Anda di halaman 1dari 3

4.

Dasar- dasar fisiologi pengaturan pernapasan


4.1 Peranan korteks, sistem aktivasi retikuler, pons, da medulla dala proses respirasi
dan pola- pola pernapasan akibat lesi pada tempat- tempat tersebut
Terhadap beberapa mekanisme yang berperan memasukan udara kedalam
paru-paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan
udara masuk dan keluar dari paru-paru di sebut sebagai ventilasi dan mekanisme
ini dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi. Yang
mempunyai peranan penting adalah pompa resiproaktif yang disebut pipa
penghembus nepas. Pipa ini mempunyai dua kompoen volume-elastis : paru-paru
itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru-paru. Dinding terdiri dari rangka
dan jaringan troaks, serta diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen. Otot-otot
pernapasan yang merupakan bagian dinding toraks merupakan sumber kekuatan
untuk menghembus pipa. Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang dapat
mengangkat tulang rusuk dan tulang dada atau sternum) merupakan otot utama
yang ikut berperan dalam peningkatan volume paru-paru dan dinding toraks
selama inspirasi ; ekspirasi merupakan suatu proses yang pasif pada pernapasan
tenang.
Otot-otot penapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari neuron dan
reseptor pada pons dan medula oblongata. Pusat pernapsan bagian dari sistem
saraf yang mengatur semua aspek pernapasan. Faktor utama dalam pengaturan
pernapasan adalah respon dari pusat kemoreseptor dalam pusat pernapasan
terhadap tekanan parsial karbondioksida (PaCO2) dan PH darah arteria.
Peningkatan Pa CO2 atau penurunan pH yang merangsang pernapasan.
Penurunan tekanan parsial oksigen darah arteria PaCO2 dapat juga
merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer yang terdapat dalam beban karotis
pada percabangan arteria karotis komunis dan dalam badan aorta pada lengkung
aorta peka terhadap penurunan Pa O2 harus turun dari tingkat normal sebesar 90
sampai 100 mm.Hg hingga mencapai sekitar 60 mm Hg sebelum ventilasi
mendapat rangsangan yang cukup berarti.
Mekanisme kontrol lain mengendalikan jumlah udara yang masuk kedalam
paru-paru. Pada waktu paru-paru mengembang, maka reseptor-reseptor ini
mengirim sinyal pada pusat pernapasan agar menghentikan pengembangan lebih
lanjut. Sinyal dari reseptor regang tersebut akan berhenti pada akhir ekspirasi
ketika paru-paru dalam keadaan mengempis dan pusat pernapasan bebas untuk
memulai lagi inspirasi. Mekanisme ini dikenal dengan nama refleks hering breuer,
pernah dipikirkan memainkan peranan penting dalam mengontrol pernapsan ;
akan tetapi penyelidikan terakhir menunjukan bahwa refleks ini tidak aktif pada
orang dewasa kecuali bila volume tidak melebihi 1 liter seperti pada waktu
berolah raga. Refleks ini menjadi lebih penting pada bayi baru lahir. Pergerakan
sendi dan otot (misalnya, sewaktu berolah raga) juga merangsang peningkatan
ventilasi. Masukan yang dikendalikan secara vontolar oleh serebrum dapat
mengubah keluaran dari pusat pernapasan sehingga memungkinkan penghentian
siklus pernapasan normal pada waktu tertawa, menangis dan berbicara. Pola dan
irama pengaturan pernapasan tersebut di jalankan melalui interaksi pusat-pusat
pernapasan yang terletak dalam pons dan medula oblongata. Keluaran motorik
akhir disalurkan melalui medula spinalis dan saraf frenikus yang merangsang
diafgrama , yaitu otot utama ventilasi. Saraf utama lain yang juga ikut mengambil
bagian adalah saraf asesorius dan interkostalis yang mempersarafi otot dan
pembantu pernapasan otot interkostalis.

4.2 Peranan kemoreseptor sentral dan perifer dalam menentukan respon ventilasi
terhadap perubahan Ph, PaO2, PaCO2
Selain kepekaan langsung pusat pernapasan itu sendiri terhadap CO2 dan ion
hidrogen, reseptor kimia khusus yang disebut komereseptor yang terletak di luar
susunan saraf pusat, juga reponsif terhadap perubahan konsentrasi oksigen, karbon
dioksida dan ion hidrogen. Mereka mengirimkan isyarat kepusat pernapasan untuk
membantu mengatur aktivitas pernapasan. Kemoreseptor ini, terletak di dalam
glomus karotikum dan aortikum bersama-sama dengan hubungan saraf aferen
mereka kepusat pernapasan. Glomus karotikum terletak bilateral didalam
percabangan arteria korotis kommuni, dan serabut saraf aferen mereka berjalan
melalui nervus hering ke nervus glosofa ringeus dan kemudian ke medula
oblongata. Glomus aortikum terlatak di sepanjang arkus aortae. Saraf aferen
mereka berjalan ke medula oblongata melalui nervus vagus.masing-masing
glomus ini menerima suplai darah khusus melalui suatu arteri kecil yang
dipercabangkan langsung dari trunkus arteri di dekatnya.
Perangsang kemoreseptor oleh penurunan oksigen arteri. Perubahan
konsentrasi oksigen arteri tidak mempunyai efek perangsangan langsung pada
pusat pernapasan itu sendiri, tetepi bila konsentrasi oksigen di dalam darah arteri
turun dibawah normal, kemoreseptor menjadi terangsang kuat. efek yang
memperlihatkan hubungan di antara Po2 arteri kecepatan pengiriman implus saraf
dari suatu glomus karotikum. Perhatikan bahwa kecepatan implus tersebut sangat
peka terhadap perubahan Po2 arteri dalam batas kejenuhan hemoglobin arteri akan
oksigen cepat menurun.
Efek Kuantitatif po2 Darah yang Rendah Atas Ventilasi Alveolus.
Normalnya PO2 darah yang rendah tak akan meningkat ventilasi alveolus secara
bermakna sampai Po2 alveolus turun mendekati setengah yang normal. Perubahan
PO2 arteri alveolus lebih dari 100 mm.hg turun sampai sekitar 60 mm.Hg
mempunyai efek yang tak kelihatan atas ventilasi. Tetapi kemudian karena PO2
masih turun lebih lanjut, turun sampai 40-an kemudian 30 mm.Hg ventilasi
alveolus meningkat 1,5 sampai 1,7 kali lipat. Peningkatan ventilasi alveolus yang
agak lemah ini berbeda dari efek yang disebabkan ion hidrogen atau karbon
dioksida- peningkatan 4 kali lipat yang disebabkan oleh penurunan PH darah ke
7,0 atau peningkatan 10 kali lipat yang disebabkan oleh peningkatan PCO2 hanya
50 %. Jadi jelas bahwa efek normal perubahan PO2 darah atas aktivitas
pernapasan sangat ringan, terutama bila dibandingkan dengan efek PCO2.
Penyebab jeleknya efek perubahan PO2 atas pengaturan pernapasan
adalah efek “ pengereman “ yang disebabkan oleh mekanisme pengaturan ion
hidrogen dan karbondioksida. Penomena ini dapat dijelaskan dengan merujuk lagi
memperlihatkan sedikit peningkatan ventilasi akibat penururan PO2 alveolus.
Peningkatan ventilasi yang timbul menerbangkan karbondioksida dari darah
sehingga menurunkan PCO2, yang juga di lukiskan dalam gambar ini : pada
waktu yang sama ia juga menurunkan konsentrasi ion hidrogen. Sehingga dua
efek penghambatan pernapasan yang kuat di sebabkan oleh ( a ) pengurangan
karbondioksida dan ( b ) pengurangan ion hidrogen. Keduanya menimbulkan “
pengeraman “ penghambatan yang melawan efek perangsangan karena ke
kurangan oksigen.

Anda mungkin juga menyukai