasus kambuh
2. Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori III, ditujukan terhadap :
1. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
2. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
Kategori VI, ditujukan terhadap : TB kronik. (ilmu penyakit dalam, 2006).
F. Manifestasi Klinik
1. Gejala Umum
Batuk terus menerus dan berdahak 3 (tiga) minggu atau lebih.
Merupakan proses infeksi yang dilakukan Mycobacterium Tuberkulosis yang
menyebabkan lesi pada jaringan parenkim paru.
2. Gejala lain yang sering dijumpai
a. Dahak bercampur darah
Darah berasal dari perdarahan dari saluran napas bawah, sedangkan dahak adalah
hasil dari membran submukosa yang terus memproduksi sputum untuk berusaha
mengeluarkan benda saing.
b. Batuk darah
Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena proses
batuk dan infeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
c. Sesak napas dan nyeri dada
Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat terinfeksi
Mycobacterium Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya sekret pada saluran
pernapasan. Nyeri dada timbul akibat lesi yang diakibatkan oleh infeksi bakteri,
serta nyeri dada juga dapat mengakibatkan sesak napas.
d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih
dari sebulan. Merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus
menerus mengakibatkan kelemahan, serta nafsu makan berkurang, sehingga berat
badan juga menurun, karena kelelahan serta infeksi mengakibatkan kurang enak

6
badan dan demam meriang, karena metabolisme tinggi akibat pasien berusaha
bernapas cepat mengakibatkan berkeringat pada malam hari (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006)
G. Penatalaksanaa Medis
Panduan OAT dan peruntukannya
1. Kategori -1(2 HRZE / 4H3R3)
Diberikan untuk pasien baru
a. pasien baru TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru BTA negatif thorak positif
c. Pasien TB ekstra paru
2. Kategori – 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan 3 tahun terputus ( Default)
3. OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk taha kategori -1 yang
diberikan selama sebulan ( 28 hari)
Jenis dan dosis obat OAT
a. Isoniasid (H)
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif. Dosis
harian yang dianjurkan 5 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X
semingggu diberikan dengan dosis 10 mg / kg BB.
b. Rifamisin (R)
Dapat m,embnunuh kuman semi dormanf yang tidak dapat dibunuh isoniasid.
Dosis 10 mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten
3 X seminggu.
c. Pirasinamid (Z)
Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis
harian dianjurkan 25 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X
seminggu
d. Streptomisin (S)
Dosis harian dianjurkan 15 mg / kg BB, sedeangkan untuk pengobatan intermiten
3 X seminggu diberikan dengaqn dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60

7
tahun dosisnya 0,75 gr/ hari. Sedangkan untuk berumur 60 th atau lebih diberikan
0,50 gr/ hari. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)
H. Pemeriksaan Medis
1. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan fisik, dokter juga
menemukan suatu kelainan paru. Pemeriksaan rontgen toraks ini sangat berguna
untuk mengevaluasi hasil pengobatan, di mana hal ini bergantung pada tipe
keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT. Penyembuhan total sering
kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat muncul pada sebuah
proses penyembuhan yang lengkap (Widoyono, 2008).
2. Pemeriksaan CT-scan
Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler,
pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas
bronkhovaskuler, bronkhiektasis, serta emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan
sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat
diandalkan daripada pemeriksaan rontgen biasa (Widoyono, 2008).
3. Radiologis TB Paru Milier
TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh
serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat fatal sebelum
penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen toraks bergantung pada ukuran dan
jumlah tuberkel milier. Pada beberapa pasien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat
pada hasil rontgen toraks, tetapi ada beberapa kasus dimana bentuk milier klasik
berkembang seiring dengan perjalanan penyakitnya (Widoyono, 2008).
4. Pemerikasaan
Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit Tuberculosis diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan species Mycobacterium
yang satu dengan lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat
biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan percobaan,
serta perbedaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobacterium Tuberculosis adalah sputum
pasien, urine, dan cairan kumbah lambung. Selain itu, ada juga bahan-bahan lain yang

8
dapat digunakan, yaitu cairan serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan pleura,
jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorokan. Pemeriksaan darah yang dapat
menunjang diagnosis Tuberculosis Paru, walaupun kurang sensitif, adalah
pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan
peningkatan immunoglobulin, terutama IgG dan IgA (Widoyono, 2008).
I. Komplikasi
Menurut Widoyono, 2008 penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan
benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
2) Kerusakan parenkim berat : SOPT/Fibrosis paru, kor pulmonal
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal napas dewasa (ARDS)

9
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Sudarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ( Vol-2), EGC:
Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis: Jakarta
Doengoes, Marilyn, E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
http://catatanperawat.asuhan-keperawatan-anak-dengan-tb-paru.
http://pend-amanah-unik.blogspot.com/2007/08/tuberculosisparu.htmlarahrendah.
Irman Somantri, S,Kp. M. Kep.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
pada Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Junaidi, Iskandar. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta: Buana Ilmu Populer
Widoyono. (2008).Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan dan
pemberantasannya. Erlangga. Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai